• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hak Petani Pemulia Tanaman

Dalam dokumen Skripsi selengkapnya – Complete thesis (Halaman 35-41)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

B.3 Hak Petani Pemulia Tanaman

Kelangsungan hidup manusia sangat bergantung pada usaha pertanian, maka dari itu sangat penting untuk melindungi hak-hak petani. Secara terperinci hak-hak petani meliputi24:

1. Hak atas tanah pertanian

Berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960, disebutkan bahwa penguasaan tanah terbagi atas dua bagian yaitu: a) tanah yang dikuasai oleh negara, dan b) tanah yang dimiliki masyarakat dan masyarakat adat yang secara terus menerus dan turun temurun. Petani dalam hal ini sebagai masyarakat mempunyai hak untuk memiliki lahan yang dapat digunakan untuk pertanian sebagaimana tercatum dalam ketentuan yang terdapat dalam UUPA.

2. Hak untuk memiliki keanekaragaman hayati

Hak tersebut memberikan pengertian bahwa petani memiliki segala sumber daya alam dan berhak untuk melestarikan dan mengembangkan sumber daya alam tersebut.

3. Hak untuk melestarikan, memuliakan, mengembangkan, saling menukar, dan menjual benih serta bahan tanam lainnya.

Hak tersebut diatas sudah mulai terkurangi dengan adanya berbagai peraturan perundangan yang membatasi petani untuk melakukan 24

Wilhelmina Adipoetra, Analisis Pengembangan Agribisnis Beras Organik dalam Upaya Mengembalikan Hak-Hak Petani, Skripsi tidak diterbitkan, Malang, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, 2002, Hlm.29

pemuliaan tanaman, saling tukar-menukar ataupun melakukan penjualan benih.

4. Hak untuk memperoleh benih-benih kembali secara aman.

Petani mempunyai hak untuk memperoleh benih-benih scara aman yang tersimpan di Bank benih internasional seperti IRRI (International Rice Research Institute). Namun hak ini sulit terwujud apabila pemerintah tidak memberikan dukungan melalui peraturan perundangan yang melindungi petani.

5. Hak untuk memperoleh informasi yang benar.

Tingkat pendidikan petani Indonesia yang sebagian besar rendah tidak membuat hak tersebut menjadi diabaikan. Petani tetap harus mendapatkan informasi yang benar terkait berbagai produk pertanian serta proses pertanian yang baik dan efektif.

6. Hak untuk memperoleh harga yang layak dan dorongan untuk bertani secara berkelanjutan.

7. Hak untuk memperoleh makanan yang sehat dan menyelamatkan

Dalam situasi krisis yang berkepanjangan, petani tetap harus mendapatkan makanan yang sehat agar memampu memasok kebutuhan pangan nasional yang semakin hari terus meningkat.

Dalam Resolusi FAO (Food and Agriculture Organization of the United Nation) Nomor 3 Tahun 2001 mendefinisikan hak petani (Farmers Right) sebagai berikut:

“… Farmers Right mean rights arising from the past, present and future contributions of farmers in conserving, improving, and making available plant genetic resources, particularly those in the centres of origin/diversity…”

Dapat diartikan bahwasanya hak petani adalah hak yang muncul dari masa lampau, saat ini, dan masa yang akan datang atas kontribusi yang dilakukan oleh petani dalam melakukan pelestarian, pengembangan, dan menjadikan tersedianya sumber daya genetik yang ada saat ini terutama bagi petani, terutama yang ada di pusat asal dan pusat keanekaragaman tanaman (terjemahan bebas penulis).

Pemulia merupakan orang yang melaksanakan proses pemuliaan tanaman. Petani sebagai subyek yang melakukan usaha pertanian dapat melakukan usaha pemuliaan tanaman tersebut. Maka dari itu petani juga dapat berperan menjadi pemulia tanaman. Sebagai pemulia tanaman secara otomatis petani juga memperoleh hak yang disebut dengan hak pemulia (breeder’s rights). Hak pemulia merupakan hak eksklusif yang diberikan kepada pemegangnya untuk menghasilkan atau menggunakan kembali dan menjual varietas tanaman yang telah dihasilkan.25

Undang-Undang Perlindungan Varietas Tanaman dalam pasal 6 telah menyebutkan bahwa hak pemulia terdiri atas hak untuk memiliki dan memberikan persetujuan kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakan varietas berupa benih dan hasil panen yang digunakan untuk propagasi.

Hak pemulia selain sebagai perlindungan hak atas kekayaan intelektual bagi pemulia itu sendiri, namun juga harus mampu:26

25

Andriana. Krisnawati, Perlindungan Hukum Varietas Baru Tanaman dalam Perspektif Hak Paten dan Hak Pemulia, Rajawali Pers, Jakarta, 2004, Hlm. 52

26

1. Menjamin terpenuhinya sebanyak mungkin kebutuhan petani akan benih bermutu secara berkesinambungan dan merata diseluruh wilayah pertanaman secara spesifik;

2. Mendorong dan meningkatkan peran serta masyarakat dan mendorong tumbuhnya industri perbenihan, dan merangsang invensi serta pengembangan varietas-varietas baru sebanyak mungkin oleh masyarakat; 3. Mendorong perluasan lapangan kerja baru dibidang pertanian dan

peningkatan kegiatan dalam teknologi pemuliaan oleh masyarakat; 4. Menjamin perkayaan, pemanfaatan dan pelestarian plasma nutfah; dan 5. Mendorong peningkatan pendapatan dan taraf hidup petani.

Dalam pemberian hak pemuliaan tanaman pemerintah memberikan jangka waktu. Berdasarkan Undang-Undang Nomor Perlindungan Varietas Tanaman jangka waktu yang ditetapkan yakni 20 (dua puluh) tahun untuk tanaman yang sifatnya semusim dan 25 tahun untuk tanaman yang sifatnya tahunan. Setelah lewat dari jangka waktu tersebut maka hak eksklusifnya akan hilang dan varietas tanaman yang didaftarkan menjadi milik umum.

C. Konsistensi

Konsistensi berasal dari kata konsisten yang artinya tetap tak berubah-ubah, taat asas, sesuai, sejalan, perbuatan dengan ucapan harus.27 Sedangkan konsistensi berarti ketetapan, ketaatasasan, tak berubah-ubahnya (pendirian, ucapan), kesesuaian antara apa yang dikatakan dengan perbuatan.28 Berdasarkan pengertian tersebut diatas maka konsistensi yang dimaksud 27

J.S Badudu dan Sultan Muhammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Pustakan Sinar Harapan, Jakarta, 2011, Hlm. 713

28

dalam penulisan skripsi ini adalah kesesuaian antara peraturan perundang-undangan yang ada dibawahnya dengan peraturan perundang-perundang-undangan yang lebih tinggi yang merupakan acuan dalam pembuatan setiap norma yang dibuat.

Dalam mengukur sebuah konsistensi peraturan perundangan-undangan maka tidak akan lepas dari teori yang dikemukanakan oleh Hans Kelsen yakni Stufentheorie atau teori tentang jenjang norma hukum. Teori ini mengemukakan bahwa norma itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu susunan hirarki, norma yang berada dibawah bersumber atau berdasar dari norma yang lebih tinggi dan begitu seterusnya sampai berhenti pada suatu norma tertinggi yang disebut Grundnorm atau norma dasar.29

Gambar 2.1 Teori Jenjang Norma Hukum (Stufentheorie)

Sumber: Maria Farida, Ilmu Perundang-undangan 1 Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, PT. Kanisius, Yogyakarta, 2007, Hlm. 21.

Di Indonesia hirarki peraturan perundang-undangan terdapat dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

29

Maria Farida, Ilmu Perundang-undangan 1 Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, PT. Kanisius, Yogyakarta, 2007, Hlm. 21.

Peraturan Perundang-undangan yang menyebutkan bahwa hirarki peraturan perundang-undangan di Indonesia meliputi:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; 4. Peraturan Pemeintah;

5. Peraturan Presiden;

6. Peraturan Daerah Provinsi; dan 7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Maka Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan Grundnorm atau norma dasar yang menjadi acuan dalam pembentukan peraturan perundangan dibawahnya dan peraturan perundang-undangan dibawahnya harus sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

D. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 Tentang Sistem Budidaya Tanaman

D.1 Tinjauan Umum tentang Undang-Undang Sistem Budidaya Tanaman.

Undang-Undang Sistem Budidaya Tanaman disahkan pada tanggal 30 April 1992. Latar belakang lahirnya Undang-Undang ini adalah adanya kebutuhan masyarakat akan sistem pertanian yang maju dan efisien maka dari itu diperlukan instrumen hukum yang mampu mendorong peningkatan kualitas sumber daya. Tujuan yang ingin dicapai berdasarkan pasal 3 yang terdapat dalam Undang-Undang ini yaitu untuk meningkatkan serta

memperluas keanekaragaman tanaman sehingga mampu memenuhi kebutuhan pangan rakyat Indonesia, meningkatkan taraf hidup petani, serta diharapkan mampu mendorong perluasan dan pemerataan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja.

Adapun ruang lingkup yang diatur dalam sistem budidaya tanaman adalah meliputi proses kegiatan produksi sampai dengan pasca panen. Dalam penjelasan Undang-Undang ini dijelaskan bahwa proses kegiatan produksi meliputi semua kegiatan yang dilakukan mulai dari penyiapan lahan dan media tumbuh tanaman, pembenihan, penanaman, pemeliharaan, perlindungan tanaman, dan panen. Sedangkan yang dimaksud dengan proses kegiatan pasca panen meliputi semua tahapan yang dimulai sesudah panen sampai dengan hasilnya siap dipasarkan.

Dalam dokumen Skripsi selengkapnya – Complete thesis (Halaman 35-41)

Dokumen terkait