5 PEMBANGUNAN DAN MEMUDARNYA NILAI BARI
6.7 Hak dan Akses Sumberdaya Alam
Sebelum melanjutkan pembahasan kita mengenai proses produksi yang lebih jauh, ada baiknya kita berangkat dari dua hal yang mendasar dalam
3
. Om Hui adalah nama salah satu pedagang pembeli kopra yang berdomisili di Desa Susupu yang berketurunan cina. Dia telah hidup dan dibesarkan didesa ini. Disamping sebagai pembeli kopra, kesehariannya sebagai pedagang sembilan bahan pokok dan lain sebagainya.
pembahasan mengenai manusia dan relasinya terhadap resources atau sumber daya. Konteks pertama adalah mengenai Hak (Right) dan kedua adalah Access (akses).
Kita perlu meletakkan cara pandang terhadap relasi manusia dengan sumber daya ke dalam cara pandang komprehensif mengenai landscape (kawasan) sosial, yang berarti meletakkan alam/sumber daya dalam satu kesatuan ekosistem bersama manusia. Sumber daya sesungguhnya terletak di dalam relasi sosial antara alam dan manusia, serta relasi antar manusia terhadap alam. Relasi antar manusia terhadap alam berada dalam konteks mengenai pengakuan sosial atas kepenguasaan seseorang atas sumber daya (alam),4 maupun konteks berlangsungnya transaksi sosial ekonomi terhadap sumber daya. Pernyataan hubungan sumber daya dan manusia ada pada pernyataan mengenai hak dan tindakan membangun akses (mengambil kemanfaatan) oleh manusia terhadap sumber daya. Sementara relasi sosialnya berlangsung dalam pengakuan sosial (baik dari pemerintah maupun masyarakat) atas kepenguasaan maupun kepemilikan individual maupun kolektif dan kemanfaatan atas transaksi sosial ekonomi terhadap sumber daya tersebut.5
Di sanalah konteks pokok konsep dari hak terhadap sumber daya alam. Oleh karena itu dalam konteks hak atas tanah dari para petani kelapa tersebut, pengakuan sosial terhadap penguasaan serta kepemilikan dari seseorang merupakan dasar hak yang sesungguhnya.
N sebagai informan menjelaskan lebih lanjut mengenai hak atas sumber daya itu, sebagai bundle of right, terpetakan dalam beberapa ciri kategori kemanfaatan yang dapat diambil oleh yang bersangkutan. Sebagaimana dituturkan Rjb dan beberapa petani kelapa lainnya, termasuk ditegaskan oleh Kepala Desa Lako Akelamo, bahwa masyarakat hanya memiliki sertifikat tanah dan rumah. Namun mereka tidak memiliki sertifikat kebun/lahan kelapa, Untuk itu, masyarakat perlu melihatnya dari sudut pandang hak (right) dalam definisi sebagai pengakuan sosial atas pernyataan (klaim) seseorang dalam mengambil kemanfaatan/menggunakan resources. Bahwasanya pengakuan sosial tersebut belum diformalisasi ke dalam bentuk pengakuan oleh negara berupa selembar surat kepemilikan (sertifikat kepemilikan), bukanlah suatu masalah yang meniadakan hak dari para petani tersebut.
4
Meminjam pernyataannya Neil Meyer dalam introduction to Property Righat. 5
82
Dalam pembicaraan mengenai hubungan manusia dan sumberdaya alam, kategorisasi hak (right) adalah juga sesuatu konsep yang mendasar, yang akan mempengaruhi relasi sosial antar manusia dalam hubungan terhadap sumber daya yang dimaksud. Ini adalah kategorisasi yang mendasar dalam teori property right. Dalam teori property right, konsep hak juga dipengaruhi oleh karakteristik sumber daya. Meminjam pernyataan dari George Mc Dowell, bahwa atribut dari benda (sumber daya alam) membuat perbedaan yang sangat kuat dalam hubungan antar orang dan hak-hak kepemilikan dan digunakan dalam hubungan antar manusia. Atribut yang berbeda akan menghasilkan tipe yang berbeda dari ketergantungan tersebut, dan juga menghasilkan pilihan-pilihan berbeda dari hak-hak kepemilikan. Oleh karena itu maka dalam pembicaraan ini menjadi tepat kalau kita membahas terlebih dulu mengenai karakter sumber daya alam dalam hubungannya dengan pernyataan hak dan akses.
Karakteristik sumber daya di sini adalah bentang alam berupa dataran rendah, yang terpetak-petakkan dalam bentuk kebun yang ditumbuhi kelapa. Masing-masing petani menandai batas-batas lahannya dengan tanaman lain seperti pohon durian, atau batas alam seperti sungai. Tidak semua orang bebas mengambil kemanfaatan dari kebun kelapa. Setiap yang ditanam seperti kelapa, pisang, kasbi, pala, dll, hanya dimanfaatkan oleh pemiliknya, orang lain yang menginginkan mengambil kemanfaatan dari kebun tersebut hanya dapat mengambilnya dengan seijin si pemiliknya.
Melihat dari setiap kategori sebagaimana yang diperlihatkan dalam tabel sebelumnya, maka tampak jelas bahwa karakteristik fisik sumber daya menunjang bentuk-bentuk pemanfaatan tertentu sebagaimana kategori dalam tabel, menunjukkan bahwa hak atas sumber daya yang ada merupakan private property right, kepemilikan individual, bukan common property right (kepemilikan bersama) atau open access of property right (kepemilikan terbuka). Bahwa pengelolaan kebun dilakukan bersama-sama itu hanya menunjukkan kategori management (kelola) bukan right (hak).
Berbeda sekali dengan laut di ujung Desa Susupu, yang secara mendasar karakteristik sumber dayanya berupa laut, terbuka bagi siapa saja untuk mengambil kemanfaatan atas sumber daya laut. Yang menjadi private kemanfaatannya adalah ketika ikan sudah ditangkap oleh nelayan, dan hanya dapat diambil kemanfaatannya oleh orang lain melalui transaksi.
Hak atas sumber daya yang masuk dalam kategori private property right berpindah pada orang lain melalui transaksi (tradable), dalam hal ini transaksi jual beli. Hal ini pun dapat terjadi di masyarakat petani kelapa Susupu, sebagaimana disampaikan Rajab bahwa peralihan kebun dapat dilakukan dengan jual beli, buktinya adalah kwitansi penjualan, dan surat keterangan jual beli yang diketahui pihak desa.
Setelah bicara mengenai hak maka kita perlu bicara mengenai akses. Berbeda dengan hak yang berkutat pada masalah kemanfaatan (benefit) atas sumber daya yang mendapat pengakuan sosial, maka akses ada pada pembahasan mengenai kontrol atas sumber daya, orang, dan institusi/lembaga, sebagaimana dijelaskan oleh Nancy Lee Peluso dalam The Theory of Access.6 Tema akses dengan demikian merujuk pada isu kekuasaan atas sumber daya, orang, maupun institusi/lembaga.
Dalam konteks ini mengacu pada subjek yang memiliki kekuasaan (power) atas sumber daya, orang, dan institusi. Mereka yang mengontrol pasar yaitu para pengumpul/pembeli kopra memiliki kuasa kontrol yang lebih besar kepada para petani kelapa terutama dalam menentukan harga. Untuk mengikat hubungan produksi dengan para petani mereka tak jarang juga melibatkan diri dalam persoalan sosial lainnya, misalnya tolong-menolong keuangan, yang walaupun pada dasarnya itu hanya hubungan pinjam-meminjam akan tetapi memiliki arti sosial yang besar bagi para petani dan karenanya hubungan sosial itu juga mempererat hubungan ekonomi produksi.