PEMEROLEHAN KOSA KATA BAHASA INDONESIA PADA
ANAK USIA 2—3 TAHUN MELALUI PERMAINAN DAN
NYANYIAN
SKRIPSI
OLEH
DITA WULANDARI PANGESTI LESTARI 090701003
DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya buat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.
Medan, Juni 2013
PEMEROLEHAN KOSA KATA BAHASA INDONESIA PADA ANAK USIA 2—3 TAHUN MELALUI PERMAINAN DAN NYANYIAN
Dita Wulandari Pangesti Lestari
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pemerolehan kosa kata bahasa Indonesia pada anak usia 2—3 tahun melalui permainan dan nyanyian dengan tujuan mendeskripsikan bagaimana pemerolehan kosa kata bahasa Indonesia ditinjau dari psikolinguistik behaviorisme dan kosa kata apa yang muncul dalam bahasa anak. Penelitian ini menggunakan teori Psikolinguistik Behaviorisme. Pengumpulan data terlebih dahulu dilakukan dengan menggunakan teknik observasi untuk mengamati ujaran anak-anak terhadap kosa kata bahasa Indonesia. Metode yang digunakan untuk pengumpulan data adalah metode simak. Kemudian untuk mengembangkan metode simak digunakan beberapa teknik, yaitu teknik sadap sebagai teknik dasar, sedangkan teknik lanjutannya adalah teknik simak libat cakap, teknik rekam, teknik gambar, dan teknik catat. Setelah data dikumpulkan, selanjutnya peneliti menganalisis menggunakan metode yang dikemukakan oleh Sudaryanto, yakni metode padan. Teknik dasar yang digunakan untuk menganalisis data tersebut adalah teknik pilah unsur penentu. Teknik lanjutan dari teknik pilah unsur penentu adalah teknik hubung banding menyamakan. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pemerolehan kosa kata bahasa Indonesia anak usia 2—3 tahun melalui permainan dan nyanyian terdiri atas tujuh jenis kosa kata, yaitu kosa kata istilah kekerabatan, nama-nama bagian tubuh, kata ganti, kata bilangan, kata kerja, kata keadaan, dan kata benda-benda.
PRAKATA
Puji syukur kepada Allah Subhanahuwata’ala yang telah memberikan
kesehatan, kemudahan, dan nikmat kepada peneliti sehingga peneliti dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul Pemerolehan Kosa Kata Bahasa Indonesia
pada Anak Usia 2—3 Tahun melalui Permainan dan Nyanyian. Allah yang selalu
mendengar keluh kesah saat hamba-Nya mengalami kesulitan dan selalu
menampung air mata hamba-Nya dalam rintikan doa yang terurai. Shalawat dan
salam juga peneliti ucapkan kepada rasulullah Muhammad
shallahu’alaihiwassalam, semoga beliau memberikan syafaatnya kelak.
Peneliti hanya manusia biasa yang memiliki banyak kekurangan. Peneliti
tidak akan bisa menyelesaikan skripsi ini tanpa dukungan dan semangat semua
pihak yang telah membantu peneliti. Untuk itu peneliti mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Orang tua peneliti, yang tidak pernah berhenti memberikan dukungan dan
semangat kepada peneliti. Khususnya kepada mama Susi Lestari yang bagi
peneliti adalah sosok perempuan yang luar biasa. Tiap butiran keringat
yang telah ditumpahkan adalah doa untuk kesuksesan anak-anaknya.
Seorang ibu yang tidak hanya sekedar melahirkan, merawat, dan
membesarkan kami, namun juga seorang ibu yang kuat dan tegar. Kepada
papa Ramlan Taufik semoga Allah selalu memberkahi papa. Ayah
Murdoko dan ibu Teteh yang sudah peneliti anggap seperti orang tua
2. Dr. Syahron Lubis, M.A., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara. Dr. Husnan Lubis, M.A., sebagai Pembantu
Dekan I, Drs. Syamsul Tarigan, sebagai Pembantu Dekan II, dan Drs.
Yudi Adrian Mulyadi, M.Hum., sebagai Pembantu Dekan III.
3. Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M,Si., sebagai ketua jurusan Sastra
Indonesia FIB USU. Terima kasih atas semua nasihat, bimbingan, dan
perhatian Bapak selama ini. Bapak tidak hanya sekedar ketua jurusan dan
dosen, tapi Bapak bagi peneliti adalah sosok orang tua yang selalu
memberikan dukungan dan motivasi.
4. Drs. Haris Sutan Lubis, M.SP., sebagai sekretaris jurusan Sastra Indonesia
FIB USU. Terima kasih atas falsafah tukang kayu yang pernah Bapak
berikan.
5. Dr. Gustianingsih, M.Hum., yang tidak hanya sebagai dosen pembimbing I,
namun juga sebagai ibu yang selalu memberi semangat kepada peneliti.
Genggaman tangan beliau saat menjelang seminar seperti kekuatan dan
doa dari seorang ibu kepada anaknya. Peneliti sangat bersyukur dibimbing
oleh dosen seperti beliau. Peneliti menyadari begitu banyak kekurangan
yang peneliti miliki, namun berkat kesabaran beliau mendidik peneliti
akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Drs. Amhar Kudadiri, M.Hum., sebagai dosen pembimbing II peneliti
yang telah mendukung dan membantu peneliti menyelesaikan skripsi ini.
Kata-kata semangat yang pernah beliau ucapkan akan selalu peneliti ingat
7. Drs. Namsyah Hot Hasibuan, M.Ling., sebagai dosen wali yang telah
membimbing dan mendukung peneliti selama ini. Perhatian dan nasihat
yang beliau berikan selalu peneliti ingat dan menjadi bekal untuk ke
depannya.
8. Staf pengajar Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara.
9. Kartika Putri atau kak Tika yang telah membantu peneliti dalam hal
administrasi perkuliahan.
10.Adik yang sangat menyebalkan Muhammad Dimas Agung Dwi Cahyo.
Walau semakin hari kau semakin dewasa, tapi bagiku kau tetap adik
kecilku yang sangat kusayang.
11.Nenek Hj. Sutini dan kakek H. Misran Toepono atas dukungan untuk terus
menyemangati peneliti. Peneliti selalu ingat ucapan kakek bahwa
tanggung jawab bukan beban. Skripsi ini juga bukan beban, melainkan
tanggung jawab peneliti sebagai mahasiswa S1.
12.Kakak-kakak CMR, Emma Marsella, Siti Ayu Nurhidayati, Riski
Handayani, dan Andryana Sari. Kalian lebih dari sekedar sahabat.
Pertengkaran dan gelakan tawa yang sering bergumul dalam persaudaraan
kita semoga dapat menjadi warna-warni cerita kita di masa depan. Semoga
di masa depan kita menjadi sosok yang berguna bagi masyarakat.
13.Teman-teman sepermainan Daud, Iyem, Imah, Riski, Ijal, Devi, John, dan
14.Teman-teman KBSM (Komunitas Biola dan Seniman Medan) khususnya
Mas Andi Suhendri, Ipeh, Kakang Wanda, dan Bang Didi atas semangat
untuk tidak mengatakan jenuh dalam mempermainkan nada-nada. Kalian
adalah teman-teman yang luar biasa bagi peneliti. Kalian mengajarkan
kepada peneliti bahwa kerumitan hidup tidak menjadi penghalang untuk
terus berkreasi dan melangkah maju hingga orang melihat kalian sebagai
sosok yang luar biasa.
15.Teman-teman stambuk 2009 dan 2008 atas semangat yang saling
ditularkan. Semoga pertemanan kita terus terjaga.
16.Saudara-saudara di BTM Al-Iqbal yang senantiasa memberikan dorongan
positif saat peneliti merasa jenuh dalam menapaki kehidupan yang penuh
dengan ujian ini.
17.Adik-adik yang menjadi subjek penelitian peneliti, Rian, Nauval, Ara,
Rara, dan Nasywa.
18.Semua pihak yang telah mendukung peneliti dalam penyelesaian skripsi
ini.
Peneliti menyadari skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, namun
peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Medan, Juni 2013
DAFTAR ISI
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep ... 8
2.1.1 Bahasa dan Pemerolehan Bahasa Anak ... 8
2.1.2 Kosa Kata ... 9
2.1.3 Permainan ... 11
2.1.4 Nyanyian ... 12
2.2 Landasan Teori ... 13
2.2.1 Pemerolehan Bahasa ... 13
2.2.3 Psikolinguistik Behaviorisme ... 15
2.3 Tinjauan Pustaka ... 16
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20
3.2 Sumber Data Penelitian ... 20
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 21
3.4 Metode dan Teknik Analisis Data ... 23
BAB IV PEMEROLEHAN KOSA KATA BAHASA INDONESIA PADA ANAK USIA 2—3 TAHUN MELALUI PERMAINAN DAN NYANYIAN 4.1 Pemerolehan Kosa Kata Bahasa Indonesia pada Anak Usia 2—3 Tahun melalui Permainan dan Nyanyian Ditinjau dari Psikolinguistik Behaviorisme... 31
4.2 Jenis Kosa Kata dalam Bahasa Anak Usia 2—3 Tahun melalui Permainan dan Nyanyian ... 38
4.2.1 Jenis Kosa Kata dalam Bahasa Anak Usia 2—3 Tahun melalui Permainan ... 38
4.2.1.1 Permainan Kartu Bergambar... 38
4.2.1.2 Permainan Sandiwara Boneka ... 42
4.2.1.3 Permainan Susun Warna ...45
4.2.1.5 Permainan Harta Karun ... 49
4.2.2 Jenis Kosa Kata dalam Bahasa Anak Usia 2—3 Tahun melalui Nyanyian ... 51
4.2.2.1 Nyanyian Dua Mata Saya ... 52
4.2.2.2 Nyanyian Bangun Tidur ... 55
4.2.2.3 Nyanyian Balonku ... 57
4.2.2.4 Nyanyian Bintang Kecil ... 59
4.2.2.5 Nyanyian Satu Satu Aku Sayang Ibu ... 62
4.2.2.6 Nyanyian Lihat Kebunku ... 64
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 66
5.2 Saran ... 67
DAFTAR PUSTAKA
PEMEROLEHAN KOSA KATA BAHASA INDONESIA PADA ANAK USIA 2—3 TAHUN MELALUI PERMAINAN DAN NYANYIAN
Dita Wulandari Pangesti Lestari
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pemerolehan kosa kata bahasa Indonesia pada anak usia 2—3 tahun melalui permainan dan nyanyian dengan tujuan mendeskripsikan bagaimana pemerolehan kosa kata bahasa Indonesia ditinjau dari psikolinguistik behaviorisme dan kosa kata apa yang muncul dalam bahasa anak. Penelitian ini menggunakan teori Psikolinguistik Behaviorisme. Pengumpulan data terlebih dahulu dilakukan dengan menggunakan teknik observasi untuk mengamati ujaran anak-anak terhadap kosa kata bahasa Indonesia. Metode yang digunakan untuk pengumpulan data adalah metode simak. Kemudian untuk mengembangkan metode simak digunakan beberapa teknik, yaitu teknik sadap sebagai teknik dasar, sedangkan teknik lanjutannya adalah teknik simak libat cakap, teknik rekam, teknik gambar, dan teknik catat. Setelah data dikumpulkan, selanjutnya peneliti menganalisis menggunakan metode yang dikemukakan oleh Sudaryanto, yakni metode padan. Teknik dasar yang digunakan untuk menganalisis data tersebut adalah teknik pilah unsur penentu. Teknik lanjutan dari teknik pilah unsur penentu adalah teknik hubung banding menyamakan. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pemerolehan kosa kata bahasa Indonesia anak usia 2—3 tahun melalui permainan dan nyanyian terdiri atas tujuh jenis kosa kata, yaitu kosa kata istilah kekerabatan, nama-nama bagian tubuh, kata ganti, kata bilangan, kata kerja, kata keadaan, dan kata benda-benda.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemerolehan bahasa adalah pemerolehan bahasa, seperti fonologi,
morfologi, semantik, dan sintaksis terhadap anak-anak sebagai bahasa pertama.
Pemerolehan fonologi adalah pemerolehan terhadap bunyi ujaran, pemerolehan
morfologi adalah pemerolehan bentuk-bentuk kosa kata, afiksasi, reduplikasi, dan
komposisi, pemerolehan semantik adalah pemerolehan kosa kata dasar, makna
dasar, dan makna gramatikal bahasa, serta pemerolehan sintaksis adalah
pemerolehan dalam bidang sintaksis. Pemerolehan bahasa pertama ini terjadi pada
anak usia 1—5 tahun.
Bahasa merupakan media yang dapat digunakan anak untuk memperoleh
nilai-nilai budaya, moral, agama, dan nilai-nilai lainnya dari masyarakat. Dalam
proses perkembangan, semua anak manusia yang normal paling sedikit
memperoleh satu bahasa. Setiap anak yang normal akan memperoleh suatu bahasa
yaitu bahasa pertama atau bahasa asli (bahasa ibu) dalam tahun-tahun pertama
kehidupannya di dunia ini. Anak-anak biasanya sudah dapat berkomunikasi secara
bebas saat anak mulai masuk sekolah (Tarigan 1988: 95).
anak dapat memperoleh banyak kosa kata melalui permainan.
Anak-anak sangat suka bermain karena Anak-anak dapat tertawa dan merasa bahagia. Selain
itu, bermain dapat semakin mendekatkan keakraban orang tua dengan anak.
Nama permainan ini adalah Hidung dan Jari Kaki. Permainan ini akan
meningkatkan koordinasi dan keseimbangan anak dan kemampuan anak untuk
mengingat apa yang didengar anak. Cara bermainnya adalah:
1. Duduk berhadapan dengan anak dan tanyakan, “Apakah kamu dapat
melakukan apa yang ibu lakukan?”
2. Gunakan kedua tangan Anda untuk menyentuh hidung Anda dan
tanyakan, “Apakah kamu dapat menyentuh hidungmu?” Puji anak
Anda kalau dia meniru Anda.
3. Sekarang tanyakan, “Apakah kamu dapat menyentuh jari kakimu?”
Gunakan kedua tangan untuk menyentuh jari kaki Anda.
4. Katakan “Bagus! Sekarang apakah kamu dapat menyentuh hidungmu
dan jari kakimu?”. Sentuh hidung Anda terlebih dahulu, kemudian
jari-jari kaki Anda agar ditiru anak Anda.
5. Lanjutkan ke pasangan bagian badan yang lain.
Anak-anak pada dasarnya suka meniru apa pun yang anak lihat atau anak
dengar yang berada di sekitar anak. Untuk itu, orang tua dan orang-orang yang
ada di sekitar anak tersebut sebaiknya tidak pernah mengeluarkan kata-kata tabu
dan tidak pantas ketika berada di dekat anak karena anak itu pasti akan meniru
ucapan yang didengar anak. Sebagai contoh seorang anak yang berusia 4 tahun
bernama Nabila yang dalam lingkungan sehari-harinya, ibu, paman, bibi, dan
orang-orang yang berada di dekat Nabila seperti tetangganya sering sekali
mengucapkan kata-kata tabu seperti “anjing kau!”, “babi kau!” yang tidak pantas
didengar anak itu kemudian ditiru lalu diucapkan anak dan anak tahu kapan saja
kata-kata tabu itu bisa diucapkan. Misalnya ketika marah kepada seseorang,
bahkan kepada ibunya pun Nabila akan mengucapkan kata tabu. Reaksi ibunya
saat itu adalah tidak marah, melainkan tertawa karena merasa lucu anaknya bisa
mengucapkan kata tabu itu. Akhirnya anak tahu bahwa anak boleh kapan saja dan
kepada siapa saja mengucapkan kata tabu itu karena ibunya tidak marah jika anak
mengucapkannya. Seharusnya anak-anak seperti Nabila diberi kata-kata positif
dan dorongan yang positif seperti melakukan permainan karena dapat
memperbanyak kosa kata.
Macmillan (2004: 6) seorang ahli psikologi pendidikan dalam bukunya
Permainan Kata dan Musik mengatakan bahwa antara umur 7 dan 12 bulan, suara
ocehan bayi mulai berubah hampir tanpa dapat dideteksi. Lebih banyak huruf mati
(konsonan) yang dapat diucapkan, dan pada usia 12 bulan seorang bayi
mengucapkan kata pertamanya. Orang tua yang membesarkan anak dengan cara
normal, mencintai, dan cepat menanggapi merupakan dasar untuk membantu
anak mencapai potensi intelektualnya. Orang tua dapat mengembangkan
kemampuan berbahasa anak dengan banyak mengajaknya berbicara, dan
menganjurkan agar anak merespons stimulus yang diberikan oleh orang tuanya.
Tidak hanya melalui permainan, Macmillan (2004: 6) mengatakan musik
juga dapat membantu anak-anak dalam belajar memperoleh kosa kata, dalam hal
ini khususnya kosa kata bahasa Indonesia. Caranya adalah dengan mengajarkan
anak nyanyian seperti nyanyian Dua Mata Saya yang dapat membantunya
di bidang linguistik sangat tertarik untuk mengetahui bagaimana sebuah
permainan dan nyanyian dapat membuat seorang anak memperoleh kosa kata
bahasa Indonesia. Inilah yang menjadi alasan peneliti memilih judul ini.
Anak-anak yang menjadi subjek penelitian dalam penelitian ini adalah
anak-anak yang berusia 2—3 tahun sebanyak lima orang anak. Teori yang
digunakan untuk mendukung penelitian ini adalah psikolinguistik behaviorisme
atau psikolinguistik perilaku. Teori behaviorisme ini diperkenalkan oleh John B.
Watson (1878- 1958) seorang ahli psikologi berkebangsaan Amerika (Chaer 2009:
3). Tujuan utama psikolinguistik behaviorisme ini adalah mencoba mengkaji
perilaku manusia yang berupa reaksi apabila suatu rangsangan terjadi, dan
selanjutnya bagaimana mengawasi dan mengontrol perilaku itu. Jadi, melalui
sebuah permainan dan nyanyian bagaimana mengkaji perilaku anak yang berupa
reaksi apabila suatu rangsangan terjadi melalui bahasa.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas yang menjadi
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pemerolehan kosa kata bahasa Indonesia pada anak usia 2—3
tahun melalui permainan dan nyanyian ditinjau dari psikolinguistik
behaviorisme?
2. Jenis kosa kata apa yang muncul dalam bahasa anak usia 2—3 tahun
1.3Batasan Masalah
Suatu penelitian harus memiliki batasan agar penelitian itu lebih fokus
terhadap sesuatu yang menjadi masalah dalam penelitian tersebut. Penelitian ini
membahas tentang pemerolehan kosa kata bahasa Indonesia pada anak usia 2—3
tahun melalui permainan dan nyanyian. Anak yang menjadi subjek penelitian
dalam penelitian ini adalah anak normal dan tidak memiliki cacat fisik dan mental.
Berikut adalah nama-nama permainan dan judul-judul nyanyian yang
menjadi batasan masalah dalam penelitian ini:
1. Permainan
a. Permainan sandiwara boneka
b. Permainan kartu bergambar
c. Permainan susun warna
d. Permainan harta karun
e. Permainan bos
2. Nyanyian
a. Dua Mata Saya (Tanpa Nama)
b. Bangun Tidur (Pak Kasur)
c. Balonku (A. T. Mahmud)
d. Bintang Kecil (Daljono)
e. Satu Satu Aku Sayang Ibu (Tanpa Nama)
1.4 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk menjelaskan pemerolehan kosa kata bahasa Indonesia pada anak
usia 2—3 tahun melalui permainan dan nyanyian ditinjau dari
psikolinguistik behaviorisme.
2. Untuk mengetahui jenis kosa kata yang muncul dalam bahasa anak usia
2—3 tahun melalui permainan dan nyanyian.
1.5Manfaat
1.5.1 Manfaat Teoretis
Secara teoretis, manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:
1. Memberikan gambaran mengenai pemerolehan kosa kata bahasa
Indonesia pada anak usia 2—3 tahun melalui permainan dan nyanyian.
2. Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti dan pembaca mengenai
pemerolehan kosa kata bahasa Indonesia pada anak usia 2—3 tahun
melalui permainan dan nyanyian.
3. Sebagai sumber referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan
penelitian di bidang psikolinguistik khususnya pemerolehan kosa kata
1.5.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini secara praktis dapat dijadikan sebagai:
1. Membantu orang tua untuk memudahkan anak dalam memperoleh kosa
kata bahasa Indonesia melalui permainan dan nyanyian.
2. Sebagai pengetahuan baru bagi mahasiswa di luar program studi Sastra
Indonesia dan masyarakat mengenai pemerolehan kosa kata bahasa
BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang di
luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi
2007: 588). Konsep memudahkan peneliti dalam mengembangkan pemahaman
dan gagasan peneliti terhadap penelitian ini.
2.1.1 Bahasa dan Pemerolehan Bahasa Anak
Semua orang menggunakan bahasa sebagai alat berkomunikasi. Tanpa
bahasa orang tidak dapat menyampaikan suatu maksud kepada orang lain. Bahasa
adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu
masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (Alwi
2007: 88).
Chaer dalam bukunya Psikolinguistik Kajian Teoretik mengatakan bahwa
bahasa itu adalah satu sistem, sama dengan sistem-sistem lain, yang sekaligus
bersifat sistematis dan bersifat sistemis. Jadi, bahasa itu bukan merupakan satu
sistem tunggal melainkan dibangun oleh sejumlah subsistem (subsistem fonologi,
sintaksis, dan leksikon). Sistem bahasa ini merupakan sistem lambang, sama
dengan sistem lambang lalu lintas, atau sistem lambang lainnya. Hanya, sistem
lambang bahasa ini berupa bunyi, bukan gambar atau tanda lain; dan bunyi itu
yaitu dilihat dari segi sosial bahwa bahasa itu adalah alat interaksi atau alat
komunikasi di dalam masyarakat.
Bahasa memudahkan anak mengekspresikan perasaan, gagasan,
kemauannya dengan cara yang benar-benar diterima secara sosial, sedangkan
pemerolehan bahasa pertama erat kaitannya dengan perkembangan sosial anak
(Tarigan 1988: 98). Pemerolehan bahasa anak-anak dapat dikatakan mempunyai
ciri kesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan, yang bergerak dari
ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit (sintaksis).
Kapasitas bawaan sejak lahir mempelajari bahasa, tidak terbatas pada suatu
bahasa tertentu. Manusia dilengkapi dengan kemampuan mempelajari suatu
bahasa sejak lahir, tetapi ternyata manusia masih harus mempelajarinya dari
seseorang, yaitu dari anggota masyarakat tempat orang tersebut hidup (Harding
dan Riley 1986 dalam Tarigan 1988: 6).
2.1.2 Kosa Kata
Kosa kata adalah perbendaharaan kata (Alwi 2007: 597). Setiap bahasa di
dunia ini pasti memiliki kosa kata sebagai perbendaharaan kata dari bahasa
tersebut. Berdasarkan Kamus Linguistik kosa kata adalah kumpulan kata;
khazanah kata; dan leksikon (Kridalaksana 2008: 137).
Istilah kosa kata juga dijelaskan oleh Zainuddin (1992), yaitu:
1. Untuk mewakili suatu nama, sifat, bentuk, dan jenis benda, bisa menggunakan
Misalnya, nama suatu benda yang terbuat dari selembar papan yang berkaki
adalah meja. Jadi, pengertian selembar papan yang berkaki istilahnya meja.
2. Dalam bidang tertentu terdapat pula istilah tertentu. Misalnya dalam bidang
ekonomi, untuk mewakili suatu pengertian jumlah tetap benda-benda yang
boleh diimpor adalah kuota impor. Jadi kuota impor merupakan istilah khusus
dalam bidang ekonomi. Jadi, istilah sebuah kata atau lebih mengungkapkan
suatu pengertian dalam hal atau bidang tertentu.
Kualitas keterampilan berbahasa seseorang bergantung atas kuantitas dan
kualitas kosa kata yang dimilikinya. Semakin kaya kosa kata yang dimiliki maka
semakin besar pula kemungkinan terampil berbahasa. Bila anak-anak tumbuh,
berkembang, dan menjadi dewasa dalam lingkungan hidup yang berkecukupan,
yang memberikan lebih banyak kesempatan untuk memasuki taman kanak-kanak,
menemani orang tua mereka berbelanja ke toko atau ke pasar, dan mendapat
kesempatan yang lebih banyak menghadiri pertunjukan, pameran, kebun binatang,
taman, teater anak-anak, maka jelas bahwa kosa kata mereka akan mencerminkan
aneka pengalaman yang lebih luas cakrawalanya (Tarigan 1984: 6).
Tarigan (1984: 3) menjelaskan tentang kosa kata dasar, yaitu kosa kata yang
tidak mudah berubah atau sedikit sekali kemungkinannya dipungut dari bahasa
lain. Kosa kata dasar menurut Tarigan terdiri atas:
1. Istilah kekerabatan, misalnya ayah, ibu, anak, adik, kakak, nenek, kakek,
2. Nama-nama bagian tubuh, misalnya kepala, rambut, mata, telinga, hidung,
mulut, bibir, gigi, lidah, pipi, leher, dagu, bahu, tangan, jari, dada, perut,
pinggang, paha, kaki, betis, telapak, punggung, darah, napas.
3. Kata ganti diri (diri, penunjuk), misalnya saya, kamu, dia, kami, kita,
mereka, ini, itu, sini, sana.
4. Kata bilangan, misalnya satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan,
sembilan, sepuluh, seratus, dua puluh, dua ratus, seratus, seribu, dua ribu,
sejuta, dua juta.
5. Kata kerja, misalnya makan, minum, tidur, bangun, berbicara, melihat,
mendengar, menggigit, berjalan, bekerja, mengambil, menangkap, lari.
6. Kata keadaan, misalnya suka, duka, senang, susah, lapar, kenyang, haus,
sakit, sehat, bersih, kotor, jauh, dekat, cepat, lambat, besar, kecil, banyak,
sedikit, terang, gelap, siang, malam, rajin, malas, kaya, miskin, tua, muda,
hidup, mati.
7. Benda-benda, misalnya tanah, air, api, udara, langit, bulan, bintang,
matahari, binatang, tumbuh-tumbuhan.
2.1.3 Permainan
Permainan memiliki arti sesuatu yang digunakan untuk bermain; barang
atau sesuatu yang dipermainkan; mainan; hal bermain; perbuatan bermain (Alwi
2007: 698). Setiap orang menggunakan bahasa sebagai alat untuk berinteraksi
antara satu dengan yang lain. Tanpa bahasa manusia tidak bisa menyampaikan
maksud dari pikirannya kepada orang lain. Dengan menggunakan kata-kata dan
membutuhkan bahasa baik untuk menyampaikan aturan permainan, cara bermain
suatu permainan, maupun untuk berkomunikasi saat permainan sedang
berlangsung. Selain itu, melalui permainan juga seorang anak dapat memperoleh
berbagai kosa kata baru.
2.1.4 Nyanyian
Nyanyian adalah hasil menyanyi, yang dinyanyikan, lagu, komponen musik
pendek yang terdiri atas lirik dan lagu (Alwi 2007: 790). Dalam penelitian ini
selain menggunakan permainan sebagai media pemerolehan kosa kata pada anak
juga menggunakan nyanyian sebagai medianya.
Nyanyian yang dijadikan media adalah jenis nyanyian anak-anak yang berisi
lirik dengan kalimat-kalimat yang sederhana sehingga dapat dinyanyikan bersama
anak dan anak juga dapat dengan mudah memahami nyanyian tersebut seperti
nyanyian anak-anak yang berjudul Balonku. Nyanyian ini memiliki lirik dengan
kalimat yang sederhana sehingga mudah dipahami oleh anak-anak dan kosa kata
yang ada dalam nyanyian itu adalah kosa kata sifat (hijau, kuning, kelabu, merah
muda, biru, kacau), kosa kata benda (balon), kosa kata kerja (meletus, pegang)
dan kosa kata bilangan (lima, empat) yang dapat dijadikan sebagai media
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Pemerolehan Bahasa
Pemerolehan bahasa adalah proses pemahaman dan penghasilan bahasa
pada manusia melalui beberapa tahap, mulai dari meraban sampai kefasihan
penuh (Kridalaksana 2008: 178). Pemerolehan bahasa atau akuisi bahasa adalah
proses yang berlangsung di dalam otak seorang anak-anak ketika anak
memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya (Chaer 2009: 167).
Pemerolehan bahasa tidak sama dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran
bahasa menyangkut proses-proses yang berlaku di dalam otak (pusat bahasa) pada
waktu seseorang sedang mempelajari bahasa baru, biasanya bahasa asing (tapi
bisa juga bahasa ibunya yang menjadi bahasa nasionalnya), setelah anak
(seseorang) itu selesai memperoleh bahasa ibunya dengan sempurna (Simanjuntak
2009: 104). Ada dua proses yang terjadi ketika seorang anak-anak sedang
memperoleh bahasa pertamanya, yaitu proses kompetensi dan proses performansi.
Kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa yang berlangsung secara alami.
Proses kompetensi ini menjadi syarat untuk terjadinya proses performansi yang
terdiri atas dua buah proses, yakni proses pemahaman dan proses penerbitan atau
proses menghasilkan kalimat-kalimat.
2.2.2 Psikolinguistik
Secara etimologi kata psikolinguistik terbentuk dari kata psikologi dan kata
linguistik, yakni dua bidang ilmu yang berbeda, yang masing-masing berdiri
sama-sama meneliti bahasa sebagai objek formalnya. Hanya objek materialnya yang
berbeda, linguistik mengkaji struktur bahasa, sedangkan psikologi mengkaji
perilaku berbahasa atau proses berbahasa. Dengan demikian cara dan tujuannya
juga berbeda.
Meskipun cara dan tujuannya berbeda, tetapi banyak juga bagian-bagian
objeknya yang dikaji dengan cara yang sama dan dengan tujuan yang sama, tetapi
dengan teori yang berlainan. Oleh karena itu, dirasa perlu adanya kerja sama di
antara kedua disiplin ini untuk mengkaji bahasa dan hakikat bahasa (Chaer 2009:
5).
Istilah psikolinguistik lahir pada tahun 1954, yakni tahun terbitnya buku
Psycholinguistics : A Survey of Theory and Research Problems yang disunting
oleh Charles E. Osgood dan Thomas A. Sebeok, di Bloomington, Amerika Serikat.
Psikolingustik mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung
jika seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarnya pada waktu
berkomunikasi, dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh manusia
(Slobin, 1974; Meller, 1964; Cazahu, 1973 dalam Chaer 2009: 5). Secara teoretis
tujuan utama psikolinguistik adalah mencari satu teori bahasa yang secara
linguistik bisa diterima dan secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa
2.2.3 Psikolinguistik Behaviorisme
Psikolinguistik behavioristik melahirkan aliran yang disebut
psikolinguistik perilaku. Tujuan utama psikologi perilaku adalah mencoba
mengkaji perilaku manusia yang berupa reaksi apabila suatu rangsangan terjadi,
dan selanjutnya bagaimana mengawasi dan mengontrol perilaku itu. Teori
behaviorisme ini diperkenalkan oleh John B. Watson (1878-1958) seorang ahli
psikologi berkebangsaan Amerika (Chaer 2009: 3). Watson dikenal sebagai Bapak
Behaviorisme karena prinsip-prinsip pembelajaran barunya berdasarkan teori
Stimulus- Respons Bond. Menurut behaviorisme yang dianut Watson tujuan utama
psikologi adalah membuat prediksi dan pengendalian terhadap perilaku; dan
sedikit pun tidak ada kaitannya dengan kesadaran. Psikologi menurut teori ini
hanya mengkaji benda-benda atau hal-hal yang dapat diamati secara langsung,
yaitu rangsangan (stimulus) dan gerak balas (respons); sedangkan hal-hal yang
terjadi dalam otak tidak berkaitan dengan kajian ini.
Para pakar psikologi perilaku ini hanya mengkaji peristiwa-peristiwa yang
dapat diamati, yang nyata dan konkret, yaitu prilaku manusia atau tingkah laku
manusia. Pandangan behaviorisme menekankan bahwa proses pemerolehan
bahasa pertama dikendalikan dari luar diri anak, yaitu oleh rangsangan yang
diberikan melalui lingkungan. Istilah bahasa bagi kaum behavioris dianggap
kurang tepat karena istilah bahasa itu menyiratkan suatu wujud, sesuatu yang
dimiliki atau digunakan, dan bukan sesuatu yang dilakukan. Padahal bahasa itu
karena itu, mereka lebih suka menggunakan istilah perilaku verbal (verbal
behavior) agar tampak lebih mirip dengan perilaku lain yang harus dipelajari.
Menurut kaum behavioris kemampuan berbicara dan memahami bahasa
oleh anak diperoleh melalui rangsangan dari lingkungannya. Anak dianggap
sebagai penerima pasif dari tekanan lingkungannya, tidak memiliki peranan yang
aktif di dalam proses perkembangan perilaku verbalnya. Proses perkembangan
bahasa terutama ditentukan oleh lamanya latihan yang diberikan oleh
lingkungannya. Kaum behavioris berpendapat rangsangan (stimulus) dari
lingkungan tertentu memperkuat kemampuan berbahasa anak. Perkembangan
bahasa mereka pandang sebagai suatu kemajuan dari pengungkapan verbal yang
berlaku secara acak sampai kepada kemampuan yang sebenarnya untuk
berkomunikasi melalui prinsip pertalian S-R (stimulus-respons) dan proses
peniruan-peniruan (Chaer 2009: 222— 223).
2.3 Tinjauan Pustaka
Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat sesudah menyelidiki
atau mempelajari (Alwi 2007: 1198). Pustaka adalah kitab, buku, buku primbon
(Alwi 2007: 912). Tinjauan pustaka adalah hal-hal atau pengetahuan yang
berhubungan dengan penelitian sebagai bahan referensi yang mendukung
penelitian. Selain itu, tinjauan pustaka juga menjelaskan hasil-hasil penelitian
sebelumnya yang berkaitan dengan topik yang akan diteliti agar semakin jelas
Berdasarkan tinjauan pustaka yang ada, sumber relevan yang menjadi bahan
referensi dalam penelitian ini adalah:
Suyono dalam Jurnal Penelitian Kependidikan tahun 19 nomor 1, April
2009 yang berjudul Pengembangan Media Pembelajaran Kosakata Berbasis
Audio-Visual untuk Peningkatan Kompetensi Bahasa Indonesia Anak Usia Dini
mengatakan pembelajaran kosakata yang bertujuan untuk meningkatkan
kompetensi berbahasa siswa dapat dilakukan dengan metode bermain dan
bernyanyi. Bermain dapat mendorong minat anak untuk bereksplorasi lebih jauh.
Lebih-lebih kegiatan bermain peran. Hasil studi para ahli tentang dramatisasi
cerita menunjukkan cerita didramatisasikan anak merupakan media utama untuk
mengekspresikan perkembangan kapasitas keberaksaraan anak atau literacy
capacities.Belajar melalui bernyanyi merupakan salah satu metode “pengenalan”
kosakata pada anak yang sangat efektif. Menyanyi menjadikan kata-kata lebih
bermakna bahkan hingga anak-anak itu beranjak remaja. Kehadiran ritmik,
pengulangan, dan pola rima di dalam nyanyian merupakan bentuk “pengajaran”
bahasa tertua yang berisi budaya untuk konsumsi anak. Anak-anak, secara alami,
telah menyerap informasi yang terkandung dalam nyanyian sehingga
memudahkan mereka mengingat kata-kata tertentu, seperti nyanyian yang berisi
angka (satu, dua, tiga, dan sebagainya).
Wijana (2003) dalam Kongres Bahasa Indonesia VIII membahas tentang
pemanfaatan permainan bahasa sebagai bahan pengajaran bahasa dalam upaya
meningkatkan mutu pengajaran ilmu bahasa di Indonesia menjelaskan bahwa
disertai dengan tingkah laku nonverbal yang khas ini telah diberikan beberapa saat
saja setelah seorang anak-anak dilahirkan. Dengan piranti pemerolehan bahasa
bawaannya ternyata anak-anak kemudian mampu membedakan antara komunikasi
yang serius dan main-main dalam waktu yang relatif singkat sehingga permainan
bahasa itu sendiri tidak mengganggu anak-anak dalam menguasai kosa kata dan
elemen-elemen gramatika bahasa secara natural.
Gustianingsih (2002) dalam tesisnya yang berjudul “Pemerolehan Kalimat
Majemuk Bahasa Indonesia pada Anak Usia Taman Kanak-Kanak” mengatakan
bahwa kemampuan anak usia taman kanak-kanak akan kalimat majemuk
merupakan parameter untuk mengukur keberhasilan dan sekaligus dasar
pengajaran di sekolah dasar.
Fauzie (2000) dalam skripsinya yang berjudul “Pemerolehan Bahasa
Anak-Anak Usia 0—5 Tahun: Analisis Psikolinguistik” membahas tentang tahap-tahap
perkembangan bahasa anak. Tahap-tahap perkembangan bahasa anak terdiri atas
dua tahap, yakni (1) tahap perkembangan prasekolah, yang meliputi tahap
perkembangan meraban (pralinguistik), tahap linguistik I (holofrastik), tahap
linguistik ilmu, tahap linguistik III (perkembangan tata bahasa), tahap kompetensi
penuh, dan (2) tahap perkembangan ujaran kombinatori, yang meliputi tahap
perkembangan negatif (penyangkalan), tahap perkembangan interogatif
(pertanyaan), dan perkembangan sistem bunyi.
Marpaung (2006) dalam skripsinya yang berjudul “Pemerolehan Bahasa
pemerolehan bahasa Batak Toba anak usia 1—5 tahun, yakni tahap holofrastik,
tahap dua kata, tahap perkembangan tata bahasa, dan tahap tata bahasa menjelang
dewasa.
Listari (2011) dalam skripsinya yang berjudul “Pemerolehan Morfologi
Bahasa Jawa Anak Usia Lima Tahun di Desa Sialang Pamoran Labuhan Batu
Selatan” menjelaskan bahwa pada usia lima tahun, anak-anak sudah sampai pada
tahap perkembangan morfologi. Dalam perkembangan morfologi khususnya
reduplikasi atau kata ulang anak usia lima tahun sudah mulai mengucapkan atau
menggunakan kata ulang pada saat seorang anak berkomunikasi pada lawan
bicaranya, baik kepada anak-anak sebayanya ataupun kepada orang dewasa. Kata
ulang yang terjadi pada anak tersebut terjadi secara alamiah.
Lumban Raja (2010) dalam skripsinya yang berjudul “Pemerolehan
Leksikal Nomina Bahasa Angkola Anak Usia 3—4 Tahun: Analisis
Psikolinguistik” menjelaskan bahwa pemerolehan leksikal nomina dalam bahasa
Angkola pada anak usia 3—4 tahun adalah sangat dipengaruhi oleh masukan yang
diterima anak, dalam hal ini yang berperan penting adalah masukan dari
lingkungan anak. Masukan yang diterima anak dari lingkungan sekitarnya
mempengaruhi jumlah kosa kata yang dapat dikuasai anak usia 3—4 tahun
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan di lapangan. Lokasi
penelitian ini adalah di Kecamatan Medan Marelan dan dilakukan pada tanggal 10
Juni– 8 Juli 2013.
3.2 Sumber Data Penelitian
Sumber data penelitian ini adalah tuturan anak-anak berusia 2—3 tahun
yang diperoleh dari permainan dan nyanyian. Jumlah anak yang dijadikan sumber
data adalah lima orang anak. Kelima anak ini kemudian disebut sebagai subjek
penelitian. Subjek dalam penelitian ini terdiri atas dua orang anak laki-laki
Muhammad Adriansyah (Rian, 3 tahun) dan Nauval Aziz Mifta Hurrahman
(Nauval, 3 tahun), serta tiga orang anak perempuan, yaitu Mukhairunnisa Azzahra
(Ara, 2,8 tahun), Aisyah Aura Zahra (Rara, 3 tahun), dan Nasywa Ramadhita
Khasairi (Nasywa, 2,7 tahun). Usia 2—3 tahun adalah usia yang sangat ideal
untuk mengetahui bagaimana anak-anak memperoleh kosa kata bahasa Indonesia.
Kasih sayang yang diberikan oleh orang tua dan lingkungan dapat membantunya
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode adalah cara yang harus dilakukan dalam melakukan penelitian,
sedangkan teknik adalah cara melaksanakan metode (Sudaryanto 1993: 9).
Sebelum peneliti mengumpulkan data-data yang tersedia di lapangan, peneliti
akan melakukan observasi terlebih dahulu untuk mengamati tuturan kosa kata
pada anak-anak melalui permainan dan nyanyian. Penelitian ini menggunakan
metode simak. Disebut metode simak atau penyimakan karena memang berupa
penyimakan: dilakukan dengan menyimak, yaitu menyimak penggunaan bahasa
(Sudaryanto 1993: 133). Teknik dasar dari metode simak adalah teknik sadap.
Pada praktiknya, penyimakan atau metode simak itu diwujudkan dengan
penyadapan. Peneliti menyadap penggunaan bahasa anak-anak usia 2—3 tahun
tanpa diketahui anak untuk mengetahui jumlah kosa kata bahasa Indonesia yang
diperolehnya melalui permainan kata dan nyanyian. Anak-anak biasanya akan
sangat aktif dan berbicara banyak saat memainkan permainan dan menyanyikan
beberapa lagu bersama ibu dan anak-anak seusianya. Teknik sadap yang
dilakukan dalam penelitian ini sangat efektif karena dapat memudahkan pekerjaan
peneliti dalam mengumpulkan data.
Selanjutnya, peneliti menggunakan teknik simak libat cakap sebagai teknik
lanjutan dari teknik dasar sadap. Kegiatan menyadap itu dilakukan pertama-tama
dengan berpartisipasi sambil menyimak-berpartisipasi dalam pembicaraan dan
menyimak pembicaraan. Peneliti di sini tidak hanya memperhatikan penggunaan
bahasa atau memperhatikan bagaimana anak-anak itu memperoleh kosa kata
dialog atau konversasi atau imbal wicara sehingga dikatakan aktif. Peneliti ikut
terlibat langsung dalam pembicaraan ibu dan anak. Jika teknik sadap dan teknik
simak libat cakap selesai dilakukan, maka akan dilanjutkan dengan teknik rekam.
Teknik rekam, yaitu merekam semua tuturan kosa kata bahasa Indonesia yang
didapat anak-anak tersebut melalui permainan dan nyanyian. Teknik rekam ini
dapat dilakukan dengan menggunakan tape recorder sebagai alatnya. Akan tetapi,
karena kemajuan tekhnologi yang semakin canggih, dapat juga digunakan ponsel
yang memiliki aplikasi perekam suara seperti ponsel dengan merek Samsung tipe
GT-S5233W sebagai alat perekam tuturan tersebut. Jika teknik ini selesai
dilakukan, dilanjutkan dengan teknik gambar. Setelah melakukan perekaman
tuturan kosa kata bahasa Indonesia kepada anak-anak tersebut, selanjutnya
menunjukkan gambar yang berhubungan dengan kosa kata yang telah anak
peroleh melalui permainan dan nyanyian tersebut. Setelah teknik gambar
dilakukan langkah selanjutnya adalah melakukan pencatatan semua kosa kata
yang didapat dari anak-anak tersebut melalui permainan dan nyanyian pada kartu
data. Dengan adanya kemajuan tekhnologi, pencatatan itu dapat dilakukan dengan
3.4Metode dan Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode padan. Metode
padan adalah sebuah metode yang alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak
menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto 1993: 13). Teknik
dasar untuk mengkaji data tersebut adalah teknik pilah unsur penentu. Adapun alat
dari teknik pilah unsur penentu ini adalah daya pilah yang bersifat mental yang
dimiliki oleh penelitinya. Maksudnya adalah kemampuan yang dimiliki oleh
peneliti untuk memilah. Setelah peneliti mengumpulkan semua data, selanjutnya
adalah memilah-milah kosa kata yang telah diperoleh anak-anak tersebut melalui
permainan dan nyanyian, seperti kosa kata istilah kekerabatan, nama-nama bagian
tubuh, kata ganti diri, kata bilangan, kata kerja, kata keadaan, dan kata benda.
Untuk menjawab permasalahan pertama, metode yang dilakukan adalah:
Ibu bersama dengan anak menyanyikan lagu Ke Pasar.
Ibu berpura-pura mengenakan pakaian untuk pergi, ibu bernyanyi lagu Ke Pasar.
Lirik nyanyiannya adalah sebagai berikut:
Pepaya, mangga, pisang, jambu
Kubeli dari pasar minggu
Di pasar banyak penjualnya
Di sana banyak pembelinya
Kemudian nyanyian ini dinyanyikan secara berulang-ulang bersama dengan anak.
nyanyian Ke Pasar, misalnya mengucapkan nama-nama buah pepaya, mangga,
pisang, dan jambu. Selanjutnya ibu boleh memberi replika, gambar, atau buah
sungguhan selain pepaya, mangga, pisang, dan jambu sebagai bahan penambahan
kosa kata anak. Permainan ini dilakukan untuk melatih anak mengingat
nama-nama buah sehingga melalui permainan dan menyanyikan sebuah nyanyian
anak-anak dapat memperoleh kosa kata baru tentang nama-nama buah pepaya, mangga,
pisang, dan jambu.
Menurut behaviorisme yang dianut Watson tujuan utama psikologi adalah
membuat prediksi dan pengendalian terhadap perilaku; dan sedikit pun tidak ada
kaitannya dengan kesadaran. Psikologi menurut teori ini hanya mengkaji
benda-benda atau hal-hal yang dapat diamati secara langsung, yaitu rangsangan
(stimulus) dan gerak balas (respons); sedangkan hal-hal yang terjadi dalam otak
tidak berkaitan dengan kajian. Semua perilaku menurut behaviorisme, termasuk
tindak balas (respons) berupa kosa kata yang diucapkan kembali oleh anak yang
ditimbulkan oleh adanya rangsangan bahasa melalui permainan dan nyanyian dari
ibunya (stimulus).
Ibu mengajak anak untuk menyanyikan lagu Ke Pasar yang liriknya berisi
beberapa kosa kata benda, yaitu nama-nama buah. Ibu terus menyanyikan
nyanyian ini bersama dengan anak sampai anak ikut bernyanyi. Sambil bernyanyi
bersama anak, ibu juga memberi gambar buah-buahan yang ada di dalam lirik
nyanyian seperti pepaya, mangga, pisang, dan jambu kepada anak. Anak di sini
telah mendapat rangsangan (stimulus) ketika si ibu memperlihatkannya gambar
yang ditunjukkan anak. Saat ditunjukkan gambar salah satu buah misalnya buah
pisang, sebelumnya anak yang sudah mendapat rangsangan (stimulus) bisa
menyebutkan gambar tersebut adalah gambar buah pisang. Tidak hanya sekedar
mengetahui macam-macam kosa kata, si anak juga harus mengetahui makna dari
tiap kata yang diucapkannya. Jadi, saat anak melihat buah pisang, anak tahu
bahwa itu adalah pisang (sejenis buah yang dapat dimakan). Hal itu bisa
dibuktikan dengan pertanyaan:
(1)
Ibu : Pisang itu apa sayang?
Nauval (3 tahun) : Buah enak, lembek.
Ibu : Pintar Nauval.
Pujian dan kata-kata manis dari ibu juga dapat dijadikan sebagai stimulus
perkembangan bahasa anak agar lebih banyak kosa kata yang muncul. Hardikan
dan hentakan akan mengurangi kosa kata yang diperoleh anak dan lambat laun
anak akan takut mengeluarkan kosa kata dari mulutnya.
Watson mengemukakan dua prinsip penting yaitu (1) recency principle
(prinsip kebaruan), dan (2) frequency principle (prinsip frekuensi). Menurut
recency principle jika suatu stimulus baru saja menimbulkan respons, maka
kemungkinan stimulus itu dapat menimbulkan respons yang sama apabila
diberikan berulang-ulang pada saat itu juga tanpa menunggu lama berselang.
menimbulkan satu respons, maka kemungkinan stimulus itu akan menimbulkan
respons yang sama pada waktu yang lain akan lebih besar.
Contoh:
“Permainan boneka Barbie” antara ibu dengan anak (Nasywa, 2,7 tahun).
Boneka Barbie adalah salah satu jenis boneka yang memiliki bentuk fisik mirip
seperti manusia.
1. Ibu memberikan stimulus kepada anak berupa bermain boneka bersama-sama
dan menunjukkannya bagian-bagian fisik boneka seperti mata, hidung, mulut,
rambut, dan leher, serta topi dan warna baju yang dipakai boneka. Sebagai
stimulus dari ibu akan dapat dilihat respons anak tentang pemerolehan kosa
kata anggota tubuh manusia. Berikut percakapan ibu dengan anak:
(2)
Ibu : (menunjuk mata boneka) Apa namanya ini sayang?
Nasywa : Mata jelek (sambil menunjuk mata boneka)
Ibu : Apa tadi ini namanya nak?
Nasywa : Mata.
(3)
Ibu : Ada berapa mata bonekanya nak? (menunjuk mata boneka sambil
menghitung mata boneka) satu... dua... Berapa mata bonekanya nak?
Nasywa : (menunjuk mata boneka) satu... dua...
Nasywa : dua.
Ibu : Pintar anak mama.
Jawaban anak di sini merupakan respons dari stimulus yang telah diberikan
oleh ibunya.
2. Berikan lagi stimulus kepada anak dengan menunjukkannya warna baju boneka.
(4)
Ibu : Lihat ini Nasywa cantik kan baju bonekanya. Warna apa nak baju
bonekanya?
Nasywa : pink ‘merah muda’.
Ibu : Warna apa nak?
Nasywa : pink mama.
Ibu : Pintarnya anak mama.
Nasywa : (tertawa)
3. Stimulus berikutnya adalah katakan kepada anak apa yang dilakukan boneka.
Ibu memegang boneka dan berpura-pura menyuapkan kue ke arah mulut
boneka.
(5)
Ibu : Lihat Nasywa, lagi apa bonekanya? Aaaa.... (berpura-pura
menyuapkan kue ke mulut boneka)
Ibu : Pintar ya Nasywa.
Puji anak jika ia merespons stimulus yang diberikan oleh ibunya dengan benar.
(6)
Ibu : (menunjuk hidung boneka) Ini apa namanya Nasywa?
Nasywa : idong ‘hidung’
Ibu : Hidung Nasywa mana nak?
Nasywa : (menunjuk hidung) Ini idong adek.
Ibu : Hidung Nasywa ada berapa nak?
Nasywa : (memegang hidung) Satu.
(7)
Ibu : (menunjuk topi boneka) Nak, bonekanya pakai apa ini?
Nasywa : Topi.
Ibu : Pakai apa nak?
Nasywa : Topi.
Ibu : Cantik kan topi bonekanya? Nasywa ada topi juga?
(8)
Ibu : Apa ini nak yang di dalam topi bonekanya?
Nasywa : lambut ‘rambut’ bau.
Ibu : Mana rambut Nasywa?
Nasywa : (menunjuk rambut) Ini lambut bau.
(9)
Ibu : Ini apa namanya nak?
Nasywa : molot ‘mulut’
Ibu : Mulut cerewet kan nak? Mana mulut cerewet Nasywa?
Nasywa : (memajukan mulut)
Ibu : Mulut apa itu nak?
(10)
Ibu : Ini nak yang pakai kalung ini namanya apa?
Nasywa : lehel ‘leher’
Ibu : Pintarnya anak mama. Siapa pintar nak?
Nasywa : Adek.
Dari percakapan di atas berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Henry
Guntur Tarigan diperoleh kosa kata benda-benda, keadaan, kerja, dan bilangan
yang muncul dalam bahasa anak tersebut. Kosa kata benda-benda yang muncul
adalah mata, hidung, topi, rambut, mulut, dan leher. Kosa kata keadaan yang
muncul adalah jelek, pink (merah muda), bau, dan cerewet. Kosa kata kerja yang
muncul adalah makan. Kosa kata bilangan yang muncul adalah dua dan satu.
Teknik lanjutan dari teknik dasar pilah unsur penentu ini adalah teknik
hubung banding menyamakan, yakni menyamakan tuturan bahasa yang diucapkan
anak-anak dengan tuturan bahasa yang diucapkan oleh orang dewasa. Misalnya
pada kata rambut, anak-anak menyebutnya dengan kata lambut yang berarti
rambut, sedangkan orang dewasa akan menyebutnya dengan kata rambut. Anak
usia 2—3 tahun pada umumnya belum bisa melafalkan bunyi triil, maka dari itu
fonem /r/ pada kata rambut yang diucapkan anak-anak mengalami perubahan dan
diganti dengan fonem /l/ sehingga menjadi lambut. Pengertian yang dikandung
BAB IV
PEMEROLEHAN KOSA KATA BAHASA INDONESIA PADA ANAK USIA 2—3 TAHUN MELALUI PERMAINAN DAN NYANYIAN
4.1 Pemerolehan Kosa Kata Bahasa Indonesia pada Anak Usia 2—3 Tahun
melalui Permainan dan Nyanyian Ditinjau dari Psikolinguistik Behaviorisme
Pemerolehan bahasa anak-anak mempunyai ciri kesinambungan, memiliki
suatu rangkaian kesatuan, yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju
gabungan kata yang lebih rumit (Tarigan 1988: 5). Anak-anak dalam memperoleh
bahasa tidak secara langsung dapat mengucapkan suatu kalimat seperti adek
makan nasi, melainkan terlebih dahulu memahami satu kata sederhana yang biasa
anak-anak dengar dan berada di sekitar anak tersebut seperti kata adek,makan dan
nasi. Jika anak telah memperoleh kosa kata adek dan makan, selanjutnya menuju
ke rangkaian gabungan kata yang lebih rumit, yaitu adek mam ‘adek makan’.
(11)
Peneliti : Rara makan apa nak?
Rara : Makan nasi.
Peneliti : Makan nasi pakai apa nak?
Rara : Makan nasi pake ‘pakai’ udang.
Berdasarkan contoh (11) di atas dapat diketahui bahwa Rara terlebih dahulu
udang, selanjutnya Rara dapat menggabungkan kata-kata tersebut menjadi makan
nasi pakai udang. Berdasarkan prinsip frekuensi (frequency principle) dari teori
psikolinguistik behaviorisme yang dikemukakan oleh Watson yang mengatakan
apabila suatu stimulus dibuat lebih sering menimbulkan satu respons, maka
kemungkinan stimulus itu akan menimbulkan respons yang sama pada waktu
yang lain akan lebih besar. Sebelumnya Rara telah mendapatkan stimulus dari
orang tua dan orang-orang di sekitarnya mengenai kosa kata makan, nasi, pakai,
dan udang sehingga saat Rara diberi stimulus yang sama terhadap kosa kata
tersebut, Rara dapat memberi respons dengan benar.
Slobin (dalam Tarigan 1988: 5) mengatakan bahwa setiap pendekatan
modern terhadap pemerolehan bahasa akan menghadapi kenyataan bahwa bahasa
dibangun sejak semula oleh setiap anak, memanfaatkan aneka kapasitas bawaan
sejak lahir yang beraneka ragam dalam interaksinya dengan
pengalaman-pengalaman dunia fisik dan sosial.
Setiap anak memiliki sistem bahasanya berdasarkan pengalaman di rumah
dan masyarakat untuk maksud dan tujuan tertentu dan dengan pribadi-pribadi
tertentu. Setiap anak memiliki gaya bahasa sendiri dan cara sendiri
mengekspresikan makna dalam berbagai situasi. Setiap anak mempunyai ciri-ciri
atau sifat-sifat kepribadiannya sendiri yang menyatakan diri dari cara anak
menggunakan bahasa misalnya seorang anak cenderung ke arah ekspresi yang
jelas dan nyata (fasih berkata-kata), tetapi ada anak yang lain yang sedikit bicara
dan secara diam-diam membangun hubungan-hubungan dalam pikirannya sendiri
bermain-main, tetapi ada pula anak yang lain berperilaku secara pragmatis,
maksudnya anak menggunakan bahasa lebih santai dan bervariasi. Jika anak yang
satu memiliki status sosial lebih tinggi, akan menggunakan bahasa yang lebih dari
anak yang memiliki status sosial lebih rendah. Contoh penggunaan kosa kata
handphone atau hp, laptop, TV, CD, pesawat terbang, dan sebagainya.
Anak-anak dapat memperoleh kosa kata dari pengalaman-pengalaman yang
pernah didapat oleh anak tersebut. Tarigan (1984: 6) mengatakan bila anak-anak
tumbuh, berkembang, dan menjadi dewasa dalam lingkungan hidup yang
berkecukupan, yang memberikan lebih banyak kesempatan untuk menemani
orang tua berbelanja ke toko atau ke pasar, menghadiri pertunjukan, pameran,
kebun binatang, taman, teater anak-anak, maka kosa kata anak-anak tersebut akan
mencerminkan pengalaman-pengalaman yang lebih luas. Saat bermain permainan
kartu bergambar, anak-anak diberi stimulus dengan ditunjukkan gambar alat-alat
elektronik dan alat transportasi. Adapun gambar alat-alat elektronik seperti
telepon genggam atau handphone, kamera, kompor, kipas angin, televisi, dan
komputer. Alat-alat transportasi yang ditunjukkan pada anak-anak dalam
permainan kartu bergambar seperti kapal laut, kereta api, bus, sepeda, pesawat
terbang, becak, delman atau sado, sepeda motor, dan mobil.
(12)
Ibu : Sekarang kita main kartu bergambar ya.. Ibu tunjukkan gambar-gambar
di sini (menunjuk kartu bergambar) Rian bilang apa namanya ya..
Ibu : Ini apa namanya sayang? (menunjukkan kartu bergambar alat-alat
elektronik)
Rian : hp ‘handphone’, komputer, tipi ‘televisi’, kipas angin, kompor.
Ibu : Kalau yang ini apa namanya? (menunjuk kartu bergambar kamera)
Rian : (Diam dan melihat ke arah ibu)
Ibu : Ka...
Rian : Ka...
Ibu : Kamera.
Rian : Kame...
Ibu : Kamera.
Rian : kamera
Ibu : Bagus.
Kosa kata benda-benda pada data (12) merupakan alat-alat elektronik yang
tidak asing lagi bagi anak yang orang tuanya memiliki status sosial lebih tinggi
karena sebagian besar dimiliki oleh keluarga anak sehingga anak sudah biasa
melihat alat-alat elektronik tersebut. Jadi saat Rian diberi stimulus dengan
ditunjukkan gambar alat-alat elektronik, Rian dapat memberi respons dengan
dengan benar. Ibu harus memberikan stimulus dengan mengulang kata kamera
kepada Rian hingga Rian bisa memberikan stimulus dengan benar.
(13)
Ibu : Nah, kalau yang ini gambar apa Rian? (menunjukkan gambar alat-alat
transportasi)
Rian : sepeda, kapal, becak, bus, keta api ‘kereta api’, mobil, keta ‘kereta’ atau
‘sepeda motor’, pesawat
Ibu : Pintar anak ibu.
Data (13) memperlihatkan bahwa semua stimulus yang diberikan oleh ibu
kepada Rian berupa kosa kata benda-benda dapat direspons dengan benar. Pada
kata sepeda motor Rian mengenalnya dengan kata kereta bukan sepeda motor
karena masyarakat di Medan pada umumnya mengatakan sepeda motor dengan
sebutan kereta.
Perilaku menurut psikologi behaviorisme hanya mengkaji
peristiwa-peristiwa yang dapat diamati, yang nyata, yaitu perilaku manusia. Proses
pemerolehan bahasa pertama menurut behaviorisme dikendalikan dari luar diri
anak, yaitu oleh rangsangan yang diberikan melalui lingkungan. Data (12) dan (13)
di atas menunjukkan bahwa Rian telah mendapatkan rangsangan dari
lingkungannya mengenai kosa kata alat-alat elektronik dan transportasi, yakni
dengan melihat benda-benda itu secara langsung sehingga ketika diberi stimulus
yang sama Rian akan merespons stimulus yang sebelumnya telah didapat dari
menunjukkan respons dengan benar karena Rian belum diberi stimulus oleh orang
tua ataupun lingkungannya mengenai kosa kata tersebut.
(14)
Rian : Bu, pinjam... (mencoba mengambil kamera peneliti)
Peneliti : Bilang dulu ini tadi namanya apa?
Rian : kamera
Peneliti : Pintar. Nih.. (menyerahkan kamera)
Data (14) menunjukkan bahwa Rian yang sebelumnya belum dapat merespons
dengan benar saat diberi stimulus terhadap kosa kata kamera, kini telah dapat
memberi respons dengan benar. Hal ini karena menurut prinsip kebaruan (recency
principle) dari teori psikolinguistik behaviorisme yang dikemukakan oleh Watson
mengatakan jika suatu stimulus baru saja menimbulkan respons, maka
kemungkinan stimulus itu dapat menimbulkan respons yang sama apabila
diberikan berulang-ulang pada saat itu juga tanpa menunggu lama berselang. Jadi,
tanpa menunggu lama waktu berselang, pada saat itu juga Rian telah diberi
stimulus terhadap kosa kata kamera dan saat diberi stimulus yang sama, Rian
(15)
Ara : Bu, hp-nya kayak ‘seperti’ punya papa. (menunjuk kartu
bergambar handphone)
Peneliti : Eh, mirip punya papa Ara ya?.
Ara : Tapi hp papa BB ‘Blackberry’(salah satu merek handphone).
Peneliti : Hp papa warna apa nak?
Ara : Hp papa warna item ‘hitam’. Ini juga warnanya sama kayak
‘seperti’ hp papa.
Peneliti : Warna apa ini? (menunjuk kartu bergambar handphone)
Ara : Warna item ‘hitam’ juga.
Data (15) menunjukkan bahwa Ara sering sekali melihat dan memegang
handphone milik orang tuanya sehingga saat Ara melihat gambar handphone pada
kartu bergambar, Ara langsung mengetahui gambar tersebut adalah gambar
handphone. Hal ini sesuai dengan prinsip frekuensi (frequency principle) Watson,
yaitu anak akan memberikan respons yang sama pada waktu yang lain karena
anak sering mendapatkan stimulus yang sama, seperti kosa kata handphone atau
4.2 Jenis Kosa Kata dalam Bahasa Anak Usia 2—3 Tahun melalui Permainan dan Nyanyian
4.2.1 Jenis Kosa Kata dalam Bahasa Anak Usia 2—3 Tahun melalui Permainan
Ada banyak permainan yang dapat dimainkan bersama anak untuk
membantu anak memperoleh kosa kata dalam hal ini kosa kata bahasa Indonesia.
Anak-anak suka bermain karena mereka dapat mengembangkan diri mereka
melalui permainan tersebut. Jenis permainan yang dapat dimainkan anak-anak
adalah sebagai berikut:
1. Permainan kartu bergambar
2. Permainan sandiwara boneka
3. Permainan susun warna
4. Permainan harta karun
5. Permainan bos
4.2.1.1 Permainan Kartu Bergambar
Permainan kartu bergambar adalah jenis permainan yang menggunakan
kartu sebagai media bermain anak-anak. Disebut dengan kartu bergambar karena
kartu-kartu tersebut memiliki berbagai gambar seperti gambar alat-alat
transportasi, angka, binatang, alat-alat elektronik, macam-macam bentuk, warna,
dan sebagainya. Permainan ini dapat membantu anak dalam memperoleh kosa
kata bahasa Indonesia karena melalui permainan ini orang tua memberi stimulus
kepada anak dengan memberi tahu anak tersebut mengenai gambar-gambar yang
dapat memberi respons dengan benar. Saat ini permainan kartu bergambar telah
banyak digunakan oleh para guru Taman Kanak-kanak sebagai media
pembelajaran terhadap murid-muridnya, namun permainan ini juga dapat
dilakukan orang tua dan anak di rumah.
Gambar 1: Kartu Bergambar
(16)
Ibu : Lihat Nauval ibu punya ini (menunjukkan kartu bergambar).
Coba kamu bilang sama ibu ini gambar apa-apa saja.
Nauval : Iya.
Ibu : Ini gambar apa? (menunjuk kartu bergambar)
Nauval : tempa tidul ‘tempat tidur’, sepatu...
Ibu : Sepatunya warna apa?
Ibu : Ini?
Nauval : jam, pileng ‘piring’, celana...
Ibu : Celana apa? Panjang atau pendek?
Nauval : celana pendek
Ibu : Ini?
Nauval : galepu ‘garpu’, sendok, gelas, jendela, hp ‘handphone’, pintu…
Ibu : Pintunya warna apa?
Nauval : walna ‘warna’ cokelat
Ibu : Pintar. Kalau yang ini apa?
Nauval : topi
Ibu : Warna apa topinya?
Nauval : kuning
Ibu : Bagus.
Data (16) di atas menunjukkan kosa kata yang muncul melalui permainan
kartu bergambar terdiri atas kosa kata benda dan sifat adalah sebagai berikut:
a. Dua belas kosa kata benda-benda, yakni tempat tidur, sepatu, jam,
piring, celana, garpu, sendok, gelas, jendela, handphone, pintu,
b. Empat Kosa kata keadaan, yakni merah, pendek, coklat, dan kuning.
Gambar 2: Nauval bermain Kartu Bergambar
(17)
Ibu : Rara, ini apa namanya?
Rara : semangka
Ibu : Semangkanya warna apa?
Rara : merah
Ibu : Kita hitung yuk semangkanya! (menghitung semangka pada kartu
bergambar) satu...
Data (17) menunjukkan kosa kata yang muncul terdiri atas:
a. Satu kosa kata benda semangka.
b. Satu kosa kata keadaan merah.
c. Tiga kosa kata bilangan satu, dua, dan tiga.
4.2.1.2 Permainan Sandiwara Boneka
Permainan sandiwara boneka adalah jenis permainan yang menggunakan
boneka tangan sebagai media bermain bagi anak. Dalam permainan ini
anak-anak diajak untuk mengenal identitas dari boneka yang dimainkan seperti nama
boneka dan juga diajak untuk menggunakan daya imajinasi mereka. Permainan
sandiwara boneka tidak hanya bisa dimainkan dengan boneka tangan, melainkan
juga dapat menggunakan boneka hewan ataupun boneka Barbie.
(18)
Ibu : Yuk kita main sandiwara boneka! Ibu jadi si Mio, Nasywa jadi si
Aisyah ya. (Mulai bermain sandiwara boneka) Halo!
Assalamualaikum...
Nasywa : kumsalam ‘waalaikumsalam’
Ibu : Apa kabar Aisyah?
Nasywa : baek ‘baik’
Ibu : Cantik sekali kamu hari ini. Apa yang kamu pakai di kepala kamu
itu? (menunjuk jilbab boneka Aisyah)
Nasywa : Ini jiblab ‘jilbab’
Ibu : (tertawa) Warna apa jilbab kamu Aisyah?
Nasywa : walna bilu ‘warna biru’. Mio kok gak pake jiblab ‘Mio kenapa
tidak pakai jilbab’?
Ibu : Karna aku kucing.
Nasywa : Oh...
Ibu : Baju Aisyah juga cantik, bajunya warna apa itu?
Nasywa : walna olen ‘warna oranye’.
Nasywah : Mio bajunya walna melah ‘warna merah.
Ibu : Aku mau pergi ke sekolah dulu ya..
Nasywa : Aku juga mau pigi ‘pergi’ ke sekolah. Aku nanti sama mama.
Mio mau ikut?
Ibu : Mau dong!
Data (18) menunjukkan kosa kata yang muncul dalam permainan sandiwara
boneka lebih beragam. Kosa kata yang muncul adalah sebagai berikut:
a. Empat kosa kata benda –benda jilbab, kucing, baju, dan sekolah.
b. Lima kosa kata keadaan baik, cantik, biru, oranye, dan merah.
c. Dua kosa kata kerja pergi dan ikut.
d. Satu kosa kata istilah kekerabatan ibu.
e. Satu kosa kata ganti aku.
4.2.1.3 Permainan Susun Warna
Permainan susun warna adalah permainan yang dimainkan anak-anak
dengan cara mencocokkan kartu-kartu warna sesuai dengan warna yang ada di
kertas warna. Tujuan permainan ini adalah untuk membantu anak-anak
memperoleh kosa kata keadaan, yakni nama-nama warna.
(19)
Ibu : Rara coba cocokkan kartu warnanya ke sini (menunjuk kertas warna),
bisa sayang?
Rara : Bisa (mengambil kartu-kartu warna lalu mulai menyocokkannya dengan
kertas warna).
Ibu : Ini warna apa nak?
Rara : hijau
Ibu : Terus, sebutkan apa warnanya ya.
Rara : biru, merah, oren ‘oranye’, kuning, coklat, hitam.
Ibu : Hore! Pintar Rara.
Data (19) menunjukkan kosa kata yang muncul adalah tujuh kosa kata
4.2.1.4 Permainan Bos
Permainan bos merupakan permainan antara ibu dan anak, yakni ibu
bertindak seolah-olah ibu adalah seorang bos atau pemimpin dan anak adalah
anak buah dari bos. Pada umumnya anak buah harus mematuhi semua perintah
yang diperintahkan oleh bos. Jadi, dalam permainan bos ini anak diberi stimulus
agar menuruti apa yang diperintahkan oleh bos (ibu). Permainan ini tidak
menggunakan alat peraga seperti pada permainan kartu bergambar, sandiwara
boneka, dan susun warna.
(20)
Ibu : Coba pegang tangan Ara!
Ara : (tangan kanan memegang tangan kiri)
Ibu : Tangan gunanya untuk apa?
Ara : untuk megang ‘memegang’.
Ibu : Pintar anak ibu. Ini gigi ibu (menunjuk gigi). Sekarang coba
tunjukkan mana gigi kamu?
Ara : (membuka mulut dan menunjuk gigi) Iii...
Ibu : Gigi gunanya untuk menggi...
Ara : gigit ‘menggigit’.
Ara : Ini (menunjuk mata)
Ibu : Mata ibu mana?
Ara : Itu (menunjuk mata ibu)
Ibu : Mata gunanya untuk meli...
Ara : ...hat.
Ibu : Untuk apa nak?
Ara : melihat
Ibu : Pintar anak ibu.
Data (20) menunjukkan kosa kata yang muncul pada permainan bos adalah
sebagai berikut:
a. Empat kosa kata benda-benda tangan, gigi, mata, dan kaki.
b. Tiga kosa kata kerja memegang, menggigit, dan melihat.
4.2.1.5 Permainan Harta Karun
Permainan harta karun adalah permainan yang dilakukan menggunakan
alat peraga seperti mainan-mainan anak. Cara bermain permainan ini adalah:
1. Kumpulkan tiga mainan anak dan masing-masing mainan diletakkan di
tempat yang berbeda misalnya di atas meja, di bawah kursi, dan di balik
punggung ibu. Mainan-mainan anak dalam permainan ini disebut harta
karun. Letakkan mainan-mainan itu tidak jauh dari anak agar anak tidak
kesulitan saat mencari.
2. Lalu beri instruksi pada anak untuk mencari harta karun itu di sekitarnya
dan mengumpulkan harta karunnya.
3. Katakan pada anak jika anak sudah menemukan harta karun itu anak harus
memberikannya pada ibu sambil menyebutkan apa nama benda yang
ditemukannya dan di mana anak menemukan benda itu.
Rian bersama ibu melakukan permainan harta karun. Ibu menggunakan
mainan seperti bola berwarna merah, mobil-mobilan, dan boneka kucing yang
dijadikan sebagai harta karun Rian dalam permainan ini. Ibu meletakkan ketiga
benda ini di tempat yang berbeda, yakni bola di bawah meja, mobil-mobilan di
atas kursi, dan boneka di balik punggung ibu. Sama seperti pencarian harta karun
sungguhan yang memerlukan peta, permainan ini juga memerlukan sebuah peta.
Peta dalam permainan ini ditulis di atas kertas. Peta tersebut berisi tentang
(21)
Ibu :Wah, di peta ini tertulis Rian harus mencari bola yang warnanya
merah.
Rian : Mana bolanya bu?
Ibu : Ibu nggak ‘tidak’ tahu di mana bolanya, di peta nggak ada ditulis.
Coba Rian cari di sekitar sini, pasti ada.
Rian : (mencari bola berwarna merah) Ini dia bu!
Ibu : Bagus. Sekarang Rian coba cari mobil-mobilan.
Rian : (mencari mobil-mobilan, berlari ke sana dan kemari) Ini bu!
Ibu : Bagus. Terakhir di peta tertulis Rian harus cari boneka kucing.
Rian : (mencari boneka kucing) Ini bu bonekanya!
Ibu : Nah, sekarang harta karun Rian kasih ‘berikan’ ke ibu. Ini apa
namanya tadi? (menunjuk bola merah)
Rian : bola
Ibu : Warna apa bolanya?
Rian : warna merah
Ibu : Kalau yang ini? (menunjuk mobil-mobilan)