• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Kajian Teoritik

1. Hakikat Pembelajaran a. Definisi Pembelajaran a.Definisi Pembelajaran

Dalam proses pengajaran unsur proses belajar memegang peranan

yang vital. Oleh karena itu, penting sekali bagi setiap guru memahami

sebaik-baiknya tentang proses belajar mengajar agar guru dapat

memberikan bimbingan dan penyediaan lingkungan belajar yang tepat

dan serasi bagi peserta didik. Menurut Abin Syamsuddin dalam Taufiq

dkk, (2010: 5.4) belajar adalah proses mengalami sesuatu untuk

menghasilkan perubahan tingkah laku dan pribadi. Menurut Hilgard

(dalam Wina Sanjaya, 2009: 89) belajar itu adalah proses perubahan

melalui kegiatan atau prosedur latihan baik latihan di dalam laboratorium

maupun dalam lingkungan alamiah. Menurut Gagne (dalam Winataputra.

dkk, 2007: 2.3) belajar adalah suatu proses dimana suatu organisme

mengubah perilakunya karena hasil dari pengalaman. Sedangkan Morgan

et.al dalam Chatarina Tri Anni., dkk, (2006: 2) menyatakan bahwa

belajar merupakan perubahan relatif permanen yang terjadi karena hasil

dari praktik atau pengalaman.

Dari pengertian tersebut tampak bahwa konsep tentang belajar

12

1) Belajar berkaitan dengan perubahan tingkah laku. Perilaku tersebut

dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku tertentu seperti menulis,

membaca, berhitung yang dilakukan secara sendiri – sendiri / kombinasi dari pelbagai tindakan.

2) Perubahan perilaku itu terjadi karena didahului oleh proses

pengalaman.

3) Perubahan perilaku karena belajar bersifat relatif permanen.

Menurut Gagne dalam Chatarina Tri Anni., dkk., (2006: 4),

belajar merupakan sebuah sistem yang di dalamnya terdapat berbagai

unsur yang saling kait-mengkait sehingga menghasilkan perubahan

perilaku. Beberapa unsur yang dimaksud adalah sebagai berikut.

1) Pembelajar dapat berupa peserta didik, pembelajar warga belajar, dan peserta pelatihan. Pembelajar memiliki organ pengideraan yang digunakan untuk merangkap rangsangan. 2) Rangsangan (stimulus). Peristiwa yang merangsang

penginderaan pembelajar disebut situasi stimulus. Agar pembelajar mampu belajar optimal ia harus belajar memfokuskan pada stimulus tertentu yang diminati.

3) Memori. Memori pembelajar berisi pelbagai kemampuan yang berupa pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang dihasilkan dari aktifitas belajar sebelumnya.

4) Respon. Tindakan yang dihasilkan dari aktualisasi memori disebut respon. Pembelajar yang sedang mengamati stimulus maka memori yang ada didalam dirinya kemudian memberikan respon terhadap stimulus tersebut.

Menurut Nana Sudjana (2009: 36), sama halnya dengan belajar,

mengajar pun pada hakikatnya adalah suatu proses, yaitu proses

mengatur, mengorganisasi lingkungan yang berada disekitar peserta

didik, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik

13

sebagai subjek dan sebagai objek dari kegiatan pembelajaran. Karena itu,

proses pembelajaran tidak lain adalah kegiatan belajar anak didik dalam

mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran tentu saja akan

dapat terlihat melalui hasil, dimana hasil pembelajaran ditandai dengan

perubahan perilaku secara keseluruhan. Prinsip ini mengandung makna

bahwa perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran adalah meliputi

aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.

Menurut Oemar Hamalik (2008: 29), belajar bukan suatu tujuan

tetapi merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan. Jadi, merupakan

langkah-langkah atau prosedur yang ditempuh. Pembelajaran merupakan

suatu proses mengandung makna bahwa pembelajaran itu merupakan

suatu aktivitas yang berkesinambungan dan proses pembelajaran terjadi

karena adanya sesuatu yang mendorong dan ada sesuatu tujuan yang

akan dicapai. Prinsip ini mengandung makna bahwa aktivitas

pembelajaran itu terjadi karena adanya kebutuhan yang harus dipuaskan,

dan adanya tujuan yang ingin dicapai. Pembelajaran merupakan bentuk

pengalaman. Pengalaman pada dasarnya adalah kehidupan melalui situasi

yang nyata dengan tujuan tertentu.

Menurut Nana Sudjana (2009: 28), belajar bukan menghafal dan

bukan mengingat. Belajar adalah proses yang ditandai adanya perubahan

pada diri seorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat

14

pemahamannya, sikap, tingkah laku, daya penerimaannya dan lain-lain

aspek yang ada dalam individu.

Menurut Nana Sudjana (2009: 8), pembelajaran sebagai proses

dapat dimaknai sebagai upaya yang wajib melalui penyesuaian tingkah

laku. Pembelajaran dapat dikatakan berkualitas jika hasil belajar

meningkat. Hasil belajar dapat dimaknai sebagai perubahan tingkah laku

yang diperoleh dari proses pembelajaran tersebut, baik dari aspek

kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Proses pembelajaran dikatakan

berhasil dan berkualitas apabila masuknya merata, menghasilkan output

yang banyak dan bermutu tinggi, serta sesuai dengan kebutuhan,

perkembangan masyarakat dan pembangunan.

Inilah hakikat pembelajaran, sebagai inti proses pembelajaran.

Dengan perkataan lain bahwa dalam proses pembelajaran atau interaksi

pembelajaran yang menjadi persoalan utama adalah adanya proses

belajar pada siswa yakni proses berubahnya tingkah laku siswa melalui

berbagai pengalaman yang diperolehnya.

Dalam proses belajar mengajar (PBM) akan terjadi interaksi

antara peserta didik dan pendidik. Peserta didik atau anak didik adalah

salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral dalam

proses belajar-mengajar (Slameto, 2003: 109). Sedang pendidik adalah

salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar-mengajar, yang

ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang

15

Dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar tentunya banyak

faktor yang mempengaruhi berhasil atau tidaknya kegiatan belajar

mengajar. Faktor yang mempengaruhi belajar dibedakan menjadi dua

golongan, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah

faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan

faktor ekstern adalah faktor yang berada di luar individu.

Menurut Slameto (2003: 54) yang termasuk faktor Intern antara

lain: faktor faktor jasmaniah (faktor kesehatan dan cacat tubuh); faktor

psikologis (intelligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan

kesiapan); dan faktor kelelahan (kelelahan jasmani dan rohani). Sedang

yang termasuk faktor ektern antara lain faktor keluarga (cara orang tua

mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan

ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan);

faktor sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dan siswa,

disiplin sekolah, alat pengajaran, standar pelajajaran di atas ukuran,

keadaan gedung, metode mengajar, dan tugas rumah); dan faktor

masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman

bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat).

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang relatif menetap, baik

yang dapat diamati maupun tidak dapat diamati secara langsung, yang

terjadi sebagai suatu hasil latihan atau pengalaman dalam interaksinya

16

selama proses belajar tersebut dipengaruhi oleh lingkungannya, antara

lain terdiri atas murid, guru, petugas perpustakaan, kepala sekolah, bahan

atau materi pelajaran (buku, modul, selebaran, majalah, rekaman video

atau audio, dan yang sejenisnya), dan berbagai sumber belajar serta

fasilitas (proyektor overhead, perekam pita audio, radio, televisi,

komputer, perpustakaan, laboratorium, pusat sumber belajar, dan

lain-lain) (Azhar Arsyad, 2005 : 1).

Belajar merupakan proses dasar perkembangan hidup manusia.

Dengan belajar, manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif

individu sehingga tingkah lakunya berkembang. Purwanto, dalam Panen

(1999: 84). mengemukakan belajar adalah setiap perubahan yang relatif

menetap dalam tingkah laku, yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan

atau pengalaman. Belajar merupakan kegiatan orang sehari-hari kegiatan

belajar tersebut dapat dihayati atau dialami oleh orang yang sedang

belajar

Suatu pengajaran akan berhasil secara baik apabila seorang guru

mampu mengubah diri siswa dalam arti luas menumbuhkembangkan

keadaan siswa untuk belajar, sehingga dari pengalaman yang diperoleh

siswa selama mengikuti proses pembelajaran tersebut dirasakan

manfaatnya secara langsung bagi perkembangan pribadi siswa.

Sugandi, dkk., (2004: 9) menyatakan bahwa pembelajaran

terjemahan dari kata “instruction” yang berarti self instruction (dari internal) dan eksternal instructions (dari eksternal). Pembelajaran yang

17

bersifat eksternal antara lain datang dari guru yang disebut teacing atau

pengajaran. Dalam pembelajaran yang bersifat eksternal prinsip-prinsip

belajar dengan sendirinya akan menjadi prinsip-prinsip pembelajaran.

Ciri-ciri dari pembelajaran menurut Sugandi, dkk., (2004: 25)

antara lain:

1) Pembelajaran dilakukan secara sadar dan direncanakan secara sistematis;

2) Pembelajaran dapat menumbuhkan perhatian dan motivasi siswa dalam belajar;

3) Pembelajaran dapat menyediakan bahan belajar yang menarik dan menantang bagi siswa;

4) Pembelajaran dapat menggunakan alat bantu belajar yang tepat dan menarik;

5) Pembelajaran dapat menciptakan suasana belajar yang aman dan menyenangkan bagi siswa;

6) Pembelajaran dapat membuat siswa siap menerima pelajaran baik secara fisik maupun psikologis.

Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar

dan sengaja. Tujuan pembelajaran menurut Sugandi, dkk., (2004: 25)

adalah membantu siswa pada siswa agar memperoleh berbagai

pengalaman dan dengan pengalaman itu tingkah laku yang dimaksud

meliputi pengetahuan, keterampilan, dan nilai atau norma yang berfungsi

sebagai pengendali sikap dan prilaku siswa. Tujuan pembelajaran

menggambarkan kemampuan atau tingkat penguasaan yang diharapkan

dicapai oleh siswa setelah mereka mengikuti suatu proses pembelajaran.

Tujuan pembelajaran adalah perubahan prilaku dan tingkah laku yang

positif dari peserta didik setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar,

18

(over behaviour) yang dapat diamati melalui alat indera oleh orang lain

baik tutur katanya, motorik dan gaya hidupnya.

Syaiful Bahri dan Aswan Zain (2002: 5) mengemukakan bahwa

ada beberapa strategi dasar dalam pembelajaran antara lain: (1)

mengidentifikasi kondisi dan permasalahan yang dihadapi siswa dalam

belajar, (2) merumuskan tujuan pembelajaran, (3) memilih pendekatan,

metode, dan teknik pembelajaran yang dianggap sesuai dengan

perkembangan dan kompetensi siswa. Empat strategi dasar tersebut dapat

dijadikan sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan belajar mengajar agar

berhasil sesuai dengan yang diharapkan.

Pembelajaran sepakbola adalah suatu proses memahami materi

belajar sepakbola, peningkatan pembelajaran ditentukan oleh strategi

pembelajaran yang dirancang, sebaik mungkin, keterlibatan peserta didik

sebagai subjek dalam pembelajaran merupakan hal penting.

Pembelajaran yang berkualitas dapat dicapai dengan cara memanfaatkan

komponen-komponen pembelajaran sesuai dengan kompetensi guru yaitu

kemampuan memilih dan menentukan media pembelajaran yang tepat

sehingga proses pembelajaran yang disampaikan kepada siswa dapat

efektif dan efisian.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

proses pembelajaran merupakan proses melibatkan guru dengan semua

komponen tujuan, bahan, metode dan alat serta penilaian. Jadi proses

19

komponennya di dalam mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan.

Dengan demikian, media dan bahan ajar merupakan komponen yang

tidak terpisahkan dari proses belajar mengajar demi tercapainya tujuan

pendidikan.

b. Tujuan Pembelajaran

Tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan

suatu kegiatan. Tidak ada suatu kegiatan yang diprogramkan tanpa

tujuan, karena hal itu adalah suatu hal yang tidak memiliki kepastian

dalam menentukan kearah mana kegiatan itu akan dibawa. Menurut

Syaiful Bahri dan Aswan Zain (2006: 45), belajar mengajar

bagaimanapun juga ditentukan dari baik atau tidaknya program

pengajaran yang telah dilakukan dan akan berpengaruh terhadap tujuan

yang akan dicapai.

Sebagai unsur penting suatu kegiatan, maka dalam kegiatan

apapun tujuan tidak bisa diabaikan. Demikian juga halnya dalam

kegiatan pembelajaran. Dalam kegiatan belajar mengajar, tujuan adalah

suatu cita-cita yang dicapai dalam kegiatanya. Kegiatan pembelajaran

tidak bisa dibawa sesuka hati, kecuali untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Menurut Syaiful Bahri dan Aswan Zain (2006: 42), tujuan

pendidikan dan pengajaran adalah suatu cita-cita yang bernilai normatif.

Dengan perkataan lain, dalam tujuan terdapat sejumlah nilai yang harus

20

cara anak didik bersikap dan berbuat dalam lingkungan sosialnya, baik di

sekolah maupun luar sekolah.

Tujuan pembelajaran mempunyai jenjang yang luas dan umum

sampai kepada yang sempit atau khusus. Semua tujuan itu berhubungan

antara yang satu dengan yang lainnya, ini berarti bahwa dalam

merumuskan tujuan pembelajaran harus benar-benar memperhatikan

komponen-komponen yang ada dalam pembelajaran. Oemar Hamalik

(2008: 52), menyatakan bahwa, dalam proses pembelajaran ada beberapa

komponen-komponen atau faktor-faktor di dalamnya: (a) tujuan

mengajar, (b) siswa yang belajar, (c) guru yang mengajar, (d) metode

mengajar, (e) alat bantu mengajar, (f) penilaian, (g) situasi mengajar.

Dalam proses pembelajaran, semua komponen tersebut bergerak

sekaligus dalam suatu rangkaian kegiatan yang terarah dalam rangka

membawa pertumbuhan siswa ke tujuan yang diinginkan.

Tujuan pembelajaran diharapkan tiap komponen yang ada dapat

mempengaruhi dalam proses pembelajaran. Bila salah satu tidak sesuai

dengan tujuan, maka pelaksanaan pembelajaran tidak dapat berjalan

secara maksimal. Semua komponen itu harus bersesuaian dan di daya

gunakan untuk mencapai tujauan yang efektif dan efisien serta aspek

kognitif, afektif, psikomotorik siswa dapat meningkat.

Menurut Nana Sudjana (2009: 60), kegiatan pendidikan yang

dilaksanakan selalu diarahkan pada tiga bidang tujuan, yaitu; (a) bidang

21

kognitif berkenaan dengan aspek intelektual, seperti pengenalan,

pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Hasil belajar afektif

berkenaan dengan sikap, nilai, minat, perhatian dan lain-lain. Hasil

belajar psikomotor berkenaan dengan kemampuannya dalam bidang

praktik. Oemar Hamalik (2008: 80), menyatakan bahwa, tujuan yang

baik ialah apabila mendorong kegiatan-kegiatan guru dan siswa. Berkat

dorongan itu maka usaha pendidikan dan pengajaran akan berlangsung

cepat, efisian dan lebih memberikan kemungkinan untuk berhasil.

c. Kriteria Keberhasilan Pembelajaran

Untuk menyatakan bahwa proses pembelajaran dapat dikatakan

berhasil, setiap guru harus berpedoman pada kurikulum yang berlaku saat

ini yang telah di sempurnakan, antara lain bahwa suatu pembelajaran

dinyatakan berhasil apabila tujuan instruksional khususnya dapat

tercapai. Menurut Syaiful Bahri dan Aswan Zain (2006: 105), suatu

proses belajar mengajar suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil

apabila hasilnya memenuhi tujuan instruksional khusus dari bahan

tersebut. Indikator dari keberhasilan meliputi: (1) daya serap terhadap

bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara

individual maupun kelompok, (2) perilaku yang digariskan dalam tujuan

pengajaran atau instruksional khusus telah dicapai siswa, baik secara

individual maupun kelompok.

Selain itu dengan adanya kriteria, maka pembelajaran dapat

22

ataukah menyimpang dari tujuan pembelajaran. Mengukur keberhasilan

pembelajaran dari segi prosesnya menurut Nana Sudjana (2009: 35),

dapat dikaji dari beberapa hal di bawah ini:

a. Apakah pembelajaran direncanakan dan dipersiapkan terlebih dahulu oleh guru dengan melibatkan siswa secara sistematik? b. Apakah siswa diberi motivasi oleh guru dalam kegiatan belajar

sehingga siswa melakukan penuh kesadaran, kesungguhan dan tanpa paksaaan untuk memperoleh penguasaan pengetahuan, kemampuan, serta sikap?

c. Apakah siswa menempuh beberapa kegiatan belajar sebagai akibat multi metode dan multimedia yang digunakan guru? d. Apakah siswa mempunyai kesempatan untuk mengontrol dan

menilai sendiri hasil belajar yang dicapainya?

e. Apakah proses pembelajaran dapat melibatkan semua siswa dalam kelas?

f. Apakah suasana pembelajaran cukup menyenangkan dan merangsang siswa belajar?

g. Apakah kelas memiliki sarana belajar yang cukup kaya, sehingga menjadi laboratorium belajar?

Apabila dilihat dari aspek iklim pembelajaran, proses belajar

dapat dilihat dari seberapa besar suasana belajar mendukung terciptanya

kegiatan belajar yang efektif dan mudah serta menarik, menantang dan

menyenangkan dan membuat siswa tahu apa yang disampaikan oleh

guru, ataupun paham akan materi yang diajarkan. Dari segi media

belajar, peningkatan dapat dilihat dari seberapa konstributif fasilitas fisik

terhadap terciptanya situasi belajar yang aman dan nyaman. Oemar

Hamalik (2008: 30), menyatakan bahwa, hasil belajar ialah adanya

perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu

menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Tingkah laku

memiliki unsur subjektif dan unsur motoris. Unsur subjektif adalah unsur

23 2. Hakikat Pembelajaran Kooperatif

Erman Suherman dkk., (2001: 218) menyatakan bahwa pembelajaran

kooperatif mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai

sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu

tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama. Menurut

Anita Lie (2004:12), sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada

anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas

terstruktur disebut sebagai sistem “pembelajaran gotong-royong” atau

pembelajaran kooperatif.

Muslimin Ibrahim, dkk., (2000: 6-7) mengemukakan bahwa

kebanyakan pembelajaran yang menggunakan model kooperatif dapat

memiliki ciri-cirisebagai berikut:

a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.

b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.

c. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda.

d. Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.

Menurut Roger dan David Johson seperti yang dinyatakan oleh Anita

Lie (2004: 31), bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap

pembelajaran kooperatif sehingga untuk mencapai hasil yang maksimal

perlu diterapkan lima unsur model pembelajaran kooperatif, yaitu:

a. Saling ketergantungan positif, artinya keberhasilan kelompok sangat dipengaruhi oleh usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa, sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka.

24

b. Tanggung jawab perseorangan, artinya setiap anggota kelompok harus melaksanakan tugasnya dengan baik untuk keberhasilan kelompok. Tatap muka, artinya setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan mendorong siswa untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota kelompoknya. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing.

c. Komunikasi antar anggota, unsur ini menghendaki agar siswa dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi, karena keberhasilan kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka.

d. Evaluasi proses kelompok, guru perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama secara efektif.

Menurut Muslimin Ibrahim, dkk., (2000: 7), model pembelajaran

kooperatif setidak-tidaknya mempunyai tiga tujuan pembelajaran. Tujuan

yang pertama yaitu meningkatkan hasil belajar akademik di mana siswa

dituntut untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik. Beberapa ahli

berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami

konsep-konsep yang sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan

bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan

penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang

berhubungan dengan hasil belajar. Tujuan kedua yaitu pembelajaran

kooperatif memberi peluang pada siswa yang berbeda latar belakang dan

kondisi untuk saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama,

dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk

menghargai satu sama lain. Tujuan ketiga dari pembelajaran kooperatif ialah

25

Keterampilan ini penting untuk dimiliki di dalam masyarakat di mana kerja

orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling

bergantung satu sama lain.

Terdapat enam langkah utama di dalam menggunakan pembelajaran

kooperatif (Muslimin Ibrahim, 2000: 10). Langkah-langkah tersebut dapat

dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 1. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Fase Tingkah Laku Guru

Fase-1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan

pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. Fase-2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan. Fase-3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

Fase-4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Fase-5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang

materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil

kerjanya. Fase-6

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

(Sumber: Muslimin Ibrahim, dkk., 2000: 10)

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang

memungkinkan siswa belajar dalam kelompok kecil atau tim untuk saling

26

sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu

untuk mencapai tujuan bersama dalam pembelajaran.

3. Hakikat Permainan Sepakbola

Dokumen terkait