• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

C. Hak dan Kewajiban Isteri dalam Perkara Perceraian

Beberapa hak-hak isteri setelah terjadi perceraian menurut KHI dan Hukum Islam adalah sebagai berikut:

1. Hak nafkah, maskan dan kiswah

Secara etimologi kata “nafkah” yang berarti baiaya, belanja, pengeluaran uang, menurut Amir Syarifuddin kata nafkah berarti berkurang atau berarti hilang atau pergi. Bila seorang dikatakan memberikan nafkah membuat harta yang dimilikinya menjadi sedikit karena telah dilenyapkan atau dipergikannya untuk kepentingan orang lain. Namun apabila kata nafkah ini dihubungkan dengan perkawinan maka mengandung arti “sesuatu yang dikeluarkannya dari hartanya untuk kepentingan isterinya sehingga menyebabkan hartanya menjadi berkurang”.

Apabila isteri hidup serumah dengan suami, maka suaminya wajib menanggung nafkahnya, mengurus segala kebutuhan seperti makan, minum, pakaian, tempat tinggal, dan sebagainya. Dalam hal ini isteri tidak berhak meminta nafkah dalam jumlah tertentu, selama suami melaksanakan

25

33

kewajibannya itu baikpun kedua belah pihak telah bercerai. Apabila suami bakhil tidak memberikan nafkah secukupnya kepada isteri tanpa alasan yang benar, maka isteri berhak menuntut jumlah nafkah tertentu baginya untuk keperluan makan, pakaian, dan tempat tinggal, dan hakim boleh memutuskan berapa jumlah nafkah yang harus diterima oleh isteri, serta mengharuskan suami untuk membayarnya jika tuduhan-tuduhan yang dilontarkan oleh isteri ternyata benar.

2. Hak mut’ah

Kata mut’ah dan dhammah min (mut’ah) atau kasrah (mit’ah) akar kata dari al-mata’, yaitu sesuatu yang disenangi. Maksudnya materi yang diserahkan suami kepada isteri yang dipisahkan dari kehidupannya sebab talak atau semakna dengan beberapa syarat. Mut’ah wajib diberikan kepada setiap wanita yang dicerai sebelum bercampur dan sebelum kepastian mahar.

3. Mahar

Menurut syara’ mahar adalah suatu yang wajib sebab nikah atau bercampur, “sesuatu yang wajib” kalimat ini bersifat umum, mencakup harta dan manfaat karena suatu yang ada nilainya atau harganya yang sah dijadikan mahar. Sebab nikah artinya suatu yang wajib nikah “atau bercampur” maksudnya bercampur secara syubhat, baik setelah dukhul (berkumpul) ataupun belum, maka sang isteri tetap berhak atas mahar secara sempurna, baik dalam mahar yang telah ditentukan sebelumnya maupun dalam mahar mitsl (yang belum ditentukan), demikian juga halnya jika terjadi perpisahan antara suami isteri dan telah terjadi dukhul baik pisah dengan talak maupun fasakh. Namun jika talak terjadi sebelum dukhul dan sebelumnya mahar telah ditentukan maka isteri berhak setengah dari

milik keseluruhannya, dan jika sebelumnya tidak pernah ditentukan maka hak isteri atas mahar gugur secara keseluruhan dan haknya mut’ah (secara pesangon) dari suami dengan besaran yang disesuaikan dengan tingkat ekonomi suami.26 4. Biaya hadhanah untuk anak

Para ulama fiqih mendefinisikan hadanah, yaitu melakukan pemeliharaan anak yang masih kecil, baik laki-laki maupun perempuan dan menyediakan sesuatu yang menjadi kebutuhannya, menjaganya dari sesuatu yang mnyakiti dan merusak dirinya baik itu mendidik jasmani, rohani, dan akalnya yang mampu berdiri sendiri menghadapi hidup dan memikul tanggung jawabnya. Apabila terjadi perceraian maka kedua orang tuanya tetap bertanggung jawab bagi anaknya, selama ibunya belum menikah lagi dan anak masih dibawah umur maka ibu diutamakan untuk mengasuhnya, serta pembiayaan kebutuhan anak harus tetap ditanggung oleh ayahnya.27

Perceraian yang terjadi mengharuskan seorang isteri yang dicerai untuk melaksanakan iddah, yang iddah itu merupakan suatu kewajiban bagi seorang isteri setelah perceraian untuk menjaga iddah. Perempuan yang sedang menjalankan iddah wajib menetap di tempat suami isteri bertempat tinggal, sampai selesai iddah, ia tidak dibenarkan keluar rumah dan suami tidak berhak mengusirnya. Apabila talak dijatuhkan sewaktu isteri sedang tidak berada di rumah, maka isteri wajib segera kembali kerumahnya setelah tau kalau dirinya diceraikan oleh suaminya yang dijelaskan dalam QS Ath-Thalaq ayat 1 yaitu:

26

Rahman Ghazaly. 2003. Fiqh Munakahat. Jakarta: Prenada Media, halaman 57.

27

Anita Marwing. “Perlindungan Hak-Hak Perempuan Pasca Perceraian”. Jurnal Palita Vol. 1 No. 1 April 2016.

35

َﮫﱠﻠﻟا اﻮُﻘﱠﺗاَو َةﱠﺪِﻌْﻟا اﻮُﺼْﺣَأَو ﱠﻦِﮭِﺗﱠﺪِﻌِﻟ ﱠﻦُھﻮُﻘﱢﻠَﻄَﻓ ءﺎَﺴﱢﻨﻟا ُﻢُﺘْﻘﱠﻠَﻃ اَذِإ ﱡﻲِﺒﱠﻨﻟا ﺎَﮭﱡﯾَأ ﺎَﯾ

ﺎَﻟ ْﻢُﻜﱠﺑَر

ٍﺔَﻨﱢﯿَﺒﱡﻣ ٍﺔَﺸِﺣﺎَﻔِﺑ َﻦﯿِﺗْﺄَﯾ نَأ ﺎﱠﻟِإ َﻦْﺟُﺮْﺨَﯾ ﺎَﻟَو ﱠﻦِﮭِﺗﻮُﯿُﺑ ﻦِﻣ ﱠﻦُھﻮُﺟِﺮْﺨُﺗ

َﮫﱠﻠﻟا ﱠﻞَﻌَﻟ يِرْﺪَﺗ ﺎَﻟ ُﮫَﺴْﻔَﻧ َﻢَﻠَث ْﺪَﻘَﻓ ِﮫﱠﻠﻟا َدوُﺪُﺣ ﱠﺪَﻌَﺘَﯾ ﻦَﻣَو ِﮫﱠﻠﻟا ُدوُﺪُﺣ َﻚْﻠِﺗَو

اًﺮْﻣَأ َﻚِﻟَذ َﺪْﻌَﺑ ُثِﺪْﺤُﯾ

﴿

١

“ Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah, Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) keluar kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah, dan barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri”.

Para ulama berbeda pendapat mengenai keluarnya perempuan dari rumah sewaktu mereka dalam iddah. Ulama Hanafiyah berpendapat perempuan yang dicerai dengan talak raj’i tidak boleh keluar rumah siang ataupun malam. Sedangkan perempuan yang ditinggal mati suaminya boleh keluar rumah pada waktu siang hari maupun malam tetapi harus tidur dirumahnya. Mereka berkata perbedaanya ialah bahwa nafkah perempuan yang diceraikan oleh suaminya itu ditanggung oleh suaminya, maka ia tidak boleh keluar seperti suaminya lain dengan perempuan yang ditinggal mati suaminya, ia tidak lagi menerima nafkah karena itu ia boleh keluar rumah pada siang hari untuk keperluannya. Mazhab Hanbali memperbolehkan seorang isteri keluar pada siang hari, baik ia diceraikan oleh suaminya ataupun ia ditinggal mati suaminya. Pendapat ini lebih baik karena lebih sesuai dengan prinsip islam yang memberikan kemudahan bagi penganutnya.28

28

Seorang wanita yang dicerai oleh suaminya yang berada dalam masa iddah juga berkewajiban yaitu:

1. Tidak boleh dipinang oleh lelaki lain, baik secara terang-terangan maupun dengan cara sindiran. Namun bagi wanita yang ditinggal mati suaminya dikecualikan bahwa ia boleh dipinang dengan sindiran.

2. Wanita yang masih berada dalam iddah talak raj’i terlebih lagi yang sedang hamil, berhak mendapatkan nafkah lahir dari suaminya. Bagi wanita yang ditinggal mati suaminya tentu tidak lagi mendapatkan apa-apa kecuali harta waris, namun berhak untuk tetap tinggal di rumah suaminya sampai berakhir masa iddah.

3. Wanita tersebut wajib ber-ihdad (iddah wanita yang ditinggal mati suaminya) yaitu tidak mempergunakan alat-alat kosmetik untuk mempercantik diri selama empat bulan sepuluh hari.29

29

37

Dokumen terkait