• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

2.2 Kajian Teori

2.2.2 Hakikat Pemerolehan Bahasa Pertama

Batasan-batasan tentang pemerolehan bahasa yang dibuat oleh para ahli beraneka ragam, dari keberagaman itu mempunyai kandungan arti yang berbeda pula. Dalam (KBBI 2011:980) pemerolehan diartikan proses,

14

cara atau perbuatan memperoleh. Menurut (Soendjono Dardjowidjojo, 2010) istilah pemerolehan dipakai untuk padanan istilah Inggris

acquisition, yakni proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia belajar bahasa ibunya (native language).

Pemerolehan bahasa (language acquisition) adalah suatu proses yang diperlukan oleh anak-anak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis yang semakin bertambah rumit ataupun teori-teori yang masih terpendam atau tersembunyi yang mungkin sekali terjadi dengan ucapan- ucapan orang tuanya sampai ia memilih berdasarkan suatu ukuran atau takaran penilaian, tata bahasa yang baik serta paling sederhana dari bahasa (Tarigan dalam Prastyaningsih, 2001:9). Dari pengertian di atas disimpulkan bahwa pemerolehan bahasa diartikan sebagai suatu proses yang pertama kali dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan bahasa sesuai dengan potensi kognitif yang dimiliki dengan didasarkan atas ujaran yang diterima secara alamiah.

Dapat dikatakan juga bahwa pemerolehan bahasa adalah proses manusia mendapatkan kemampuan untuk menangkap, menghasilkan, dan menggunakan kata untuk pemahaman dan komunikasi. Kapasitas ini melibatkan berbagai kemampuan seperti sintaksis, fonetik dan kosakata yang luas. Dalam hal ini pemerolehan bahasa biasanya merujuk pada pemerolehan bahasa pertama yang mengkaji pemerolehan bahasa anak terhadap bahasa ibu mereka dan bukan pemerolehan bahasa kedua yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

mengkaji pemerolehan bahasa tambahan oleh anak-anak atau orang dewasa.

Istilah pemerolehan bahasa dipakai untuk membahas penguasaan bahasa pertama di kalangan anak-anak karena proses tersebut terjadi tanpa sadar, sedangkan pemerolehan bahasa kedua (second language learning)

dilaksanakan dengan sadar. Pemerolehan bahasa kedua adalah saat seseorang memperoleh sebuah bahasa lain setelah terlebih dahulu dia menguasai batas tertentu bahasa pertama.

Pada pemerolehan bahasa mengenal beberapa tahapan pemerolehan bahasa itu sendiri, pemerolehan bahasa pertama didapatkan seorang anak dari ibunya atau lingkungan yang dekat dengan anak tersebut, sedangkan bahasa kedua didapatkan seseorang dengan proses pembelajaran. Pemerolehan bahasa kedua tidak sama dengan bahasa pertama, pada pemerolehan bahasa pertama seorang anak belum menguasai bahasa apa pun dan perkembangan pemerolehan bahasa ini seiring dengan perkembangan fisik dan psikhisnya. Selain itu pemerolehan bahasa pertama dilakukan secara informal dan digunakan untuk berkomunikasi dengan orang-orang di sekitarnya. Sedangkan pemerolehan bahasa kedua dilakukan secara formal dan bahasa kedua tersebut tidak dipakai dalam berkomunikasi dengan masyarakat di sekitarnya.

Bahasa pertama merupakan bahasa ibu, bahasa yang diperoleh seseorang saat masa kanak-kanak pada awal pemerolehan bahasa. Oleh karena itu pada umumnya bahasa pertama merupakan bahasa daerah.

16

Pemerolehan bahasa kedua dilakukan dengan proses. Kefasihan seorang anak untuk menggunakan dua bahasa sangat tergantung adanya kesempatan untuk menggunakan kedua bahasa itu. Jika kesempatan banyak maka kefasikan bahasanya semakin baik (Chaer, 1994:66).

Tak jarang pada masa kanak-kanak, mereka menggunakan kedua bahasa secara bersamaan hal ini disebut kedwibahasaan. Dalam (KBBI, 2011:349) kedwibahasaan mempunyai arti perihal pemakaian dua bahasa (seperti bahasa daerah di samping bahasa nasional). Menurut Robert Lado dalam bukunya Pranowo (1996:6) kedwibahasaan merupakan kemampuan berbicara dua bahasa dengan sama atau hampir sama baiknya. Secara teknis pendapat ini mengacu pada pengetahuan dua bahasa, bagaimanapun tingkatnya oleh seseorang. Pendapat ini semakin menguatkan pendapat Bloomfield dalam bukunya Pranowo (1996:7) bahwa kedwibahasaan adalah kemampuan untuk menggunakan dua bahasa yang sama baiknya oleh seorang penutur, sedangkan Nababan dalam bukunya Sosiolinguistik Suatu Pengantar (1984:27-28) mengemukakan lebih terperinci yakni orang yang menggunakan dua bahasa disebut dwibahasawan atau orang yang berdwibahasa. Kebiasaan menggunakan dua bahasa dalam interaksi dengan orang lain disebut bilingulisme dan kesanggupan atau kemampuan seseorang berdwibahasa yaitu memakai dua bahasa, disebut dengan

bilingulitas.

Ada dua tipe pemerolehan bahasa oleh anak-anak dwibahasawan yakni pemerolehan secara serentak (simultaneous acquistion) dan secara

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

berurutan (successive acquisition). Pemerolehan secara serentak adalah pemerolehan seorang anak yang usianya yang ketiga sudah menguasai kedua bahasa. Sedangkan pemerolehan secara berurutan jika seorang anak menguasai salah satu bahasa dikuasai sebelum usianya yang ketiga.

Dalam pemerolehan kedua bahasa seorang anak, terdapat tiga lingkungan yang perlu disebutkan yakni: lingkungan sekolah, masyarakat dan keluarga. Lingkungan sekolah memungkinkan seorang anak menjadi dwibahasawan baik karena program pendidikan yang disusun maupun karena keragaman murid-muridnya. Faktor keragaman murid dalam arti keragaman suku dan bahasa daerah murid sangat memungkinkan anak- anak memakai bahasa sekolah sebagai bahasa komunikasi mereka.

Dalam konteks pendidikan di Indonesia, anak-anak yang memiliki bahasa daerah memanfaatkan bahasa nasional (bahasa Indonesia) untuk berkomunikasi dengan teman-temannya yang berbahasa daerah berbeda. Di lingkungan masyarakat, (Gal, 1979 dalam Soewandi,1995:22) melaporkan bahwa petani-petani kaya di Hongaria mengirimkan anak- anak mereka untuk belajar bahasa Jerman di daerah penutur bahasa Jerman selama satu tahun. Sebaliknya petani-petani itu juga menerima anak-anak Jerman yang ingin belajar bahasa Hongaria.

Pada tingkat keluarga, ada lima strategi yang dapat digunakan untuk membentuk dwibahasawan pada anak. Yang pertama, “satu orang, satu bahasa” bapak berbahasa Indonesia kepada anak-anaknya dan ibu berbahasa Jawa kepada mereka. (Soewandi, 1995:22). Yang kedua, orang

18

tua selalu berbahasa daerah di rumah (termasuk di lingkungan tetangga), tetapi di luar (di sekolah, di dalam pekerjaan dan di lingkungan masyarakat yang lebih luas) memakai bahasa lain. Ketiga, (Zierer 1977:22 dalam Soewandi 1995:22) seorang dwibahasawan Jerman-Spanyol yang tinggal di Peru, sampai pada usianya kedua tahun sepuluh bulan orang tua selalu berbahasa Jerman kepada anaknya. Baru setelah dirasakan dapat berbahasa Jerman, ia diizinkan bermain dengan teman-temannya yang berbahasa Spanyol.Yang keempat, berupa penggunaan dua bahasa secara bergantian baik di lingkungan keluarga maupun di luar. Bahasa mana yang dipilih bergantung pada topik, situasi, person dan tempat (Grosjean 1982:174 dalam Soewandi 1995:22). Strategi kelima, berupa pemilahan bahasa menurut waktunya yakni bahasa yang satu dipakai pada waktu pagi, dan bahasa yang lain pada waktu sore atau bahasa yang satu dipakai pada hari- hari kerja, dan bahasa yang lain pada hari-hari libur.

Dokumen terkait