BAB II KAJIAN TEORETIK
2.6 Guru Sebagai Agen Pembelajaran
2.6.1 Pengertian Guru
Secara definisi sebutan guru tidak termuat dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Di dalam UU tersebut, kata guru dimasukkan ke dalam genus pendidik. Guru dan pendidik merupakan dua hal yang berbeda. Kata pendidik (Bahasa Indonesia) merupakan padanan dari kata educator (Bahasa Inggris). Di dalam Kamus Webster kata educator berarti educationist atau educationalist yang padanannya dalam bahasa Indonesia adalah pendidik, spesialis bidang pendidikan atau ahli pendidikan. Kata guru (bahasa Indonesia) merupakan padanan dari kata teacher (bahasa Inggris). Di dalam Kamus Webster, kata teacher bermakna sebagai The person who teach, especially in school atau guru adalah seseorang yang mengajar, khususnya di sekolah (Supriyadi, 2011: 1-2).
Menurut Uno (2009: 15) guru adalah orang dewasa yang secara sadar bertanggung jawab dalam mendidik, mengajar, dan membimbing peserta didik. Orang yang disebut guru adalah orang yang memiliki kemampuan merancang program pembelajaran serta mampu menata dan mengelola kelas agar peserta
didik dapat belajar dan pada akhirnya dapat mencapai tingkat kedewasaaan sebagai tujuan akhir dari proses pendidikan.
Dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP) Pasal 28, dikemukakan bahwa:
“pendidikan harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional”. Menurut Mulyasa (2008: 53) yang
dimaksud dengan pendidik sebagai agen pembelajaran (learning agent) adalah peran pendidik antara lainsebagai fasilitator, motivator,pemacu dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik.
2.6.2 Guru Sebagai Fasilitator
Tugas guru tidak hanya menyampaikan informasi kepada peserta didik, tetapi harus menjadi fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan belajar (facilitate oflearning) kepadaseluruh peserta didik,agar mereka dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan, gembira, penuh semangat, tidak cemas, dan berani mengemukakan pendapat secara terbuka.
Sebagai fasilitator, tugas guru yang paling utama adalah „to facilitate of
learning” (memberi kemudahan belajar), bukan hanya menceramahi, atau
mengajar, apalagi menghajar peserta didik, kita memerlukan guru yang demokratis, jujur dan terbuka, serta siap dikritik oleh peserta didiknya.
Guru sebagai fasilitator sedikitnya harus memiliki 7 (tujuh) sikap, berikut ini penjelasannya:
1) Tidak berlebihan mempertahankan pendapat dan keyakinannya, atau kurang terbuka;
2) Dapat lebih mendengarkan peserta didik, terutama tentang aspirasi dan perasaannya;
3) Mau dan mampu menerima ide peserta didik yang inovatif, dan kreatif, bahkan yang sulit sekalipun;
4) Lebih meningkatkan perhatiannya terhadap hubungan dengan peserta didik seperti halnya terhadap bahan pembelajaran;
5) Dapat menerima balikan (feedback), baik yang sifatnyapositif maupun negatif, dan menerimanya sebagai pandangan yang konstruktif terhadapdiri dan perilakunya;
6) Toleransi terhadap kesalahan yang diperbuat peserta didik selama proses pembelajaran; dan
7) Menghargai prestasi peserta didik, meskipun biasanyamereka sudah tahu prestasi yang dicapainya.
Singkatnya, guru itu harus siap menjadi fasilitator yang demokratis profesional, karena dalam kondisi perkembangan informasi, teknologi, dan globalisasi yang begitu cepat, tidak menutup kemungkinan bahwa dalam hal tertentu peserta didik lebih pandai atau lebih dulu tahu dari guru.
2.6.3 Guru Sebagai Motivator
Kebanyakan peserta didik kurang bernafsu untuk belajar. Ironisnya, menurut peserta didik guru-lah yang menjadi faktor penyebab sulitnya mereka belajar, atau guru-lah yang menyulitkan. Sehubungan dengan itu, guru dituntut untuk membangkitkan nafsu belajar peserta didik. Pembangkitan nafsu atau selera belajar ini sering juga disebut motivasi belajar.
Motivasi merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, karena peserta didik akan belajar sungguh-sungguh apabila memiliki motivasi yang tinggi. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, guru harus mampu membangkitkan motivasi belajar peserta didik sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran. Eloknya, setiap guru memiliki rasa ingin tahu, mengapa dan bagaimana peserta didik belajar serta menyesuaikan diri dengan kondisi–kondisi belajar dan lingkungannya. Hal tersebut akan menambah pemahaman dan wawasan guru sehingga memungkinkan proses pembelajaran berlangsung lebih efektif dan optimal, karena pengetahuan tentang kejiwaan anak yang berhubungan dengan masalah pendidikan bisa dijadikan sebagai dasar dalam memberikan motivasikepada peserta didik sehingga mau dan mampu belajar dengan sebaik-baiknya.
Berikut ini beberapa prinsip yang dapat diterapkan untuk meningkatkan nafsu belajar peserta didik:
1) Peserta didik akan belajar lebih giat apabila topik yang dipelajarinya menarik,dan berguna bagi dirinya;
2) Tujuan pembelajaran harus disusun dengan jelas dan diinformasikan kepada peserta didik sehingga meraka mengetahui tujuan belajar. Peserta didik juga dapat dilibatkan dalam peyusunan tujuan belajar;
3) Peserta didik harus selalu diberitahu tentang kompetensi, dan hasil belajarnya;
4) Pemberian pujian dan hadiah lebih baik daripada hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan;
5) Manfaatkan sikap, cita-cita, rasa ingin tahu, dan ambisi peserta didik;
6) Usahakan untuk memperhaikan perbedaan individual peserta didik, misalnya perbedaan kemampuan, latar belakang, dan sikap terhadap sekolah atau subjek tertentu.
7) Usahakan untuk memenuhi kebutuhan peserta didik dengan jalan memperhatikan kondisi fisik, memberikan rasa aman, menunjukan bahwa guru memperhatikan mereka, mengatur pengalaman belajar sedemikian rupa sehingga setiap peserta didik pernah memperoleh kepuasan dan penghargaan, serta mengarahkan pengalaman belajar kearah keberhasilan, sehingga mencapai prestasi dan mempunyai kepercayaan diri.
2.6.4 Guru Sebagai Pemberi Inspirasi
Sebagai pemberi inspirasi belajar, guru harus mampu memerankan diri dan memberikan inspirasi bagi peserta didik, sehingga kegiatan belajar dan pembelajaran dapat membangkitkan berbagai pemikiran, gagasan, dan ide-ide baru. Untuk kepentingan tersebut, guru harus mampu menciptakan lingkungan sekolah yang aman, nyaman dan tertib, optimisme dan harapan yang tinggi dari seluruh warga sekolah, kesehatan sekolah, serta kegiatan-kegiatan yang terpusat pada peserta didik (student centered activities), agar dapat memberikan inspirasi, membangkitkan nafsu, gairah dan semangat belajar. Iklim belajar yang kondusif merupakan tulang punggung dan faktor pendorong yang dapat memberikan daya tarik tersendiri bagi proses belajar, sebaliknya iklim belajar yang kurang menyenangkan akan menimbulkan kejenuhan dan rasa bosan.
Iklim yang kondusif anatara lain dapat dikembangkan melalui berbagai layanan dan kegiatan sebagai berikut.
1. Memberikan pilihan bagi peserta didik yang lambat maupun yang cepat dalam melakukan tugas pembelajaran.
2. Memberikan pembelajaran remidial bagi para peserta didik yang kurang berprestasi atu berprestasi rendah.
3. Mengembangkan organisasi kelas yang efektif, menarik, nyaman, dan aman bagi perkembangan potensi seluruh peserta didik secara optimal.
4. Menciptakan kerjasama saling menghargai, baik antar peserta didik maupun antara peserta didik dengan guru dan pengelola pembelajaran lain.
5. Melibatkan peserta didik dalam proses perencanaan belajar dan pembelajaran. 6. Mengembangkan proses pembelajaran sebgai tanggung jawab bersama antara
peserta didik dengan guru, sehingga guru lebih banyak bertindak sebagai fasilitator, dan sebagai sumber belajar.
7. Mengembangkan sistem evaluasi belajar dan pembelajaran yang menekankan pada evaluasi diri sendiri (self evaluation).
Dengan pelayanan yang demikian, diharapkan akan tercipta iklim belajar dan pembelajaran yang nyaman, aman, tenang dan menyenangkan (joyfull teaching and learning), yang mampu menumbuhkan semangat, gairah,dan nafsu belajar peserta didik, sehingga dapat mengembangkan dirinya secara optimal. Semua itu merupakan kompetensi guru sebagai agen pembelajaran, yang harus mewarnai keterampilan berpikir (thinking skill), dan keterampilan mengajar (teaching skill) guru.