1. Hak Ekonomi (Economic Right)
Menurut ketentuan pasal 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 19S7 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, "Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumum- k.an atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku." Dengan hak khusus dari pencipta dimaksudkan bahwa tidak ada orang lain yang boleh melakukan hak itu atau orang
lain kecuali dengan izin pencipta,
Dalam penerbitan buku,, hak khusus tersebut dimi- liki oleh pengarang sebagai seorang pencipta, yaitu seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir ‘suatu karangan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, ketrampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi. Dengan dimilikinya hak tersebut maka apabila pengarang akan memanfaatkan hasil karyanya misalnya untuk I
mencari keuntungan finansial, pengarang dapat menggunakan hak tersebut yaitu :
1. Hak untuk memperbanyak hasil karyanya; 2. Hak untuk mengumumkan hasil karyanya;
3- Hak untuk memberi izin kepada pihak lain untuk melak- sanakan dan memanfaatkan hasil karyanya tersebut.
ad 1. Hak untuk memperbanyak hasil karyanya.
Dalam pasal 1 huruf e Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 disebutkan bahwa, "Perbanyakan adalah menambah jumlah sesuatu ciptaan, dengan pembuatan yang sama, hampir sama atau menyerupai ciptaan tersebut dengan mempergunakan bahan-bahan yang sama maupun tidak sama, termasuk. mengalih-wujudk.an sesuatu ciptaan."
Dari pengertian perbanyakan tersebut maka dapatlah disimpulkan bahwa suatu ciptaan dapat dibuat lebih dari satu dengan jalan menambah jumlah ciptaan yang telah dibuat sesuai dengan aslinya atau dibuat hampir sama atau menyerupai aslinya dengan menggunak.an bahan-bahan yang sama atau tidak sama. Jadi dalam hal ini pengarang mempunyai hak untuk melipatgandakan hasil karyanya.
t
ad 2. Hak untuk mengumumkan hasil karyanya.
Dalam pasal 1 huruf d Undang-undang Nomar 7 Tahun 1987 disebutkan bahwa : "Pengumuman adalah pembacaan, penyuaraan j, penyiaran atau penyebaran sesuatu ciptaan, dengan menggunakan alat apapun dan dengan cara sedemikian rupa sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar atau dilihat oleh orang lain."
Dari pengertian tersebut maka pengarang mempunyai hak untuk menyebarluaskan hasil karyanya yang telah diperbanyak kepada masyarakat sehingga karya ciptaannya tersebut dapat dinikmati dan dikenal oleh masyarakat.
Dalam hal penyebarluasan karya cipta ini haruslah memperhatikan kebijaksanaan pemerintah di bidang
hanan dan keamanan negara, kesusilaan, serta ketertiban umum. Hal itu dimaksudkan agar ciptaan dari pengarang tersebut yang akan disebarluaskan tidak merendahkan antara lain nilai-nilai keagamaan, ataupun masalah kesu- kuan dan ras, yang apabila disebarluaskan dapat menimbul- kan gangguan atau bahaya terhadap pertahanan keamanan negara, bertentangan dengan norma kesusilaan umum yang berlaku dalam masyarakat, dan ketertiban umum sehingga untuk ciptaan serupa itu, pemerintah dapat melarang
penyebarluasannya ciptaan yang bersangkutan.
Ketentuan ini dapat dilihat dari pengert.ian pasal
I
16 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 yang menyebutkan bahwa s "Pemerintah setelah mendengar pertimbangan dewan hak cipta, dapat melarang pengumuman setiap ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah di bidang pertahanan dan keamanan negara, kesusilaan, serta keter— tiban umum."
Untuk kedua hak dari pengarang seperti tersebut diatas yaitu hak untuk memperbanyak dan mengumumkan hasil karyanya, sebenarnya pengarang dapat melaksanakan sendiri pekerjaan tersebut agar tujuan pengarang tercapai yaitu agar hasil karyanya dapat dinikmati dan dikenal oleh orang lain. Hal itu dimungkinkan karena hak yang dimi- liki oleh pengarang tersebut adalah merupakan hak khusus yang diberikan oleh undang-undang. Akan tetapi dik.arena- kan terbatasnya modal dari pengarang atau pengarang tidak memiliki sarana dan ketrampilan untuk melaksanakan
hanan dan keamanan negara, kesusilaan, serta ketertiban umum. Hal itu dimaksudkan agar ciptaan dari pengarang tersebut yang akan disebarluaskan tidak merendahkan antara lain nilai-nilai keagamaan, ataupun masalah kesu- kuan dan ras, yang apabila disebarluaskan dapat menimbul- kc\n gangguan atau bahaya terhadap pertahanan keamanan negara, bertentangan dengan norma kesusilaan umum yang berlaku dalam masyarakat, dan ketertiban umum sehingga untuk ciptaan serupa itu, pemerintah dapat melarang penyebarluasannya ciptaan yang bersangkutan.
Ketentuan ini dapat d.ilihat dari pengertian pasal 16 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 yang menyebutkan bahwa : "Pemerintah setelah mendengar pertimbangan dewan hak cipta, dapat melarang pengumuman setiap ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah d.i bidang pertahanan dan keamanan negara, kesusilaan, serta keter tiban umum."
Untuk kedua hak dari pengarang seperti tersebut diatas yaitu hak untuk memperbanyak dan mengumumkan hasil
karyanya, sebenarnya pengarang dapat melaksanakan sendiri pekerjaan tersebut agar tujuan pengarang tercapai yaitu agar hasil karyanya dapat dinikmati dan dikenal oleh orang lain. Hal itu dimungkinkan karena hak yang dimi- liki oleh pengarang tersebut adalah merupakan hak khusus yang diberikan oleh undang-undang. Akan tetapi dikarena— kan terbatasnya modal dari pengarang atau pengarang tidak memiliki sarana dan ketrampilan untuk melaksanakan
jaan itu, maka pengarang dapat menyuruh atau meminta bantuan kepada orang lain untuk melaksanakan perbanyakan dan pengumuman ciptaannya. Untuk itu maka pengarang dapat melaksanakan hak yang ketiga yang dimilikinya terhadap karya ciptaannya pada orang lain yaitu berupa memberi izin kepada orang lain untuk melaksanakan hak perbanyakan dan pengumuman ciptaannya.
ad 3. Hak untuk memberi izin kepada pihak lain untuk melaksanakan dan memanfaatkan hasil karyanya tersebut.
Yang dimaksud memberi izin di sini adalah bahwa pengarang telah mengalihkan hak yang dimilikinya pada orang lain. Untuk membahas hak yang dimiliki. oleh penga r a n g , yaitu hak memberi izin kepada orang lain untuk memanfaatkan hasil karyanya tersebut maka saya akan menguraikan terlebih dahulu tentang peralihan hak yang dapat dilakukan oleh pencipta.
Dalam pasal 3 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 disebutkan bahwa :
(1) Hak cipta dianggap sebagai benda bergerak.
(2) Hak cipta dapat beralih atau dialihkan baik. seluruhnya maupun sebagian karena ;
a. Pewarisan; b. Hibah; c. Wasiat;
d. Dijadikan milik negara
e. Perjanjian;, yang harus dilakukan dengan akta, dengan ketentuan bahwa perjanjian itu hanya mengenai wewenang yang disebut didalam akta itu.
Dari ketentuan tersebut maka sebagai benda berge rak, hak cipta dapat beralih atau dialihkan sebagian atau
seluruhnya karena : a. F’swarisan.
Dalam pasal 4 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 disebutkan bahwa : "Hak cipta yang dimiliki oleh pencipta, demikian pula hak cipta tidak diumumkan yang setelah penciptanya meninggal dunia menjadi milik ahli warisnya atau penerima wasiat, tidak dapat disita." Jadi dalam hal seorang pengarang meninggal dunia atau salah seorang dari beberapa orang yang bersama-sama mencipta suatu karya cipta, maka hasil ciptaannya tersebut adalah milik ahli warisnya.
b. Hibah.
Dalam pasal 1666 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Perdata disebutkan bahwa : "Hibah adalah suatu persetujuan dengan mana si penghibah diwaktu hidupnya, dengan cuma2 dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu." Jadi pengarang semasa hidupnya dapat mengalihkan hasil karyanya dengan cara menghibahkan kepada orang lain dan penyerahan tersebut tidak dapat ditarik kembali. Karena hibah adalah suatu persetujuan maka hibah atas hak cipta harus dibuat dengan akta dibawah tangan atau akta otentik.
c. Wasiat.
Menurut ketentuan pasal 875 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang dimaksud dengan surat wasiat atau testament ialah suatu akta yang memuat pernyataan
rang tentang apa yang dik.ehendak.inya akan terjadi setelah ia meninggal dunia, dan yang olehnya dapat dicabut kemba- lin Dengan ketentuan ini pengarang dengan kehendaknya da pat mengalihkan karyanya kepada orang lain dengan jalan membuat wasiat baik dengan akta dibawah tangan atau akta otentik dihadapan notaris.
d. Dijadikan milik negara
Dalam pasal 10 A Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 disebutkan bahwa : "Apabila suatu ciptaan sama sekali tidak diketahui siapa penciptanya., maka Negara memegang hak. cipta atas ciptaan tersebut kecuali terbukti sebalik- nya." Dengan ketentuan pasal 10 A ini, apabila s
(1). Tidak diketahui siapa pencipta dari suatu ciptaan;
r
(2)- Telah diupayakan untuk menemukan dan mengetahui pencipta yang bersangkutan;
(3), Adanya keyakinan bahwa ciptaan yang bersangkutan tidak diketahui dan tidak diketemukan penciptanya serta dikemudian hari tidak ada yang membuk.tik.an sebagai pencipta tersebut;
maka negara akan menjadi pemilik dari ciptaan tersebut d iatas.
e. Perjanjian.
Bahwa hak. cipta sebagai benda bergerak dapat dialihkan seluruhnya ataupun sebagian, maka harus dibuat dengan akta otentik atau akta dibawah tangan. Perbuatan demikian adalah suatu perjanjian dengan mana seorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau
lebih (pasal 1313 KUH Perdata). Perjanjian yang diadakan menimbulkan perikatan yang mengikat pihak-pihak yang membu.atnya (pasal 1340 ayat 1 KUH Perdata). Adanya per janjian dibidang hak cipta, antara dua pihak atau lebih mewajibkan pihak yang satu untuk. memberikan sesuatu prestasi atas mana pihak yang lain mempunyai hak atas prestasi itu. Pihak lain yang mempunyai hak berdasarkan perjanjian mendapatkan wewenang untuk. memperbanyak dan/ atau mengumumkan ciptaan tersebut dengan izin pencipta.
Pengertian dari "sebagian" adalah bahwa peralihan tersebut hanya terbatas pada hak tertentu saja, misalnya peralihan tersebut hanya terbatas pada hak memperbanyak suatu ciptaan dan perbanyakan tersebut terbatas dalam bentuk buku. -Sedangkan pengertian "seluruhnya" adalah bahwa pencipta mengalihkan sernua haknya untuk. dimanfaat- kan oleh orang lain, sehingga orang lain tersebut dapat memperbanyak dan sekaligus mengumumkan serta bisa saja ciptaan dari pengarang dialihwujudkan dalam bentuk lain, misalnya dibuat film.
Dari uraian tentang peralihan hak cipta tersebut maka yang dimaksud dengan memberi izin adalah bahwa pengarang mengalihkan haknya kepada orang lain baik sebagian atau seluruhnya dengan ja.lan perjanjian.
Bentuk penyerahan/perpindahan/peralihan hak. terse but harus berupa akta otentik atau akta dibawah tangan, sehingga penyerahan secara lisan tidak dapat dimungkin- kan. Keharusan membuat perjanjian dengan akta tertulis
adalah agar para pihak dapat mengetahui hak dan kewajib- annya, sehingga tidak akan terjadi hal yang diinginkan.
Mengenai peralihan yang seluruhnya maka pengarang haruslah lebih berhati-hati karena penyerahan seluruhnya dapat menimbulkan masalah besar, misalnya dalam dunia perbukuan, oleh si pengarang seluruh hak ciptanya di- serahkan kepada si penerbit, maka si pengarang itu di kemudian hari dapat menghadapi hal-hal yang sebenarnya tidak ia kehendaki semula. Sebab, jika pada saat menan- datangani surat perjanjian, karena hari depan dari naskah itu masih gelap, si pengarang menerima dan menandatangani saja surat kontrak itu secara keseluruhan dan tidak mengetahui benar segala akibatnya, maka apabila dike- mudian hari ternyata naskah yang telah menjadi buku itu dapat pasaran yang baik dan buku itu menjadi laku keras (menjadi "best seller") maka kedudukan si pengarang akan sangat tidak menguntungkan jika dibandingkan dengan pihak-pihak lain yang mendapat rejek.i yang luar biasa baik.nya. Apalagi kalau buku itu kemudian diterjemahkan dalam berbagai bahasa asing ataupun dibuat pula film yang akhirnya sangat laku, dan berbagai macam kemungkinan lain yang dapat diperbuat dari naskah yang diserahka.n secara keseluruhan, maka pengarang akan berhadapan dengan suatu situasi yang tidak diperkirakan semula, sehingga prosen- tase honorarium dari pengarang akan sangat kecil.
Dari hal itu, maka haruslah pengarang lebih mem— perhatikan dalam membuat surat perjanjian penerbitan buku
dengan pihak penerbit. Mengenai hal tersebut maka akan saya uraikan pada bab III mengenai Isi Perjanjian Pener— bitan Buku.
Dengan adanya 3 (tiga) hak dari pengarang maka pengarang dapat mengambil manfaat dari hasil ciptaannya, yaitu dapat memperoleh keuntungan dalam hal financial atas perbanyakan dan pengu/nu/nan yang ia lakukan ataupun dari honorarium atas hak memberi izin kepada pihak lain.
Dalam pasal 14 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987, terdapat pembatasan akan hak penarikan manfaat oleh pengarang yaitu bahwa dengan disebutkan sumbernya secara
lengkap maka pihak lain tanpa memerlukan izin dari penga rang dapat :
- mengutip ciptaan sebanyak-banyaknya 107. dari kesatuan yang bulat sebagai bahan untuk menguraikan masalah-l
masalah dalam pertemuan ilmiah misalnya;
- mengambil baik seluruhnya maupun sebagian guna keper- luan pembelaan di dalam dan di luar pengadilan;
- mengambil baik seluruhnya maupun sebagian guna keper— luan ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu penget<?huan, atau guna keperluan tuna netra dan tidak bersifat komersil;
- memperbanyak hasil ciptaan pengarang secara terbatas dengan fotocopy atau proses serupa oleh perpustak.aan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan dan pusat dokumentasi yang non-komersial yakni semata-mata untuk k.eperluan aktivitasnya.
2. Hak Moral (Moral Right)
Mengenai hak moral pengarang, maka masalah hak tersebut akan timbul apabila hak yang dimiliki oleh pengarang pada hasil karyanya tersebut dialihkan kepada orang lain untuk mengambil manfaat dari karyanya terse but. Pengambilalihan hak tersebut menimbulkan pertanyaan
I
apakah hak moral dari pengarang juga beral.ih pada orang lain tersebut?.
Seperti kita ketahui bahwa hak cipta adalah hak khusus pengarang atas ciptaannya dan hak memberi izin kepada pihak lain untuk melaksanakan dan memanfaatkan ciptaannya itu. Dari kata hak khusus tersebut menunjuk- kan adanya hak moril dari pengarang, sedangkan perkataan memberi izin kepada pihak lain menunjukkan pemilikan atas hak dari pengarang dapat dialihkan kepada pihak lain.
Berkaitan dengan masalah tersebut dalam pasal 24 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 disebutkan bahwa :
(1) Pencipta atau ahli warisnya berhak untuk menuri- tut pemegang hak cipta supaya nama pencipta tetap dicartumkan dalam ciptaannya.
(2) a. Tidak diperbolehkan mengadakan perubahan suatu ciptaan kecuali dengan persetujuan pencipta atau ahli warisnya;
b. Dalam hal pencipta telah menyerahkan hak ciptanya kepada orang lain, selama pencipta- nya masih hidup diperlukan persetujuannya untuk mengadakan perubahan termaksud dan apabila pencipta telah meninggal dunia, izin dari ahli warisnya.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), berlaku juga terhadap perubahan judul dan anak judul ciptaan, pencarituman dan perubahan nama atau nama samaran pencipta.
(4) Pencipta tetap berhak mengadakan perubahan pada ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masya rakat .
“ ^ I l k A P A T A _ 23 Dengan ketentuan yang terdapat dalam pasal 24 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 maka hak cipta yang merupakan hak yang manunggal dan melekat pada pencipta adalah merupakan hak moral (moral right) pengarang yang membatasi penggunaan / pemanfaatan hak cipta oleh orang lain, sehingga biarpun hak cipta telah dialihkan untuk seluruhnya tidak mengurangi hak pengarang maupun ahli warisnya dalam hal :
a. Tetap mencamtumkan nama pengarang dalam ciptaan;
b. Tanpa persetu.j u.an pengarang atau ahli warisnya tidak diperbolehkan merubah ciptaan, judul, anak judul ciptaan, nama atau nama samaran pengarang;
c. Setiap perubahan ciptaan yang berhak merubah adalah pengarang itu sendiri.
Bila terjadi suatu pelanggaran maka pengarang atau ahli waris dapat menuntut/menggugat ke pengadilan negeri atas terjadinya kasus pelanggaran tersebut. Hal itu dapat dilihat dalam pasal 41 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987,, yang menyebutkan bahwa s
Penyerahan hak cipta atas seluruh ciptaan kepada orang atau badan lain tidak mengurangi hak pencipta atau ahli warisnya untuk menuntut seseorang yang
tanpa persetujuannya :
a. meniadakan nama pencipta yang tercantum dalam ciptaan itu;
b. mencamtumkan nama pencipta pada ciptaannya; c. mengganti atau mengubah judul ciptaan itu; d. mengubah isi ciptaan itu.
I
Yang disebut dalam huruf a, b, c , dan d menunjuk- kan adanya hak moral yang melekat pada pengarang. Jadi dalam hal terjadinya peralihan hak cipta untuk seluruhnya
si pengarang atau ahli warisnya tetap dapat menuntut seseorang yang tanpa persetujuannya, melakukan tindakan- tindak.an tersebut dalam pasal 41 a, b, c dan d.
Dari pasal-pasal tersebut terbukti adanya hak moral pengarang yang masih melekat pada hasil karyanya dan tidak otomatis beralih begitu saja apabila hak cipta itu dialihkan kepada orang lain, sehingga hak moral tersebut tetap tidak terpisahkan dari pengarang.
24
ISI SURAT PERJANJIAN PENERBITAN BUKU BAB III
1. Svarat Sahnva Suatu Perjanjian
Seperti telah saya uraikan pada bab sebelumnya, bahwa untuk dapat melaksanakan dan memanfaatkan hak yang a,da pada pengarang yaitu hak untuk memperbanyak dan/atau mengumumkan hasil karya pengarang maka pengarang dapat mengalihkan hak tersebut kepada orang lain. Dalam pener— bitan buku maka pengarang mengalihkan haknya kepada
•jr
penerbit.0
Pengalihan hak tersebut dimaksudkan bahwa para pihak yang berkompeten yaitu pengarang dan penerbit mengikatkan diri. untuk membuat perjanjian yang tercermin da.lam surat perjanjian yaitu yang lazim disebut Surat Perjanjian Penerbitan Buku.4
Menurut ketentuan dalam buku III Kitab Undang- undang Hukum Perdata yang mengatur tentang perikatan, maka perjanjian ini adalah sesuai dengan pengertian perjanjian menurut pasal 1313 yang berbunyi : "Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih." Jadi syarat utama untuk adanya suatu perjan jian menurut pasal 1313 ini adalah harus ada dua orang atau lebih yang saling mengikatkan diri* dimana dengan
"'Wawancara dengan Agus Winarno, 10 Oktober 1792. 4 Ibid.
perikatan tersebut melahirkan suatu perbuatan hukum yang merupakan hubungan hukum , artinya melahirkan hak dan kewajiban antara kedua belah pihak.
Adanya hak dan kewajiban pada pengarang dan pener— bit mengandung arti bahwa apabila perjanjian tersebut dibuat secara sah maka perjanjian tersebut akan mengikat dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang mem-buatnya. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 1338 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang berbunyi : "Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai
2
Undang bagi mereka yang membuatnya." Kekuatan mengikat seperti itu diberikan kepada "semua perjanjian yang dibuat secara s a h M .
Dengan ketentuan bahwa hanya perjanjian yang dibuat secara sah saja yang dapat mengikat kedua belah pihak, maka dalam membuat perjanjian penerbitan bukupun harus dipenuhi syarat untuk sahnya suatu perjanjian. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar perjanjian itu. dikatakan sah dapat dilihat dalam pasal 1320 Kitab Un dang-undang Hukum Perdata yang menyebutkan satu persatu persyaratan tersebut sebagai berikut :
1. Adanya kata sepakat bagi mereka yang membuat perjan- j ian ;
2. Adanya kecakapan para pihak untuk membuat suatu perikatan;
26
c.
^Subekti, Aneka Perianjian, cet. IX, Citra Adity Bakti, Bandung, 1992, h. 4.
3. Adanya suatu hal tertentu; 4. Adanya suatu sebab yang halal.
ad 1. Adanya kata sepakat bagi mereka yang membuat perj anj i a n .
Yang dimaksud dengan kata sepakat adalah bahwa kedua subyek yaitu penerbit dan pengarang yang membuat perjanjian itu harus sepakat, setuju atau seia-sekata, mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang mereka buat sehingga tercapai suatu persesuaian k.ehendak, artinya apa yang dikehendaki oleh 1 adalah pula yang dik.ehendaki oleh lainnya.^ Jadi suatu perjanjian dikatakan sudah sah jika kedua belah pihak yang terlibat dalam perjanjian itu telah mencapai kata sepakat sehingga pada detik tersebut perjanjian sudah jadi dan mengikat, bukannya pada detik- detik lain yang terkemudian atau sebelumnya.
Tanda tercapainya kata sepakat ini dapat dinyata- kan oleh kedua belah pihak dengan mengucapkan perkataan- perk.ataan misalnya : setuju, okey dan lain sebagainya pada perjanjian yang dibuat lisan ataupun dengan bersama- sama menaruh tandatangan dibawah pernyataan - pernyataan tertulis sebagai tanda bukti bahwa kedua belah pihak telah menyetujui segala apa yang tertera di dalam tulisan itu, apabila perjanjian tersebut dibuat secara tertulis.
Dalam perjanjian penerbitan buku yang harus dibuat secara tertulis dengan akta otentik atau dibawah tangan (pasal 3 ayat 2(e) Undang-undang Nomor 7 Tahun
27
1987), maka sebagai tanda bukti bahwa pengarang dan penulis telah menyetujui dan sepakat terhadap segala apa yang tertera di atas tulisan itu secara timbal balik, pengarang dan penerbit menaruh tanda tangan.
Meskipun dalam hal ini unsur kesepakatan unsur utama, kita harus melihat bahwa kata sepakat yang diberi- kan haruslah secara bebas atau sukarela dan tidak diberi- kan karena salah pengertian atau kekhilafan, paksaan, penipuan. Apabila kata sepakat tersebut dilakukan dengan salah satu hal tersebut maka kata sepakat yang diberikan ini akan menjadi tidak =sah (pasa.l 1321 KUH Perdata).
I
ad 2. Adanya kecakapan para pihak untuk membuat suatu pjerikatan.
Suatu perjanjian penerbitan harus dibuat oleh orang yang benar-benar mempunyai kewenangan untuk membuat perjanjian yaitu pihak penerbit maupun pengarang harus cakap untuk berbuat menurut hukum dan harus menginsyafi benar akan tanggung jawab yang akan dipikulnya sebagai akibat dari perjanjian yang dibuatnya itu.
Dalam pasal 1330 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang apabila ditafsirkan secara a contrario, maka orang- orang yang dapat membuat perjanjian adalah :
1. Orang-orang yang sudah dewasa;
2. Mereka yang tidak berada dibawah pengampunan; 3. Wanita yang tidak dilarang oleh Undang-undang.
Menurut pasal 330 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyatakan bahwa : " Belum dewasa adalah mereka
yang belum mencapai umur genap duapuluh satu tahun atau