• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

2.3 Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Teori

2.3.2 Hak Asasi Manusia di Indonesia

Hak Asasi Manusia menjadi bahasan penting setelah Perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1945. Istilah HAM menggantikan istilah Natural Rights. Hal ini karena konsep hukum alam yang berkaitan dengan hak-hak alam menjadi suatu kontroversial. Hak Asasi Manusia yang dipahami sebagai natural rights merupakan suatu kebutuhan dari realitas sosial yang bersifat universal.

Dalam perkembangannya telah mengalami perubahan-perubahan mendasar sejalan dengan keyakinan dan praktik-praktik sosial di lingkungan kehidupan masyarakat luas (Muladi, 2009: 3).

Semula HAM berada di negara-negara maju. Sesuai dengan perkembangan kemajuan transportasi dan komunikasi secara meluas, maka negara berkembang seperti Indonesia, mau tidak mau sebagai anggota PBB, harus menerimanya untuk melakukan ratifikasi instrument HAM internasional sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, serta kebudayaan bangsa Indonesia (Muladi, 2009: 3).

Hak Asasi Manusia di Indonesia bersumber dan bermuara pada Pancasila, yang artinya Hak Asasi Manusia mendapat jaminan kuat dari falsafah bangsa, yakni Pancasila. Bermuara pada Pancasila dimaksudkan bahwa pelaksanaan Hak Asasi Manusia tersebut harus memperhatikan garis-garis yang telah ditentukan dalam ketentuan falsafah Pancasila. Bagi bangsa Indonesia, melaksanakan Hak Asasi Manusia bukan berarti melaksanakan dengan sebebas-bebasnya, melainkan harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam pandangan hidup bangsa Indonesia yaitu Pancasila. Hal ini disebabkan pada dasarnya memang tidak ada hak yang dapat dilaksanakan secara mutlak tanpa memperhatikan hak orang lain.

Dilihat dari sejarah, adat kebiasaan, hukum, tata pergaulan, dan pola hidup bangsa Indonesia pada umumnya, terdapat indikasi yang cukup

kuat bahwa bangsa Indonesia telah memiliki dan mengenal ide, bahkan nilai yang berkaitan dengan Hak Asasi Manusia. Bukti empiris lain adalah adanya ungkapan-ungkapan yang sudah dikenal sejak nenek moyang. HAM bukan “komoditas” (ide) impor dari luar, tetapi HAM milik bangsa Indonesia. HAM sudah menjadi hukum positif yang terkandung dalam Pancasila, sila kedua yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab” (A. Masyhur Effendi & Taufani Sukmana Evandri, 2010: 136).

Perkembangan HAM di Indonesia, sebenarnya dalam UUD 1945 telah tersurat, namun belum tercantum secara transparan. Setelah dilakukan Amandemen I s/d IV Undang-undang Dasar 1945, ketentuan tentang HAM tercantum pada Pasal 28 A s/d 28 J. Sebenarnya pada UUDS 1950 yang pernah berlaku dari tahun 1949-1950, telah memuat pasal-pasal tentang HAM yang lebih banyak dan lengkap dibandingkan UUD 1945. Namun Konstituante yang terbentuk melalui pemilihan umum tahun 1955 dibubarkan berdasarkan Keppres Nomor 150 tahun 1959, tanggal 5 Juli 1959. Secara otomatis hal ini mengakibatkan kembalinya lagi pada UUD 1945 (Muladi, 2009: 3).

Kemudian berbagai pihak untuk melengkapi UUD 1945 yang berkaitan dengan HAM, melalui MPRS dalm sidang-sidangnya awal orde baru telah menyusun Piagam Hak-hak Asasi Manusia dan Hak-hak serta Kewajiban Warga Negara. MPRS telah menyampaikan Nota MPRS

kepada Presiden dan DPR tentang pelaksanaan hak-hak asasi, karena berbagai kepentingan politik pada saat itu, akhirnya tidak jadi diberlakukan. Dapat dilihat bahwa pemerintahan orde baru pada saat itu bersikap anti terhadap Piagam HAM, dan beranggapan bahwa masalah HAM sudah diatur dalam berbagai peraturan perundang-udangan. Untuk menghapus kekecewaan kepada bangsa Indonesia terhadap Piagam HAM, maka MPR pada Sidang Istimewanya tanggal 11 Nopember 1998 mengesahkan Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 yang menugaskan kepada Lembaga-lembaga Tinggi Negara dan seluruh Aparatur Pemerintah, untuk menghormati, menegakkan, dan menyebarluaskan pemahaman mengenai HAM kepada seluruh masyarakat (Muladi, 2009: 3-4).

Setiap hak akan dibatasi oleh hak orang lain. Jika dalam melaksanakan hak, kita tidak memperhatikan hak orang lain, maka yang terjadi adalah benturan hak atau kepentingan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat dan tidak terpisah dari manusia yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.

Berbagai instrumen Hak Asasi Manusia yang dimiliki Negara Republik Indonesia, yakni:

 Undang – Undang Dasar 1945

 Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia

 Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Di Indonesia secara garis besar disimpulkan, Hak-hak Asasi Manusia itu dapat dibeda-bedakan menjadi sebagai berikut:

 Hak–hak asasi pribadi (personal rights) yang meliputi kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama, dan kebebasan bergerak.

 Hak–hak asasi ekonomi (property rights) yang meliputi hak untuk memiliki sesuatu, hak untuk membeli dan menjual serta memanfaatkannya.

 Hak–hak asasi politik (political rights) yaitu hak untuk ikut serta dalam pemerintahan, hak pilih (dipilih dan memilih dalam pemilu) dan hak untuk mendirikan partai politik.

 Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan ( rights of legal equality).

 Hak–hak asasi sosial dan kebudayaan (social and culture rights). Misalnya hak untuk memilih pendidikan dan hak untuk mengembangkan kebudayaan.

 Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan (procedural rights). Misalnya peraturan dalam hal penahanan, penangkapan, penggeledahan, dan peradilan.

Secara konkret untuk pertama kali Hak Asasi Manusia dituangkan dalam Piagam Hak Asasi Manusia sebagai lampiran Ketetapan Permusyawarahan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998. Disitu terjadi tenggang waktu yang sangat lama yaitu sidang PBB dilaksanakan tahun 1948 sedangkan Indonesia baru membuat Tap MPR pada tahun 1998. Apakah keraguan ada pada pemimpin Indonesia pada waktu itu untuk membuat peraturan tentang Hak Asasi Manusia.

Begitupun Undang-undangnya yang dibuat tahun 1999 setelah reformasi besar terjadi di Indonesia yaitu berakhirnya masa orde baru. Padahal di masa orde baru banyak pelanggaran HAM terjadi di Indonesia bahkan saat “kudeta merangkak” pelanggaran HAM telah terjadi yang termasuk awal dari pelanggaran-pelanggaran HAM pada masa selanjutnya.

Dokumen terkait