• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIS, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS

3. Hakikat Belajar dan Hasil Belajar

Belajar pada hakekatnya adalah suatu aktifitas yang

mengharapkan perubahan tingkah laku (behaviora change) pada

individu yang belajar. Perubahan tingkah laku tersebut terjadi karena usaha individu yang bersangkutan. Belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor sepeerti: bahan yang dipelajari, instrumen, lingkungan dan

kondisi individu si pelajar.14

Belajar dikatakan berhasil manakala seseorang mampu mengulangi kembali materi yang telah dipelajarinya.Untuk lebih memahami pengertian belajar, berikut ini dikemukakan secara ringkas pengertian dan makna belajar menurut pandangan para ahli pendidikan dan psikologi.

a) Belajar Menurut Pandangan Skinner

Belajar menurut B.F. Skinner dalam dalam Dimyati dan Mudjiono adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Belajar juga dipahami sebagai suatu perilaku, pada saat orang belajar, maka responnya

14

Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru, (PT Remaja Rosdakarya: Bandung 2011) hal.225

20

menjadi lebih baik, sebaliknya bila ia tidak belajar, maka responnya menurun. Dalam belajar ditemukan adanya hal berikut:

Pertama, kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan

respons pembelajar. Kedua, respons pembelajar itu sendiri.Ketiga,

konsekuensi yang bersifat menguatkan respon tersebut.Pemerkuat

terjadi pada stimulus yang menguatkan konsekuensi

tersebut.Sebagai ilustrasi perilaku respons yang baik diberi hadiah.Sebaliknya, perilaku respons yang tidak baik diberi teguran

dan hukuman.15

b) Belajar Menurut Pandangan Robert M. Gagne

Belajar adalah suatu proses yang kompleks, sejalan dengan itu menurut Robert M. Gagne seperti yang dikutip Dimyati dan Mudjiono, “belajar merupakan kegiatan yang kompleks dan hasil belajar berupa kapabilitas.. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai”.16

, timbulnya kapabilitas disebabkan oleh:

1.)Stimulasi yang berasal dari lingkungan.

2.)Proses kognitif yang dilakukan oleh pelajar, setelah belajar

orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai, Dengan demikian dapat ditegaskan, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi dan menjadi kapabilitas baru. Belajar terjadi bila ada hasilnya yang dapat diperlihatkan, anak- anak demikian juga dewasa, dapat mengingat kembali kata-kata yang telah didengar atau dipelajarinya.

c) Belajar Menurut Pandangan Piaget

Jean Piaget dengan seorang psikologi Swiss dalam Hamzah berpendapat bahwa, “bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari

3 tahapan, yakni asimilasi, akomodasi dan equilibrasi

15

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007), Cet. Ke-5, hlm. 9

16

21

(penyeimbang)”.17

Berikut adalah penjelasan tentang tiga proses belajar kognitif anak yaitu:

1) Proses “assimilation” dalam proses ini menyesuaikan atau

mencocokkan informasi yang baru itu dengan apa yang telah ia ketahui.

2) Proses “accommodation” yaitu anak mengasuh dan

membangun kembali atau mengubah apa yang telah diketahui sebelumnya sehingga imformasi yang baru itu dapat disesuaikan dengan lebih baik. Piaget melihat perkembangan

kognitip tersebut sebagai hasil perkembangan saling

melengkapi antara asimilasi dan akomodasi dalam proses menyusun kembali dan mengubah apa yang telah diketahui. Asimilasi tetap dan menambah terhadap yang ada dan menghubungkannya dengan yang telah lalu.

3) Poses “equilibration” adalah penyesuaian berkesinambungan antara tahap asimilasi dan akomodasi.

d) Belajar menurut pandangan Carl R. Rogers

`Menurut pandangan Carl R Rogers (ahli psikoterapi) seperti yang dikutip oleh Saiful praktek pendidikan menitik beratkan pada segi pengajaran, bukan pada siswa yang belajar.Praktek tersebut ditandai oleh peran guru yang dominan dan siswa hanya menghapalkan pelajaran. Alasan pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran adalah:

i. Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan wajar untuk belajar

siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.

ii. Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya.

ii. Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan

bahan dan ide baru, sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.

17

Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), Cet. Ke-4, h. 10

22

iii. Belajar yang bermakna bagi masyarakat modern berarti belajar

tentang proses-proses belajar, keterbukaan belajar mengalami sesuatu, bekerja sama dengan melakukan perubahan diri terus menerus.

iv. Belajar yang optimal akan terjadi, bila siswa berpartisipasi

secara bertanggung jawab dalam proses belajar.18

e) Belajar Menurut Pandangan Bandura

Pemodelan merupakan konsep dasar dari teori belajar sosial yang dikembangkan oleh Albert Bandura. Menurut Bandura seperti yang dikutif Trianto, “sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain”.19

Seseorang pembelajar menurut teori ini dilakukan dengan mengamati tingkah laku orang lain (model), hasil

pengamatan itu kemudian dimantapkan dengan cara

menghubungkan pengalaman baru dengan pengalaman

sebelumnya atau mengulang-ulang kembali. Dengan jalan ini

memberi kesempatan kepada pembelajar tersebut untuk

mengeksperikan tingkah laku yang dipelajarinya.

Berdasarkan pola perilaku tersebut, selanjutnya Bandura dalam Trianto mengklasifikasikan empat fase pembelajaran pemodelan tersebut, yaitu fase perhatian, fase retensi, fase

reproduksi, dan fase motivasi.20 Berikut adalah pemaparan empat

fase tersebut:

1.)Fase atensi. Fase atensi adalah fase memberikan perhatian pada

suatu model. Dalam pembelajaran guru yang bertindak sebagai model bagi siswanya harus dapat menjamin agar siswa memberikan perhatian pada kepada bagian-bagian penting dari pelajaran. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menyajikan

18

Ibid., hlm. 29.

19

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), hlm. 30-31

20

23

materi pelajaran secara jelas dan menarik, memberikan penekanan pada bagian-bagian yang penting, atau dengan mendemonstrasikan suatu kegiatan pembelajaran.

2.)Fase retensi. Pada fase ini bertanggung jawab atas pengkodean

tingkah laku model dan menyimpan kode-kode itu di dalam ingatan (memori jangka panjang). Dalam pembelajaran guru dapat menyediakan waktu pelatiahan, yang memungkinkan siswa mengulang keterampilan baru secara bergiliran baik secara fisik maupun secara mental.

3.)Fase reproduksi. Pada fase ini kode-kode dalam memori

membimbing penampilan yang sebenarnya dari tingkah laku yang baru diamati. Derajat tertinggi dalam belajar mengamati adalah apabila tindakan terbuka mengikuti pengulangan secara

mental. Fase reproduksi dipengaruhi oleh tingkat

perkembangan imdividu.

4.)Fase motivasi. Pada fase ini pengamat akan termotivasi untuk

meniru model, sebab mereka merasa bahwa dengan berbuat seperti model, mereka akan memperoleh penguatan. Aflikasi fase ini dalam pembelajaran sering berupa pujian atau pemberian nilai.

f) Belajar Menurut Pandangan Vygotsky

Teori belajar menurut Vygotsky lebih menekankan pada aspek sosial dalam pembelajaran. Menurut teori ini dalam Trianto, “proses pembelajaran akan terjadi jika anak bekerja atau menangani tugas-tugas yang belum dipelajari, namun tugas-tugas tersebut masih berada dalam jangkauan mereka disebut dengan

zone of proximal development, yakni daerah tingkat perkembangan sedikit di atas daerah perkembangan seseorang saat ini”.21

Dengan demikian teori belajar ini yakin bahwa fungsi mental lebih tinggi

21 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), hlm. 27

24

pada umumnya muncul dalam percakapan dan kerja sama antar individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu itu tersebut.

Menurut Trianto, “satu lagi yang penting dari Vyotsky

adalah scaffolding, yakni pemberian bantuan kepada anak selama

tahap-tahap awal perkembangannya dan mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah anak dapat melakukannya”.22

Dengan demikian dalam proses pembelajaran teori ini mengharuskan kepad guru untuk memberikan tugas kepasa siswa tugas-tugas yang kompleks, sulit dan realistik dan kemudian diberikan bantuan secukupnya untuk menyelesaikan tugas-tugas itu.

g) Belajar Menurut Pandangan David Ausubel

Menurut Trianto, “inti dari teori Ausubel tentang belajar adalah belajar bermakna. Belajar bermakna merupakan suatu proses dikaikannya informasi baru pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang”.23 Berdasarkan teori ini, dalam membantu siswa menanamkan pengetahuan baru dari suatu materi, sangat diperlukan konsep- konsep awal yang sudah dimiliki siswa yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari. Sehingga jika dikaitkan dengan model pembelajaran berdasarkan masalah, maka siswa dalam mengatasi atau menjawab permasalahan yang autentik sangat memerlukan konsep awal yang sudah dimiliki siswa sebelumnya untuk suatu penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata.

Arti penting belajar menurrut Ensiklopedia belajar dipandang sebagai suatu usaha untuk mengerti tentang sesuatu.Usaha untuk mengerti tentang sesuatu tersebut, dilakukan

22

Ibid., hlm. 27

23

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif dan Progresif, (Jakarta: Kencana, 2010), Cet. Ke-3, hlm. 37

25

secara aktif oleh pembelajar.Keaktifan tersebut dapat berupa mencari pengalaman, mencari informasi, memecahkan masalah, mencermati lingkungan, mempraktekkan, mengabaikan dan respon-respon yang lainnya guna mencapai tujuan.Para psikolog kognitif berkeyakinan bahwa pengetahuan yang dipunyai

sebelumnya, sangat menentukan terhadap perolehanbelajaryang

berhasil dipelajari, kemudian dikeluarkan kembali oleh

pembelajar.Menurut teori ini suatu informasi yang berasal dari lingkungan pembelajar, pada awalnya diterima oleh reseptor. Reseptor-reseptor tersebut memberikan simbol-simbol informasi yang ia terima, dan kemudian diteruskan ke registor penginderaan yang terdapat pada saraf pusat. Dengan demikian, informasi- informasi yang diterima oleh registor penginderaan telah mengalami transformasi. Informasi yang masuk ke dalam syaraf pusat tersebut.

Ada beberapa ahli yang belum merasa puas terhadap penemuan-penemuan para ahli sebelumnya mengenai belajar

sebagai proses hubungan stimulus-respon-reinforcement. Mereka

berpendapat bahwa tingkah laku tidak hanya dikontrol oleh reward dan reinforceent. Mereka adalah para ahli jiwa aliran

kognitif.Menurut pendapat mereka, tingkah laku seseorang

senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan seseorang terlibat langsung dalam situasi itu dan

memperolehinstight untuk pemecahan masalah.Jadi kaum kognitif

berpandangan bahwa tingkah laku seseorang lebih bergantung

kepada insight terhadap hubungan-hubungan yang ada dalam

suatu situasi keseluruhan adalah lebih dari bagian-

bagiannya.Mereka memberi tekanan pada organisasi pengamatan

pada stimulus di dalam lingkungan serta faktor-faktor yang mempengaruhi pengamatan.

26

Menurut psikologi kognitif belajar dipandang sebagai suatu usaha untuk mengerti tentang sesuatu. Usaha untuk mengerti tentang sesuatu tersebut dilakukan secara aktif oleh pembelajar. Keaktifan tersebut dapat berupa mencari pengalaman, mencari informasi, memecahkan masalah, mencermati lingkungan, mempraktekan, mengabaikan respon-respon yang lain guna mencapai tujuan. Para psikologi kognitif berkeyakinan bahwa pengetahuan yang dipunyai sebelumnya sangat menentukan terhadap perolehan belajar.Salah satu teori belajar dari psikologi kognitif adalah teori pemerosesan informasi. Menurut teori ini belajar dipandang sebagai proses pengolahan informasi dalam otak manusia.

b. Masalah-masalah Belajar

Menurut Abdul Majid dalam bukunya, masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh seseorang murid dan menghambat kelancaran proses belajarnya. Kondisi tersebut itu dapat berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa kelemahan-kelemahan yang dimilikinya dan dapat juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Masalah-masalah belajar ini tidak hanya dialami oleh murid-murid yang terbelakang saja, tetapi juga dapat menimpa murid-murid yang pandai atau cerdas.Pada dasarnya

masalah-masalah belajar dapat digolongkan atas :24

a)Sangat cepat dalam belajar, yaitu murid-murid yang tampaknya memiliki bakat akademik yang cukup tinggi, memiliki IQ 130 atau lebih, dan memerlukan tugas-tugas khusus yang terencana. b)Keterlambatan akademik, yaitu murid-murid yang tampaknya

memiliki intelegensi normal tetapi tidak dapat memanfaatkannya secara baik.

24

Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru, (PT Remaja Rosdakarya: Bandung 2011) hal.226-227

27

c)Lambat belajar, yaitu murid-murid yang tampak memiliki kemampuan yang kurang memadai. Mereka memiliki IQ sekitar 70-90 sehingga perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan bantuan khusus.

d)Penempatan kelas, yaitu murid-murid yang umur, kemampuan, ukuran, dan minat-minat sosial yang terlalu besar atau terlalu kecil untuk kelas yang ditempatinya.

e)Kurang motif dalam belajar, yaitu murid-murid yang kurang semangat dalam belajar, mereka tampak jera dan malas.

f) Sikap dan kebiasan buruk, yaitu murid-murid kegiatan atau perbuatan belajarnya berlawanan atau tidak sesuai dengan yang seharusnya seperti suka marah, menunda-nunda tugas, belajar pada saat akan ujian saja.

g)Kehadiran di madrasah, yaitu murid-murid yang sering tidak hadir atau menderita sakit dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga kehilangan sebagian besar kegiatan belajarnya.

c. Pengertian Hasil Belajar

Menurut Dimayanti dan Mudjiono, Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan evaluasi hasil belajar baik dengan ulangan maupun tes. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pembelajaran dalam periode tertentu dan merupakan puncak dari proses belajar.25

Proses pembelajaran yang baik akan menghasilkan hasil belajar yang baik pula. Hasil belajar menurut penulis merupakan tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran sebagai akibat dari perubahan prilaku setelah mengikuti proses pembelajaran berdasarkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Hasil belajar itu akan diukur dengan sebuah tes.

25

28

Hasil belajar harus menunjukkan suatu perubahan tingkah laku atau perolehan perilaku yang baru dari siswa yang bersifat menetap, fungsional, positif, dan disadari. Menurut Nana Sudjana (2006:22) menyatakan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

Oemar Hamalik berpendapat bahwa, Hasil belajar tampak sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri siswa yang dapat diamati dan dapat diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap kurang

sopan menjadi sopan dan lain sebagainya.26

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki

siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Horward Kingsley

membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) Keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan Gagne membagi lima kategori hasil belajar, yakni (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) strategi kognitif, (d) sikap, (e) keterampilan motoris. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan intruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom secara garis besar membaginya membagi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah

psikomotorik.27

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang. Serta akan tersimpan dalam jangka waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya,

26

Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, h. 155

27

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (PT Remaja Rosdakarya: Bandung 2009) hal.22-23

29

karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan mengubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik. Sedangkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yaitu hasil belajar yang dicapai oleh seseorang setelah mengalami proses interaksi pembelajaran mata pelajaran IPA.

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Ada berbagai faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa di sekolah yang secara garis besarnya dapat dibagi dalam dua bagian yaitu faktor internal dan faktor eksternal siswa.

Faktor-faktor yang berasal dari luar diri siswa (Eksternal)

terdiri dari faktor lingkungan dan faktor instrumental; sedangkan

faktor-faktor yang berasal dari dalam diri siswa (Internal) adalah

berupa faktor fisiologis dan faktor psikologis pada diri siswa. a) Faktor-Faktor Lingkungan

Faktor luingkungan siswa ini dapat dibagui menjadi dua bagian yakni : Faktor lingkungan alam/non sosial dan faktor lingkungan sosial.

Yang termasuk faktor lingkungan non sosial/alami ini ialah seperti : keadaan suhu, kelembaban udara, waktu (pagi, siang, malam), tempat letak gedung sekolah, dan sebagainya.

Faktor lingkungan sosial baik berwujud manusia dan presentasinya termasuk budayanya akan mempengaruhi proses dan hasil belajar.

b) Faktor-Faktor Instrumental

Faktor instrumental ini terdiri dari gedung/sarana fisik kelas, sarana/alat pengajaran, media pengajaran, guru dan kurikulum /materi pelajaran serta strategi belajar mengajar yang digunakan akan mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa.

30

c) Faktor-Faktor Kondisi Internal Siswa

Faktor kondisi siswa ini sebagaimana telah diuraikan di atas ada dua macam yaitu kondisi fisiologis siswa dan kondisi psikologis siswa.

Faktor kondisi fisiologis siswa terdiri dari kondisi kesehatan dan kebugaran fisik dan kondisi panca inderanya terutama penglihatan dan pendengaran.

Adapun faktor psikologis yang akan mempengaruhi

keberhasilan belajar siswa adalah faktor minat, bakat, intelegensi, motivasi dan kemampuan-kemampuan kognitif seperti kemampuan presepsi, ingatan, berfikir, dan kemampuan dasar pengetahuan

(bahan appersepsi) yang dimiliki siswa.28

Menurut Abdul Majid, dalam bukunya yang berjudul

“Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi

Guru” pada dasarnya masalah itu dapat terjadi oleh berbagai faktor dan dapat digolongkan atas : Faktor-faktor yang bersumber dari lingkungan keluarga dan faktor-faktor yang bersumber dari

lingkungan sekolah.29

a. Faktor yang bersumber dari murid: (1) Tingkat kecerdasan

rendah, (2) Kesehatan sering terganggu, (3) Alat penglihatan dan pendengaran kurang berfungsi dengan baik, (4) Ganguan alat preseptual, (5) Tidak menguasai cara-cara belajar yang baik.

b. Faktor yang bersumber dari lingkungan keluarga: (1)

Kemampuan ekonomi keluarga kurang memadai, (2) Anak kurang mendapatkan perhatian dan pengawasan dari

28

Drs. H. M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasional IAIN Fakultas Tarbiyah, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya 2010) hal.59-60

29

Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru, (PT Remaja Rosdakarya: Bandung 2011) hal.232-238

31

orangtua (3) Harapan orangtua terlalu tinggi terhadap anak, (4) Orang tua pilih kasih terhadap anak.

c. Faktor yang bersumber dari lingkungan sekolah/Madrasah

dan masyarakat: (1)membantu murid dalam mengatasi masalah belajar, (2) Program perbaikan, bagaimana cara yang ditempuh dan materi dan waktu pelaksanaan program perbaikan

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar individu. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar tidak hanya berkaitan dengan proses belajar saja, tetapi juga faktor lain yang bisa membawa dampak terhadap pencapaian hasil belajar yang optimal.

e. Pengaruh Metode Cooperative Learning Tipe STAD terhadap Hasil Belajar

Pembelajaran kooperatif, salah satu model pembelajaran yang saat ini mendapatkan perhatian karena mengingat jangkauannya bukan hanya membantu siswa untuk belajar dari segi akademik namun juga belajar dari segi keterampilan dan juga melatih siswa untuk tujuan- tujuan hubungan sosial dimana model pembelajaran ini memfokuskan pada pengaruh-pengaruh pengajaran seperti pembelajaran akademik

khususnya menumbuhkan penerimaan antar kelompok serta

keterampilan sosial antar kelompok.

Semua metode pembelajaran kooperatif menyumbangkan ide bahwa siswa yang bekerja sama dalam belajar dan bertanggung jawab terhadap teman satu timnya mampu membuat diri mereka belajar sama baiknya. Sebagai tambahan terhadap gagasan tentang kerja kooperatif,

metode Student Team Learning (Pembelajaran Tim Siswa) PTS

menekankan penggunaan tujuan-tujuan tim dan sukses tim, yang hanya akan dapat dicapai apabila semua anggota tim bisa belajar mengenai

32

pokok bahasan yang telah diajarkan. Oleh sebab itu, dalam metode PTS

tugas-tugas yang diberikan pada siswa bukan melakukan sesuatu

sebagai sebuah tim, tetapi belajar sesuatu sebagai sebuah tim.30

Student Team Achievement Division (STAD), dalam STAD para siswa dibagi dalam tim belajar yang terdiri dari empat orang yang berbeda- beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran. Selanjutnya, semua siswa mengerjakan kuis mengenai materi secara sendiri-sendiri, di mana saat itu mereka tidak diperbolehkan lagi untuk

saling membantu.31

STAD telah digunakan dalam berbagai mata pelajaran yang ada, mulai dari matematika, bahasa, seni, sampai dengan ilmu sosial dan ilmu pengetahuan ilmiah lain, dan telah digunakan mulai dari siswa kelas dua sampai perguruan tinggi. Metode ini paling sesuai untuk mengajarkan bidang studi yang sudah terdefinisikan dengan jelas, seperti matematika, berhitung, dan studi terapan, penggunaan dan mekanika bahasa, geografi dan kemampuan peta, dan konsep-konsep ilmu pengetahuan ilmiah.

Gagasan utama dari STAD adalah untuk memotivasi siswa supaya dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru. Jika para siswa ingin para timnya mendapatkan penghargaan tim, mereka harus membantu teman satu tim nya untuk mempelajari materinya. Mereka harus saling mendukung teman satu timnya untuk bisa melakukan yang terbaik, menunjukan norma bahwa belajar itu penting, berharga, dan menyenangkan. Para siswa bekerja sama setelah guru menyampaikan materi pelajaran.

Meski para siswa belajar bersama, mereka tidak boleh saling bantu dalam mengerjakan kuis. Tiap siswa harus tau meterinya. Tanggung jawab individual seperti ini memotivasi siswa untuk memberi penjelasan dengan

30

Robert E. Slavin., Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik, (Bandung: Nusa Media : Juli 2009) hal.10

31

33

baik satu sama lain, karena satu-satu nya cara bagi tim untuk berhasil adalah dengan membuat semua anggota tim menguasai informasi atau

kemampuan yang diajarkan.32

Berpijak pada karakteristik pembelajaran di atas, diasumsikan model pembelajaran kooperatif tipe STAD mampu memotivasi siswa

Dokumen terkait