PERTIMBANGAN HUKUM
3. Gugatan kurang pihak
Bahwa pokok persoalan utama dalam perkara ini adalah sehubungan dengan adanya pelelangan atas jaminan Seritpikat Hak Guna Bangunan Nomor : 1101 / Jangli yang menurut Para Penggugat tindakan melelang aset Para Penggugat merupakan tindakan dzolim yang merupakan Perbuatan Melawan Hukum, karenanya Para Penggugat menuntut lelang a quo batal;
Bahwa lelang tersebut atas permohonan dari Tergugat I yang telah dilaksanakan oleh Tergugat III pada tanggal 12 Juli 2018 dengan penawar lelang yang bernama Sulasih disahkan sebagai pembeli oleh karena penawarannya telah mencapai nilai limit;
Bahwa seharusnya Para Penggugat mengikut sertakan Pemenang Lelang yang bernama Sulasih sebagai pihak dalam perkara gugatan a quo agar peristiwanya menjadi jelas dan terang serta satu sama lain untuk memperoleh kebenaran hakiki dalam proses dan pelaksanaan lelang yang dilaksanakan oleh Tergugat III tersebut sah atau tidak;
Bahwa dengan tidak diikutsertakannya Pemenang Lelang yang bernama Sulasih sebagai pihak dalam perkara ini maka gugatan Para Penggugat menjadi kurang pihak karenanya gugatan para Penggugat haruslah dinyatakan tidak dapat diterima;
Menimbang, bahwa terhadap eksepsi yang diajukan oleh Tergugat I tersebut, replik Para Penggugat serta jawab menjawab antara Para Penggugat dengan Tergugat I terhadap eksepsi tersebut, maka Majelis hakim akan mempertimbangkan sebagai berikut :
Menimbang, bahwa mengkomulasikan gugatan perbuatan melawan hukum dan wan prestasi dalam suatu gugatan mengakibatkan dasar dan maksud gugatan menjadi kabur (obsccur libel) dan untuk lebih menjelaskan adanya kekaburan gugatan karena :
Dalil dalil gugatan Para Penggugat mengkomulasikan antara Wan Prestasi dengan Perbuatan Melawan Hukum;
tentang perjanjian (akad) 2 (dua) akad dalam satu transaksi yaitu Akad Musyarakah Mutanaqisah dan akad Ijarah yang tidak sesuai dengan prinsip Syariah yaitu menurut dalil para Penggugat akad tersebut bathil dan mengandung Riba sebagaimana posita angka 2, 3 4 dan 7 adalah merupakan dalil gugatan Wan Prestasi dan jika dihubungkan dengan petitum angka 1 dan 2;
Para Penggugat dalam petitum angka 4 tidak menyebutkan secara jelas dan terperici, sedangkan posita angka 5 dan 12 merupakan dalil posita Perbuatan Melawan Hukum namun pernyataan aquo tidak dicantumkan dalam petitum para Penggugat;
Para Penggugat tidak mencantumkan petitum angka 3 dan 4 dengan secara cermat, tegas dan jelas sedangkan petitum angka 7 tidak didukung dengan adanya posita;
Menimbang, bahwa Gugatan Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi berbeda dalam hal mana tuntutan ganti rugi untuk wanprestasi mendasarkan pada Pasal 1243 KUH Perdata dan didasarkan cidera janji dalam perjanjian (akad) sehingga salah satu pihak harus bertanggung jawab sedangkan untuk gugatan perbuatan melawan hukum mendasarkan pada Pasal 1365 KUH Perdata. Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena
kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.” Oleh karena itu
seharusnya substansi perbuatan melawan hukum dan wanprestasi dipisahkan ( tidak dikomulasikan) ;
Menimbang,bahwa Gugatan wanprestasi adalah berawal dari Akad, kata/ frasa wanprestasi atau cidera janji adalah sebuah keadaan dimana salah satu pihak tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian (akad) yang dibuat antara kreditur dengan debitur. sedangkan Perbuatan Melawan Hukum adalah Pelanggaran terhadap Undang Undang sebagaimana diatur dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah dalam pasal 391 s.d 412 bahwa Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dalam bentuk Gasb dan Itlaf, yang meliputi:
2. Perusakan (langsung dan tidak langsung)/Itlaf 3. Ganti rugi.;
Menimbang, bahwa Gugatan Para Penggugat dalam posita angka 5 dan 12 telah menyatakan bahwa “Tergugat I telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum”. Akan tetapi Para Penggugat dalam petitumnya tidak menuntut “Menyatakan Tergugat I telah melakukan perbuatan melawan hukum” maka antara posita dan petitum tidak saling mendukung;
Menimbang, bahwa sebagaimana pendapat Retnowulan Sutantio, S.H. dan Iskandar Oeripkartawinata, S.H. dalam buku Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek (hal. 15-17),yang diambil alih sebagai pendapat Majelis Hakim bahwa gugatan dapat dibuat secara tertulis maupun secara lisan. Dalam praktiknya saat ini gugatan dibuat secara tertulis yang dikenal dengan surat gugatan. Surat gugatan harus memuat tanggal termasuk tanggal pemberian surat kuasa bila memberika kuasa, ditandatangani oleh penggugat atau wakilnya, menyebutkan identitas penggugat dan tergugat, memuat gambaran yang jelas mengenai duduk persoalan (fundamentum petendi atau posita), dan petitum yaitu hal-hal apa yang dinginkan untuk diputus oleh hakim. Gugatan tersebut kemudian ditujukan dengan mangacu pada ketentuan Pasal 118 (HIR).
Menimbang, bahwa apabila gugatan perdata diajukan dengan dasar wanprestasi dan PMH, oleh karena didasarkan pada dasar hukum yang berbeda sehingga gugatan menjadi tidak jelas (obscuur libel)., Mahkamah Agung bahkan pernah mengeluarkan Putusan MA No. 1875 K/Pdt/1984 tertanggal 24 April 1986 yang menegaskan tentang hal ini. Ditambah lagi dalam Putusan MA No. 879 K/Pdt/1997 tanggal 29 Januari 2001 dijelaskan bahwa penggabungan PMH dengan wanprestasi dalam satu gugatan melanggar tata tertib beracara karena keduanya harus diselesaikan tersendiri,
dan dalam Putusan MA No. 2452 K/Pdt/2009. Dalam pertimbangannya MA
menyatakan : “Bahwa karena gugatan Penggugat merupakan penggabungan antara perbuatan melawan hukum dan wanprestasi, maka gugatan menjadi tidak jelas dan kabur (obscuur libel)”;
berpendapat bahwa dalam surat gugatan Para Penggugat pada halaman I tentang "identitas"Para Penggugat, disebut ANI Binti H.M. SANI sebagai Penggugat I dan HARSONO Bin H.M. SUKAMTO sebagai Penggugat II, karena secara terang Penggugat II yaitu HARSONO Bin H.M. SUKAMTO merupakan Nasabah yang melakukan akad pembiayaan dengan Tergugat I dalam Akad Musyarokah Mutanaqisah dan Akad Ijarah, sedangkan ANI Binti HM. SANI sebagai PENGGUGAT I adalah karena sebagai pihak merasa dirugikan karena i Pemilik agunan yang dijaminkan berupa SHGB 1101 yang tercantum dalam akad aquo;
Menimbang, bahwa oleh karena dalam surat gugatan pada bagian identitas paling bawah dari Penggugat I dan Penggugat II sudah mencantumkan kalimat “selanjutnya di sebut Para Penggugat”, .sebagai bentuk Kumulasi Subjektif yaitu penggabungan subyek hukum antara Penggugat I dengan Penggugat II menjadi Para Penggugat, maka eksepsi Tergugat I dalam hal ini gugatan salah pihak (error in persona), tidak dapat dipertimbangkan lebih lanjut;
Menimbang, bahwa eksepsi Tergugat I dalam kaitannya dengan Gugatan kurang pihak(plurium litis consortium), maka Majelis Hakim sepakat berpendapat bahwa Para Penggugat harus memasukkan Pemenang Lelang sebagai pihak dalam perkara gugatan a quo agar memperoleh kebenaran tentang keabsahan dalam proses dan pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh Tergugat III;
Menimbang, bahwa dengan tidak dimasukkannya pihak Pemenang Lelang sebagai pihak dalam perkara ini maka gugatan Para Penggugat menjadi kurang pihak (plurium litis consortium);
Menimbang, bahwa menurut Yahya harahap dalam bukunya Hukum Acara Perdata, Klasifikasi Error in Persona adalah sebagai berikut:
1. Diskualifikasi in Person hal ini terjadi apabila yang bertindak sebagai penggugat adalah orang yang tidak memenuhi syarat (diskualifikasi) karena penggugat dalam kondisi berikut :
a. Tidak mempunyai hak untuk menggugat perkara yang disengketakan Gugatan yang diajukan oleh orang yang tidak berhak atau tidak memiliki
hak untuk itu, merupakan gugatan yang mengandung cacat formil error in persona dalam bentuk diskualifikasi in persona yaitu pihak yang bertindak sebagai penggugat adalah orang yang tidak punya syarat untuk itu.
b. Tidak cakap melakukan tindakan hukum, Orang yang berada di bawah umur atau perwalian tidak cakap melakukan tindakan hukum. Oleh karena itu, mereka tidak dapat bertindak sebagai penggugat tanpa bantuan orang tua atau wali. Gugatan yang mereka ajukan tanpa bantuan orang tua atau wali mengandung cacat formil error in persona dalam bentuk diskualifikasi karena yang bertindak sebagai penggugat orang yang tidak memenuhi syarat.
2. Salah sasaran pihak yang digugat, Bentuk lain error in persona yang mungkin terjadi adalah orang yang ditarik sebagai tergugat keliru (gemis aanhoeda nigheid)
3. error in persona yang lain disebut plurium litis consortium (gugatan kurang pihak), yakni pihak yang bertindak sebagai penggugat atau yang ditarik sebagai Tergugat :
- tidak lengkap, masih ada orang yang harus bertindak sebagai penggugat atau ditarik tergugat.
- Oleh karena itu, gugatan dalam bentuk plurium litis consortium yang berarti gugatan kurang pihaknya, akibat hukum Gugatan Error in Persona;
Kekeliruan pihak mengakibatkan gugatan error in persona. Bentuk kekeliruan apapun yang terdapat dalam gugatan mempunyai akibat hukum ;
- Gugatan dianggap tidak memenuhi syarat formil, oleh karena itu gugatan dikualifikasi mengandung cacat formil. Akibat lebih lanjut, gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard). Selanjutnya Yahya Harahap dalam bukunya (hal. 811) juga menjelaskan bahwa berbagai macam cacat formil yang mungkin melekat pada gugatan, antara lain :
- Gugatan yang ditandatangani kuasa berdasarkan surat kuasa yang tidak memenuhi syarat yang digariskan Pasal 123 ayat (1) HIR;
- Gugatan tidak memiliki dasar hukum; Gugatan error in persona dalam bentuk diskualifikasi atau plurium litis consortium;
Menimbang, bahwa pendapat Yahya Harahap tersebut diambil alih sebagai pendapat Majelis Hakim bahwa apabila Gugatan kurang pihak (plurium litis consortium) dapat dikategorikan cacat formil yang timbul atas kekeliruan atau kesalahan dalam subyek hukum maka dikualifikasi mengandung error in persona.
Menimbang, bahwa oleh karena gugatan kurang pihak (plurium litis consortium)merupakan salah satu dari klasifikasi gugatan eror in persona, dan akaibat yang ditimbulkan yaitu gugatan dianggap tidak memenuhi syarat formil ;
Menimbang, bahwa Oleh karena itu eksepsi Tergugat I tentang dalil gugatan kabur (obscuur libel ) karena menggabungkan antara perkara Wan Prestasi dan Perbuatan Melawan Hukum dan antara Posita dan petitum tidak saling mendukung serta kaitannya dengan gugatan kurang pihak (Plurium Litis Consortium) dengan tidak memasukkan pihak pemenang lelang sebagai pihak dalam perkara aquo, maka majelis Hakim sepakat berpendapat bahwa gugatan para Penggugat adalah cacat formil sehingga tidak memenuhi syarat formil, maka eksepsi Tergugat I dapat dikabulkan;
Menimbang, bahwa selanjutnya tentang eksepsi Tergugat III yang diajukan dalam persidangan setelah tahapan kesimpulan, maka Majelis Hakim sepakat berpendapat bahwa eksepsi Tergugat III aquo tidak perlu dipertimbangkan dan harus dikesampingkan, karena tidak sesuai dengan tatacara lazimnya beracara pemeriksaan perkara perdata pada umumnya karena hukum acara yang berlaku di Peradilan Agama adalah hukum acara perdata yang berlaku di lingkungan Peradilan Umum kecuali yang telah diatur secara khusus (Pasal 54 Undang Undang Nomor. 7 Tahun 1989);
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat sebagaimana diuraikan di atas;
Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim telah membacakan surat gugatan Penggugat yang setelah dirubah oleh para Penggugat yang isinya tetap dipertahankan oleh para Penggugat;
Menimbang, bahwa selanjutnya Tergugat I telah memberikan jawaban yang terdiri dari eksepsi dan pokok perkara dan antara Para Penggugat dan Tergugat I sudah melalui proses tahapan jawab menjawab ( jawaban, replik, duplik,rereplik dan reduplik);
Menimbang, bahwa untuk menguatkan dalil dalil gugatannya para Penggugat sudah mengajukan alat bukti surat berupa P.1 sampai dengan P.23;
Menimbang, bahwa untuk menguatkan bantahannya, Tergugat I telah mengajukan alat bukti berupa bukti surat berupa T.I.1 sampai dengan T.I.34;
Menimbang, bahwa pada tahapan persidangan sudah sampai kesimpulan dan dilanjutkan tahapan Musyawarah Majelis lanjutan karena pergantian anggota majelis, Tergugat III telah mengajukan jawaban tertulis tertanggal 27 Nopember 2019 yang terdiri dari jawaban eksepsi dan pokok perkara;
Menimbang, bahwa oleh karena eksepsi Tergugat I telah dipertimbangkan oleh Majelis Hakim, maka dalil gugatan dan jawaban dari Tergugat I (jawab menjawab) tentang pokok perkara maupun bukti bukti yang diajukan oleh para Penggugat maupun Tergugat I tidak perlu dipertimbangkan;
Menimbang, bahwa Tergugat III pada persidangan yang sama, juga telah mengajukan alat bukti surat berupa T.III 1 sampai dengan T.III.12;
Menimbang, bahwa jawaban tentang pokok perkara dan bukti bukti yang diajukan oleh Tergugat III juga harus dikesampingkan karena Majelis Hakim sudah mempertimbangkan dalam eksepsi hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 54 Undang Undang Nomor. 7 Tahun 1989 bahwa hukum acara yang berlaku di Peradilan Agama adalah hukum acara perdata yang berlaku di lingkungan Peradilan Umum kecuali yang telah diatur secara khusus
Menimbang, bahwa oleh karena Majelis telah mempertimbangkan tentang eksepsi dari Tergugat I bahwa gugatan Penggugat Obscuur libel dan error in persona karena kekurangan para pihak (plurium litis consortium) sehingga mengandung cacat formil oleh karena itu eksepsi Tergugat I dapat dikabulkan, sejalan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 621 K/Sip/1975 tanggal 25 Mei 1977, maka berdasarkan pertimbangan pertimbangan tersebut, Majelis Hakim sepakat berpendapat bahwa gugatan para Penggugat a quo dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard);;
Menimbang, bahwa oleh karena perkara ini diputus dengan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard), berdasarkan Pasal 181,182 dan 183 HIR maka biaya perkara dibebankan kepada Para Penggugat;
Mengingat, semua pasal dalam peraturan perundang-undangan dan hukum Islam yang berkaitan dengan perkara ini;
M E N G A D I L I