PEMEROLEHAN KATA ULANG BAHASA INDONESIA
SEBAGAI BAHASA PERTAMA PADA KASUS
KUKUH ARYA RENANTO ANAK UMUR LIMA TAHUN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah
Oleh:
Ekaristi Margarita
061224041
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2013
iii
v
Skripsi ini kupersembahkan untuk:
• Yesus Kristus yang manis untuk berkat yang luar biasa di hidupku
• Bapak Yohanes Supangat dan Ibu Theresia Kirminah untuk doa dan
cinta yang luar biasa
• Ekaristi Margaria untuk semangat, ejekan dan doanya
• Kukuh Arya Renanto, pelita kecil di rumah untuk celoteh-celoteh kecil
nan indah
• Adrianus Chrisnata Datu Kusuma untuk hari-hari penuh cinta, doa, dan
dukungan yang tak ternilai
vi
The best and the most beautiful things in this world, cannot be seen, nor touched, but are felt in the bottom of our heart.
Sewaktu menghadapi peristiwa penting dalam hidup, sebaiknya tidak cepat-cepat menjatuhkan penilaian. Biarlah waktu ikut menunjukkan maknanya.
~ Teha Sugiyo
Kerjakanlah segala sesuatu dengan senang hati karena hasilnya pun akan jauh menyenangkan.
~ Ekaristi Margarita
vii
viii
ABSTRAK
Margarita, Ekaristi. 2013. Pemerolehan Kata Ulang Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Pertama pada Kasus Kukuh Arya Renanto Anak Umur Lima Tahun.
Skripsi Program Sarjana (S1). Yogyakarta: PBSID, Universitas Sanata Dharma
Kajian pemerolehan bahasa anak pada kasus Kukuh Arya Renanto dalam penelitian ini mempunyai dua tujuan: (a) mendeskripsikan pemerolehan kata ulang bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama berdasarkan tuturan Kukuh; (b) mendeskripsikan urutan pemerolehan kata ulang itu, baik urutan berdasarkan frekuensi pemunculan maupun urutan waktu pemerolehannya.
Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, dimana peneliti sendiri menjadi instrumen kunci (key instrument), baik dalam proses pengumpulan data maupun analisisnya. Karena itu peneliti menggunakan metode observasi berperan serta, participant observation (Moleong, 2006:164). Peneliti berperan serta dalam lingkungan dan kehidupan sehari-hari subjek untuk memperoleh data.
Penelitian ini mengambil subjek bernama Kukuh Arya Renanto anak umur lima tahun. Data berupa tuturan Kukuh yang dikumpulkan secara alamiah melalui proses pengamatan, pencatatan, dan perekaman. Alat yang digunakan adalah buku, alat tulis, serta MP4. Data diambil selama 3 bulan yang dibagi menjadi tiga tahap pengambilan data, yakni tahap I bulan Maret 2012 pada saat Kukuh berumur (5;2), tahap II bulan April 2012 pada saat Kukuh berumur (5;3), dan tahap III bulan Mei 2012 saat Kukuh berumur (5;4).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umur lima tahun Kukuh dapat menghasilkan (1) tiga jenis kata ulang, yakni: (a) kata ulang utuh/seluruh, (b) kata ulang sebagian dan (c) kata ulang salin suara. Pemerolehan kata ulang yang dihasilkan Kukuh sebanyak 68 tuturan. Tuturan kata ulang utuh/seluruh berjumlah 47 tuturan, kata ulang sebagian berjumlah 15 tuturan, dan kata ulang salin suara 6 tuturan.
Urutan pemerolehan kata ulang berdasarkan frekuensi pemunculan ditemukan tuturan kata ulang utuh/seluruh yang mendapatkan peluang terbesar dari tuturan yang dihasilkan Kukuh. Urutan pemerolehan selanjutnya dalam bentuk kata ulang sebagian, dan terakhir kata ulang salin suara. Berdasarkan urutan waktu pemerolehan, kata ulang utuh/seluruh diperoleh paling awal daripada dua jenis kata ulang yang lain. Hampir setiap harinya Kukuh memproduksi kata ulang jenis ini walaupun sebagian besar masih monomorfemik. Kata ulang utuh/ seluruh juga termasuk paling produktif daripada dua kata ulang yang lain.
ix
sejak usia dini. Dengan demikian anak akan memperoleh kemampuan berbahasanya dengan lebih baik. Selain itu, bagi para peneliti yang lain yang berminat melakukan penelitian yang berhubungan dengan pemerolehan bahasa agar penelitian ini dapat dijadikan bahan perbandingan dan sumbangan pemikiran, pengetahuan dan pengalaman demi perkembangan bahasa anak Indonesia.
x
ABSTRACT
Margarita, Ekaristi. 2013. Acquisition of Word Reduplications in Indonesia Language as the First language in Case of Kukuh Arya Renanto Five Years Old as the Subject. As thesis of bachelor degrees programme (S1). Yogyakarta : PBSID, Sanata Dharma University.
The objectives of this research from Kukuh Arya Renanto’s language acquisition are (1) to describe the acquisition of word reduplications in Indonesia language as the first language based on Kukuh’s speech (2) to describe the sequence of word reduplications in language acquisition; whether the frequency of appearance and the time acquisition.
In this research, the researcher uses qualitative approach and she becomes the key instrument in data collecting process and data analysis. Consequently, the researcher uses participant observation method (Moleong, 2006: 164). The researcher contributes to the environment and the social life of the subject to collect the data.
The subject of this research is Kukuh Arya Renanto (5 years old). The data is Kukuh’s speech that collected by observation, review, and recording. The researcher uses some instruments such as: note book, pen, and sound recorder device. The data was taken around three month and divided into three stages; the first stage was on March 2012 when Kukuh was in 5.2 years old, the second stage was on April 2012 when Kukuh was in 5.3 years old, and the third stage was on May 2012 when Kukuh was in 5.4 years old.
The result of this research shows that in 5 years old, Kukuh is be able to produce (1) three kinds of word reduplication, (a) repeated word intact, (b) a portion of word reduplication, (c) re-copy word sounds. The total of acquisition of word reduplications produced by Kukuh is 68 speeches. The frequency of repeated word intact is 47 speeches, the frequency of a portion of word reduplication is 15 speeches, and the frequency of re-copy word sound is 6 speeches.
The sequence of acquisition word reduplications based on appearance frequency, the researcher classified into three categories. The highest frequency of appearance is repeated word intact. The medium frequency of appearance is a portion of word reduplication. The lowest frequency of appearance is re-copy word sound. Based on the time of acquisition, repeated word intact was gotten early than others. Almost every day, the subject ( Kukuh ) produces repeated word intact, although almost of them still in mono morphemic form and repeated word intact is most productive than others.
xi
language competence well. And also to other researchers that take similar study, it can be a resource for the sake of Indonesia children’s language development.
xii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi
yang berjudul “Pemerolehan Kata Ulang Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa
Pertama Pada Kasus KukuhArya Renanto Anak Umur Lima Tahun” ini. Penulis
menyusun skripsi ini dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar
Sarjana Pendidikan. Skripsi ini berisi tentang Pemerolehan Kata Ulang Bahasa
Indonesia sebagai Bahasa Pertama pada Kasus Kukuh Arya Renanto Anak Umur
Lima Tahun. Berawal dari kecintaan penulis pada anak-anak penulis memilih
seorang anak bernama Kukuh Arya Renanto sebagai objek sekaligus subjek dalam
penelitian ini.
Sebagai wujud syukur atas selesainya penyusunan skripsi ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
terselesaikannya penyusunan skripsi ini, secara khusus kepada :
1. Dr. Yuliana Setiyaningsih, M.Pd., selaku Kaprodi PBSID Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membimbing dan mendukung
terselesainya penyusunan skripsi.
2. Dr. B. Widharyanto, M.Pd., selaku dosen pembimbing I dan Drs. G.
Sukadi, selaku dosen pembimbing II yang telah dengan sabar dan setia
membimbing dan memberikan masukan kepada penulis selama
penyusunan skripsi.
3. Para dosen PBSID, Prof. Dr. Pranowo, M.Pd., Drs. J. Prapta. Diharja,
S.J., M.Hum., L. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum., Drs. P. Hariyanto,
Setya Tri Nugraha, S.Pd., M.Pd., Dr Slamet Soewandi, M.Pd., Drs. Y.
Karmin. M.Pd., dan semua dosen MKK dan MKDK yang telah sabar dan
xiii
xiv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
MOTO ... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... x
KATA PENGANTAR ... xii
DAFTAR ISI ... xv
DAFTAR TABEL ... xx
DAFTAR SKEMA ... xxi
DAFTAR LAMPIRAN ... xxii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
xv
1.5 Batasan Istilah ... 6
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 8
1.7 Sistematika Penyajian ... 9
BAB II LANDASAN TEORI ... 10
2.1Penelitian Yang Relevan ... 10
2.2 Kajian Teori ... 12
2.2.1 Hakikat Pemerolehan Bahasa ... 12
2.2.2 Hakikat Pemerolehan Bahasa Pertama ... 13
2.2.3 Tahap Pemerolehan Bahasa ... 18
2.2.4 Hakikat Kata Ulang ... 21
2.2.5 Anak Usia Lima Tahun ... 26
2.2.6 Konteks Data Tuturan ... 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 28
3.1 Jenis Penelitian ... 28
3.2 Subjek Penelitian ... 29
3.2.1 Lokasi Penelitian ... 30
3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 30
3.4 Instrumen Penelitian ... 32
3.5 Teknik Analisis Data ... 32
3.5.1 Kodifikasi Data (Coding) ... 34
3.5.2 Penggunaan Konteks dalam Tuturan Kukuh ... 35
xvi
3.6 Trianggulasi ... 38
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 40
4.1 Deskripsi Temuan Penelitian Kata-kata Ulang ... 40
4.1.1 Urutan Berdasarkan Frekuensi Pemunculannya ... 42
4.1.2 Urutan Pemerolehan Berdasarkan Waktu ... 44
4.2 Hasil Analisis Pemerolehan Kata Ulang ... 46
4.3 Hasil Analisis Urutan Pemerolehan Kata Ulang ... 52
4.4 Trianggulasi ... 54
BAB V PENUTUP ... 57
5.1 Kesimpulan Penelitian ... 57
5.2 Implikasi Temuan ... 58
5.3 Saran ... 59
DAFTAR PUSTAKA ... 61
LAMPIRAN 1 ... 63
LAMPIRAN 2 ... 72
LAMPIRAN 3 ... 85
xx
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Kata Ulang yang Terdapat dalam Tuturan Kukuh ... 41
2. Frekuensi Pemunculan Kata Ulang ... 43
3. Urutan Waktu Pemerolehan (UWP) Kata Ulang ... 45
4. Data Penelitian ... 63
xxi
DAFTAR SKEMA
Halaman
1. Makna Bentuk Reduplikasi ... 25
2. Organisasi Data Tuturan ... 33
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Data Penelitian ... 63
2. Analisis Kata Ulang ... 72
3. Trianggulasi ... 85
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan pemerolehan bahasa telah menjadi suatu kenyataan
yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan dalam membahas masalah
kebahasaan yang digunakan penduduk dalam berinteraksi pada masyarakat
kita sekarang. Pemerolehan bahasa pertama tidak dapat diabaikan dalam
setiap usaha memahami perilaku berbahasa masyarakat yang majemuk
bahasanya, yang terbuka komunikasinya dengan masyarakat lain, yang
mempunyai sejarah perkembangan masyarakat dan bangsanya sebagai
suatu bangsa yang terdiri dari berbagai suku bangsa, yang mempunyai satu
bahasa sebagai bahasa nasional di samping berbagai bahasa suku oleh
masing-masing suku pendukung bangsanya, serta berbagai peristiwa lain
yang membidani kenyataan kedwibahasaan dalam masyarakat
(Kamaruddin, 1989:1).
Pemerolehan bahasa merupakan proses yang serupa dengan yang
dilalui oleh anak dalam kemampuan bahasa pertamanya (Krashen,
1989:241). Pemerolehan bahasa biasanya tidak sadar bahwa ia tengah
memperoleh bahasa, tetapi hanya sadar bahwa ia tengah menggunakan
bahasa untuk komunikasi. Ada beberapa hal yang membedakan
2
dan jarang dirancang, sedangkan pemerolehan bahasa kedua umumnya
dirancang.
Pemerolehan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama bagi
seorang anak saat ini menjadi salah satu kajian penting karena mendasari
proses pembelajaran bahasa dalam proses belajar mengajar di kelas. Lebih
dari itu, kajian ini dapat memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi
anak dalam interaksinya di kemudian hari. Cara-cara yang dilakukan si
anak dalam mempelajari bahasa pertamanya kiranya menjadi salah satu
pedoman bagi guru dalam menyikapi proses pembelajaran yang tepat di
kelas. Menurut Tarigan (1988:7), setiap anak secara khusus
mempergunakan berbagai siasat dalam “belajar” bahasa. Bagaimana cara
anak-anak memperoleh bahasa pertama, seharusnya menjadi
ancang-ancang bagi guru dalam menentukan cara mengajar.
Proses pemerolehan bahasa bukanlah suatu hal yang mudah. Dalam
perkembangannya, anak dituntut untuk mengerti dan memahami bahasa
masyarakat di sekitarnya. Hal ini digambarkan oleh Darjowidjojo
(1991:86) di bawah ini:
Anak harus mendengarkan contoh dari orang dewasa, mencerna, membuat hipotesis, merevisi hipotesis untuk kemudian mendapatkan bentuk yang diterima oleh masyarakat. Dalam usaha menguasai bahasa, mereka menerima masukan yang sering kali tidak teratur. Mereka harus memilah-milah mana yang benar, mana yang salah, kemudian membuat hipotesis, mencocokannya dengan data baru yang masuk, kalau ada yang berbeda, mereka harus merevisinya.
Walaupun belum mengikuti norma kebahasaan sebagaimana
layaknya orang dewasa, pada setiap jenjang usia anak mengalami
dinamika perubahan akibat dari interaksi yang terus menerus antara fungsi
kognitif si anak dan lingkungan lingual dan bukan lingual (Piaget via
Kaswanti, 1991:99).
Penelitian tentang pemerolehan bahasa anak masih terbatas di
Indonesia. Salah satu ahli yang meneliti pemerolehan bahasa anak yakni
Prof. Soendjono Dardjowidjojo dari Lembaga Bahasa Unika Atma Jaya
Jakarta. Fokus penelitian Dardjowidjojo mencakup semua aspek tata
bahasa, mulai dari perkembangan fonologi, morfologi, sintaksis, semantik,
hingga pragmatik dan wacana, selama lima tahun pertama kehidupan
cucunya Echa.
Oleh karena itu, melalui penelitian ini penulis akan menguraikan
kekayaan bahasa yang diperoleh anak umur lima tahun. Dalam penelitian
ini, peneliti akan menyoroti pemerolehan bahasa Indonesia sebagai bahasa
pertama Kukuh Arya Renanto. Kukuh adalah anak laki-laki Indonesia
yang ketika penelitian diadakan tengah berusia lima tahun dua bulan. Dia
lahir di Yogyakarta pada tanggal 29 Januari 2007 dengan sehat. Kukuh
adalah anak yang aktif dan lincah. Dia selalu berkomunikasi dengan
orang-orang di sekitarnya dengan kemampuan bahasanya. Dalam sekilas
pengamatan peneliti, Kukuh mempunyai penguasaan verbal yang cukup
baik. Untuk berkomunikasi Kukuh menggunakan bahasa Indonesia karena
dibiasakan berkomunikasi dengan bahasa Indonesia oleh orang tua
asuhnya (Paman dan Bibinya). Hal ini disebabkan oleh pengaruh
4
bahasa sehari-hari. Namun, karena pengaruh lingkungannya, peneliti juga
menemukan adanya pengaruh bahasa daerah (Jawa) dalam tuturan Kukuh.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti memfokuskan penelitian pada
pemerolehan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama, khususnya
pemerolehan kata ulang. Peneliti sangat tertarik dengan pemerolehan kata
ulang karena peneliti ingin mengetahui bentuk kata ulang yang sudah
dapat diperoleh anak umur lima tahun. Selain itu penelitian tentang
pemerolehan bahasa anak masih terbatas dilakukan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang ada dalam latar belakang masalah, maka
disusun rumusan masalah sebagai berikut :
1. Kata ulang apa sajakah yang sudah diperoleh anak Kukuh Arya
Renanto saat berumur 5 tahun?
2. Bagaimana urutan pemerolehan kata ulang pada anak Kukuh Arya
Renanto saat berumur 5 tahun?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan tersebut, maka tujuan dalam penelitian ini
ada dua hal. Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan kata ulang yang sudah diperoleh anak Kukuh Arya
Renanto saat berumur 5 tahun.
2. Mendeskripsikan urutan pemerolehan kata ulang pada anak Kukuh
Arya Renanto saat berumur 5 tahun.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Deskripsi data hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
bagi beberapa pihak yang terkait dengan penelitian ini. Pihak yang
dimaksud adalah orang tua anak pra sekolah dasar, guru pra sekolah dasar
atau taman kanak-kanak khususnya TK Kanisius Kintelan Yogyakarta dan
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Pertama, manfaat bagi orang tua. Deskripsi data hasil penelitian ini
diharapkan dapat memperkaya literatur tentang bagaimana mendampingi
dalam pemerolehan bahasa pertama anak umur lima tahun baik orang tua
Kukuh sendiri atau orang tua anak pra sekolah lainnya. Sehingga orang tua
diharapkan dapat memperhatikan perkembangan kemampuan berbahasa
anak-anak mereka dengan lebih baik lagi sesuai dengan perkembangan
biologis anak.
Kedua, manfaat bagi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Deskripsi data hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya literatur
tentang pendidikan pemerolehan bahasa atau pembelajaran pemerolehan
bahasa pertama sebagai pedoman bagi mahasiswa calon guru. Dengan
demikian literatur bagi mahasiswa calon pengajar bahasa dan sastra
6
2. Manfaat Praktis
Deskripsi data hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
secara praktis bagi pihak guru Taman Kanak-kanak Kanisius Kintelan dan
mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan
Daerah (PBSID) USD Yogyakarta.
Pertama bagi pihak guru Taman Kanak-kanak Kanisius Kintelan.
Pelaksanaan pembelajaran di kelas harus memperhatikan perkembangan
pemerolehan bahasa pertama siswa, hambatan-hambatan yang dialami
guru serta pemecahan masalah untuk mengatasi hambatan-hambatan
dalam pemerolehan bahasa pertama tersebut.
Kedua, bagi pihak mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa,
Sastra Indonesia, dan Daerah. Setiap mahasiswa yang merupakan calon
guru bahasa dan sastra Indonesia harus mahir dalam pembelajaran di kelas.
Berdasarkan hal ini setiap mahasiswa calon guru bahasa dan sastra harus
memahami penggunaan bahasa pertama pada siswa.
1. 5 Batasan Istilah
1. Pemerolehan adalah proses, cara, perbuatan memperoleh. (KBBI,
2008: 980). Pemerolehan bahasa atau language acquisition adalah
suatu proses yang dipergunakan oleh anak-anak untuk
menyelesaikan serangkaian hipotesis yang makin bertambah rumit
ataupun teori-teori yang masih terpendam atau tersembunyi yang
mungkin sekali terjadi dengan ucapan-ucapan orang tuanya sampai
dia memilih berdasarkan suatu ukuran atau takaran perilaku tata
bahasa yang paling baik serta yang paling sederhana dari bahasa
tersebut (Kiparsky via Tarigan, 1984:243).
2. Pemerolehan bahasa pertama. Dalam proses perkembangan, semua
anak manusia yang normal dengan pertumbuhan yang wajar, paling
sedikit memperoleh satu bahasa alamiah. Itulah bahasa pertama,
bahasa asli, bahasa ibu dalam tahun-tahun pertama kehidupannya
(Stillings via Tarigan, 1988). PBI bersifat primer, “pertama” dari
segi urutan dan kegunaan, karena pada umumnya suatu bahasa
adalah “pertama” begitu juga “pemerolehannya”, kalau tidak ada
bahasa lain yang diperoleh sebelumnya (Tarigan, 1988:84).
Pemerolehan bahasa pertama setiap anak normal pertumbuhan
pikirannya belajar bahasa pertama, bahasa ibu pada tahun-tahun
pertama hidupnya, dan proses ini terjadi hingga kira-kira umur
anak 5 tahun (Subyakto, 1988:65). Subjek Kukuh memenuhi
prasyarat ini, dalam arti dia tidak memiliki bahasa lain sebelum
bahasa Indonesia dan dalam penelitian ini Kukuh berumur 5 tahun.
3. Kata ulang adalah kata yang terjadi sebagai hasil reduplikasi
(KBBI, 2008:63).
4. Konteks data tuturan. Dalam proses pemerolehan bahasa anak,
peranan konteks sangatlah penting dalam usaha memaknai tuturan.
Para pakar berpendapat bahwa kontekslah yang menumbuhkan
bahasa anak. Karena itu dalam penelitian ini penulis menggunakan
8
berkenaan dengan penggunaan bahasa di dalam komunikasi yang
senyatanya, termasuk di dalamnya kaidah yang mengatur fungsi
bahasa (Levinson via Subagyo, 1998).
5. Anak usia lima tahun
Batasan usia lima tahun dalam penelitian ini yakni rentang usia
lima tahun dua bulan sampai lima tahun empat bulan (5:2-5:4).
Pada usia lima tahun, ketika anak-anak memasuki usia pra sekolah
dasar mereka mulai belajar struktur tata bahasa yang lebih rumit.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Pemerolehan bahasa terjadi apabila anak yang belum pernah belajar
bahasa apapun kemudian belajar untuk pertama kalinya. Pada awalnya
anak akan mencoba menirukan orang tuanya. Lambat laun dia akan mulai
memperoleh bahasa dimulai dari kata per kata kemudian mulai menyusun
kata menjadi sebuah kalimat. Sedikit demi sedikit anak akan mulai
bertanya dan menanggapi ucapan orang tuanya.
Penelitian ini menekankan pada bentuk kata ulang yang sudah
diperoleh subjek dan urutan pemerolehannya. Peneliti membatasi
penelitian ini pada kasus anak usia lima tahun bernama Kukuh Arya
Renanto, anak Indonesia yang pada saat penelitian ini dilakukan tengah
berumur lima tahun dua bulan hingga lima tahun empat bulan.
1. 7 Sistematika Penyajian
Sistematika penyajian penelitian ini terdiri atas lima bagian yakni
Bab I, Bab II, Bab III, Bab IV dan Bab V. Bab I merupakan pendahuluan.
Bagian ini berisi masalah-masalah teknis yang mendasari dan
mengarahkan penyusunan penelitian ini. Masalah teknis yang dimaksud
adalah latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
pembatasan masalah penelitian, masalah penelitian, pembatasan istilah,
dan sistematika penyajian.
Bab II merupakan landasan teori. Bagian ini memaparkan tentang
penelitian yang relevan dan kajian teori.
Bab III merupakan metodologi penelitian. Bagian ini memaparkan
jenis penelitian, subjek dan objek penelitian, lokasi penelitian, instrumen
penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan
trianggulasi.
Bab IV berisi tentang hasil analisis dan pembahasan. Pada bab ini
menguraikan deskripsi kata ulang yang sudah dikuasai oleh Kukuh anak
usia lima tahun, deskripsi urutan pemerolehan bahasa pada anak Kukuh
dan urutan kata ulang yang dikuasai lebih dulu.
Bab V berisi tentang penutup. Pada bab ini menguraikan
kesimpulan dari temuan penelitian, implikasi temuan bagi pembelajaran
10
BAB II LANDASAN TEORI
2. 1 Penelitian yang Relevan
Berikut ini dikaji hasil penelitian yang relevan atau yang berkisar
pada masalah yang sejenis dengan penelitian ini. Penelitian terdahulu yang
dipilih di sini adalah penelitian Budi Santoso (2009) yang berjudul
“Pemerolehan Bahasa Anak Usia Tiga Tahun dalam Lingkungan
Keluarga”. Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif. Objek penelitian
ini adalah pemerolehan bahasa anak, yakni bahasa Indonesia. Subjek
penelitiannya adalah Arya Pranata Jauhar Nawawi seorang anak berusia
tiga tahun tujuh bulan. Data yang digunakan untuk analisis kajian ialah
data autentik yang diperoleh melalui hasil observasi. Tujuan dari
penelitian ini adalah : (1) panjang ayat yang digunakan anak usia tiga
tahun dalam bertutur. (2) penguasaan kalimat yang digunakan anak usia
tiga tahun dalam bertutur. (3) ujaran setiap giliran tutur yang digunakan
anak usia tiga tahun dalam bertutur.
Hasil dari penelitian “Pemerolehan Bahasa Anak Usia Tiga Tahun
dalam Lingkungan Keluarga” dilihat dari sisi kajian pemerolehan bahasa
adalah pertama, berdasarkan panjang ayat anak usia tiga tahun dalam
bertutur pada umumnya mengucapkan kata-kata secara terpenggal. Serta
penguasaan bahasa yang dikuasai anak diperoleh melalui tahapan-tahapan
tertentu. Kedua, anak umur tiga tahun sudah mampu menyusun kalimat
dalam bertutur meskipun masih sangat sederhana dan terbatas. Ketiga,
berdasarkan jumlah ujaran setiap giliran tutur dibuktikan anak usia tiga
tahun dalam bertutur hanya menjawab pertanyaan dari lawan tutur.
Penelitian kedua adalah penelitian Yohanna Ramadyanti (2010)
yang berjudul “Pemerolehan Kalimat Majemuk Bahasa Indonesia sebagai
Bahasa Pertama: Kasus Arsya Anak Usia Empat Tahun”. Penelitian ini
termasuk penelitian kualitatif. Penelitian ini memiliki tiga tujuan, yaitu (1)
mendeskripsikan kalimat majemuk setara bahasa Indonesia dalam tuturan
Arsya, (2) mendeskripsikan kalimat majemuk bertingkat bahasa Indonesia
dalam tuturan Arsya, (3) mendeskripsikan urutan pemerolehan kalimat
majemuk tersebut.
Penelitian ini mengambil subjek yang bernama Arsya anak usia
empat tahun. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pada usia empat
tahun Arsya dapat menghasilkan (1) empat jenis kalimat majemuk setara,
(2) delapan jenis kalimat majemuk bertingkat, (3) urutan waktu
pemerolehan kalimat majemuk berdasarkan frekuensi pemunculan
menunjukkan bahwa kalimat majemuk bertingkat yang paling sering
muncul dengan jumlah 13 tuturan.
Penelitian ketiga, yakni penelitian Anastasia Desmana Wardhani
(2008) yang berjudul “Pemerolehan Sintaksis Bahasa Indonesia sebagai
Bahasa Pertama: Kasus Raka Anak Usia Dua Tahun”. Penelitian ini
memiliki dua tujuan, yakni mendeskripsikan pemerolehan kalimat dalam
12
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian mengambil
subjek yang bernama Raka anak usia dua tahun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada anak usia dua tahun
Raka dapat membuat berbagai macam kalimat. Selain itu, ada empat jenis
makna kalimat yang sudah dikuasai oleh Raka. Keempat jenis kalimat itu
yaitu, kalimat deklaratif, kalimat interogatif, kalimat imperatif, dan
kalimat eksklamatif.
Ketiga penelitian di atas dianggap relevan dengan penelitian ini
karena sama-sama bersifat kualitatif dan mendeskripsikan perkembangan
pemerolehan bahasa. Dari ketiga penelitian ini, peneliti mendapat inspirasi
untuk mencoba melakukan penelitian yang sama. Hal ini dilakukan karena
penelitian seperti ini jarang dan pemerolehan bahasa Indonesia sebagai
bahasa pertama pada anak umur lima tahun perlu dukungan dan
dampingan dari orang tua dan guru.
2.2 Kajian Teori
2.2.1 Hakikat Pemerolehan Bahasa
Pemerolehan bahasa atau language acquisition adalah suatu proses
yang dipergunakan oleh anak-anak untuk menyelesaikan serangkaian
hipotesis yang makin bertambah rumit ataupun teori-teori yang masih
terpendam atau tersembunyi yang mungkin sekali terjadi dengan
ucapan-ucapan orang tuanya sampai dia memilih berdasarkan suatu ukuran atau
takaran perilaku tata bahasa yang paling baik serta yang paling sederhana
dari bahasa tersebut, (Kiparsky via tarigan, 1984:243). Dardjowidjojo
(2010:225) juga mengatakan bahwa pemerolehan adalah proses
penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu ia
belajar bahasa ibu. Dapat dikatakan pemerolehan adalah proses
memperoleh bahasa yang terjadi secara alamiah, biasanya terjadi di
lingkungan keluarga. Pemerolehan dipakai untuk menguasai bahasa ibu
atau bahasa pertama. Proses penguasaan bahasa melalui belajar bahasa
biasanya terjadi pada bahasa asing. Belajar bahasa berarti tahu tentang
“bahasa”, mengetahui kaidah bahasanya. Karena itu, pemerolehan
berlangsung dalam situasi alamiah, sedangkan belajar dalam kondisi
formal. Kanak-kanak dilahirkan dengan pengetahuan bahasa. Sistem
kognitifnya dipengaruhi untuk mengembangkan suatu tata bahasa yang
akan menggabungkan segala kesemestaan linguistik.
Pemerolehan bahasa yang dialami oleh seorang anak dapat meliputi
bidang fonologi, morfologi, sintaksis, semantik. Bidang fonologi
mempelajari tentang bunyi, bidang morfologi mempelajari tentang
rangkaian kata, bidang semantik mempelajari tentang makna, dan bidang
sintaksis tentang pembentukan kalimat.
2.2.2 Hakikat Pemerolehan Bahasa Pertama
Batasan-batasan tentang pemerolehan bahasa yang dibuat oleh para
ahli beraneka ragam, dari keberagaman itu mempunyai kandungan arti
14
cara atau perbuatan memperoleh. Menurut (Soendjono Dardjowidjojo,
2010) istilah pemerolehan dipakai untuk padanan istilah Inggris
acquisition, yakni proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak
secara natural pada waktu dia belajar bahasa ibunya (native language).
Pemerolehan bahasa (language acquisition) adalah suatu proses
yang diperlukan oleh anak-anak untuk menyesuaikan serangkaian
hipotesis yang semakin bertambah rumit ataupun teori-teori yang masih
terpendam atau tersembunyi yang mungkin sekali terjadi dengan
ucapan-ucapan orang tuanya sampai ia memilih berdasarkan suatu ukuran atau
takaran penilaian, tata bahasa yang baik serta paling sederhana dari bahasa
(Tarigan dalam Prastyaningsih, 2001:9). Dari pengertian di atas
disimpulkan bahwa pemerolehan bahasa diartikan sebagai suatu proses
yang pertama kali dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan bahasa
sesuai dengan potensi kognitif yang dimiliki dengan didasarkan atas ujaran
yang diterima secara alamiah.
Dapat dikatakan juga bahwa pemerolehan bahasa adalah proses
manusia mendapatkan kemampuan untuk menangkap, menghasilkan, dan
menggunakan kata untuk pemahaman dan komunikasi. Kapasitas ini
melibatkan berbagai kemampuan seperti sintaksis, fonetik dan kosakata
yang luas. Dalam hal ini pemerolehan bahasa biasanya merujuk pada
pemerolehan bahasa pertama yang mengkaji pemerolehan bahasa anak
terhadap bahasa ibu mereka dan bukan pemerolehan bahasa kedua yang
mengkaji pemerolehan bahasa tambahan oleh anak-anak atau orang
dewasa.
Istilah pemerolehan bahasa dipakai untuk membahas penguasaan
bahasa pertama di kalangan anak-anak karena proses tersebut terjadi tanpa
sadar, sedangkan pemerolehan bahasa kedua (second language learning)
dilaksanakan dengan sadar. Pemerolehan bahasa kedua adalah saat
seseorang memperoleh sebuah bahasa lain setelah terlebih dahulu dia
menguasai batas tertentu bahasa pertama.
Pada pemerolehan bahasa mengenal beberapa tahapan pemerolehan
bahasa itu sendiri, pemerolehan bahasa pertama didapatkan seorang anak
dari ibunya atau lingkungan yang dekat dengan anak tersebut, sedangkan
bahasa kedua didapatkan seseorang dengan proses pembelajaran.
Pemerolehan bahasa kedua tidak sama dengan bahasa pertama, pada
pemerolehan bahasa pertama seorang anak belum menguasai bahasa apa
pun dan perkembangan pemerolehan bahasa ini seiring dengan
perkembangan fisik dan psikhisnya. Selain itu pemerolehan bahasa
pertama dilakukan secara informal dan digunakan untuk berkomunikasi
dengan orang-orang di sekitarnya. Sedangkan pemerolehan bahasa kedua
dilakukan secara formal dan bahasa kedua tersebut tidak dipakai dalam
berkomunikasi dengan masyarakat di sekitarnya.
Bahasa pertama merupakan bahasa ibu, bahasa yang diperoleh
seseorang saat masa kanak-kanak pada awal pemerolehan bahasa. Oleh
16
Pemerolehan bahasa kedua dilakukan dengan proses. Kefasihan seorang
anak untuk menggunakan dua bahasa sangat tergantung adanya
kesempatan untuk menggunakan kedua bahasa itu. Jika kesempatan
banyak maka kefasikan bahasanya semakin baik (Chaer, 1994:66).
Tak jarang pada masa kanak-kanak, mereka menggunakan kedua
bahasa secara bersamaan hal ini disebut kedwibahasaan. Dalam (KBBI,
2011:349) kedwibahasaan mempunyai arti perihal pemakaian dua bahasa
(seperti bahasa daerah di samping bahasa nasional). Menurut Robert Lado
dalam bukunya Pranowo (1996:6) kedwibahasaan merupakan kemampuan
berbicara dua bahasa dengan sama atau hampir sama baiknya. Secara
teknis pendapat ini mengacu pada pengetahuan dua bahasa, bagaimanapun
tingkatnya oleh seseorang. Pendapat ini semakin menguatkan pendapat
Bloomfield dalam bukunya Pranowo (1996:7) bahwa kedwibahasaan
adalah kemampuan untuk menggunakan dua bahasa yang sama baiknya
oleh seorang penutur, sedangkan Nababan dalam bukunya Sosiolinguistik
Suatu Pengantar (1984:27-28) mengemukakan lebih terperinci yakni
orang yang menggunakan dua bahasa disebut dwibahasawan atau orang
yang berdwibahasa. Kebiasaan menggunakan dua bahasa dalam interaksi
dengan orang lain disebut bilingulisme dan kesanggupan atau kemampuan
seseorang berdwibahasa yaitu memakai dua bahasa, disebut dengan
bilingulitas.
Ada dua tipe pemerolehan bahasa oleh anak-anak dwibahasawan
yakni pemerolehan secara serentak (simultaneous acquistion) dan secara
berurutan (successive acquisition). Pemerolehan secara serentak adalah
pemerolehan seorang anak yang usianya yang ketiga sudah menguasai
kedua bahasa. Sedangkan pemerolehan secara berurutan jika seorang anak
menguasai salah satu bahasa dikuasai sebelum usianya yang ketiga.
Dalam pemerolehan kedua bahasa seorang anak, terdapat tiga
lingkungan yang perlu disebutkan yakni: lingkungan sekolah, masyarakat
dan keluarga. Lingkungan sekolah memungkinkan seorang anak menjadi
dwibahasawan baik karena program pendidikan yang disusun maupun
karena keragaman murid-muridnya. Faktor keragaman murid dalam arti
keragaman suku dan bahasa daerah murid sangat memungkinkan
anak-anak memakai bahasa sekolah sebagai bahasa komunikasi mereka.
Dalam konteks pendidikan di Indonesia, anak-anak yang memiliki
bahasa daerah memanfaatkan bahasa nasional (bahasa Indonesia) untuk
berkomunikasi dengan teman-temannya yang berbahasa daerah berbeda.
Di lingkungan masyarakat, (Gal, 1979 dalam Soewandi,1995:22)
melaporkan bahwa petani-petani kaya di Hongaria mengirimkan
anak-anak mereka untuk belajar bahasa Jerman di daerah penutur bahasa Jerman
selama satu tahun. Sebaliknya petani-petani itu juga menerima anak-anak
Jerman yang ingin belajar bahasa Hongaria.
Pada tingkat keluarga, ada lima strategi yang dapat digunakan
untuk membentuk dwibahasawan pada anak. Yang pertama, “satu orang,
satu bahasa” bapak berbahasa Indonesia kepada anak-anaknya dan ibu
18
tua selalu berbahasa daerah di rumah (termasuk di lingkungan tetangga),
tetapi di luar (di sekolah, di dalam pekerjaan dan di lingkungan masyarakat
yang lebih luas) memakai bahasa lain. Ketiga, (Zierer 1977:22 dalam
Soewandi 1995:22) seorang dwibahasawan Jerman-Spanyol yang tinggal
di Peru, sampai pada usianya kedua tahun sepuluh bulan orang tua selalu
berbahasa Jerman kepada anaknya. Baru setelah dirasakan dapat berbahasa
Jerman, ia diizinkan bermain dengan teman-temannya yang berbahasa
Spanyol.Yang keempat, berupa penggunaan dua bahasa secara bergantian
baik di lingkungan keluarga maupun di luar. Bahasa mana yang dipilih
bergantung pada topik, situasi, person dan tempat (Grosjean 1982:174
dalam Soewandi 1995:22). Strategi kelima, berupa pemilahan bahasa
menurut waktunya yakni bahasa yang satu dipakai pada waktu pagi, dan
bahasa yang lain pada waktu sore atau bahasa yang satu dipakai pada
hari-hari kerja, dan bahasa yang lain pada hari-hari-hari-hari libur.
2.2.3 Tahap Pemerolehan Bahasa
Menurut Soendjono Dardjowidjojo ada beberapa tahap
pemerolehan bahasa yakni, Tahap meraban (pralinguistik) pertama, pada
tahap ini selama bulan-bulan pertama kehidupan, bayi hanya menangis,
mendekut, menjerit dan tertawa. Mereka seolah-olah menghasilkan tiap-tiap jenis bunyi yang mungkin dibuat.
Tahap meraban (pralinguistik) kedua, atau disebut juga tahap kata
omong-omong. Awal tahap ini biasanya pada permulaan pertengahan
kedua tahun pertama kehidupan.
Tahap satu kata, yang dimulai pada usia satu tahun anak mulai
berbahasa dengan mengucapkan satu kata (atau bagian kata). Kata ini, bagi
anak sebenarnya adalah kalimat penuh, tetapi karena dia belum dapat
mengatakan lebih dari satu kata, dia hanya mengambil satu kata dari
seluruh kalimat itu (Dardjowidjojo, 2003:246).
Tahap Dua Kata, anak akan mulai menguasai Ujaran Dua Kata
(Two Word Utterance) sekitar umur dua tahun. Anak akan mulai dengan
dua kata diselingi jeda, seolah-olah dua kata itu terpisah. Misalnya ujaran
/mama bobok/. Anak tidak akan mengucapkan /mamabobok/ tetapi
/mama/bobok/. Jeda ini makin lama makin pendek sehingga ujaran yang
dihasilkan menjadi ujaran yang normal. Setelah beberapa lama anak akan
mengelurkan ujaran tiga kata atau lebih setelah menguasai ujaran dua kata.
Pada tahap III adalah pengembangan tata bahasa. Usia yang
merupakan saat keluarnya kanak-kanak dari Tahap II sangat berbeda-beda.
Ada kanak-kanak yang memasuki tahap III pada usia tiga tahun; ada pula
yang masih tetap mempergunakan ucapan-ucapan dua-kata secara
eksklusif sampai melewati usianya yang ketiga.
Pada tahap IV, yaitu tata bahasa pra-dewasa. Kanak-kanak
mulailah struktur-struktur tata bahasa yang lebih rumit, banyak
20
komplementasi, relativisasi dan konjungsi. Mereka menghasilkan kalimat
“saya melihat kamu duduk”.
Pada akhir masa kanak-kanak, setiap orang yang tidak
mendapatkan rintangan apa-apa, sebenarnya telah mempelajari semua
sarana sintaksis bahasa ibunya dan ketrampilan-ketrampilan performasi
yang menandai untuk memahami dan menghasilkan bahasa yang biasa
dan perbendaharaan kata yang bertambah, sehingga disebut Tahap
Kompetensi Penuh. Berikut disajikan Tabel 1 Tahap Perkembangan
Bahasa.
Tabel 1
Tahap Perkembangan Bahasa
Usia Tahap Perkembangan Bahasa
0.0-0.5 Tahap Meraban (Pralinguistik) Pertama
0.5-1.0 Tahap Meraban (Pralinguistik) Kedua
1.0-2.0 Tahap Linguistik I: Kalimat Satu Kata
2.0-3.0 Tahap Linguistik II: Kalimat Dua Kata
3.0-4.0 Tahap Linguistik III: Pengembangan Tata Bahasa
4.0-5.0 Tahap Linguistik IV: Tata Bahasa Pra Dewasa
5.0- Tahap Linguistik V: Kompetensi Penuh
2.2.4 Hakikat Kata Ulang
Kata ulang adalah hasil pengulangan satuan gramatik, baik
seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak,
sedangkan satuan yang diulang merupakan bentuk dasarnya. Proses
pengulangan ini disebut reduplikasi (Ramlan, 1997:63). Dalam (KBBI
2011:633) kata ulang adalah kata yang terjadi sebagai hasil reduplikasi.
Setiap kata ulang memiliki bentuk dasar. Satuan yang diulang
disebut bentuk dasar atau environment-nya. Bentuk dasar selalu berupa
satuan yang terdapat dalam penggunaan bahasa. Misalnya,
berdesak-desakkan bentuk dasarnya berdesakan. Bentuk dasar bagi kata ulang
penting bagi penentuan golongan pengulangan. Kata kebiru-biruan dari
bentuk dasar kebiruan, maka bentuk pengulangan sebagian. Jika dikatakan
kebiru-biruan dari bentuk dasar biru, maka termasuk golongan
pengulangan yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks.
(Ramlan, 1997:68).
Menurut (Ramlan, 2009), pengulangan digolongkan menjadi empat
golongan :
1. Pengulangan seluruh, ialah pengulangan seluruh bentuk dasar,
tanpa penambahan fonem dan tidak berkombinasi dengan proses
pembubuhan afiks. Misalnya :
sepeda sepeda-sepeda
buku buku-buku
22
pembangunan pembangunan-pembangunan
pengertian pengertian-pengertian
2. Pengulangan sebagian, ialah pengulangan sebagian dari bentuk
dasarnya. Bentuk dasar tidak diulang seluruhnya dan hampir semua
bentuk dasarnya berupa bentuk kompleks. Yang berupa bentuk
tunggal, hanyalah:
laki lelaki
tamu tetamu
berapa beberapa
pertama pertama-tama
segala segala-gala
Apabila, bentuk dasar berupa bentuk kompleks,
kemungkinan-kemungkinan bentuknya sebagai berikut:
a. Bentuk meN-. Misalnya:
mengambil mengambil-ambil
membaca membaca-baca
menjalankan menjalan-jalankan
b. Bentuk di-. Misalnya:
ditarik ditarik-tarik
ditanami ditanam-tanami
disodorkan disodor-sodorkan
c. Bentuk ber-. Misalnya:
berjalan berjalan-jalan
bermain bermain-main
berlarut berlarut-larut
d. Bentuk ter-. Misalnya:
terbatuk terbatuk-batuk
terjatuh terjatuh-jatuh
e. Bentuk ber-an. Misalnya:
berlarian berlari-larian
berdekatan berdekat-dekatan
f. Bentuk –an. Misalnya:
minum minum-minuman
sayur sayur-sayuran
g. Bentuk ke-. Misalnya:
kedua kedua-dua
3. Pengulangan yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks,
yakni pengulangan terjadi bersama-sama dengan proses
pembubuhan afiks dan bersama-sama mendukung satu fungsi.
Misalnya :
kereta kereta-keretaan
rumah rumah-rumahan
putih keputih-putihan
luas seluas-luasnya
24
4. Pengulangan dengan pengubahan fonem, yakni kata yang diulang
seluruhnya dengan perubahan fonem. Misalnya :
gerak gerak-gerik.
serba serba-serbi
lauk lauk-pauk
sayur sayur-mayur
Menurut Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (TBBI, 2003),
reduplikasi atau pengulangan adalah proses penurunan kata dengan
perulangan, baik secara utuh maupun secara sebagian. Menurut bentuknya,
reduplikasi dapat dibagi menjadi empat kelompok yakni:
1. Perulangan utuh, misalnya:
rumah-rumah,
buku-buku,
gunung-gunung
2. Perulangan salin suara, misalnya:
warna-warni,
corat-coret,
sayur-mayur
3. Perulangan sebagian, misalnya:
Orang-orang tua,
rumah-rumah sakit,
surat-surat kabar
4. Perulangan yang disertai pengafiksan.
Bangun-bangunan,
main-mainan,
padi-padian.
Makna reduplikasi dapat digambarkan dengan diagram di bawah
ini, diikuti oleh maknanya masing-masing:
Skema 1
Makna Bentuk Reduplikasi
Keanekaan
1. ketaktunggalan sejenis
kekolektifan
Makna Reduplikasi berbagai
Rupa
2. Kemiripan
Cara
Gorys Keraf dalam Tata Bahasa Rujukan Bahasa Indonesia, 1991,
berpendapat bahwa kata ulang adalah kata yang terjadi karena proses
reduplikasi atau pengulangan kata, dan dapat dibagi sebagai berikut:
a. Dwipurwa yaitu vokal dari suku kata awal mengalami pelemahan
dan bergeser ke posisi tengah, seperti: tetangga, leluhur, leluasa.
b. Dwilingga (kata ulang utuh atau penuh) reduplikasi atas seluruh
26
c. Dwilingga salin suara yaitu reduplikasi atas seluruh bentuk dasar
yang salah satunya mengalami perubahan suara pada suatu fonem
atau lebih, seperti: gerak-gerik, sayur-mayur.
d. Kata ulang berimbuhan yaitu reduplikasi dengan mendapat
imbuhan, baik pada lingga pertama maupun pada lingga kedua,
seperti: bermain-main, tarik-menarik.
e. Kata ulang semu yakni kata yang sebenarnya merupakan kata dasar
dan bukan hasil pengulangan atau reduplikasi, seperti: laba-laba,
ubur-ubur, undur-undur, kupu-kupu, empek-empek.
Dalam penulisan ini, peneliti memutuskan untuk menggunakan
jenis pengulangan Ramlan (2009: 69) yakni (a) pengulangan seluruh/utuh,
(b) pengulangan sebagian, (c) pengulangan yang berkombinasi dengan
proses pembubuhan afiks, (d) pengulangan dengan perubahan fonem,
seperti pada kata bolak-balik, namun jenis terakhir ini oleh Dardjowidjojo
(2000:191) disebut reduplikasi salin suara. Karena itu peneliti memilih
jenis yang keempat dari istilah Dardjowidjojo.
2.2.5 Anak Usia Lima Tahun
Anak usia lima tahun, anak-anak mulai memasuki usia pra sekolah
dasar mereka mulai belajar struktur tata bahasa yang lebih rumit. Menurut
Piaget dalam Suparno, anak usia lima tahun masuk dalam periode
praoperasional yakni anak mulai menggunakan simbol-simbol untuk
merepresentasi dunia (lingkungan) secara kognitif. Simbol-simbol itu
seperti: kata-kata dan bilangan yang dapat menggantikan objek, peristiwa
dan kegiatan (tingkah laku yang tampak).
2.2.6 Konteks Data Tuturan
Dalam proses pemerolehan bahasa anak, peranan konteks sangatlah
penting dalam usaha memaknai tuturan. Para pakar berpendapat bahwa
28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini dipaparkan mengenai : (1) Jenis Penelitian, (2)
Subjek Penelitian, (3) Teknik Pengumpulan Data, (4) Instrumen
Penelitian, (5) Teknik Analisis Data, (6) Trianggulasi. Keenam hal
tersebut akan dijelaskan secara terperinci dalam setiap subbab berikut.
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan
deskriptif kualitatif. Menurut Arikunto (1990:309) penelitian deskripstif
merupakan penelitian mengenai keadaan gejala menurut apa adanya pada
saat penelitian dilakukan. Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk
menguji hipotesis tertentu, melainkan hanya menggambarkan dengan “apa
adanya” suatu variabel, gejala atau suatu keadaan. Artinya dalam
melakukan suatu penelitian, peneliti menjadi instrumen kunci (key
instrument) baik dalam proses pengumpulan data maupun analisis datanya.
Peneliti berperan dalam memperoleh data yang bersifat alamiah.
Kealamiahan itu tampak pada data penelitian yang berupa tuturan-tuturan
Kukuh dalam konteks kesehariannya. Konteks alamiah keseharian Kukuh
tersebut sebagai sumber data tuturan langsung yang mencerminkan
aktivitas berbahasa Kukuh. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode observasi berperan serta (participant observation).
3.2 Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah anak umur lima tahun bernama
Kukuh Arya Renanto. Lahir di Yogyakarta 29 Januari 2007. Sejak usia
lima bulan Kukuh diasuh oleh Paman dan Bibinya (kakak dari ibu
kandung Kukuh). Kukuh dirawat oleh Paman dan Bibi serta kedua anak
perempuannya. Mereka berasal dari keluarga menengah. Beralamat di
Pujokusuman MG I/476 Yogyakarta dan bersekolah di TK Kanisius
Kintelan Yogyakarta yang letaknya tidak jauh dari rumahnya.
Kukuh (5:2) saat mengikuti lomba drumband mewakili sekolahnya.
Dalam kesehariannya Kukuh sering menggunakan bahasa
pertamanya yakni bahasa Indonesia. Kukuh menggunakan bahasa
teman-30
teman bermainnya. Namun, karena tempat tinggal Kukuh berada di
lingkungan yang masih kental menggunakan bahasa Jawa, Kukuh
terkadang ikut terbawa menggunakan bahasa Jawa. Hal inilah yang
membuat Kukuh terkadang mencampur kedua bahasa yakni bahasa Jawa
dan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi sehari-hari.
Kukuh merupakan anak yang aktif, suka bermain, dan antusias
dalam belajar segala hal. Kemampuan berkomunikasi dengan orang
disekitarnya pun lancar dan aktif. Dia selalu memberi respon pada sesuatu
yang dilihatnya dan berusaha menanyakan sesuatu yang belum pernah
dilihat sebelumnya.
3.2.1 Lokasi Penelitian
Lokasi yang dipilih oleh peneliti untuk mengobservasi objek
penelitian yakni, tempat tinggal Kukuh Arya Renanto yang beralamat di
Pujokusuman MGI/476 RT 22 RW 05 Kelurahan Keparakan Kecamatan
Mergangsan Yogyakarta.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, peneliti sendiri
bertindak sebagai instrumen kunci (key instrument), baik dalam
pegumpulan data maupun dalam menganalisis data. Karena itu penelitian
ini menggunakan metode observasi (participant observation). Peneliti
mengobservasi dan berperan serta sebagai pengamat dalam lingkungan
keseharian Kukuh Arya Renanto. Ada beberapa alasan peneliti
memanfaatkan pengamatan untuk mengumpulkan data. Pertama seorang
anak kecil berusia lima tahun akan sangat sulit jika diteliti dengan model
tes dan wawancara. Kedua, melalui pengamatan memungkinkan peneliti
mengetahui data yang berupa ujaran yang dihasilkan secara alamiah.
Ketiga, peneliti dapat memberikan perhatian penuh kepada subjek
penelitian. Beberapa alasan yang dikemukakan oleh Guba dan Lincoln (via
Moleong, 2006 : 174) mempertegas alasan pemanfaatan pengamatan
tersebut. Teknik pengamatan ini didasarkan atas pengalaman langsung,
memungkinkan peneliti melihat dan mengamati sendiri, menacatat
peristiwa dan perilaku tindak tutur yang terjadi pada subjek, dan juga
mampu memahami situasi-situasi rumit.
Usaha pengumpulan data dilakukan melalui pencatatan lapangan
secara teliti dengan kegiatan pencatatan serta kegiatan pengamatan
langsung terhadap tuturan yang dihasilkan oleh anak Kukuh. Pengumpulan
data ini dilakukan mulai bulan Maret 2012 sampai Mei 2012.
Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengumpulkan data adalah :
1. Observasi
2. Wawancara dengan orang tua subjek (Paman dan Bibi subjek)
3. Keterlibatan peneliti dengan subjek penelitian
4. Pencatatan dan perekaman
5. Transkrip data pencatatan
32
3.4 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan untuk
memperoleh data penelitian. Instrumen yang digunakan untuk
mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri melalui
wawancara kepada orang-orang yang dekat dengan Kukuh, pengamatan
dilakukan oleh peneliti dengan mengajak subjek penelitian berkomunikasi
untuk merespon kemampuan berbicaranya. Peneliti memberikan
pancingan kepada subjek agar subjek dapat menghasilkan ujaran secara
alami. Ujaran yang dihasilkan secara alami itu juga diamati dan direkam
untuk memperoleh data.
3.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah teknik bagaimana data yang sudah
dikumpulkan melalui pengamatan dan pencatatan, kemudian ditranskrip
untuk dianalisis berdasarkan kriteria analisis yang telah ditetapkan di atas.
Analisis data tuturan Kukuh mengikuti prosedur sebagai berikut:
a. Tahap pertama adalah klasifikasi data. Data tuturan yang
terkumpul diklasifikasikan menurut jenis-jenis kata ulang.
b. Tahap kedua mengidentifikasi data. Setelah mengklasifikasikan
tuturan menurut jenis-jenis kata ulangnya, prosedur berikutnya
peneliti mengidentifikasikan tuturan-tuturan Kukuh, menurut
komponen-komponen dari masing-masing jenis kata ulang
mencakup: kata ulang seluruh/utuh, kata ulang sebagian dan
kata ulang salin suara. Komposis atau proses kata ulang dengan
indikator seperti yang digariskan dalam 2.2.4.
c. Tahap ketiga adalah mendeskripsikan data. Setiap komponen
dari ketiga aspek kata ulang, diamati penggunaannya dalam
tuturan subjek. Tuturan mana yang mengandung kata ulang
seluruhnya, kata ulang sebagian, dan kata ulang salin-suara.
Bagan organisasi datanya dapat digambarkan sebagai berikut.
Skema 2
Organisasi Data Tuturan
Pengamatan yang dilakukan melalui proses yang panjang sebelum
akhirnya menghasilkan sebuah hipotesis atau teori yang diharapkan.
Penekanan penelitian pemerolehan ini seperti yang tergambar
dalam formula berikut ini:
D A T A
Kata Ulang
Kata Ulang Seluruh/Utuh
Kata Ulang Sebagian
Kata Ulang Salin-suara
Data Hipotesis D H2 . . . . Teori yang diharapkan
34
Formula tersebut diadaptasi dari model Kibrik yang dikutip
Widharyanto (2000:115). Intinya adalah bahwa untuk menemukan teori
pemerolehan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua Kukuh yang
diharapkan. Langkah-langkah penelitian yang ditempuh peneliti melalui
suatu proses panjang yang berkesinambungan. Langkah-langkah itu adalah
menganalisis data 1, diikuti dengan pembuatan abstraksi atau hipotesis 2,
hipotesis dihadapkan pada data 3, dan dilanjutkan dengan revisi hipotesis 2
menjadi hipotesis 3, dan begitu seterusnya sampai data terakhir dan
hipotesis itu tidak mengalami revisi lagi atau hingga data itu memberikan
makna untuk ditarik kesimpulan akhir.
3.5.1 Kodifikasi Data (Coding)
Kode merupakan singkatan atau simbol yang diterapkan pada
sekelompok kata dalam hal ini tuturan Kukuh yang terdapat dalam
catatan-catatan lapangan maupun hasil rekaman. Maksudnya pemberian kode
terhadap setiap tuturan dalam interaksi dengan Kukuh, sesuai dengan
kategorinya. Sebagaimana dikatakan Miles & Huberman (1992), kode
merupakan kategori-kategori yang dikembangkan dari permasalahan
penelitian yang ditemukan selama berada di lapangan penelitian.
Dalam analisis ini, deskripsi pemeroleh kata ulang Kukuh akan
diamati menurut aspek-aspek pemerolehannya, mengikuti kode-kode
sebagai berikut:
Kode I : Pengulangan seluruh/utuh, pengulangan seluruh bentuk
dasarnya.
Kode II : Pengulangan sebagian dari bentuk dasarnya.
Kode III : Pengulangan dengan perubahan fonem atau pengulangan
salin suara.
Apabila disajikan data utuh, maka kode untuk data [I,(1)] dapat
dibaca “data pemerolehan kata ulang seluruh/utuh dengan urutan tuturan
pertama”.
3.5.2 Penggunaan Konteks dalam Tuturan Kukuh
Analisis tuturan anak tidak dapat dipisahkan dari konteks yang
menyertainya. Kontekslah yang menumbuhkan bahasa anak. Analisis
konteks membantu dalam usaha memaknai tuturan. Karena itu, setelah
mendeskripsikan tuturan berdasarkan ketiga jenis kata ulang, penulis akan
mendeskripsikan juga konteks pemunculan sebuah atau sekelompok
tuturan subjek Kukuh.
Kartomiharjo (1992:13) mengelompokkan konteks ke dalam
delapan jenis yang berpengaruh dalam penafsiran makna sebuah tuturan
seseorang. Konteks tersebut adalah konteks situasional, konteks tempat
dan waktu, konteks topik, saluran yang dipergunakan, kode, bentuk pesan
berikut isinya, konteks nada pembicaraan.
Konteks tempat (setting) mencakup: ruang keluarga, kamar tidur,
36
tempat permainan. Begitu pun menyangkut konteks speaking, di mana
memunculkan topik-topik pembicaraan tertentu pada Kukuh. Di samping
itu tuturan Kukuh juga dipengaruhi oleh adanya konteks situasi dan
konteks waktu.
Dalam penelitian ini penulis hanya akan memilih menggunakan
empat macam konteks yang mempengaruhi tuturan Kukuh yakni konteks
topik, konteks waktu dan tempat serta konteks situasi sosialnya. Konteks
topik menyangkut keseluruhan masalah yang dibicarakan atau pokok yang
diceritakan dalam tuturan keseharian subjek Kukuh. Konteks waktu dan
tempat mengacu pada kapan dan di mana pembicaraan atau cerita itu
berlangsung. Konteks situasi menunjuk pada kondisi sosial sesaat yang
meliputi subjek dan partisipan di dalamnya yang sifatnya situasional.
Pemilihan konteks ini didasarkan pada data tuturan subjek Kukuh.
Dari data yang ada diketahui bahwa tuturan-tuturan Kukuh yang ternyata
tidak terlalu melibatkan banyak konteks sebagaimana layaknya tuturan
orang dewasa. Tuturan Kukuh seperti kebanyakan tuturan anak sebaya
lainnya, kalimatnya pendek-pendek, topiknya diceritakan secara
singkat-singkat dan cepat berganti atau berpindah ke topik berikutnya.
Pengamatan selama proses penelitian membuktikan bahwa satu
konteks tertentu bisa memunculkan beberapa tuturan sekaligus, demikian
juga sebaliknya sebuah tuturan yang mengandung kata ulang bisa
dihasilkan dari beberapa konteks. Kombinasi antara keempat konteks ini
dalam tuturan subjek Kukuh, sudah dapat membantu peneliti dalam
menginterpretasikan suatu wacana yang baik (Kartomiharjo, 1992:15).
Apabila diskemakan, maka deskripsi pemerolehan kata ulang dalam
tuturan Kukuh dapat diungkap dengan indikator sebagai berikut.
Skema 3
Indikator Data Tuturan Kukuh
Topik
Waktu
Tempat
Situasi
Di samping itu, pengembangan piranti wacana untuk anak pada
umumnya berbentuk percakapan antara anak dan orang dewasa atau anak
dengan anak lainnya. Percakapan seperti ini dapat berjalan lancar, menurut
Dardjowidjojo (2000:47) didukung adanya tiga faktor.
Pertama, pendengarnya adalah orang dekat seperti ayah, ibu,
pakde, bude, nenek, kakak adik, atau sepupu sebaya lainnya. Mereka
mengenal anak dengan perilakunya sehingga dapat memahami apa yang
dikatakannya.
Kedua, pendengar memberikan dukungan konversasional kepada
anak. Tidak jarang dalam suatu percakapan, orang dewasa memberikan K
O
N
T
E
K
S
38
dukungan yang berupa kalimat untuk memancing atau membimbing
kelanjutan pembicaraan. Kalimat seperti Habis itu, ke mana Si Kancil
pergi?, Lalu diapain singa jahat itu?, dan Terus?
Ketiga, hal yang dibicarakan umumnya berkaitan dengan hal sini
dan kini (konsep here and now). Keberadaan dan kekonkretan benda serta
rujukan pada peristiwa atau perbuatan yang sedang berlangsung
memudahkan anak untuk berbicara. Sedangkan pada orang dewasa,
“bantuan-bantuan” seperti ini boleh dikatakan tidak ada. Pembicara
dewasa dapat secara independen meneruskan pembicaraan.
3.6 Trianggulasi
Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 2006:
330).
Trianggulasi dengan sumber berarti membandingkan dan
mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh
melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Patton via
Moleong, 1987: 331). Hal ini dapat dicapai dengan jalan: (1)
membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara; (2)
membandingkan apa yang dikatakannya secara pribadi; (3)
membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian
dengan apa yang dikaitkannya sepanjang waktu; (4) membandingkan
keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan
pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan
menengah atau tinggi, orang berada, orang pemerintahan; (5)
membandingkan hasil wawancara dengan suatu isi dokumen yang
berkaitan.
Jadi trianggulasi berarti cara terbaik untuk menghilangkan
perbedaan-perbedaan kontruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu
studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai kejadiaan dan
hubungan dari berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai pandangan.
Dengan kata lain bahwa dengan trianggulasi, peneliti dapat mengoreksi
atau me-recheck temuannya dengan jalan membandingkannya dengan
40
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada subbab ini peneliti mendeskripsikan temuan pemerolehan kata
ulang tuturan Kukuh Arya Renanto, anak usia lima tahun. Data diambil
ketika Kukuh berumur lima tahun. Pengambilan data dilakukan dengan
pengamatan secara langsung dan perekaman. Secara operasional urutan
penyajiannya sebagai berikut: (1) deskripsi temuan penelitian kata-kata
ulang, (2) analisis pemerolehan kata ulang, (3) analisis urutan
pemerolehannya, dan (4) trianggulasi. Keseluruhan bab ini diakhiri dengan
kesimpulan terhadap hasil penelitian. Data dan konteks tuturan
selengkapnya terdapat dalam lampiran 1.
4.1 Deskripsi Temuan Penelitian Kata-kata Ulang
Pada sub bab ini peneliti mendeskripsikan temuan penelitian kata
ulang Kukuh. Data diambil selama Kukuh berusia lima tahun.
Pengambilan data berupa perekaman dan pencatatan saat Kukuh Arya
Renanto berumur lima tahun dua bulan (5;2) sampai lima tahun empat
bulan (5;4). Data tersebut diambil dalam konteks alamiah keseharian yang
dialami subjek ketika sedang bermain, bersantai, belajar di rumah,
bercerita ataupun saat-saat senggang waktunya. Pemanfaatan konteks
dalam deskripsi ini dimaksudkan untuk membantu pemaknaan tuturan
yang terdapat dalam tuturan Kukuh Arya Renanto.
Deskripsi dari temuan penelitian tersebut akan disajikan dalam
tabel 1 yang memuat ketiga jenis kata ulang perolehan Kukuh, sedangkan
deskripsi tuturan beserta konteks masing-masing terdapat pada bagian
lampiran sesuai rujukan kode dari setiap tabelnya.
Tabel 1
Kata Ulang yang Terdapat dalam Tuturan Kukuh
Jenis Kata Ulang Cuplikan Data Tuturan Rujukan Kode
42
4.1.1 Urutan Kata Ulang berdasarkan Frekuensi Pemunculannya.
Pada sub bagian ini peneliti akan mengurut-urutkan data temuan
penelitian menurut kata ulang dalam tuturan subjek Kukuh berdasarkan
frekuensi pemunculannya. Frekuensi ini mengacu pada tingkat keseringan
munculnya kata ulang dalam tuturan Kukuh disertai aspek kebenaran,
seperti yang disyaratkan dalam 3.5 Teknik Analisis Data. Lebih lanjut,
penentuan urutan berdasarkan frekuensi pemunculan ini dimaksudkan
untuk mengetahui tingkat produktivitas pemerolehan kata ulang dalam
produksi Kukuh.
Kata ulang tersebut masih diperincikan lagi ke dalam jenis kata
ulang, meliputi kata ulang seluruh/utuh, kata ulang sebagian, kata ulang
salin suara.
Pengurutan ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan jenis kata
ulang mana dari ketiga jenis kata ulang tersebut yang paling tinggi
frekuensi pemunculannya dalam tuturan Kukuh umur lima tahun.
Frekuensi pemunculan tertinggi akan menunjukkan tingkat penguasaan
kata ulang oleh subjek Kukuh.
Urutan pemunculan dari setiap aspek kata ulang di atas akan
disajikan dalam bentuk tabel-tabel, sedangkan untuk menentukan frekuensi
pemunculan akan dinyatakan dalam persentase (%), seperti di bawah ini.
Tabel 2
Frekuensi Pemunculan Kata Ulang (%)
Frekuensi Pemunculan Kata Ulang Total Kata
Ulang
Rujukan
Kode Utuh/Seluruh Sebagian Salin Suara
70% 20% 10% 68
I 47, II
1-15, III 1-6
Untuk menentukan frekuensi pemunculan dari setiap jenis kata ulang di
atas, peneliti menggunakan rumus sebagai berikut:
a. Frekuensi pemunculan kata ulang utuh/ seluruh diperoleh dari jumlah
data data kata ulang utuh/seluruh dibagi jumlah data kata ulang
seluruhnya dikalikan seratus persen (47 dibagi 68 dikalikan 100%),
44
b. Frekuensi pemunculan kata ulang sebagian diperoleh dari jumlah data
data kata ulang sebagian dibagi jumlah data kata ulang seluruhnya
dikalikan seratus persen (15 dibagi 68 dikalikan 100%), hasilnya 20%.
c. Frekuensi pemunculan kata ulang salin suara diperoleh dari jumlah
data data kata ulang salin suara dibagi jumlah data kata ulang
seluruhnya dikalikan seratus persen (6 dibagi 68 dikalikan 100%),
hasilnya 10%.
4.1.2 Urutan Pemerolehan Berdasarkan Waktu (UWP)
Pada subbab ini peneliti akan mengurutkan temuan data kata ulang
Kukuh Arya Renanto umur lima tahun berdasarkan urutan waktu
pemerolehan (UWP). Urutan waktu yang dimaksudkan dalam penulisan
ini mengacu pada elemen atau satuan gramatikal mana yang diperoleh
lebih awal mendahului yang lain dalam produksi Kukuh melalui
tuturan-tuturannya. Berdasarkan urutan waktu ini pula, penulis mencermati
pengaruhnya terhadap pemerolehan bentuk-bentuk yang kompleks dalam
tuturan yang dihasilkan Kukuh. Urutan waktu ini sekaligus
menggambarkan pelaksanaan penelitian yang sejalan dengan usia
pemerolehan kata ulang di atas.
Data penelitian dikumpulkan selama tiga bulan yang dibagi dalam
tiga tahap penelitian, tahap (1) tanggal 7-31 Maret 2012 pada saat Kukuh
berumur lima tahun dua bulan (5;2), tahap (2) data diambil bulan April
ketika Kukuh berumur lima tahun tiga bulan (5;3), tahap (3) berlangsung
pada bulan Mei 2012 ketika Kukuh berumur lima tahun empat bulan (5;4).
Urutan waktu pemerolehan dari ketiga jenis kata ulang Kukuh
selama tahap pengambilan data, dapat terlihat dalam tabel di bawah ini.
Tabel 3
Urutan Waktu Pemerolehan (UWP) Kata Ulang
Tahap/Umur Kata Ulang
UWP I (5;2)
UWP II (5;3)
UWP III (5;4)
Total Kata Ulang
Utuh/Seluruh 19 18 10 47
Sebagian 3 5 7 15
Salin Suara 2 2 2 6
Total: 24 25 18 68
Dari tabel di atas diketahui bahwa urutan waktu pemerolehan
(UWP) kata ulang Kukuh umur lima tahun, dapat dideskripsikan sebagai
berikut:
a. Urutan waktu pemerolehan (UWP) kata ulang utuh/ seluruh, tahap 1 ketika
Kukuh berumur lima tahun dua bulan (5;2) diperoleh 19 tuturan, tahap 2
ketika Kukuh berumur lima tahun tiga bulan (5;3) diperoleh 18 tuturan,
tahap 3 ketika Kukuh berumur lima tahun empat bulan (5;4) diperoleh 10
tuturan, dengan jumlah total tuturan kata ulang utuh/seluruh sebanyak 47
tuturan.
b. Urutan waktu pemerolehan (UWP) kata ulang sebagian, tahap 1 ketika
Kukuh berumur lima tahun dua bulan (5;2) diperoleh 3 tuturan, tahap 2