Di samping melalui upaya administratif, penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara dilakukan melalui gugatan. Penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara melalui upaya administratif relatif lebih sedikit, jika dibandingkan dengan penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara melalui gugatan, karena penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara melalui upaya administratif hanya terbatas pada beberapa ―sengketa Tata Usaha Negara tertentu‖ saja.
Adanya ketentuan tentang penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara melalui upaya administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, maka dapat diketahui bahwa sengketa Tata Usaha Negara yang diselesaikan melalui gugatan adalah sebagai berikut.
a. Sengketa Tata Usaha Negara yang penyelesaiannya tidak tersedia upaya administratif. Artinya dalam peraturan pe- rundang-undangan yang menjadi dasar dikeluarkan Kepu- tusan Tata Usaha Negara yang mengakibatkan timbulnya sengketa Tata Usaha Negara tidak ada ketentuan upaya ad- ministratif yang harus dilalui.
b. Sengketa Tata Usaha Negara yang penyelesaiannya sudah melalui upaya administratif yang tersedia (keberatan dan atau banding administratif) dan sudah mendapat keputusan dan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengelu- arkan. Keputusan Tata Usaha Negara atau atasan/instansi lain dan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang men- geluarkan Keputusan Tata Usaha Negara. Terhadap keputu- san tersebut, orang atau badan hukum perdata yang merasa dirugikan dengan dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara masih belum dapat menerimanya.
Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo Un- dang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 menentukan orang atau badan hukum perdata yang kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Pen- gadilan yang berwenang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha
Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan! atau rehabilitasi.
Berdasarkan ketentuan di dalam Pasal 53 ayat (1) dapat diketa- hui bahwa yang dimaksud dengan gugatan dalam penyelesaian seng- keta Tata Usaha Negara adalah permohonan secara tertulis dan sese- orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingan dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara, yang ditujukan kepada pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara tersebut dinyatakan batal atau tidak sah dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan atau rehabilitasi.
Apabila gugatan diterima belum tentu gugatan tersebut dikab- ulkan, karena dikabulkan atau tidak dikabulkannya gugatan, sangat tergantung dan dapat atau tidak dapat dibuktikan gugatan dengan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti berdasarkan keyakinan Ha- kim.
Permohonan yang diajukan oleh orang atau badan hukum per- data sebagai Penggugat kepada pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, harus permohonan yang dituangkan secara tertu- lis. Sehingga merupakan surat gugat karena akan menjadi pegangan bagi pengadilan dan para pihak selama pemeriksaan di sidang penga- dilan. Dengan demikian, untuk menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara melalui gugatan tidak dikenal adanya gugatan tidak tertulis atau gugatan secara lisan.
Penjelasan Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 menyebutkan bahwa bagi mereka yang tidak pandai baca tulis, dapat mengutarakan keingi- nannya untuk menggugat kepada Panitera yang akan membantu untuk merumuskan gugatannya dalam bentuk tertulis. Ke pengadilan mana gugatan itu harus diajukan, perlu diperhatikan beberapa hal berikut: a. Perhatikan kekuasaan relatif (kompetensi relatif) dan pengadi-
lan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 Undang-Undang No- mor 5 Tahun 1986. Khusus mengenai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, perlu diperhatikan apa yang dikemukakan oleh
Indroharto, 14 6yang maksudnya sebagai berikut. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 menerapkan suatu asas hukum acara Tata Usaha Negara yang berupa kewajiban untuk meneruskan guga- tan kç pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang berwenang secara terbatas, sehingga jika terdapat keke- liruan alamat yang lain, hukum acara Tata Usaha Negara tidak menerapkan berlakunya kewajiban untuk mengirimkan gugatan kepada alamat yang sebenarnya.
Misalnya dalam surat gugatan tercantum kepada Ketua Pengadi- lan Tata Usaha Negara di Bogor melalui Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara di Surabaya. Jika sebenarnya gugatan tersebut harus diajukan ke Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara di Ja- karta, maka Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara di Surabaya tidak mempunyai kewajiban mengirimkan gugatan tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara di Jakarta.
b. Penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara yang tidak tersedia upaya administratif, gugatan diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara, sedang penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara yang tersedia upaya administratif, gugatan diajukan ke Pengadilan mana, lihat petunjuk pelaksanaan sebagaimana terdapat dalam Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 1991 se- perti di atas.
Dalam pengertian ―Keputusan Tata Usaha Negara‖ pada pe- rumusan Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986). Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 termasuk pula apa yang da- lam literatur disebut Keputusan Tata Usaha Negara Berangkai. Yaitu keputusan dan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang sebelum menjadi Keputusan Tata Usaha Negara, harus didahului atau didasari dengan satu atau beberapa keputusan dan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.
Sebagai contoh dapat dikemukakan Keputusan tentang Pen- gangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil menjadi Pegawai Negeri Sipil
146 Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku IL...op.cit , hlm. 75.
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000.
Sebelum Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat mengeluarkan Keputusan tentang Pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil menjadi Pegawai Negeri Sipil, harus didahului adanya:
a. keputusan dan Pejabat Penilai yang berupa Daftar Penila- ian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil yang isinya setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik;
b. keputusan dan Daftar Penguji Tersendiri atau Tim Penguji Kesehatan yang berupa surat keterangan yang isinya Calon Pegawai Negeri Sipil tersebut telah memenuhi syarat kes- ehatan jasmani dan rohani untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil;
c. keputusan dan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian yang berupa Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan Pra Jabatan yang isinya telah lulus Pendidikan dan Pelatihan Pra Jaba- tan.
Ketiga keputusan tersebut menjadi dasar hukum dikeluarkan- nya Keputusan tentang Pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil menjadi Pegawai Negeri Sipil.. Tanpa adanya salah satu, apalagi ketiga keputusan yang dimaksud, Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat tidak mempunyai wewenang untuk mengeluarkan Keputusan tentang Pen- gangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil menjadi Pegawai Negeri Sipil.
Dalam menghadapi Keputusan Tata Usaha Negara Berang- kai, orang, atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan, dapat saja mengajukan gugatan kepada pengadilan di ling- kungan Peradilan Tata Usaha Negara yang berisi tuntutan agar salah satu keputusan dan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang men- jadi dasar dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara Berangkai dinyatakan batal atau tidak sah dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan atau rehabilitasi, asal keputusan dark Badan atau Pe- jabat Tata Usaha Negara tersebut merupakan Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No-
mor 5 Tahun 1986 (Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009).
2. Syarat-Syarat Gugatan
Pasal 56 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 menentukan: (1) Gugatan harus memuat:
a. nama, kewarganegaraan, tempat tinggal, dan pekerjaan penggugat atau kuasanya;
b. nama jabatan dan tempat tinggal tergugat;
c. dasar gugatan-gugatan dan hal yang diminta untuk diputuskan oleh pengadilan.
(2) Apabila gugatan dibuat dan ditandatangani oleh seorang kuasa penggugat, maka gugatan harus disertai surat kuasa yang sah.
(3) Gugatan sedapat mungkin juga disertai Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan oleh penggugat. Syarat-syarat gugatan untuk sengketa Tata Usaha Negara se- bagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) di atas, untuk perkara perdata di dalam HIR atau RBg tidak ada ketentuannya, sehingga ter- paksa syarat-syarat gugatan untuk perkara perdata berpedoman pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 angka 3 Rv. 1 47Dan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang No- mor 5 Tahun 1986 dapat diketahui bahwa syarat-syarat yang harus dimuat dalam surat gugatan adalah sebagai berikut.
a. Identitas dan:
1) Penggugat, dan 2) Tergugat.
b. Dasar gugatan (fundamentum petendi, posita, atau dalil gu- gat).
c. Hal yang diminta untuk diputus oleh pengadilan (peti- tum).
Syarat gugatan harus mendapat perhatian. jika tidak dipenuhi akan menjadi alasan dari Ketua Pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara untuk memutus dengan penetapan bahwa gugatan tidak diterima atau tidak berdasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986.
ad. a. Identitas Diri 1) Penggugat
Berdasarkan Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 dapat diketahui bahwa di dalam surat gugatan, di samping harus tercantum nama dan Penggugat juga harus tercantum kewarganega- raan, tempat tinggal, dan pekerjaan penggugat. Sudah tentu identitas dan Penggugat yang tercantum dalam surat gugat, harus sesuai dengan tanda bukti identitas yang ada pada Penggugat, misalnya sesuai den- gan Kartu Tanda Penduduk. Jika Penggugat adalah badan hukum per- data sesuai dengan Anggaran Dasar yang sudah disahkan oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Pengurus yang mewakili badan hukum perdata, harus pengurus yang telah ditentukan dalam Angga- ran Dasar dan badan hukum perdata tersebut.
2) Tergugat
Mengenai apa yang dimaksud dengan ―Jabatan‖ dalam peru- musan Pasal 56 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, tentunya adalah Jabatan Tata Usaha Negara, demikian pula apa yang dimaksud dengan ―Badan‖ adalah Badan Tata Usaha Negara, yang kedua-duanya.
Sebagaimana telah dijelaskan pada Bab 3 tentang Keputusan Tata Usaha Negara. Sebagai akibat dan perumusan Pasal 56 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang menyebutkan ―nama jabatan‖, maka nama dan pemangku jabatan Kepala atau Ketua Badan atau nama dan pemangku jabatan agar jangan sampai dicantu- mkan pula dalam surat gugatan. Pihak yang diberi wewenang untuk mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara yang menimbulkan sen- gketa Tata Usaha Negara adalah Badan, misalnya Badan Pertimbangan Kepegawaian atau Jabatan, misalnya Jaksa Agung, bukan pemangku Jabatan Kepala atau Ketua Badan, misalnya X, Kepala Badan Pertim-
bangan Kepegawaian atau bukan pemangku jabatan, misalnya Y, Jaksa Agung.
Berpedoman pada penjelasan Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, yang dimaksud dengan ―tempat kedudukan tergugat‖ dalam perumusan Pasal 56 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 adalah tempat kedudukan secara nyata atau tempat kedudukan menurut hukum.
ad. b. Dasar Gugatan
Dasar gugatan yang terdapat atau merupakan bagian dan surat gugat, fungsinya sangat penting dan menentukan pada pemeriksaan di sidang pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, karena dan dasar gugatan terse- but titik tolak pemeriksaan di sidang Pengadi- lan dilakukan. Oleh karena itu, uraian mengenai dasar gugatan harus jelas atau terang sehingga tidak sampai menimbulkan kekaburan.
Apabila uraian mengenai dasar gugatan sampai kabur ( obscuur libel), maka ada alasan bagi Ketua Pengadilan untuk memutuskan den- gan penetapan bahwa gugatan tidak dapat diterima atau tidak ber- dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) huruf c Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1986.
Uraian mengenai dasar gugatan pada surat gugatan, untuk pe- nyelesaian sengketa Tata Usaha Negara dapat berpedoman pada ura- ian mengenai dasar gugatan dalam surat gugatan untuk penyelesaian perkara perdata. Pada umumnya dasar gugatan terdiri dari:
1. Uraian tentang kejadian atau peristiwa ( feitelijkegronden, factualgronden );
2. Uraian tentang dasar hukum gugatan ( rechts gronden, legal gronden);
3. Uraian tentang tuntutan ( petitum ).
Ad. 1. Uraian tentang kejadian atau peristiwa ( feitelijkegronden, fac- tualgronden);
Uraian tentang kejadian atau peristiwa ( feitelijke gronden, factu- al gronden) merupakan uraian mengenai duduk perkara, terutama ter- tuju pada dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara oleh Tergugat
yang oleh Penggugat dirasa merugikan kepentingannya. Indroharto, 1 48
menyatakan bahwa dalam dasar gugatan di samping dicantumkan mengenai Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat, juga dicantum- kan terutama mengenai perbuatan Tergugat yang tidak akan tampak dalam suatu tulisan. Contohnya: ―pada tanggal tahun ... tergugat tanpa mendengar atau memberi kesempatan untuk membela din bagi Peng- gugat, terlebih dahulu secara melawan hukum telah mengeluarkan SK pemberhentian tidak atas permintaan sendiri untuk Penggugat.
Ad.2. Uraian tentang dasar hukum gugatan (rechts gronden, legal gronden);
Uraian tentang dasar hukum gugatan ( rechts gronden, legal gronden) adalah uraian mengenai segi hukum dan dasar gugatan yang diajukan oleh Penggugat. Dalam surat gugatan, dasar gugatan harus dikemukakan bahwa Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketa- kan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf a dan atau b.
Dasar gugatan adalah sama dengan dasar pengujian yang dilaku- kan terhadap Keputusan Tata Usaha Negara, lihat lebih lanjut dalam Bab 7 tentang Dasar Pengujian Keputusan Tata Usaha Negara. Ad.3. Uraian tentang tuntutan ( petitum )
Antara fundamentum petendi dengan petitum harus ada
keterkaitannya. Dalam arti apa yang terdapat dalam fundamentum petendi menjadi dasar dan apa yang terdapat dalam petitum.
Perlu mendapat perhatian bahwa pada gugatan dalam penye- lesaian sengketa Tata Usaha Negara hanya dikenal 1 (satu) petitum pokok, yaitu tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disen- gketakan dinyatakan batal atau tidak sah dan tidak dikenal adanya petitum pengganti seperti yang terdapat dalam penyelesaian perkara perdata yang dikenal dengan ex aequo et bono .
Apa sebab sampai dalam penyelesaian sengketa Tata Usaha Neg- ara tidak dikenal adanya petitum pengganti, karena masalah penye-
148 Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku II, ...Loc.cit.
lesaian sengketa Tata Usaha Negara adalah masalah tentang sah atau tidak sahnya mengenai Keputusan Tata Usaha Negara.
Perhatikan Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 yang menentukan ‗.. berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau...‖.
Di samping petitum pokok, dalam penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara dikenal adanya petitum tambahan, yaitu tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi. Petitum tambahan mengenai tuntutan ganti rugi adalah petitum mengenai kerugian materiil yang diderita oleh Penggugat sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Neg- ara oleh Tergugat, sedang petitum tambahan mengenai tuntutan reha- bilitasi adalah petitum yang hanya terbatas pada pemulihan hak Peng- gugat dalam kemampuan dan kedudukan, harkat dan martabatnya sebagai pegawai negeri seperti semula sebelum ada Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan.
3. Tenggang Waktu Gugatan
Ketentuan tentang tenggang waktu gugatan harus diperhatikan jika seseorang atau badan hukum perdata akan mengajukan guga- tan ke pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, kar- ena dengan lewatnya tenggang waktu gugatan, Ketua pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara mempunyai alasan untuk memutuskan dengan penetapan bahwa gugatan tidak diterima atau tidak berdasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986.
Pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 menentukan gugatan hanya dapat diajukan dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.
Penjelasan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 me- nyebutkan bahwa bagi pihak yang namanya tersebut dalam Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat, maka tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari, dihitung sejak hari diterimanya Keputusan Tata Usaha
Negara yang digugat. Dalam hal yang hendak digugat tersebut meru- pakan keputusan menurut ketentuan:
a. Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, maka tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari dihitung setelah lewat tenggang waktu yang ditentukan dalam pera- turan dasarnya, terhitung sejak tanggal diterima permoho- nan yang bersangkutan;
b. Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, maka tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari dihitung setelah lewatnya batas waktu empat bulan yang dihitung sejak tanggal diterimanya permohonan yang bersangkutan. Dalam hal aturan dasarnya menentukan bahwa suatu keputusan harus diumumkan, maka tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari dihitung, sejak hari pengumuman. Maksud ―diumumkannya‖ dalam rumusan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 dan pen- jelasannya, Mahkamah Agung, 1 49memberikan petunjuk bahwa berita adanya Keputusan Tata Usaha Negara melalui surat kabar dianggap sebagai saat mulainya berlaku tenggang waktu gugatan dengan catatan sebagai berikut.
a. Jika peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara itu menen- tukan bahwa Keputusan Tata Usaha Negara tersebut harus diumumkan, maka pemuatannya harus dalam bentuk pen- gumuman atau iklan dan tidak cukup jika hanya sebagai berita saja.
b. Jika peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak me- nentukan bentuk tertentu tentang pengumuman Keputusan Tata Usaha Negara tersebut, maka pemuatan dalam bentuk berita biasa sudah dapat dianggap sebagai saat mulai clike- tahui atau diumumkan, asal surat kabar yang memuat berita
149 Lihat butir VI pada Surat Ketua Muda Mahkamah Agung Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara tanggal 24 Maret 1992 Nomor 052/Td.TUN/ III/1992.
Keputusan Tata Usaha Negara yang dimaksud biasa beredar di tempat tinggal Penggugat berdiam.
Dengan demikian, tenggang waktu gugatan yang belum diatur oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo. Undang-Undang No- mor 9 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 adalah sebagai berikut:
a. Tenggang waktu gugatan disediakan bagi seseorang atau ba- dan hukum perdata yang namanya tidak dituju oleh Kepu- tusan Tata Usaha Negara, tetapi merasa kepentingannya dirugikan dengan keluarnya Keputusan Tata Usaha Negara tersebut.
b. Tenggang waktu gugatan yang disediakan bagi seseorang atau badan hukum perdata yang tidak puas terhadap kepu- tusan yang dijatuhkan terhadap upaya administratif yang telah diajukan.
ad.a. Tenggang waktu gugatan disediakan yang namanya tidak dituju oleh Keputusan Tata Usaha Negara, tetapi merasa kepentingannya dirugikan
Mengenai tenggang waktu gugatan yang disediakan bagi ses- eorang atau badan hukum perdata yang namanya tidak dituju oleh Keputusan Tata Usaha Negara, tetapi yang merasa kepentingannya dirugikan dengan dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara terse- but oleh Mahkamah Agung 1 50telah diberikan petunjuk, yaitu dihitung secara kasuistis sejak saat seseorang atau badan hukum perdata itu merasa kepentingannya dirugikan oleh Keputusan Tata Usaha Negara dan mengetahui adanya keputusan tersebut.
Adapun yang dimaksud dengan ―mengetahui‖, harus merupa- kan mengetahui secara yuridis. Dalam arti pengetahuan dapat diper- tanggungiawabkan dan dapat menimbulkan keyakinan pada Hakim (bukan merupakan pengetahuan yang diperoleh secara audit), jadi saat diketahuinya adanya Keputusan Tata Usaha Negara dapat diper-
oleh misalnya dalam acara-acara kedinasan atau penjelasan dan peja- bat yang berwenang. 15 1
ad.b. Tenggang waktu gugatan yang disediakan bagi seseorang atau badan hukum perdata yang tidak puas terhadap keputusan yang di- jatuhkan terhadap upaya administratif
Mengenai tenggang waktu gugatan yang disediakan bagi ses- eorang atau badan hukum perdata yang tidak puas terhadap keputu- san yang dijatuhkan terhadap upaya administratif yang telah diajukan, oleh Mahkamah Agung belum diberikan petunjuk. Terlebih dahulu perlu memperhatikan alasan-alasan sebagai berikut:
a. Keputusan dan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara adalah kepu- tusan yang masih termasuk Keputusan Tata Usaha Negara juga dan bukan putusan Pengadilan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 jo. Pasal 18 Undang- Undang Nomor 48 Tahun 2009.
b. Pasal 48 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 menentukan bahwa pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara baru mempunyai wewenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata usaha Negara Jika seluruh upaya administratif telah digunakan,
Sehubungan dengan hal tersebut, tidak salah jika diambil kesim- pulan bahwa tenggang waktu gugatan yang disediakan bagi seseorang atau badan hukum perdata yang tidak puas terhadap keputusan yang dijatuhkan terhadap upaya administratif yang diajukan, dihitung set- elah lewat 90 (sembilan puluh) hari sejak saat diterimanya keputusan dan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Kepu- tusan Tata Usaha Negara yang dimaksud.
Setelah lewatnya tenggang waktu gugatan, maka Keputusan Tata Usaha Negara tidak dapat digugat lagi dengan sarana hukum
151 Rumusan Kesimpulan Hasil Ceramah atau Diskusi tentang Perbandmgan Pera- dilan Adniinistratif Prancis dan Peradilan Tata Uraha Negara Indonesia dimuat dalani Gema Peratun,...Lo.cit
yang ada. Meskipun Keputusan Tata Usaha Negara mengandung cacat hukum, selain atas kemauan sendiri Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berwenang dapat mencabut atau mengubah Keputusan Tata Usaha Negara dengan memperhatikan syarat yang telah ditentu- kan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.