• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendahuluan

Pada bab di muka telah dibahas beberapa aspek terkait reproduksi ikan rono, yaitu dimorfisme seksual, hubungan panjang-bobot, faktor kondisi, mak-roskopis, dan mikro anatomi gonad. Informasi habitat dan tingkah laku repro-duksi ikan rono belum dikemukakan. Habitat dan tingkah laku pemijahan perlu dikaji karena menurut Türkem et al. (2002) karateristik pemijahan ikan berva-riasi dan ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan serta berhubugan erat dengan karakter ekologi perairan di mana ikan hidup

Penelitian habitat dan tingkah laku reproduksi ikan rono belum pernah dilakukan. Padahal informasi tersebut sangat dibutuhkan dalam pengelolaan sumberdaya ikan ini, karena dengan mempelajari habitat dan tingkah laku repro-duksi, bisa dipahami sejarah kehidupannya dan proses-proses ekologi yang menyertainya. Terkait dengan hal tersebut maka penelitian habitat dan tingkah laku reproduksi dilakukan. Melalui penelitian ini diharapkan diperoleh gambar-an habitat dgambar-an pengetahugambar-an awal mengenai tingkah laku reproduksi secara khusus informasi terkait dengan lama pengeraman telur oleh induk ikan rono betina.

Bahan dan metode

Penelitian ini dilakukan pada bulan April, Oktober, November 2013 di Danau Poso, Sulawesi Tengah (1o 441-2o041Lintang Selatan dan 120o321 -120o431 Bujur Timur) (Gambar 2).

Pengamatan habitat

Pengamatan habitat dilakukan dengan menjelajahi permukaan perairan danau menggunakan perahu bermotor pada siang dan malam hari. Wawancara dengan masyarakat dan nelayan ikan rono juga dilakukan untuk memperoleh informasi terkait habitat ikan rono. Hasil pengamatan dan wawancara tersebut digambarkan dalam bentuk skesta peta lokasi persebaran ikan rono di Danau Poso.

Pengamatan habitat yang lebih intensif dilakukan di utara Danau Poso (Gambar 18a). Pengamatan ini dilakukan dengan beberapa cara, yakni: (1) ob-servasi bawah air menggunakan snourkeling; (2) penyelam tradisional untuk melakukan pengambilan gambar video bawa air; (3) pemasangan alat tangkap jaring insang dengan ukuran mata jaring ± 0,5 inch, panjang 75 meter pada kedalaman 4 - 7 meter pada siang hari; (4) menggunakan alat tangkap perahu bagan tradisonal pada malam hari.

Sebagai data pendukung kondisi habitat dilakukan pula mengukur secara in-situ parameter fisik kimiawi perairan yakni suhu, pH, oksigen terlarut, trans-paransi/ kecerahan). Pengukuran suhu, pH, oksigen terlarut menggunakan Water Quality Checker, sedangkan kecerahan diukur dengan menggunakan Cakram secchi. Pengukuran dilakukan dua kali yakni pada musim hujan dan kemarau.

33 Bagian perairan yang diukur adalah air permukaan di empat titik, di utara, selatan, timur dan barat Danau Poso.

Pengamatan lama pengeraman telur

Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2013. Pengamatan dilakukan secara in-situ di utara danau pada kedalaman perairan 50 - 75 cm. Di lokasi ini dibuat kurungan ikan rono berbentuk persegi panjang berukuran luas 37,5 m2, menggunakan waring plastik. Kurungan tersebut diletakkan memanjang sejajar garis pantai (Gambar 18b). Ikan rono yang diamati terlebih dahulu digiring ma-suk ke dalam kurungan ini dengan cara dipancing menggunakan lampu bagan perahu tradisional yang dilakukan pada malam hari. Pengamatan lama pemija-han ini dilakukan selama tujuh hari. Pengamatan secara ex-situ juga dilakukan terhadap tingkah laku awal larva ikan rono sesaat setelah menetas dalam wadah plastik berdiameter 25 cm dan akuarium 20 cm2. Wawancara dengan nelayan ikan rono juga dilakukan untuk memperdalam informasi terkait lama pengeraman telur oleh induk ikan rono betina

Gambar 18 Stasiun pengamatan habitat dan lama pengeraman telur ikan rono . A. Lokasi pengamatan habitat ikan rono, bulatan bewarna biru: 1. Watu Nggongi, 2. Watu Mpangasa, 3. Tando Lala, 4. Watu Dilana dan 5. perairan yosi. B. Lokasi pengamatan tingkah laku pemijahan, bulatan bewarna merah dan kurungan ikan rono berbentuk persegi panjang, menggunakan waring plastik yang diletakkan di lokasi pengamatan.

34

Hasil Gambaran Habitat

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan nelayan ikan rono diketahui ikan ini pada malam hari dapat ditangkap di hampir seluruh perairan dengan dasar lereng yang curam (pinggiran tubir) baik di utara, timur, selatan dan barat danau (Gambar 19).

Ikan rono hidup secara bergerombol di perairan terbuka pada kedalaman lima sampai tujuh meter (Gambar 20a), dan tidak ditemukan di perairan dangkal

yang memiliki kedalaman ≤ 200 cm. Ikan rono tidak hidup, menetap tetapi be-renang mencari makan di kolom air secara bergerombol yang teramati pada siang hari. Pada kondisi perairan tenang tidak bergelombang, kadang-kadang terlihat kelompok ikan rono berenang sekitar ± 50 cm dari permukaan perairan dengan formasi kawanan jelajah (traveling school) (Gambar 20b).

Pada siang hari kelompok ikan ini mencari makan di perairan pinggir danau yang curam dengan substrat berbatu dan pasir berlumpur pada kedalaman perairan lebih dari dua meter. Hal ini terlihat dari bentuk formasi planktivores feeding yang dibentuk oleh kelompok ikan ini (Gambar 20c).

Gambar 19. Denah lokasi persebaran ikan rono di Danau Poso (warna abu-abu diidentifikasi sebagai habitat ikan rono).

35 Pengamatan di daerah penangkapan ikan rono diketahui ikan ini berada di kolom air di perairan yang memiliki dasar perairan berbentuk lereng yang curam (pinggiran tubir) dengan kedalaman lebih dari lima meter (Gambar 21). Hasil penyusuran daerah perairan pinggiran tubir yang sejajar garis pantai, terlihat ikan rono yang tertarik dengan cahaya lampu keluar ke permukaan air berasal dari perairan yang dalam tersebut.

Hasil pengamatan bawah air menunjukkan dalam kelompok ikan ini terlihat beberapa ikan betina yang sedang mengerami telurnya (Gambar 20a) dan ikan betina yang baru saja melepaskan telurnya, terlihat adanya filamen yang masih melekat di tempat pengeluaran telur.

Berdasarkan hasil pengukuran parameter fisik kimiawi perairan (Tabel 9). diketahui tidak ada perbedaan nilai yang berarti antara suhu, pH dan oksigen terlarut di stasiun pengamatan baik pada musim hujan dan musim kemarau, ke-cuali perbedaan kecerahan. Perairan utara dan selatan danau memiliki nilai kece-rahan yang lebih rendah dibandingkan dengan perairan timur dan barat.

Tabel 9 Hasil pengukuran parameter fisika kimiawi perairan pada dua musim berbeda

Parameter

Stasiun pengamatan

Utara Selatan Timur Barat

MK MH MK MH MK MH MK MH

Suhu 28,5 27,5 27,5 27,0 28,0 27,0 28 27.0

Kecerahan (m) 8 8 7 7 11 11 11 11

DO (mg l-l) 5,98 5,97 5,98 5,86 5,94 5,98 5,99 5,95

pH 8,5 8,5 8,5 8,7 8,7 8,5 8,5 8,7

36

Lama pengeraman telur

Pola pemijahan ikan rono masuk dalam kategori ikan pembawa (bearer). Induk ikan rono betina mengembangkan cekungan di bawah perut guna memberi ruang bagi sekumpulan embrio yang dierami dan dilidunginya dengan sirip perut sampai telur-telur tersebut menetas menjadi larva. Tingkah laku pemijahan yang diamati dalam penelitian ini adalah lama pengeraman embrio oleh induknya. Gambar 20 Ikan rono yang diamati di lokasi penelitian, a. di perairan

terbuka, b. formasi kawanan jelajah (traveling school) yang dilakukan ikan rono, c. formasi planktivores feeding ikan rono ketika sedang mencari makan.

Gambar 21 Sketsa penampang melintang danau yang merupakan habitat ikan rono.

37 Pengamatan langsung di lapangan sulit dilakukan karena ikan ini hidup di perairan yang cukup dalam, yakni pada kedalaman lima sampai tujuh meter.

Berdasarkan hasil pengamatan tersebut diketahui lama pengeraman telur diperkirakan berlangsung selama empat sampai lima hari. Jumlah telur yang di-erami induk betina berkisar 23 sampai 33 butir ditemukan pada kisaran panjang 60 - 86 mm. Ukuran diameter telur yang dierami induk betina berkisar antara 1,8 - 2 mm. Sedangkan ukuran panjang larva berkisar antara 7,0 - 8,0 mm (Gambar 22a).

Setelah telur menetas induk ikan rono tidak menjaga anak-anaknya. Dalam pengamatan langsung di perairan danau terlihat larva ikan rono berenang terpi-sah dari induknya dan menempati permukaan perairan yang cukup dalam dan berbatuan besar.

Hasil pengamatan yang dilakukan di kurungan ikan rono menunjukkan ke-lompok larva ikan rono yang baru menetas berenang di luar kurungan induk, di sisi waring yang terlindung dari hantaman gelombang (Gambar 22c).

Berdasarkan pengamatan larva secara ex-situ diketahui pula larva terlepas secara aktif dari selaput pembungkus telur yang terus melekat di bawah sirip perut induknya, sesaat setelah menetas larva berenang agresif di perairan tenang dalam wadah. Setelah dua sampai tiga jam kemudian larva berenang membentuk kelompok larva.

Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian di habitat aslinya, pada musim hujan ketika tinggi permukaan air meningkat larva ikan rono menempati permukaan perairan yang memiliki dasar yang curam dan berbatu untuk berlin-dung dari predator dan hantaman gelombang.

Gambar 22 Ikan rono yang diamati di lokasi penelitian, a; Larva; b. Telur yang dierami induk betina; c. Larva ikan yang berenang aktif di luar kurungan waring

38

Pembahasan

Daerah perairan yang merupakan habitat ikan rono memiliki zona dangkal yang sempit, diikuti dengan lereng yang curam dengan kedalaman yang meningkat drastis. Zona dangkal dua sampai lima meter didominasi oleh subtrat keras berupa bebatuan masif diikuti kerikil di daerah yang lebih dalam. Hal ini sesuai dengan gambaran Danau Poso sebagai salah satu danau purba yang dikemukakan oleh von Rintelen et al. (2012). Persebaran ikan rono hampir di semua sisi danau karena bentuk geomorfologi seperti ini mendominasi perairan dangkal danau yang dijumpai di sebagian besar sisi timur, barat dan sebagian kecil utara danau. Selain itu daerah-daerah perairan ini memiliki kecerahan yang cukup tinggi berkisar antara 8 - 11 meter. Hal ini diduga selain karena tutupan lahan sebagian besar daerah daratan relatif masih belum banyak terganggu juga karena daerah perairan ini berada cukup jauh dari sungai-sungai utama yang memasuki badan air Danau Poso. Berbeda dengan sisi selatan danau, di perairan ini didapati nilai kecerahan perairan yang lebih rendah diduga karena perairan ini menerima pasokan sedimen yang cukup besar karena merupakan muara salah satu sungai besar yang bermuara di Danau Poso, yakni Sungai Kodina. Sungai ini memiliki area yang merupakan daerah tangkapan air (DTA) yang cukup luas di kawasan Danau Poso (Lukman dan Ridwansyah 2009).

Ikan rono ditemukan hidup di permukaan dan di kolom air pada perairan terbuka. Ikan rono merupakan ikan permukaan berukuran kecil seperti yang dimukakan oleh Soeroto dan Tungka (1996) bahwa ikan ini berperan sangat penting dalam ekosistem danau, terutama pada zona pelagis. Ikan ini merupakan ikan karnivora dan makanan yang dominan adalah kopepoda, Limnocalanus sp., Hymenoptera, dan detritus (Sigilipu 2004). Kisaran makanannya sempit lebih menyukai zooplankton dan fitoplankton, insekta dan ikan lainya (Welcomme 2001). Informasi adaptasi ikan berukuran kecil yang hidup di zona pelagis air tawar seperti Danau Poso masih kurang dilaporkan. Hasil pengamatan menu-njukkan bahwa ikan ini memiliki bentuk adaptasi yang mirip dengan ikan pelagis kecil yang hidup di laut seperti yang dilaporkan oleh Lowe-McConnell (1987) yakni ikan ini bergerombol (Gambar 21b) untuk membantu mereka tetap bersama-sama selama melakukan pergerakan di perairan terbuka yang luas.

Walaupun pada umumnya telur ikan air tawar bersifat demersal, tidak demikian halnya dengan ikan rono. Ikan rono memiliki cara reproduksi yang lebih modern yakni mengasuh anaknya dengan cara mengerami telur di bawah sirip perut sampai menetas. Hal ini diduga merupakan hasil adaptasi dengan lingkungan habitatnya. Ikan ini memerlukan strategi khusus untuk menjamin kelangsungan kehidupan keturunannya karena ditemukan hidup di kolom air terbuka yang memiliki lereng-lereng dasar yang curam.

Keberadaan zona pinggiran danau yang dipadati bebatuan masif, diduga kuat merupakan daerah pemijahan karena substrat seperti ini memiliki fungsi bagi larva yang baru menetas untuk berlindung dan mencari makan bagi ikan dewasa.

Masa pengeraman telur oleh induk betina diperkirakan berlangsung empat sampai lima hari. Setelah menetas larva ikan rono tidak melawati fase plankto-nik, kondisi yang sama juga ditemukan pada larva beberapa jenis ikan yang mengasuh anaknya di Danau Monte Alegre oleh Meschiatti dan Arcifa (2002).

39 Tidak adanya fase planktonik pada ikan rono ini merupakan strategi repro-duksi yang diduga terkait dengan ukuran telur dan larva yang relatif besar. Didu-ga telur ikan menetas pada saat perairan danau tenang sehingDidu-ga larva menetas keluar dari korion dan langsung berenang berkelompok dan mendiami daerah permukaan perairan yang memiliki substrat bebatuan masif.

Ikan rono menerapkan strategi mengasuh anak yakni dengan cara menge-ram di sirip perut, selain karena jumlah telur yang dihasilkan sedikit berkisar an-tara 23-33 butir, juga diduga karena ikan ini merupakan ikan permukaan yang hidup diperairan yang cukup dalam sehingga memerlukan jaminan bahwa telur-telur tersebut dapat menetas menjadi larva. Lalu keturunan yang dihasilkannya dapat melangsungkan kehidupannya hingga dewasa, dengan demikian keber-adaanya di alam dapat dipertahankan.

Simpulan

Ikan rono merupakan ikan permukaan berukuran kecil yang hidup di perairan tawar Danau Poso. Ikan ini ditemukan hidup di perairan terbuka di pinggiran tubir, yang memiliki perairan dangkal yang sempit dengan substrat bebatuan masif. Masa pengeraman telur oleh induk betina diperkirakan berlangsung sela-ma empat sampai lisela-ma hari.

40

6 KONSERVASI

Pendahuluan

Beberapa hasil kajian ilmiah internasional (Whitten et al. 1987b; Kottelat, 1990; Parenti 2010; von Rintelen 2012) telah memaparkan dengan jelas bagai-mana keunikan ekosistem, keragaman biota termasuk jenis-jenis ikan endemik yang hidup di dua danau purba Asia Tenggara, yakni Danau Poso dan Danau-danau Malili. Dipaparkan pula bagaimana peran penting yang diemban kedua sistem danau tersebut dalam menyumbang keragaman hayati dan fungsinya sebagai laboratorium alami, tempat belajar untuk mengungkap proses-proses ekobiologi dan evolusi biota perairan.

Keberadaan spesies ikan rono di danau ini perlu dikonservasi dan diman-faatkan secara berkelanjutan. Kualitas dan kestabilan lingkungan perlu dijaga dan dipertahankan karena sifatnya yang endemik menjadikannya sangat rentan terhadap perubahan fisik, kimiawi dan biologi perairan. Beberapa hal ancaman keberadaan ikan ini di Danau Poso yakni, introduksi spesies asing, pengrusakan habitat, sedimentasi. Menurut Dudgeon et al. (2005) hal tersebut juga meru-pakan ancaman bagi keanekaragaman hayati air tawar di dunia

Konservasi jenis ikan rono berarti melindungi, melestarikan dan meman-faatkan sumber daya ikan ini, sehingga keberadaan, ketersediaan, dan kesinam-bungannya bagi generasi sekarang maupun yang akan datang tetap terjamin. Hasil kajian ekobiologi reproduksi ikan rono yang sudah diuraikan sebelumnya, memberikan gambaran yang jelas mengenai berbagai aspek ekobiologi repro-duksi ikan ini, yang selanjutnya dapat dijadikan dasar untuk melakukan konser-vasi yakni:

1. Ikan ini memiliki pola pemijahan sebagai ikan pembawa (bearer). Induk ikan betina membawa dan mengerami telurnya di bawah cekungan perutnya dan mengeraminya sampai menetas menjadi larva. Terkait dengan hal terse-but diperlukan kondisi lingkungan yang stabil untuk menjamin keberhasilan reproduksi, karena hasil kajian menunjukkan kebugaran induk betina rendah pada musim pemijahan.

2. Fekunditas ikan kecil, dan dipijahkan secara bertahap dalam bentuk gugus. 3. Habitat ikan maupun habitat pemijahan dan pembesaran larva rawan

gang-guan secara fisika, kimiawi maupun biologis.

4. Musim pemijahan panjang terjadi pada musim hujan, yakni bulan Novem-ber, Januari, Februari dan April.

Ancaman terhadap kelestarian ikan rono

Berbagai upaya untuk meningkatkan produksi perikanan dilakukan, antara lain dengan cara melakukan introduksi. Introduksi spesies merupakan suatu ke-giatan yang memasukkan spesies baru dalam suatu perairan. Introduksi spesies baru tidak selalu menguntungkan. Sebagian besar kegiatan introduksi ikan ber-dampak buruk secara ekologi, yakni dapat mengakibatkan terjadinya hibridisasi, pemangsaan, kompetisi dan merusak ekosistem seperti yang dilaporkan Crivelli (1995).

41 Introduksi ikan yang dilakukan untuk tujuan peningkatan produksi peri-kanan Danau Poso kurang tepat dilakukan, karena danau ini dari segi trofik, merupakan danau oligotrofik yaitu danau yang miskin unsur hara. Selain itu introduksi ikan nila di Danau Poso pada tahun 2009 yang dilakukan oleh Dinas Perikanan Sulawesi Tengah diduga merupakan pembawa masuknya ikan asing Cichlid (Melanochromis auratus) dan flowerhorn yang saat ini berkembang di utara danau.

Parenti (2010) dan Herder et al. (2012) melaporkan, introduksi spesies asing telah mengancam ikan-ikan endemik danau-danau Sulawesi. Introduksi spesies ikan asing di Danau Poso marak terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Whitten et al. (1987b) menyebutkan ikan-ikan introduksi Danau Poso yakni gabus (Channa striata), nilem (Osteochilus vittatus), nila (Oreochromis nilo-ticus), mujair (Oreochromis mossambicus), lele (Clarias sp.), betok (Anabas testudineus), mas (Cyprinus carpio), tawes (Barbonymus gonionotus), dan sepat (Trichopodus trichopterus). Berdasarkan hasil pengamatan di Danau Poso juga diketahui, terdapat enam spesies ikan pendatang baru yakni, ikan seribu (Poe-cilia reticulata), kepala tima (Aplocheilus panchax), patin (Pangasius sp), bawal (Collosoma sp.), flowerhorn (family Cichlidae/ hybrid), Cichlid Afrika (Melano-chromis auratus). Empat jenis yang disebutkan terakhir baru teridentifikasi ke-hadirannya di Danau Poso sekitar empat tahun terakhir.

Ikan flowerhorn, sering teramati berada di wilayah habitat ikan rono. Ikan ini banyak ditangkap oleh nelayan di utara danau. Belum ada studi terkait eko-biologi ikan ini di Danau Poso. Namun demikian keberadaannya mengancam ikan-ikan endemik Danau Poso termasuk ikan rono. Hal ini diketahui berda-sarkan Herder et al. (2012) yang menyatakan bahwa jenis ikan yang sama juga telah menjadi invasif di Danau Matano karena telah memangsa fauna endemik di danau ini termasuk spesies ikan endemik.

Selain itu ikan Melanochromis auratus sangat mudah terlihat dan mudah ditangkap karena tergolong ikan jinak dan rakus. Saat ini keberadaanya teramati hampir di sepanjang perairan utara pinggiran Danau Poso. Ikan ini merupakan jenis ikan asli Danau Malawi Afrika (Froese dan Pauly 2015). Panjang tolal ikan ini yang tertangkap dalam pengamatan yakni, jantan 90,5 mm sedangkan betina 70,5 mm sementara menurut Froese dan Pauly (2015), di habitat aslinya ikan ini memiliki ukuran panjang jantan 100 mm, betina 90 mm. Hal ini mengindi-kasikan bahwa ikan ini hidup dan berkembang dengan baik di Danau Poso.

Ikan pendatang ini berpotensi mengancam keberadaan ikan-ikan endemik Danau Poso termasuk ikan rono. Hal ini karena berdasarkan hasil pengamatan diketahui ikan Melanochromis auratus menempati relung habitat yang serupa yakni berasosiasi dengan bebatuan masif yang ada di daerah-daerah dangkal dan lereng dasar perairan yang curam di utara Danau Poso. Pada hal secara ekologis daerah ini merupakan daerah yang berperan penting bagi ikan rono dewasa, yakni sebagai tempat mencari makan. Daerah tersebut juga merupakan tempat memijah karena keberadaan bebatuan masif memiliki fungsi sebagai tempat ber-lindung dan mencari makan bagi larva ikan yang baru menetas.

Selain menimbulkan persaingan dalam relung ekologi, spesies introduksi dapat pula membawa penyakit masuk ke dalam ekosistem perairan, seperti yang dilaporkan Kvach and Stepien (2008) spesies introduksi liar di Danau Erie Ohio

42

USA, Apollonia melanostoma ditemukan merupakan inang trematoda Neochas-mus umbellus yang merupakan parasit dalam pencernaan ikan dan reptil.

Pengamatan singkat yang dilakukan di laboratorium memperlihatkan beberapa ikan rono yang terinfeksi oleh parasit (jenisnya belum diidentifikasi). Ikan-ikan ini memiliki gonad yang kosong. Selain itu parasit dapat menimbulkan kematian ikan secara langsung seperti pada era 1980-an terjadi kematian massal ikan endemik M. amadi di Danau Poso, diduga terjadi selain karena perubahan kondisi kimiawi perairan karena masuknya abu letusan Gunung Colo di Kepu-lauan Una-Una ke perairan danau, juga terindikasi adanya infeksi parasit dengan ditemukan banyaknya luka di tubuh ikan ini.

Cochrane (2000) menyatakan permasalahan pengelolaan sumber daya per-ikanan saat ini tidak hanya masalah penurunan jumlah populasi atau stok sumber daya ikan tetapi juga merupakan akibat kerusakan habitat serta tidak adanya ka-wasan konservasi atau area yang dilindungi.

Hasil pengamatan di lapangan pada musim hujan terlihat air dari sungai-sungai utama yang memasuki badan air danau memiliki kekeruhan yang sangat tinggi, warnanya sangat kontras dengan air danau yang jernih. Pemandangan ini dapat menjadi indikasi adanya pengikisan permukaan tanah karena berkurang-nya tutupan lahan di daerah tangkapan air danau. Hal ini berkaitan dengan lapo-ran Lukman dan Ridwansyah (2009) yang menyatakan penggunaan lahan untuk kawasan budi daya tanaman tahunan dan permukiman di daerah tangkapan air (DTA) kawasan Danau Poso, cukup luas (≈ 60% atau sekitar 74.275 ha), lebih

dari dua kali lipat luasan perairan danau (32.700 ha). Dinyatakan pula hal ini perlu mendapat perhatian karena kondisi tersebut cenderung menjadi ancaman kelestarian perairan danau. Seperti yang dilaporkan (Straŝkraba dan Tundisi

1999) selain pembukaan jalan dan pembangunan permukiman, kegiatan per-tanian merupakan sumber utama erosi, karena kegiatan-kegiatan tersebut menye-babkan penggundulan hutan atau merubah tutupan lahan.

Strategi Konservasi

Secara ringkas strategi konservasi ikan rono di Danau Poso digambarkan dalam bagan (Gambar 23). Strategi konservasi sumber daya ikan rono berdasar-kan ekobiologi reproduksinya di Danau Poso meliputi:

Perlindungan badan air danau terhadap introduksi spesies asing

Sebagai salah satu mata rantai masuknya ikan asing ke dalam perairan da-nau dan berdampak pada eutrofikasi perairan, maka budidaya ikan dengan menggunakan karamba jaring apung sebaiknya tidak dilakukan di badan air danau. Daerah Aliran Sungai Poso, yakni perairan sesudah outlet danau dapat dikaji menjadi lahan untuk budidaya karamba dengan memperhatikan daya du-kung dan adanya pengawasan yang ketat dari pemerintah. Untuk mengatasi introduksi ikan liar di Danau Poso, masyarakat perlu diberikan pemahaman dan informasi berupa pengetahuan praktis terkait informasi biologi ikan asli Danau

Dokumen terkait