• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

B. Hak Tanggungan Sebagai Objek Harta Bersama Menurut KHI

Di dalam KHI tidak ada menjelaskan secara rinci tentang hak tanggungan sebagai objek harta bersama, KHI hanya menjelaskan tentang harta bersama yang dimiliki setelah perkawinan dalam bentuk benda berwujud maupun tidak berwujud adalah milik suami dan isteri , tetapi KHI tidak menerangkan secara eksplisit tentang harta bersama dalam bentuk hak tanggungan sebagai objek harta bersama.

29 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Bintang Indonesia,2011), H, 406.

30 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Harta Kekayaan, ( Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1994), H. 2.

31 Abu Yasid, Fatwa Untuk Orang Modern 3; Fikih Keluarga, ( Jakarta: Erlangga 2007), H.119.

32 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, ( Jakarta: Kencana,2006),H.109.

22

Dan didalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 juga tidak menjelaskan secara rinci tentang hak tanggungan sebagai objek harta bersama undang-undang tersebut hanya menjelaskan tentang, harta benda yang diperoleh setelah perkawinan menjadi harta bersama, harta yang diperoleh sebelum pernikahan adalah harta yang dibawah penguasaannya masing-masing sepanjang tidak menentukan lain, dan mengenai harta bersama suami dan isteri dapat bertindak atas persetujuan dari kedua belah pihak dan suami isteri yang mempunyai harta bawaan berhak melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya.

Sementara didalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) pun tidak ditemukan oleh penulis pasal yang mengatur tentang hak tanggungan sebagai harta bersama secara eksplisit, dan penulis hanya menemukan pada pasal 119 yang menyatakan mulai saat perkawinan dilangsukan, demi hokum berlakulah persatuan bulat antara harta kekayaan suami dan isteri, sekedar mengenai itu dengan perjanjian kawin tidak diadakan ketentuan lain. Persatuan itu sepanjang perkawinan tak boleh ditiadakan atau diubah dengan sesuatu persetujuan antara suami dan isteri. Dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) juga mengatur tentang persatuan benda bergerak dan tidak bergerak, hutang suami isteri yang ditanggung bersama selama perkawinan serta pendapatan yang diperoleh selama perkawinan.

23

Harta bersama adalah harta yang diperoleh sepanjang perkawinan berlangsung sejak perkawinan dilangsungkan hingga perkawinan berakhir atau

putusnya perkawinan akibat perceraian, kematian maupun putusan Pengadilan.33

Hukum Islam tidak mengatur tentang harta bersama dan harta bawaan kedalam ikatan perkawinan, yang ada hanya menerangkan tentang adanya hak

milik pria dan wanita serta maskawin ketika perkawinan berlangsung34. Hukum

Islam hanya mengenal Harta kekayaan dalam perkawinan atau syirkah yaitu harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami isteri selama dalam ikantan perkawinan berlangsung dan selanjutnya disebut harta bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapa.

Didalam Kompilasi Islam Di Indonesia, Pasal 85 KHI, yang menyatakan adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan adanya milik masing-masing suami dan isteri, dan disini penulis menyimpulkan bahwa dalam pernikahanpun boleh membedakan harta pribadi dan harta yang diperoleh setelah perkawinan. Dan oleh sebab itu suami isteri juga berhak menjaga hartanya masing-masing disamping menjaga harta bersama yang diperoleh setelah perkawinan.

Didalam ketentuan umum juga pada huruf “F” harta kekayaan dalam perkawinan atau syirkah adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau

33 Evi Djurnianti, “ Hukum Harta Bersama di Tinjau dari Prepektif Undang-undang Perkawinan dan KUHPerdata, (The Law of Joint Property Reviewed from The Perspective of Marriage Law And Civil Code)” Jurnal Penelitian Hukum De Jure Akreditasi LIPI:

No:(740/AU/P2MI-LIPI/04/2016): 447

34 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia, (Bandung: Mandar Maju, 2007),H.151.

24

suami isteri selama ikatan perkawinan berlangsung dan selanjutnya disebut sebagai harta bersama tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun.

Dalam masyarakat Aceh dikenal dengan Harta seharkat di dalam masyarkat Melayu dikenal dengan Harta serikat. Didalam masyarakat Jawa dan Madura dikenal dengan Harta Gono-gini sampai sekarang nama tersebut masih

mewarnai praktek peradilan.35

Harta bersama menunut Undang-undang No 1 Tahun 1974 didalam bab VII yang terdiri dari tiga pasal yang itu pasal 35, pasal 36, pasal 37. Pasal 35 ayat (1) menyatakan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan, menjadi harta bersama, Ayat (2) menjelaskan bahwa harta bawaan dari masing-masing suami isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah pengawasan masing-masing sepanjang pihak tidak menentukan lain.

Pasal 36 ayat (1) menetapkan bahwa harta bersama bawaan suami dan isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak. Ayat (2) bahwa mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum, mengenai harta bendanya. Pasal 37 menetapkan bahwa apabila perkawinan putus karena perceraian, maka harta bersama diatur menurut hokum masing-masing.

Kalau kita memperhatikan Undang-undang No 1 Tahun 1974, bahwa undang-undang tersebut hanya mengatur hal-hal pokok saja, mengenai penjabaran

25

lebih lanjut didasarkan oleh ketentuan lain. Adapun asas penting undang-undang perkawinan yang berhubungan dengan hukum harta perkawinan adalah:

a. Tidak menutup kemungkinan untuk adanya pelaksaan hukum harta perkawinan yang berbeda untuk golongan tertentu (Pasal 37)

b. Asas monogamy, dengan kemungkinan adanya poligami sebagai perkecualian (Pasal 3 Ayat 1)

c. Persamaan kedudukan antara suami dan isteri, keduanya mempunyai hak dan kedudukan yang seimbang (Pasal 31 Ayat 1)

d. Isteri sepanjang perkawinan tetap cakap untuk bertindak (Pasal 31 Ayat 2)

e. Harta yang diperoleh selama dalam perkawinan masuk kedalam harta bersama, kecuali yang diperoleh dari hibah atau warisan, yang jatuh diluar harta bersama (Pasal 31 Ayat 1 ) f. Harta yang dibawa kedalam perkawinan (Dalam Hukum Adat:

Harta Asal) dan harta yang diperoleh sebagai hibah atau dasar warisan tetap dalam penguasaan masing-masing yang membawa/memperolehnya (Pasal 35 Ayat 2)

g. Dimungkinkan adanya penyimpangan atas bentuk harta perkawinan melalui penjanjian kawin sebelum atau saat perkawinan dan sepanjang perkawinan, asal dipenuhi

syarat-26

syarat tertentu dimungkinkan adanya perubahan perjanjian kawin.

h. Atas harta bersama suami dan isteri dapat mengambil tindakan hukum atas persetujuan suami isteri (Pasal 36 Ayat 1)

i. Atas harta bawaan masing-masing suami isteri mempunyai hak

sepenuhnya36

Di dalam KUHPerdata (BW), tentang harta bersama menurut undang-undang dan pengurusnya, diatur dalam bab VI Pasal 119-138, yang terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama tentan harta bersama menurut Undang-undang (Pasal 119-123), Bagian kedua tentang pengurusan harta bersama (Pasal 124-125) dan bagian ketiga tentang pembubuaran harta bersama dan hak untuk melepaskan diri

dari padanya (Pasal 126-138).37

Dokumen terkait