• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

A. Kreativitas Guru Pada Umumnya

2. Hakikat Guru …

Guru berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu Gu yang berarti gelap dan Ru

yang berarti menghilangkan. Jadi, “guru” berarti menghilangkan kegelapan (Naim, 2011: 1). Artinya, guru merupakan sosok yang sangat dibutuhkan dalam situasi dan

kondisi “gelap”. Ia hadir untuk menghilangkan “kegelapan” yang dialami oleh

masyarakat secara umum dan pelajar secara khusus. Kegelapan yang dimaksud adalah keterbatasan pengetahuan yang dimiliki oleh para pelajar, kemudian dilengkapi dan disempurnakan oleh sosok guru. Hal ini bukan berarti guru adalah figur maha tahu, tetapi lebih sebagai fasilitator, inisiator, dan lain sebagainya sebagaimana julukan yang diberikan kepada sosok guru. Berbagai julukan yang diberikan kepada sosok guru hingga yang paling populer adalah “Pahlawan Tanpa

Tanda Jasa”. Hal ini mengindikasikan bahwa betapa besarnya peran dan jasa yang dilakukan oleh seorang guru. Guru layaknya menerangi bongkahan emas dalam kegelapan malam, dapat diibaratkan sebagai pelita. Pelita yang berfungsi mencerahkan dan menerangi kegelapan. Orang-orang yang ada dalam kegelapan, tentu saja para siswa.

Supriyadi (2011: 11) mengemukakan bahwa secara definisi, sebutan guru tidak termuat dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional (Sisdiknas), tetapi kata guru dimasukkan ke dalam genus pendidik. Sesungguhnya guru dan pendidik merupakan dua hal yang berbeda. Kata pendidik (bahasa Indonesia) merupakan padanan dari kata educator (bahasa Inggris). Kata educator

berarti educationist atau educationalist yang padanannya dalam bahasa Indonesia

adalah pendidik, spesialis dibidang pendidikan, atau ahli pendidikan. Sedangkan, kata guru (bahasa Indonesia) merupakan padanan dari kata teacher (bahasa

Inggris). Kata teacher bermakna sebagai the person who teach, specially in school

atau guru adalah seseorang yang mengajar, khususnya di sekolah. Tentunya, muncul pertanyaan apakah sosok guru hanya sebagai pengajar di sekolah atau sekadar pahlawan tanpa tanda jasa?

Guru sebagai salah satu unsur dalam proses belajar-mengajar memiliki

multi peran, tidak terbatas hanya sebagai “pengajar” yang melakukan transfer of

knowledge, tetapi juga sebagai pembimbing yang mendorong potensi dan

memobilisasi siswa dalam belajar. Artinya, guru memiliki tugas dan tanggung jawab yang kompleks terhadap pencapaian tujuan pendidikan, dimana guru tidak hanya dituntut untuk menguasai ilmu yang akan diajarkan dan memiliki

pengetahuan dan keterampilan tekhnis mengajar, namun guru juga dituntut untuk menampilkan kepribadian yang mampu menjadi teladan bagi siswa-siswi (Hamalik, 2001: 34). Oleh karena itu, setiap rencana kegiatan yang dilakukan oleh guru semata-mata demi kepentingan anak didik, sesuai dengan profesi dan tanggung jawabnya (Sardiman, 2011: 125).

Selain itu, dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 74 Tahun 2008 tentang Guru, sebutan guru mencakup, (1) guru itu sendiri, baik guru kelas, guru bidang studi, maupun guru bimbingan dan konseling atau guru bimbingan karir; (2) guru dengan tugas tambahan sebagai kepala sekolah; dan (3) guru dalam jabatan pengawas (Isnawati, 2011: 12). Hal ini menyatakan bahwa istilah guru juga mencakup individu-individu yang melakukan tugas bimbingan dan konseling, supervisi pembelajaran di institusi pendidikan atau sekolah-sekolah negeri dan swasta, teknisi sekolah, administrator sekolah, dan tenaga layanan bantu sekolah

(supporting staff) untuk urusan-urusan administratif. Guru juga bermakna lulusan

pendidikan yang telah lulus ujian negara (government examination) untuk menjadi

guru, meskipun belum secara aktual bekerja sebagai guru. Bahkan, Marno dan Idris menyatakan bahwa dalam wacana yang lebih luas, istilah guru bukan hanya sebatas pada lembaga persekolahan atau lembaga keguruan semata. Istilah guru sering dikaitkan dengan istilah bangsa sehingga menjadi guru bangsa. Istilah ini muncul ketika sebuah bangsa mengalami kegoncangan struktural dan kultural sehingga hampir-hampir terjerumus dalam kehancuran. Guru bangsa adalah orang yang dengan keluasan pengetahuan, keteguhan komitmen, kebebasan jiwa dan pengaruh, serta keteladanannya dapat mencerahkan bangsa dari kegelapan. Guru bangsa dapat

lahir dari ulama atau agamawan, intelektual, pengusaha pejuang, birokrat, dan lain-lain. Dengan demikian, istilah guru mengandung nilai, kedudukan, dan peran mulia. Karena itu, di dunia ini banyak orang yang bekerja sebagai guru, akan tetapi mungkin hanya sedikit yang bisa menjadi guru, yaitu yang bisa digugu dan ditiru.

Kedudukan guru dipertegas dalam Undang-Undang Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005 Pasal 10 bahwa guru dikatakan sebagai tenaga profesional yang mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikasi pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu (Sanjaya, 2008: 19). Hal ini berarti bahwa guru merupakan unsur penting dalam keseluruhan sistem pendidikan. Oleh karena itu, kedudukan guru dalam meningkatkan mutu dan kualitas anak didik perlu diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Status guru bukan hanya sebatas pegawai yang hanya semata-mata melaksanakan tugas tanpa ada rasa tanggung jawab terhadap disiplin ilmu yang diembannya.

Mulyasa (2011: 48-50) menguraikan bahwa guru merupakan representasi orang yang ucapan dan tindakannya perlu digugu dan ditiru. Guru sebagai orang

yang siap dicaci-maki dan dibenci, namun tidak pernah membalasnya. Guru adalah orang yang rela berkorban untuk anak didik dan masyarakat di sekitarnya. Guru adalah pelopor perubahan masyarakat dengan tanpa membawa implikasi negatif. Guru merupakan sosok orang yang ingin tahu pada semua hal untuk disampaikan pada anak didiknya. Guru adalah bentuk manusia yang tidak bangga ketika disanjung dan tidak sedih ketika dicaci maki. Guru adalah insan moderat, tidak ambisius, tanpa pamrih, tidak cepat tersinggung, tidak suka marah, tidak membenci,

tidak pernah putus asa, dan tidak sulit memaafkan anak didiknya. Guru adalah manusia cinta, pengembang, dan pengamal pengetahuan. Guru adalah sosok orang yang mempunyai ilmu pengetahuan lebih bila dibanding orang lain.

Lebih dari itu, Mulyasa menjelaskan bahwa guru adalah orang yang selalu memberi pengaruh secara abadi, tetapi tidak tahu kapan pengaruh itu berhenti. Guru merupakan sosok manusia pewaris dan penerus berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru adalah mitra belajar siswa tanpa syarat. Guru merupakan pribadi yang utuh untuk merubah perilaku dan kepribadian siswa. Guru adalah manusia yang memikul beban penderitaan siswa dalam belajar. Guru adalah seseorang yang mampu memprediksi sesuatu yang akan terjadi. Guru adalah bentuk manusia yang berpegang pada prinsip, jika melakukan ia paham. Dan guru adalah figur manusia yang mampu melihat realitas alam untuk anak didiknya.

Hal senada dipertegas oleh Fanany (2013: 49) bahwa guru adalah sosok manusia yang harus digugu dan ditiru. Guru merupakan kunci keberhasilan sebuah

lembaga pendidikan. Guru adalah sales agent dari lembaga pendidikan. Guru juga

merupakan ujung tombak pendidikan. Karena itu, baik buruknya perilaku atau cara mengajar guru akan sangat mempengaruhi citra lembaga pendidikan.

Dengan demikian, yang dimaksud dengan guru adalah seorang pendidik yang memiliki aneka kemampuan dalam bidang pendidikan, baik secara pedagogis, sosial, kepribadian, profesional, dan akademis. Artinya, kelima kompetensi tersebut harus dimiliki oleh guru agar ia mampu berkreativitas dalam pengajaran, mampu mempersiapkan pengajaran, mampu melaksanakan pengajaran secara jelas, riang, gembira, humoris, disiplin, bersahabat, perhatian, tegas, menguasai kelas, sabar,

menyenangkan, tidak membeda-bedakan siswa, dan mampu membangkitkan semangat belajar pada siswa.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa orang bisa memperoleh ilmu, prestasi, pangkat, kedudukan/jabatan dan lain sebagainya adalah berkat seorang guru. Orang bisa bekerja dan bisa menguasai pekerjaannya itu juga berkat seorang guru. Seseorang bekerja, berbisnis, berdagang, semuanya itu perlu guru walaupun tidak harus guru yang ada di sekolah.

3. Kreativitas Guru dalam Proses Belajar Mengajar

Dokumen terkait