• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: PENGATURAN HUKUM ATAS KARYA CIPTA DI

C. Hak Ekonomi dan Hak Ekslusif dalam Karya Cipta

Hak cipta menurut UUHC yang terdapat dalam Pasal 1 adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau

22 Ibid. 23 Ibid. 24 Ibid., hlm. 141.

memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.25

Hak cipta merupakan istilah yang populer di dalam masyarakat. Walaupun demikian, pemahaman mengenai ruang lingkup pengertiannya tidaklah sama pada setiap orang karena berbedanya tingkat pemahaman tentang istilah hak cipta ini. Akibatnya, di dalam masyarakat sering terjadi kesalahpahaman dalam pemberian arti hak cipta sehingga sering menimbulkan kerancuan dalam penggunaan bahasa yang baik dan benar. Pada kenyataannya, di dalam masyarakat istilah hak cipta ini sering dicampur adukan dengan hak-hak atas kekayaan intelektual lainnya seperti paten dan merek. Seolah-olah pengertian hak cipta itu cukup luas meliputi keseluruhan ciptaan manusia. Padahal, pengertian hak cipta itu dibatasi, hanya meliputi hasil ciptaan manusia dalam bidang tertentu saja, yang selebihnya akan dikategorikan dalam bidang lain, yaitu paten, merek, dan lain-lain.

Hak cipta adalah bagian dari sekumpulan hak yang dinamakan HAKI yang pengaturannya terdapat dalam ilmu hukum dan dinamakan hukum HAKI. Yang dinamakan hukum HAKI meliputi suatu bidang hukum yang membidangi hak-hak yuridis atas karya-karya atau ciptaan-ciptaan hasil olah piker manusia bertautan dengan kepentingan-kepentingan bersifat ekonomi dan moral.

Bidang yang dicakup dalam HAKI sangat luas, karena termasuk di dalamnya semua HAKI, misalnya terdiri dari: ciptaan sastra seni, ilmu

25

29

pengetahuan, invensi, desain industri, merek, desain tata letak sirkuit terpadu, dan lain-lain.

Hukum HAKI melarang dilakukannya tindakan penjiplakan atau plagiat, plagiat yaitu suatu tindakan dengan maksud untuk menarik keuntungan dari ciptaan-ciptaan yang merupakan kekayaan intelektual orang lain, dan menetapkan kaedah-kaedah hukum yang mengatur ganti rugi yang harus dipikul oleh orang yang melanggarnya dengan melakukan tindakan penjiplakan.26

Dalam kurun waktu dua dekade terakhir, HAKI mulai memasuki tahapan baru dalam perkembangan hukum di Indonesia, HAKI menjadi mengemuka tidak hanya karena berdasarkan hukum, tetapi juga karena bertautan erat dengan bidang-bidang lain secara sekaligus, seperti bidang-bidang teknologi, ekonomi, social budaya, kesenian, komunikasi dan lain sebagainya.

Hal ini menjadikan HAKI mendorong timbulnya kesadaran baru tentang arti penting dan adanya fungsi ekonomi HAKI, sehingga dalam memandang persoalan HAKI ini mau tidak mau harus dilihat dengan mempergunakan kacamata yang berdimensi luas, disamping masalah teknis yuridisnya.

Secara substantif, pada dasarnya pengertian HAKI dapat dideskripsikan sebagai hak-hak atas harta kekayaan yang merupakan produk olah piker manusia, dengan perkataanlain HAKI adalah hak atas harta kekayaan yang timbul dari kemampuan intelektual manusia. Kekayaan semacam ini bersifat pribadi dan

26

berbeda dari kekayaan-kekayaan yang timbul bukan dari kemampuan intelektual manusia, seperti hak atas 27:

1. Harta kekayaan yang diperoleh dari alam terdiri dari:

a. tanah: hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak penambangan, hak sewa, dan lain-lain.

b. air: hak mengelola sumber air, hak lintas damai di perairan pedalaman, hak perikanan, dan lain-lain

c. udara: hak lintas udara bagi pesawat-pesawat udara maskapai udara asing, hak siaran, dan sebagainya

2. Harta kekayaan yang diperoleh dari benda-benda tidak bergerak dan bergerak seperti:

a. hak milik atas tanah, gedung, bangunan, dan rumah susun b. hak milik atas mesin-mesin

c. hak milik atas mobil, pesawat udara, surat-surat berharga

Beberapa hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak untuk 28:

1. membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut (termasuk, pada umumnya, salinan elektronik) 2. mengimpor dan mengekspor ciptaan

3. menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan)

4. menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum. 5. menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang

atau pihak lain

Hak eksklusif adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta.29 Konsep tersebut juga berlaku di Indonesia. Di Indonesia, hak eksklusif pemegang hak cipta termasuk kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor,

27

Ibid., hlm. 34. 28

Anonim, Hak Cipta, http://id.wikipedia.org/wiki/Hak Cipta.html, diakses tanggal 1 Juli 2012.

29

31

memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun.30

Selain itu, dalam hukum yang berlaku di Indonesia diatur pula “hak terkait”, yang berkaitan dengan hak cipta dan juga merupakan hak eksklusif, yang dimiliki oleh pelaku karya seni (yaitu pemusik, aktor, penari, dan sebagainya), produser rekaman suara, dan lembaga penyiaran untuk mengatur pemanfaatan hasil dokumentasi kegiatan seni yang dilakukan, direkam, atau disiarkan oleh mereka masing-masing.31 Dari penjelasan di atas, hak eksklusif yang terkandung dalam suatu karya cipta juga dimiliki oleh karya cipta lagu dan musik. Sebagai contoh, seorang penyanyi berhak melarang pihak lain memperbanyak rekaman suara nyanyiannya. Hak-hak eksklusif yang tercakup dalam hak cipta tersebut dapat dialihkan, misalnya dengan pewarisan atau perjanjian tertulis. 32 Pemilik hak cipta dapat pula mengizinkan pihak lain melakukan hak eksklusifnya tersebut dengan lisensi dengan persyaratan tertentu.

Suatu karya cipta menimbulkan hak ekonomi (economy right) dan hak moral (moral right). Banyak negara mengakui adanya hak moral yang dimiliki pencipta suatu ciptaan, sesuai penggunaan Persetujuan TRIPs WTO (yang secara

inter alia juga mensyaratkan penerapan bagian-bagian relevan Konvensi Bern). Secara umum, hak moral mencakup hak agar ciptaan tidak diubah atau dirusak tanpa persetujuan, dan hak untuk diakui sebagai pencipta ciptaan tersebut. Hak moral (moral rights)adalah hak pencipta untuk mengklaim sebagai pencipta suatu

30

Anonim, Seputar Hak Kekayaan Internasional, http://www.dgip.go.id, tanggal 1 Juli 2012.

31

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Pasal 1 Butir 9-12. 32

ciptaan dan hak pencipta untuk mengajukan keberatan terhadap setiap perbuatan yang bermaksud mengubah, mengurangi atau menambah keaslian ciptaannya (any mutilation or deformation or other modification or other derogatory action) yang dapat meragukan kehormatan dan reputasi (auther's honoror reputation) hak-hak moral (moral rights) yang diberikan kepada seorang pencipta mempunyai kedudukan yang sejajar dengan hak-hak ekonomi (economic rights) yang dimiliki pencipta atas ciptaannya.33

Menurut desbois dalam bukunya Le Droit D Auteur (1966) berpendapat bahwa sebagai suatu elektrin, hak moral seorang pencipta mengadung empat makna, yaitu 34 :

1. Droit Depublication : hak untuk melakukan atau tidak melakukan pengumuman ciptaanya;

2. Droit De Repentier :hak untuk melakukan perubahan-perubahan yang dianggap perlu atas ciptaannya dan hak untuk menarik dari peredaran atas ciptaan yang telah diumumkan; 3. Droit Au Respect : hak untuk tidak menyetujui dilakukannya

perubahan - perubahan atas ciptaannya oleh pihak lain

4. Droit A La Patemite: hak untuk mencantumkan nama pencipta: hak untuk tidak menyetujui perubahan atas nama pencipta yang akan d1icantuinkan : dan hak untuk mengumumkan sebagai pencipta setiap waktu yang diinginkan.

Hak Ekonomi (Economy Right) adalah hak yang di miliki oleh seorang pencipta untuk mendapatkan keuntungan atas ciptaannya. Hal ekonomi ini merupakan hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya dan memberi ijin untuk itu. Hak ekonomi ini dapat di alihkan kepada pihak lain. Hak ekonomi tersebut di antaranya adalah 35:

1. Hak Pengadaan Atas Ciptaan

33

Uning Kusuma Hidayah, Op. Cit., hlm. 20. 34

Ibid., hlm. 21. 35

33

Bentuk penggandaan atau perbanyakan ini bisa di lakukan secara tradisional maupun melalui peralatan modern Hak penggandakan ini juga mencakup perubahan bentuk ciptaan satu keciptaan lainnya misalnya: karya tulis, rekaman musik, pertunjukan drama dan film.

2. Hak Adaptasi

Hak untuk mengadakan adaptasi, dapat berupa penerjemahan dari bahasa satu ke bahasa lainnya, aransemen musik, dramatisasi dari non dramatik, merubah menjadi cerita fiksi dari karangan non fiksi atau sebaliknya Hak ini diatur baik dalam konvensi berne maupun konfensi universal. Karya cetak berupa buku, misalnya novel,mempunyai hak turunan (derivative) yaitu diantaranya hak film (film rights), hak dramatisasi (dramatitation), hak menyimpan dalam media elektronik (electronic rights). Hak film dan hak-hak dramatisasi adalah hak yang timbul bila si novel tersebut dirubah menjadi isi sekenario film, atau sekenario darama yang bias berupa opera, balet maupun drama musikal.

3. Hak Distribusi

Hak distribusi adalah hak dimiliki pencipta untuk menyebarkan kepada masyarakat setiap hasil ciptaannya. Penyebaran tersebut dapat berupa bentuk penjualan, penyewaan, atau bentuk lain yang maksudnya agar ciptaan tersebut dikenal oleh masyarakat. Dalam ak ini termasuk pula bentuk dalam UU hak cipta 2002, disebut dengan pengumuman yaitu pembacaan penyuaraan, penyiaran atau penyebaran sesuatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun dan dengan cara sedemikian rupa sehingga ciptaan dapat dibaca, didengar atau di lihat oleh orang lain.

4. Hak Penampilan

Hak ini dimiliki para pemusik, dramawan, maupun seniman lainnya yang karyanya dapat terungkap dalam bentuk pertunjukan. Pengaturan tentang hak pertunjukan ini dikenal dalam konvensi Berne maupun konvensi universal bahkan diatur dalam sebuah konvensi yaitu konvensi roma.

Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep “hak ekonomi” dan “hak moral”. Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan.

Negara Indonesia dalam UUHC juga melindungi hak ekonomi dan hak moral dari suatu karya cipta lagu dan musik. Sebagai contoh, pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan yang berupa lagu dan musik, walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak lain, sedangkan hak ekonomi dalam suatu karya cipta juga diatur dalam UUHC, yaitu dengan mewajibkan setiap orang yang mengeksploitasi suatu karya cipta lagu dan musik untuk memberikan royalti sebagai hak ekonomi dari si pencipa karya cipta lagu dan musik tersebut.

D. Tata Cara Pendaftaran Karya Cipta Lagu dan Musik

Agar dapat menciptakan ketertiban dan keteraturan masyarakat di bidang Hak Cipta terutama dari segi administrasinya, pendaftaran mengenai ciptaan di atur di dalam UUHC. Sebagaimana diketahui diatas bahwa pendaftaran suatu ciptaan bukan suatu kewajiban karena bukan untuk memperoleh Hak Cipta, sehingga penyelenggara pendaftaran ciptaan tidak bertanggung jawab atas isi, arti, maksud, atau bentuk ciptaan yang telah terdaftar. Hal ini diatur dalam Pasal 36 UUHC.

Tujuan pendaftaran ciptaan dari segi pemerintahan sebenarnya untuk memberikan dokumen atau surat-surat yang menyangkut pendaftaran tersebut yang bentuknya bukan berupa sertifikat, melainkan seperti surat tanda penerimaan dan petikan daftar umum ciptaan.dengan pendaftaran tersebut memberikan akibat kepada orang yang mendaftarkan ciptaan dianggap sebagai penciptanya. Dari segi

35

pihak yang mendaftar tujuannya adalah untuk kepentingan pembuktian apabila dikemudian hari terjadi sengketa atas ciptaannya.36

Pencipta yang ciptaannya terdaftar cenderung lebih mudah untuk membuktikan hak ciptaannya daripada ciptaan yang tidak terdaftar. Surat-surat yang berkaitan dengan pendaftaran ciptaan dapat digunakan sebagai salah satu alat bukti yaitu bukti tulisan yang dapat ditunjukkan dalam persidangan atau pengadilan. Alat bukti tulis tersebut merupakan bukti yang diutamakan dalam perkara perdata dibandingkan dengan alat-alat bukti lainnya. Pada prinsipnya sebuah surat dibuat untuk kepentingan pembuktian sebagai peristiwa yang telah terjadi sebelumnya.

Untuk bidang Hak Cipta, pendaftaran merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah, karena pemerintah memiliki kewenangan untuk mengatur penyelenggaraan pendaftaran tersebut. Penyelenggaraan dalam hal ini adalah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Direktorat Hak Cipta.

Proses pendaftaran ciptaan awalnya dimulai dengan cara mengajukan permohonan pendaftaran. Permohonan yang diajukan harus memuat:

1. Nama, kewarganegaraan, alamat pencipta;

2. Nama, kewarganegaraan, dan alamat pemegang Hak Cipta;

3. Nama, kewarganegaraan, dan alamat kuasa (apabila permohonan tersebut diajukan melalui kuasa);

4. Jenis dan judul ciptaan;

36

Supramono Gatot, Hak Cipta dan Aspek-Aspek Hukumnya, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010), hlm. 16.

5. Tanggal dan tempat Ciptaan diumumkan untuk pertama kali; 6. Uraian ciptaan dalam rangkap 3 (tiga).

Pencipta untuk mendaftarkan ciptannya diwajibkan membuat suatu permohonan melalui Direktorat Hak Cipta, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkut Terpadu, dan Rahasia Dagang yang ditujukan kepada Menteri Kehakiman yang ditulis dalam Bahasa Indonesia dan disertai contoh dari ciptaan. Dalam surat permohonan tersebut berisi nama, kewarganegaraan, alamat pemegang Hak Cipta, tanggal dan tempat ciptaan diumumkan pertama kali, dan uraian ciptaan yang dibuat rangkap 3 (tiga). Apabila pemohon tidak bertempat tinggal di dalam wilayah Republik Indonesia, maka untuk keperluan permohonan pendaftaran ciptaan tersebut, ia dapat memilih tempat tinggal dan menunjuk seorang kuasa di dalam wilayah Republik Indonesia. Permohonan yang dikuasakan tersebut harus disertai dengan surat kuasa yang sah, serta melampirkan bukti tentang kewarganegaraan yang diberi kuasa. Setelah melengkapi permohonan yang diajukan kepada Dirjen HAKI, dilakukan pemeriksaan administratif, pemeriksaan tersebut dilakukan untuk menentukan lengkap atau tidaknya persyaratan yang ditentukan.

Apabila dari pemeriksaan administratif hasilnya menunjukkan surat permohonan pendaftaran telah lengkap dan sesuai dengan yang dipersyaratkan, maka pada saat itu pendaftaran ciptaan dianggap telah dilakukan. Tetapi UUHC tidak mengatur lebih lanjut mengenai permohonan-permohonan yang persyaratan atau pra syaratnya masih belum lengkap.

37

Tidak dijelaskan mengenai permohonan tersebut dianggap ditarik kembali ataukah harus dilengkapi. Jadi, meskipun belum dilakukan pencatatan namun pendaftaran ciptaan dianggap telah terjadi pada waktu diterimanya permohonan pemohon oleh Dirjen HAKI secara lengkap. Tanggal diterimanya permohonan tersebut disebut dengan filling date.

Setelah dilakukan filling date, pencatatan dirumuskan kedalam sebuah daftar yang disebut daftar umum ciptaan. Dalam daftar umum ciptaan menurut Pasal 39 UUHC yang isinya memuat antara lain:

1 Nama pencipta dan pemegang hak cipta; 2 Tanggal penerimaan surat permohonan;

3 Tanggal lengkapnya persyaratan menurut Pasal 37; 4 Nomor pendaftaran ciptaan.

Dalam daftar umum diatas tampak isinya tidak diatur tentang contoh ciptaan, hal ini sejalan dengan maksud pendaftaran yang tidak bertujuan untuk memperoleh hak cipta. Daftar umum ciptaan isinya lebih mengutamakan administratif pendaftaran ciptaan. Meskipun demikian bukan berarti isi daftar umum tidak dapat ditambah dengan selain yang disebut dalam Pasal 37 UUHC seperti alamat atau tempat tinggal pencipta dan pemegang hak cipta, dan contoh ciptaan.

Setelah dilakukannya proses diatas, maka permohonan yang telah kita ajukan akan diumumkan, pengumumannya dilakukan dengan cara menempatkan kedalam berita resmi. Dengan pengumuman dalam media tersebut dianggap

semua orang telah mengetahui adanya pendaftaran. Tahap tersebut dapat dikatakan sebagai tahap akhir dalam prosesi pendaftaran suatu ciptaan.

E. Perjanjian Lisensi Karya Cipta Lagu dan Musik

Dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata) dikatakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Pengertian perjanjian ini mengandung unsur :

1. Perbuatan

Penggunaan kata “perbuatan” pada perumusan tentang perjanjian ini lebih tepat jika diganti dengan kata perbuatan hukum atau tindakan hukum, karena perbuatan tersebut membawa akibat hukum bagi para pihak yang memperjanjikan 2. Satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih

Untuk adanya suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak yang saling berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan yang cocok/pas satu sama lain. Pihak tersebut adalah orang atau badan hukum.

3. Mengikatkan dirinya

Di dalam perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain. Dalam perjanjian ini orang terikat kepada akibat hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri.

Pasal 1320 KUHPerdata berisi syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu: 1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

39

Kata “sepakat” tidak boleh disebabkan adanya kekhilafan mengenai hakekat barang yang menjadi pokok persetujuan atau kekhilafan mengenai diri pihak lawannya dalam persetujuan yang dibuat terutama mengingat dirinya orang tersebut; adanya paksaan dimana seseorang melakukan perbuatan karena takut ancaman (Pasal 1324 KUHPerdata) adanya penipuan yang tidak hanya mengenai kebohongan tetapi juga adanya tipu muslihat (Pasal 1328 KUHPerdata). Terhadap perjanjian yang dibuat atas dasar “sepakat” berdasarkan alasan-alasan tersebut, dapat diajukan pembatalan.

2. cakap untuk membuat perikatan

Pasal 1330 KUHPerdata menentukan yang tidak cakap untuk membuat perikatan :

a. Orang-orang yang belum dewasa

b. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan c. Orang-orang perempuan

Dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undangundang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. Namun, berdasarkan fatwa Mahkamah Agung, melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No.3/1963 tanggal 5 September 1963, orang-orang perempuan tidak lagi digolongkan sebagai yang tidak cakap. Mereka berwenang melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan atau izin suaminya. Akibat dari perjanjian yang dibuat oleh pihak yang tidak cakap adalah batal demi hukum (Pasal 1446 KUHPerdata). 3. suatu hal tertentu

Perjanjian harus menentukan jenis objek yang diperjanjikan. Jika tidak, maka perjanjian itu batal demi hukum. Pasal 1332 KUHPerdata menentukan hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan yang dapat menjadi objek perjanjian, dan berdasarkan Pasal 1334 KUHPerdata barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari dapat menjadi obyek perjanjian kecuali jika dilarang oleh undang-undang secara tegas.

4. suatu sebab atau causa yang halal.

Sahnya causa dari suatu persetujuan ditentukan pada saat perjanjian dibuat. Perjanjian tanpa causa yang halal adalah batal demi hukum, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.

Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata menyatakan bahwa semua kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dari Pasal ini dapat disimpulkan adanya asas kebebasan berkontrak, akan tetapi kebebasan ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa, sehingga para pihak yang membuat perjanjian harus menaati hukum yang sifatnya memaksa. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan kebiasaan atau undang-undang. Suatu perjanjian tidak diperbolehkan membawa kerugian kepada pihak ketiga.

41

1. Ditentukan oleh para pihak berlaku untuk waktu tertentu 2. Undang-undang menentukan batas berlakunya perjanjian

3. Para pihak atau undang-undang menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa tertentu maka persetujuan akan hapus. Peristiwa tertentu yang dimaksud adalah keadaan memaksa (overmacht) yang diatur dalam Pasal 1244 dan 1245 KUHPerdata. Keadaan memaksa adalah suatu keadaan dimana debitur tidak dapat melakukan prestasinya kepada kreditur yang disebabkan adanya kejadian yang berada di luar kekuasaannya, misalnya karena adanya gempa bumi, banjir, lahar dan lain-lain. Keadaan memaksa dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :

a. Keadaan memaksa absolut adalah suatu keadaan di mana debitur sama sekali tidak dapat memenuhi perutangannya kepada kreditur, oleh karena adanya gempa bumi, banjir bandang, dan adanya lahar (force majeur). Akibat keadaan memaksa absolut (forcemajeur) :

1) Debitur tidak perlu membayar ganti rugi (Pasal 1244 KUHPerdata) 2) Kreditur tidak berhak atas pemenuhan prestasi, tetapi sekaligus demi

hukum bebas dari kewajibannya untuk menyerahkan kontra prestasi kecuali untuk yang disebut dalam Pasal 1460 KUHPerdata.

b. Keadaan memaksa yang relatif adalah suatu keadaan yang menyebabkan debitur masih mungkin untuk melaksanakan prestasinya, tetapi pelaksanaan prestasi itu harus dilakukan dengan memberikan korban besar yang tidak seimbang atau menggunakan kekuatan jiwa yang di luar kemampuan manusia atau kemungkinan tertimpa bahaya kerugian yang

sangat besar. Keadaan memaksa ini tidak mengakibatkan beban resiko apapun, hanya masalah waktu pelaksanaan hak dan kewajiban kreditur dan debitur.

4. Pernyataan menghentikan persetujuan (opzegging) yang dapat dilakukan oleh kedua belah pihak atau oleh salah satu pihak pada perjanjian yang bersifat sementara misalnya perjanjian kerja

5. Putusan hakim

6. Tujuan perjanjian telah tercapai

7. Dengan persetujuan para pihak (herroeping)

Pengertian lisensi menurut UUHC Pasal 1 angka 14 adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau pemegang hak terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya dengan persyaratan tertentu. Jadi, lisensi adalah kontrak yang memungkinkan pihak lain selain pemilik hak kekayaan intelektual untuk membuat, menggunakan, menjual atau mengimpor produk atau jasa berdasarkan kekayaan intelektual yang dimiliki oleh seseorang.

Pasal 47 UUHC menyatakan bahwa:

1. Perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dokumen terkait