• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritik 1. Pengertian Metode

5. Hakikat Belajar a. Pengertian Belajar a.Pengertian Belajar

Beberapa ahli berpendapat tentang pengertian belajar. Menurut Gagne (1984), belajar adalah suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Sedangkan Hamalik (1995) berpendapat bahwa belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman.21 Lebih lanjut Skinner, seperti yang dikutip Barlow (1985) dalam bukunya Educational Psycology: The Teaching-Learning Process, berpendapat bahwa belajar adalah “suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif.”22

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa seseorang telah dikatakan belajar apabila pada dirinya telah terjadi perubahan tingkah laku maupun telah memperoleh kecakapan, keterampilan dan sikap, yang semuanya diperoleh berdasarkan pengalaman yang dialaminya.

Setiap perilaku belajar selalu ditandai oleh ciri-ciri perubahan yang spesifik. Karakteristik perlaku belajar ini dalam beberapa pustaka rujukan.

19

Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru,

(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009 ), hal. 186

20

Ibid, hal. 194

21

Masitoh, Laksmi Dewi, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam Depag RI 2009),cet. 1, h.3

22

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Remaja dengan pendekatan baru, (Bandung: Rosdakarya, 1995), h.88

Diantara ciri-ciri perubahan khas yang menjadi karakteristik perilaku belajar yang terpenting adalah:23

1) Perubahan Intensional yaitu, perubahan yang terjadi dalam proses belajar adalah berkat pengalaman atau praktek yang dilakukan dengan sengaja dan disadari, atau dengan kata lain bukan kebetulan.

2) Perubahan positif dan aktif yaitu, perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat positif. Positif artinya baik, bermanfaat, serta sesuai dengan harapan. Adapun perubahan aktif artinya tidak terjadi dengan sendirinya.

3) Perubahan Efektif dan Fungsional yaitu, perubahan yang timbul karena proses belajar bersifat efektif, yakni berhasil guna. Selain itu perbahan bersifat fungsional dalam arti bahwa ia relatif menetap dan setiap saat apabila dibutuhkan, perubahan tersebut dapat direproduksi dan dimanfaatkan.

b. Bentuk-bentuk Belajar

Bentuk-bentuk belajar mempunyai kaitan dengan proses untuk memperoleh hasil belajar. Oleh sebab mengajar merupakan serangkaian upaya untuk memberi kemudahan bagi siswa agar terjadi proses belajar, maka bentuk-bentuk belajar pun mempunyai kaitan dengan proses guru/pendidikan. Proses guru/pendidikan dapat dipandang sebagai penciptaan lingkungan yang member rangsangan bagi terjadinya proses belajar.

Rangsangan yang disajikan dalam proses guru/pendidikan disesuaikan dengan bentuk-bentuk belajar tertentu, yang dapat digolongkan ke dalam empat macam, yaitu:24

1) Belajar verbal

Bentuk belajar verbal merupakan bentuk belajar sederhana, dan dapat menjadi dasar bagi bentuk-bentuk belajar yang lain. Bentuk belajar ini menekankan pada kemampuan menyatakan ide dengan kata-kata,

23

Ibid, h.115

24

seperti dalam guru/pendidikan bahasa atau kemampuan mengingat suatu konsep atau prinsip tertentu dan menyatakan kembali dengan kata-kata. 2) Belajar konsep dan prinsip

Konsep adalah hasil penyimpulan tentang sesuatu hal berdasarkan atas adanya ciri-ciri yang sama pada hal tersebut. Konsep adakalanya berkaitan dengan sesuatu obyek, sesuatu peristiwa atau berkaitan dengan manusia. Adapun prinsip adalah suatu pernyataan yang menjelaskan tentang hubungan antara dua konsep atau lebih.

3) Belajar pemecahan masalah

Bentuk belajar kemampuan pemecahan masalah banyak menunjang kreativitas seseorang, yakni kemampuan menciptakan ide baru, baik yang bersifat asli ciptaannya sendiri maupun suatu perubahan dari berbagai ide yang telah ada sebelumnya.

4) Belajar keterampilan

Keterampilan merupakan suatu kegiatan tertentu merupakan suatu bentuk pengalaman belajar yang sepatutnya dicapai melalui proses belajar disekolah.

Dari uraian bentuk-bentuk belajar diatas bahwasannya untuk mencapai tujuan dari masing-masing bentuk belajar itu tidak terlepas dari peran dan fungsi seorang guru/pendidik.

c. Prinsip-prinsip Belajar

Dalam mengerjakan sesuatu seseorang harus mempunyai prinsip tertentu, begitu juga halnya dengan belajar. untuk menertibkan diri dalam belajar harus mempunyai prinsip sebagaimana yang diketahui prinsip belajar memang kompleks tetapi dapat juga dianalisis dan diperinci dalam bentuk-bentuk prinsip atau azas balajar sebagaimana dikatakan oleh Wingo bahwa belajar didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:25

1) Hasil belajar sepatutnya menjangkau banyak segi, yaitu meliputi pengetahuan dan pemahaman tentang konsep, kemampuan menerapkan

25

konsep, kemampuan menjabarkan dan menarik kesimpulan serta menilai kemanfaatan suatu konsep.

2) Hasil belajar diperoleh berkat pengalaman, atau dalam istilah pendidikan “learning by doing” yaitu belajar dengan jalan melakukan suatu kegiatan.

3) Belajar merupakan suatu kegiatan yang mempunyai tujuan, yaitu dalam proses belajar, apa yang ingin dicapai sepatutnya dirasakan dan dimiliki oleh setiap siswa.

d. Tipe-tipe Belajar

Tipe belajar dikemukakan oleh Gagne pada hakekatnya merupakan prinsip umum baik dalam mengajar maupun belajar. Adapun tipe-tipe belajar tersebut antara lain:26

1) Belajar isyarat (Signal Learning)

2) Belajar stimulus-respon (stimulus respon learning)

3) Belajar rangkaian (Chaining)

4) Asosiasi verbal (Verbal association)

5) Belajar diskriminasi (Discrimination learning)

6) Belajar konsep (Concept learning)

7) Belajar aturan (Rule learning)

8) Belajar pemecahan masalah (Problem solving learning) 6. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

IPA merupakan singkatan dari Ilmu Pengetahuan Alam, terjemahan dari kata-kata dalam bahasa Inggris “natural science” atau secara singkat sering disebut “science” saja. Natural artinya alamiah atau berhubungan dengan alam; science artinya ilmu pengetahuan. Secara umum IPA didefinisikan sebagai suatu sistem dalam mempelajari alam melalui pengumpulan data dengan cara observasi dan percobaan yang terkendali. Setelah data dikumpulkan baru dapat dikemukakan teori yang lebih jauh untuk menjelaskan apa yang telah diteliti. Akan tetapi IPA juga sering digambarkan hanya sekedar kumpulan hukum dan katalog dari fakta-fakta yang tidak

26

berhubungan. Gambaran yang sempit tersebut akhirnya akan mempengaruhi cara menyikapi IPA sebagai hal yang rumit dan membosankan.

Bagaimana Hakikat IPA sebenarnya? IPA bukan sekedar kumpulan hukum dan fakta-fakta, seperti para ahli berkata bahwa IPA ”It is a creation of human mind, with its freely invented ideas and concepts” Hal ini mengandung maksud bahwa IPA adalah : “ Hasil kreasi dari pemikiran manusia, yang dengan kebebasan berfikirnya menemukan ide-ide dan konsep-konsep. Definisi tersebut diatas menghapus sebagian besar pandangan sempit tentang Ilmu Pengetahuan Alam.

Paolo dan Martin yang dikutip oleh Iskandar, mendefinisikan IPA untuk anak-anak terdiri dari kegiatan:

1) Mengamati apa yang terjadi;

2) Mencoba memahami apa yang diamati;

3) Mempergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang akan terjadi; dan

4) Menguji ramalan-ramalan di bawah kondisi-kondisi untuk melihat apakah ramalan tersebut benar.

Secara lebih luas, Negel menyatakan bahwa IPA dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu:

1) IPA sebagai alat untuk menguasai alam dan untuk memberikan sumbangan kesejahteraan umat manusia;

2) IPA sebagai suatu pengetahuan yang sistematik dan tangguh dalam artian hasil atau kesimpulan yang didapat dari berbagai peristiwa; dan

3) IPA sebagai suatu metode untuk mendapatkan atau mengetahui penyebab dari suatu kejadian atau hukum-hukum ataupun teori-teori dari objek yang diamati.27

Dari beberapa pengertian IPA diatas dapat dideskripsikan bahwa IPA bukan sekedar kumpulan hukum dan fakta semata, namun lebih dari itu, IPA adalah suatu objek atau bidang studi yang membahas kenyataan, fakta-fakta, dan teori-teori untuk menggambarkan tentang kerja dari alam dan merupakan

27

kreasi dari pemikiran manusia dalam mengemukakan ide-idenya ataupun konsep-konsep secara bebas. Seluruh pemikiran ini sangat bermanfaat bagi kehidupan anak. Dengan belajar sains, anak belajar pula untuk memecahkan masalah kehidupan.

Dengan kata lain IPA dapat dipandang dari beberapa dimensi. Pertama, dimensi IPA sebagai produk yaitu sebagai kumpulan pengetahuan tentang IPA yang telah teruji kebenarannya dan telah ditemukan oleh ahli IPA terdahulu. Kedua, IPA sebagai proses yaitu cara memperolehnya, yang tidak lain adalah metode ilmiah. Oleh karena itu mengajarkan IPA pada siswa SD/MI tidak cukup hanya dengan mentransfer apa yang ada di buku paket, akan tetapi lebih jauh dari itu anak harus diajak ke alam IPA yang lebih konkret. Anak diajak untuk melakukan pengamatan dan observasi seolah mereka menjadi”ilmuwan cilik” mereka melakukan pengamatan dan penemuan sendiri.28

Apabila IPA diajarkan dengan benar dimana anak bukan hanya duduk, dengar, catat dan hapal (DDCH) akan tetapi mereka melakukan pengamatan dan percobaan, maka akan berkembang sikap ilmiah.

Menurut Wyne Harlen dalam Darmodjo setidaknya ada sembilan aspek sikap ilmiah yang dapat dikembangkan melalui pembelajaran IPA di sekolah dasar. Sikap tersebut tentunya sikap terhadap alam sekitar. Sikap tersebut antara lain:

a. Sikap ingin tahu, sikap ingin tahu adalah sikap yang ingin selalu mendapatkan jawaban yang benar dari objek yang diamatinya. Anak mengungkapkan rasa ingin tahunya dengan jalan bertanya. Bertanya pada gurunya, temannya atau bertanya pada dirinya sendiri.

b. Sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru, sikap ingin tahu anak dapat dipupuk dengan cara mengajaknya melakukan pengamatan langsung pada objek-objek yang ada di sekitar mereka. Yang mereka peroleh akan dapat memberikan sesuatu yang baru baginya tentang objek yang diamatinya itu.

28

Endang Wahyudiana, Modul Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru, “Ilmu Pengetahuan Alam”, (Jakarta: UNJ, 2011), Hal. 181

c. Sikap kerjasama, sikap ini dapat dipupuk pada anak dalam bentuk kerja kelompok, pengumpulan data maupun diskusi untuk menarik kesimpulan hasil observasi.

d. Sikap tidak putus asa. Dalam upaya menggali pengetahuan, anak kadang menemukan kegagalan. Akan tetapi kegagalan tersebut tidak akan lantas membuat mereka tidak putus asa. Mereka akan terdorong untuk mengulangi percobaan atau observasi yang gagal tersebut hingga berhasil pada tujuan yang diharapkan.

e. Sikap tidak berpurba sangka, ada kalanya dengan hanya berpikir rasional kadang terjadi kesalahan dalam mencari kebenaran. Seperti orang telah berabad-abad mempercayai kebenaran bahwa matahari beredar mengelilingi bumi. Oleh karena itu mencari kebenaran dalam IPA selain melalui berpikir yang rasional juga selalu menjunjung objektivitas. Objektifitas inilah menjadikan anak dalam menetapkan kebenaran tidak lagi purbasangka.

f. Sikap mawas diri, anak yang mempelajari IPA sangat menjunjung tinggi kebenaran. Kebenaran bukan hanya pada luar dirinya akan tetapi juga akan ditujukan terhadap dirinya sendiri. Merka akan menjunjung tinggi kebenaran dan akan berani melakukan koreksi pada dirinya sendiri. Oleh karena itu mereka akan hati-hati untuk melakukan kesalahan.

g. Sikap bertanggung jawab, sikap ini dapat dikembangkan anak melalui pembuatan laporan hasil penelitian, hasil pengamatan, atau hasil kerjanya kepada teman sejawat, guru atau orang lain sejujur-jujurnya. Dengan demikian anak akan belajar berani mempertanggungjawabkan apa yang telah diperbuatnya.

h. Sikap berpikir bebas, Mencatat atau merekam hasil pengamatan secara objektif sesuai dengan apa adanya atau membuat laporan sesuai dengan apa yang mereka kerjakan merupakan hal yang paling penting dalam pembelajaran IPA untuk mengembangkan sikap berpikir bebas. Jadi mereka tahu sesuatu bukan hanya karena mereka diberitahu dan tunduk

kepada guru akan tetapi mereka dapat temukan hal itu secara mandiri dari berbagai sumber.

i. Sikap disiplin diri, kedisiplinan diri dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk dapat mengontrol atau mengatur dirinya menuju kepada tingkah laku yang dikehendaki dan yang dapat diterima oleh masyarakat. Dalam pembelajaran IPA sikap ini dapat dikembangkan melalui percobaan/eksperimen. Dalam eksperimen diperlukan adanya disiplin dalam melaksanakan prosedur yang sistematis. Yang jika tidak dilakukan sesuai prosedur maka percobaan akan gagal tidak mencapai kesimpulan yang diharapkan.29

Jika memperhatikan hakikat IPA di atas maka IPA dapat dilihat dari beberapa dimensi yakni produk, proses dan pengembang sikap. Pembelajaran IPA di SD/MI harus mencakup ketiga dimensi tadi. Oleh karena itu pembelajaran IPA pada anak SD/MI tidak cukup hanya dengan mentransfer apa yang ada di buku paket, akan tetapi lebih jauh dari itu anak harus diajak ke alam IPA yang lebih konkret. Anak diajak untuk melakukan pengamatan dan observasi seolah mereka menjadi ”ilmuwan cilik” mereka melakukan pengamatan dan penemuan sendiri. Melalui pembelajaran IPA seperti itu pengetahuan anak akan bertambah begitu pula sikap dan keterampilan proses pun berkembang.

Sejalan dengan karakteristik bidang studi IPA maka pendekatan keterampilan proses dapat digunakan sebagai pendekatan pembelajaran IPA di SD/MI . Pendekatan ini disebut pendekatan keterampilan proses karena memiliki ciri-ciri khusus berkenaan dengan proses pengolahan informasi yaitu 1) ilmu pengetahuan tidak dipandang sebagai produk semata, tetapi terutama sebagai proses. 2) anak dilatih untuk terampil dalam memperoleh dan memproses informasi dalam pikirannya sesuai dengan langkah-langkah

29

Hendro Darmodjo, JRE Kaligis. Pendidikan IPA II, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan ,1992), Hal. 7

metode ilmiah, misalnya terampil dalam mengobservasi, mengklasifikasi, anak juga dilatih membuat hipotesis dan mengujinya melalui eksperimen. Jadi pembelajaran dengan pendekatan proses mengutamakan aktivitas siswa untuk memperoleh informasi dari berbagai sumber (misalnya dari observasi, eksperimen, dan sebagainya). Guru tidak dominan melainkan bertindak sebagai organisator dan fasilitator. Dalam pendekatan keterampilan proses anak dipandang sebagai subjek sekaligus sebagai objek pembelajaran. Tekanannya pada pengembangan intelektual dan emosional sehingga menjadi manusia yang utuh. Selanjutnya bahwa pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses membekali anak keterampilan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Sehingga tidak mustahil kelak akan lahir hukum ucok, teori buyung, postulat ujang dan sebagainya. Mereka bukan hanya sebagai pengkonsumsi tapi juga penemu-penemu pengetahuan.

Begitu juga dengan pengembangan sikap. Anak yang belajar IPA dengan benar akan mengembangkan sikap ilmiah mereka. Melalui pembelajaran IPA dengan pendekatan keterampilan proses akan berkembang sikap ingin tahu, menghargai pendapat orang lain, tidak purba sangka akan tetapi meyakini kebenaran selalu objektif berdasarkan bukti. karena anak melakukan kegiatan pembelajaran

Media pembelajaran adalah perlengkapan yang digunakan untuk memperjelas pesan danmemungkinkan terjadinya interaksi antara siswa dengan pesan jika dikelompokkan, media terdiri dari media yang harus didesain atau dibuat terlebih dahulu (by Design) dan ada yang tinggal pakai (by Utilization).

Pada pembelajaran IPA media yang harus didesain terlebih dahulu bisa berupa alat-alat seperti torso, gambar, alat-alat percobaan dan sebagainya. Bahkan dengan kemajuan teknologi, saat ini telah banyak diterapkan pembelajaran berbantuan komputer (Computer Assisted Instruction/CAI). Sedangkan yang tinggal pakai seperti kebun, tanah lapang, tanaman, sungai, dan benda lainnya yang tersedia di lingkungan yang dapat langsung digunakan tanpa harus membuatnya terlebih dahulu.

Tidak ada media yang terbaik. Termasuk pada pembelajaran IPA. Yang mungkin adalah pemilihan media yang tepat sehingga dengan media tersebut pencapaian tujuan pembelajaran akan lebih efektif. Pada prinsipnya pemilihan media dapat dilakukan dengan mengingat 3K, yaitu:

(1) ketepatan dengan tujuan pembelajaran, (2) kesesuaian dengan sasaran, dan

(3) kemudahan dalam pengadaannya.

Karakteristik pembelajaran IPA adalah pembelajaran tidak lepas dari observasi dan pengamatan. Sedangkan objek pengamatan dan eksperimennya tidak lain adalah benda dan kejadian yang ada di sekitar kehidupan siswa. Sesuai dengan karakteristik IPA dan berpatokan pada prinsip pemilihan media pembelajaran di atas maka pada pembelajaran IPA guru harus sedapat mungkin menjadikan lingkungan sekitar sebagai media pembelajaran.

Sebenarnya pemilihan media pembelajaran IPA tidaklah terlalu sulit. Lingkungan menyediakan sarana dan sumber belajar yang lengkap dan tidak pernah habis. Yang terpenting adalah kemauan guru melakukan hal tersebut dengan penuh loyalitas dan tanggung jawab.

Dokumen terkait