• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemerolehan Kosa Kata Bahasa Indonesia pada Anak Usia 2—3 Tahun melalui Permainan dan Nyanyian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemerolehan Kosa Kata Bahasa Indonesia pada Anak Usia 2—3 Tahun melalui Permainan dan Nyanyian"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

PEMEROLEHAN KOSA KATA BAHASA INDONESIA PADA

ANAK USIA 2—3 TAHUN MELALUI PERMAINAN DAN

NYANYIAN

SKRIPSI

OLEH

DITA WULANDARI PANGESTI LESTARI 090701003

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya buat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, Juni 2013

(3)

PEMEROLEHAN KOSA KATA BAHASA INDONESIA PADA ANAK USIA 2—3 TAHUN MELALUI PERMAINAN DAN NYANYIAN

Dita Wulandari Pangesti Lestari

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pemerolehan kosa kata bahasa Indonesia pada anak usia 2—3 tahun melalui permainan dan nyanyian dengan tujuan mendeskripsikan bagaimana pemerolehan kosa kata bahasa Indonesia ditinjau dari psikolinguistik behaviorisme dan kosa kata apa yang muncul dalam bahasa anak. Penelitian ini menggunakan teori Psikolinguistik Behaviorisme. Pengumpulan data terlebih dahulu dilakukan dengan menggunakan teknik observasi untuk mengamati ujaran anak-anak terhadap kosa kata bahasa Indonesia. Metode yang digunakan untuk pengumpulan data adalah metode simak. Kemudian untuk mengembangkan metode simak digunakan beberapa teknik, yaitu teknik sadap sebagai teknik dasar, sedangkan teknik lanjutannya adalah teknik simak libat cakap, teknik rekam, teknik gambar, dan teknik catat. Setelah data dikumpulkan, selanjutnya peneliti menganalisis menggunakan metode yang dikemukakan oleh Sudaryanto, yakni metode padan. Teknik dasar yang digunakan untuk menganalisis data tersebut adalah teknik pilah unsur penentu. Teknik lanjutan dari teknik pilah unsur penentu adalah teknik hubung banding menyamakan. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pemerolehan kosa kata bahasa Indonesia anak usia 2—3 tahun melalui permainan dan nyanyian terdiri atas tujuh jenis kosa kata, yaitu kosa kata istilah kekerabatan, nama-nama bagian tubuh, kata ganti, kata bilangan, kata kerja, kata keadaan, dan kata benda-benda.

(4)

PRAKATA

Puji syukur kepada Allah Subhanahuwata’ala yang telah memberikan

kesehatan, kemudahan, dan nikmat kepada peneliti sehingga peneliti dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul Pemerolehan Kosa Kata Bahasa Indonesia

pada Anak Usia 2—3 Tahun melalui Permainan dan Nyanyian. Allah yang selalu

mendengar keluh kesah saat hamba-Nya mengalami kesulitan dan selalu

menampung air mata hamba-Nya dalam rintikan doa yang terurai. Shalawat dan

salam juga peneliti ucapkan kepada rasulullah Muhammad

shallahu’alaihiwassalam, semoga beliau memberikan syafaatnya kelak.

Peneliti hanya manusia biasa yang memiliki banyak kekurangan. Peneliti

tidak akan bisa menyelesaikan skripsi ini tanpa dukungan dan semangat semua

pihak yang telah membantu peneliti. Untuk itu peneliti mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Orang tua peneliti, yang tidak pernah berhenti memberikan dukungan dan

semangat kepada peneliti. Khususnya kepada mama Susi Lestari yang bagi

peneliti adalah sosok perempuan yang luar biasa. Tiap butiran keringat

yang telah ditumpahkan adalah doa untuk kesuksesan anak-anaknya.

Seorang ibu yang tidak hanya sekedar melahirkan, merawat, dan

membesarkan kami, namun juga seorang ibu yang kuat dan tegar. Kepada

papa Ramlan Taufik semoga Allah selalu memberkahi papa. Ayah

Murdoko dan ibu Teteh yang sudah peneliti anggap seperti orang tua

(5)

2. Dr. Syahron Lubis, M.A., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara. Dr. Husnan Lubis, M.A., sebagai Pembantu

Dekan I, Drs. Syamsul Tarigan, sebagai Pembantu Dekan II, dan Drs.

Yudi Adrian Mulyadi, M.Hum., sebagai Pembantu Dekan III.

3. Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M,Si., sebagai ketua jurusan Sastra

Indonesia FIB USU. Terima kasih atas semua nasihat, bimbingan, dan

perhatian Bapak selama ini. Bapak tidak hanya sekedar ketua jurusan dan

dosen, tapi Bapak bagi peneliti adalah sosok orang tua yang selalu

memberikan dukungan dan motivasi.

4. Drs. Haris Sutan Lubis, M.SP., sebagai sekretaris jurusan Sastra Indonesia

FIB USU. Terima kasih atas falsafah tukang kayu yang pernah Bapak

berikan.

5. Dr. Gustianingsih, M.Hum., yang tidak hanya sebagai dosen pembimbing I,

namun juga sebagai ibu yang selalu memberi semangat kepada peneliti.

Genggaman tangan beliau saat menjelang seminar seperti kekuatan dan

doa dari seorang ibu kepada anaknya. Peneliti sangat bersyukur dibimbing

oleh dosen seperti beliau. Peneliti menyadari begitu banyak kekurangan

yang peneliti miliki, namun berkat kesabaran beliau mendidik peneliti

akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Drs. Amhar Kudadiri, M.Hum., sebagai dosen pembimbing II peneliti

yang telah mendukung dan membantu peneliti menyelesaikan skripsi ini.

Kata-kata semangat yang pernah beliau ucapkan akan selalu peneliti ingat

(6)

7. Drs. Namsyah Hot Hasibuan, M.Ling., sebagai dosen wali yang telah

membimbing dan mendukung peneliti selama ini. Perhatian dan nasihat

yang beliau berikan selalu peneliti ingat dan menjadi bekal untuk ke

depannya.

8. Staf pengajar Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara.

9. Kartika Putri atau kak Tika yang telah membantu peneliti dalam hal

administrasi perkuliahan.

10.Adik yang sangat menyebalkan Muhammad Dimas Agung Dwi Cahyo.

Walau semakin hari kau semakin dewasa, tapi bagiku kau tetap adik

kecilku yang sangat kusayang.

11.Nenek Hj. Sutini dan kakek H. Misran Toepono atas dukungan untuk terus

menyemangati peneliti. Peneliti selalu ingat ucapan kakek bahwa

tanggung jawab bukan beban. Skripsi ini juga bukan beban, melainkan

tanggung jawab peneliti sebagai mahasiswa S1.

12.Kakak-kakak CMR, Emma Marsella, Siti Ayu Nurhidayati, Riski

Handayani, dan Andryana Sari. Kalian lebih dari sekedar sahabat.

Pertengkaran dan gelakan tawa yang sering bergumul dalam persaudaraan

kita semoga dapat menjadi warna-warni cerita kita di masa depan. Semoga

di masa depan kita menjadi sosok yang berguna bagi masyarakat.

13.Teman-teman sepermainan Daud, Iyem, Imah, Riski, Ijal, Devi, John, dan

(7)

14.Teman-teman KBSM (Komunitas Biola dan Seniman Medan) khususnya

Mas Andi Suhendri, Ipeh, Kakang Wanda, dan Bang Didi atas semangat

untuk tidak mengatakan jenuh dalam mempermainkan nada-nada. Kalian

adalah teman-teman yang luar biasa bagi peneliti. Kalian mengajarkan

kepada peneliti bahwa kerumitan hidup tidak menjadi penghalang untuk

terus berkreasi dan melangkah maju hingga orang melihat kalian sebagai

sosok yang luar biasa.

15.Teman-teman stambuk 2009 dan 2008 atas semangat yang saling

ditularkan. Semoga pertemanan kita terus terjaga.

16.Saudara-saudara di BTM Al-Iqbal yang senantiasa memberikan dorongan

positif saat peneliti merasa jenuh dalam menapaki kehidupan yang penuh

dengan ujian ini.

17.Adik-adik yang menjadi subjek penelitian peneliti, Rian, Nauval, Ara,

Rara, dan Nasywa.

18.Semua pihak yang telah mendukung peneliti dalam penyelesaian skripsi

ini.

Peneliti menyadari skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, namun

peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Medan, Juni 2013

(8)

DAFTAR ISI

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep ... 8

2.1.1 Bahasa dan Pemerolehan Bahasa Anak ... 8

2.1.2 Kosa Kata ... 9

2.1.3 Permainan ... 11

2.1.4 Nyanyian ... 12

2.2 Landasan Teori ... 13

2.2.1 Pemerolehan Bahasa ... 13

(9)

2.2.3 Psikolinguistik Behaviorisme ... 15

2.3 Tinjauan Pustaka ... 16

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20

3.2 Sumber Data Penelitian ... 20

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 21

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data ... 23

BAB IV PEMEROLEHAN KOSA KATA BAHASA INDONESIA PADA ANAK USIA 2—3 TAHUN MELALUI PERMAINAN DAN NYANYIAN 4.1 Pemerolehan Kosa Kata Bahasa Indonesia pada Anak Usia 2—3 Tahun melalui Permainan dan Nyanyian Ditinjau dari Psikolinguistik Behaviorisme... 31

4.2 Jenis Kosa Kata dalam Bahasa Anak Usia 2—3 Tahun melalui Permainan dan Nyanyian ... 38

4.2.1 Jenis Kosa Kata dalam Bahasa Anak Usia 2—3 Tahun melalui Permainan ... 38

4.2.1.1 Permainan Kartu Bergambar... 38

4.2.1.2 Permainan Sandiwara Boneka ... 42

4.2.1.3 Permainan Susun Warna ...45

(10)

4.2.1.5 Permainan Harta Karun ... 49

4.2.2 Jenis Kosa Kata dalam Bahasa Anak Usia 2—3 Tahun melalui Nyanyian ... 51

4.2.2.1 Nyanyian Dua Mata Saya ... 52

4.2.2.2 Nyanyian Bangun Tidur ... 55

4.2.2.3 Nyanyian Balonku ... 57

4.2.2.4 Nyanyian Bintang Kecil ... 59

4.2.2.5 Nyanyian Satu Satu Aku Sayang Ibu ... 62

4.2.2.6 Nyanyian Lihat Kebunku ... 64

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 66

5.2 Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA

(11)

PEMEROLEHAN KOSA KATA BAHASA INDONESIA PADA ANAK USIA 2—3 TAHUN MELALUI PERMAINAN DAN NYANYIAN

Dita Wulandari Pangesti Lestari

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pemerolehan kosa kata bahasa Indonesia pada anak usia 2—3 tahun melalui permainan dan nyanyian dengan tujuan mendeskripsikan bagaimana pemerolehan kosa kata bahasa Indonesia ditinjau dari psikolinguistik behaviorisme dan kosa kata apa yang muncul dalam bahasa anak. Penelitian ini menggunakan teori Psikolinguistik Behaviorisme. Pengumpulan data terlebih dahulu dilakukan dengan menggunakan teknik observasi untuk mengamati ujaran anak-anak terhadap kosa kata bahasa Indonesia. Metode yang digunakan untuk pengumpulan data adalah metode simak. Kemudian untuk mengembangkan metode simak digunakan beberapa teknik, yaitu teknik sadap sebagai teknik dasar, sedangkan teknik lanjutannya adalah teknik simak libat cakap, teknik rekam, teknik gambar, dan teknik catat. Setelah data dikumpulkan, selanjutnya peneliti menganalisis menggunakan metode yang dikemukakan oleh Sudaryanto, yakni metode padan. Teknik dasar yang digunakan untuk menganalisis data tersebut adalah teknik pilah unsur penentu. Teknik lanjutan dari teknik pilah unsur penentu adalah teknik hubung banding menyamakan. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pemerolehan kosa kata bahasa Indonesia anak usia 2—3 tahun melalui permainan dan nyanyian terdiri atas tujuh jenis kosa kata, yaitu kosa kata istilah kekerabatan, nama-nama bagian tubuh, kata ganti, kata bilangan, kata kerja, kata keadaan, dan kata benda-benda.

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemerolehan bahasa adalah pemerolehan bahasa, seperti fonologi,

morfologi, semantik, dan sintaksis terhadap anak-anak sebagai bahasa pertama.

Pemerolehan fonologi adalah pemerolehan terhadap bunyi ujaran, pemerolehan

morfologi adalah pemerolehan bentuk-bentuk kosa kata, afiksasi, reduplikasi, dan

komposisi, pemerolehan semantik adalah pemerolehan kosa kata dasar, makna

dasar, dan makna gramatikal bahasa, serta pemerolehan sintaksis adalah

pemerolehan dalam bidang sintaksis. Pemerolehan bahasa pertama ini terjadi pada

anak usia 1—5 tahun.

Bahasa merupakan media yang dapat digunakan anak untuk memperoleh

nilai-nilai budaya, moral, agama, dan nilai-nilai lainnya dari masyarakat. Dalam

proses perkembangan, semua anak manusia yang normal paling sedikit

memperoleh satu bahasa. Setiap anak yang normal akan memperoleh suatu bahasa

yaitu bahasa pertama atau bahasa asli (bahasa ibu) dalam tahun-tahun pertama

kehidupannya di dunia ini. Anak-anak biasanya sudah dapat berkomunikasi secara

bebas saat anak mulai masuk sekolah (Tarigan 1988: 95).

anak dapat memperoleh banyak kosa kata melalui permainan.

Anak-anak sangat suka bermain karena Anak-anak dapat tertawa dan merasa bahagia. Selain

itu, bermain dapat semakin mendekatkan keakraban orang tua dengan anak.

(13)

Nama permainan ini adalah Hidung dan Jari Kaki. Permainan ini akan

meningkatkan koordinasi dan keseimbangan anak dan kemampuan anak untuk

mengingat apa yang didengar anak. Cara bermainnya adalah:

1. Duduk berhadapan dengan anak dan tanyakan, “Apakah kamu dapat

melakukan apa yang ibu lakukan?”

2. Gunakan kedua tangan Anda untuk menyentuh hidung Anda dan

tanyakan, “Apakah kamu dapat menyentuh hidungmu?” Puji anak

Anda kalau dia meniru Anda.

3. Sekarang tanyakan, “Apakah kamu dapat menyentuh jari kakimu?”

Gunakan kedua tangan untuk menyentuh jari kaki Anda.

4. Katakan “Bagus! Sekarang apakah kamu dapat menyentuh hidungmu

dan jari kakimu?”. Sentuh hidung Anda terlebih dahulu, kemudian

jari-jari kaki Anda agar ditiru anak Anda.

5. Lanjutkan ke pasangan bagian badan yang lain.

Anak-anak pada dasarnya suka meniru apa pun yang anak lihat atau anak

dengar yang berada di sekitar anak. Untuk itu, orang tua dan orang-orang yang

ada di sekitar anak tersebut sebaiknya tidak pernah mengeluarkan kata-kata tabu

dan tidak pantas ketika berada di dekat anak karena anak itu pasti akan meniru

ucapan yang didengar anak. Sebagai contoh seorang anak yang berusia 4 tahun

bernama Nabila yang dalam lingkungan sehari-harinya, ibu, paman, bibi, dan

orang-orang yang berada di dekat Nabila seperti tetangganya sering sekali

mengucapkan kata-kata tabu seperti “anjing kau!”, “babi kau!” yang tidak pantas

(14)

didengar anak itu kemudian ditiru lalu diucapkan anak dan anak tahu kapan saja

kata-kata tabu itu bisa diucapkan. Misalnya ketika marah kepada seseorang,

bahkan kepada ibunya pun Nabila akan mengucapkan kata tabu. Reaksi ibunya

saat itu adalah tidak marah, melainkan tertawa karena merasa lucu anaknya bisa

mengucapkan kata tabu itu. Akhirnya anak tahu bahwa anak boleh kapan saja dan

kepada siapa saja mengucapkan kata tabu itu karena ibunya tidak marah jika anak

mengucapkannya. Seharusnya anak-anak seperti Nabila diberi kata-kata positif

dan dorongan yang positif seperti melakukan permainan karena dapat

memperbanyak kosa kata.

Macmillan (2004: 6) seorang ahli psikologi pendidikan dalam bukunya

Permainan Kata dan Musik mengatakan bahwa antara umur 7 dan 12 bulan, suara

ocehan bayi mulai berubah hampir tanpa dapat dideteksi. Lebih banyak huruf mati

(konsonan) yang dapat diucapkan, dan pada usia 12 bulan seorang bayi

mengucapkan kata pertamanya. Orang tua yang membesarkan anak dengan cara

normal, mencintai, dan cepat menanggapi merupakan dasar untuk membantu

anak mencapai potensi intelektualnya. Orang tua dapat mengembangkan

kemampuan berbahasa anak dengan banyak mengajaknya berbicara, dan

menganjurkan agar anak merespons stimulus yang diberikan oleh orang tuanya.

Tidak hanya melalui permainan, Macmillan (2004: 6) mengatakan musik

juga dapat membantu anak-anak dalam belajar memperoleh kosa kata, dalam hal

ini khususnya kosa kata bahasa Indonesia. Caranya adalah dengan mengajarkan

anak nyanyian seperti nyanyian Dua Mata Saya yang dapat membantunya

(15)

di bidang linguistik sangat tertarik untuk mengetahui bagaimana sebuah

permainan dan nyanyian dapat membuat seorang anak memperoleh kosa kata

bahasa Indonesia. Inilah yang menjadi alasan peneliti memilih judul ini.

Anak-anak yang menjadi subjek penelitian dalam penelitian ini adalah

anak-anak yang berusia 2—3 tahun sebanyak lima orang anak. Teori yang

digunakan untuk mendukung penelitian ini adalah psikolinguistik behaviorisme

atau psikolinguistik perilaku. Teori behaviorisme ini diperkenalkan oleh John B.

Watson (1878- 1958) seorang ahli psikologi berkebangsaan Amerika (Chaer 2009:

3). Tujuan utama psikolinguistik behaviorisme ini adalah mencoba mengkaji

perilaku manusia yang berupa reaksi apabila suatu rangsangan terjadi, dan

selanjutnya bagaimana mengawasi dan mengontrol perilaku itu. Jadi, melalui

sebuah permainan dan nyanyian bagaimana mengkaji perilaku anak yang berupa

reaksi apabila suatu rangsangan terjadi melalui bahasa.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas yang menjadi

masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pemerolehan kosa kata bahasa Indonesia pada anak usia 2—3

tahun melalui permainan dan nyanyian ditinjau dari psikolinguistik

behaviorisme?

2. Jenis kosa kata apa yang muncul dalam bahasa anak usia 2—3 tahun

(16)

1.3Batasan Masalah

Suatu penelitian harus memiliki batasan agar penelitian itu lebih fokus

terhadap sesuatu yang menjadi masalah dalam penelitian tersebut. Penelitian ini

membahas tentang pemerolehan kosa kata bahasa Indonesia pada anak usia 2—3

tahun melalui permainan dan nyanyian. Anak yang menjadi subjek penelitian

dalam penelitian ini adalah anak normal dan tidak memiliki cacat fisik dan mental.

Berikut adalah nama-nama permainan dan judul-judul nyanyian yang

menjadi batasan masalah dalam penelitian ini:

1. Permainan

a. Permainan sandiwara boneka

b. Permainan kartu bergambar

c. Permainan susun warna

d. Permainan harta karun

e. Permainan bos

2. Nyanyian

a. Dua Mata Saya (Tanpa Nama)

b. Bangun Tidur (Pak Kasur)

c. Balonku (A. T. Mahmud)

d. Bintang Kecil (Daljono)

e. Satu Satu Aku Sayang Ibu (Tanpa Nama)

(17)

1.4 Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk menjelaskan pemerolehan kosa kata bahasa Indonesia pada anak

usia 2—3 tahun melalui permainan dan nyanyian ditinjau dari

psikolinguistik behaviorisme.

2. Untuk mengetahui jenis kosa kata yang muncul dalam bahasa anak usia

2—3 tahun melalui permainan dan nyanyian.

1.5Manfaat

1.5.1 Manfaat Teoretis

Secara teoretis, manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:

1. Memberikan gambaran mengenai pemerolehan kosa kata bahasa

Indonesia pada anak usia 2—3 tahun melalui permainan dan nyanyian.

2. Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti dan pembaca mengenai

pemerolehan kosa kata bahasa Indonesia pada anak usia 2—3 tahun

melalui permainan dan nyanyian.

3. Sebagai sumber referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan

penelitian di bidang psikolinguistik khususnya pemerolehan kosa kata

(18)

1.5.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini secara praktis dapat dijadikan sebagai:

1. Membantu orang tua untuk memudahkan anak dalam memperoleh kosa

kata bahasa Indonesia melalui permainan dan nyanyian.

2. Sebagai pengetahuan baru bagi mahasiswa di luar program studi Sastra

Indonesia dan masyarakat mengenai pemerolehan kosa kata bahasa

(19)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang di

luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi

2007: 588). Konsep memudahkan peneliti dalam mengembangkan pemahaman

dan gagasan peneliti terhadap penelitian ini.

2.1.1 Bahasa dan Pemerolehan Bahasa Anak

Semua orang menggunakan bahasa sebagai alat berkomunikasi. Tanpa

bahasa orang tidak dapat menyampaikan suatu maksud kepada orang lain. Bahasa

adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu

masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (Alwi

2007: 88).

Chaer dalam bukunya Psikolinguistik Kajian Teoretik mengatakan bahwa

bahasa itu adalah satu sistem, sama dengan sistem-sistem lain, yang sekaligus

bersifat sistematis dan bersifat sistemis. Jadi, bahasa itu bukan merupakan satu

sistem tunggal melainkan dibangun oleh sejumlah subsistem (subsistem fonologi,

sintaksis, dan leksikon). Sistem bahasa ini merupakan sistem lambang, sama

dengan sistem lambang lalu lintas, atau sistem lambang lainnya. Hanya, sistem

lambang bahasa ini berupa bunyi, bukan gambar atau tanda lain; dan bunyi itu

(20)

yaitu dilihat dari segi sosial bahwa bahasa itu adalah alat interaksi atau alat

komunikasi di dalam masyarakat.

Bahasa memudahkan anak mengekspresikan perasaan, gagasan,

kemauannya dengan cara yang benar-benar diterima secara sosial, sedangkan

pemerolehan bahasa pertama erat kaitannya dengan perkembangan sosial anak

(Tarigan 1988: 98). Pemerolehan bahasa anak-anak dapat dikatakan mempunyai

ciri kesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan, yang bergerak dari

ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit (sintaksis).

Kapasitas bawaan sejak lahir mempelajari bahasa, tidak terbatas pada suatu

bahasa tertentu. Manusia dilengkapi dengan kemampuan mempelajari suatu

bahasa sejak lahir, tetapi ternyata manusia masih harus mempelajarinya dari

seseorang, yaitu dari anggota masyarakat tempat orang tersebut hidup (Harding

dan Riley 1986 dalam Tarigan 1988: 6).

2.1.2 Kosa Kata

Kosa kata adalah perbendaharaan kata (Alwi 2007: 597). Setiap bahasa di

dunia ini pasti memiliki kosa kata sebagai perbendaharaan kata dari bahasa

tersebut. Berdasarkan Kamus Linguistik kosa kata adalah kumpulan kata;

khazanah kata; dan leksikon (Kridalaksana 2008: 137).

Istilah kosa kata juga dijelaskan oleh Zainuddin (1992), yaitu:

1. Untuk mewakili suatu nama, sifat, bentuk, dan jenis benda, bisa menggunakan

(21)

Misalnya, nama suatu benda yang terbuat dari selembar papan yang berkaki

adalah meja. Jadi, pengertian selembar papan yang berkaki istilahnya meja.

2. Dalam bidang tertentu terdapat pula istilah tertentu. Misalnya dalam bidang

ekonomi, untuk mewakili suatu pengertian jumlah tetap benda-benda yang

boleh diimpor adalah kuota impor. Jadi kuota impor merupakan istilah khusus

dalam bidang ekonomi. Jadi, istilah sebuah kata atau lebih mengungkapkan

suatu pengertian dalam hal atau bidang tertentu.

Kualitas keterampilan berbahasa seseorang bergantung atas kuantitas dan

kualitas kosa kata yang dimilikinya. Semakin kaya kosa kata yang dimiliki maka

semakin besar pula kemungkinan terampil berbahasa. Bila anak-anak tumbuh,

berkembang, dan menjadi dewasa dalam lingkungan hidup yang berkecukupan,

yang memberikan lebih banyak kesempatan untuk memasuki taman kanak-kanak,

menemani orang tua mereka berbelanja ke toko atau ke pasar, dan mendapat

kesempatan yang lebih banyak menghadiri pertunjukan, pameran, kebun binatang,

taman, teater anak-anak, maka jelas bahwa kosa kata mereka akan mencerminkan

aneka pengalaman yang lebih luas cakrawalanya (Tarigan 1984: 6).

Tarigan (1984: 3) menjelaskan tentang kosa kata dasar, yaitu kosa kata yang

tidak mudah berubah atau sedikit sekali kemungkinannya dipungut dari bahasa

lain. Kosa kata dasar menurut Tarigan terdiri atas:

1. Istilah kekerabatan, misalnya ayah, ibu, anak, adik, kakak, nenek, kakek,

(22)

2. Nama-nama bagian tubuh, misalnya kepala, rambut, mata, telinga, hidung,

mulut, bibir, gigi, lidah, pipi, leher, dagu, bahu, tangan, jari, dada, perut,

pinggang, paha, kaki, betis, telapak, punggung, darah, napas.

3. Kata ganti diri (diri, penunjuk), misalnya saya, kamu, dia, kami, kita,

mereka, ini, itu, sini, sana.

4. Kata bilangan, misalnya satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan,

sembilan, sepuluh, seratus, dua puluh, dua ratus, seratus, seribu, dua ribu,

sejuta, dua juta.

5. Kata kerja, misalnya makan, minum, tidur, bangun, berbicara, melihat,

mendengar, menggigit, berjalan, bekerja, mengambil, menangkap, lari.

6. Kata keadaan, misalnya suka, duka, senang, susah, lapar, kenyang, haus,

sakit, sehat, bersih, kotor, jauh, dekat, cepat, lambat, besar, kecil, banyak,

sedikit, terang, gelap, siang, malam, rajin, malas, kaya, miskin, tua, muda,

hidup, mati.

7. Benda-benda, misalnya tanah, air, api, udara, langit, bulan, bintang,

matahari, binatang, tumbuh-tumbuhan.

2.1.3 Permainan

Permainan memiliki arti sesuatu yang digunakan untuk bermain; barang

atau sesuatu yang dipermainkan; mainan; hal bermain; perbuatan bermain (Alwi

2007: 698). Setiap orang menggunakan bahasa sebagai alat untuk berinteraksi

antara satu dengan yang lain. Tanpa bahasa manusia tidak bisa menyampaikan

maksud dari pikirannya kepada orang lain. Dengan menggunakan kata-kata dan

(23)

membutuhkan bahasa baik untuk menyampaikan aturan permainan, cara bermain

suatu permainan, maupun untuk berkomunikasi saat permainan sedang

berlangsung. Selain itu, melalui permainan juga seorang anak dapat memperoleh

berbagai kosa kata baru.

2.1.4 Nyanyian

Nyanyian adalah hasil menyanyi, yang dinyanyikan, lagu, komponen musik

pendek yang terdiri atas lirik dan lagu (Alwi 2007: 790). Dalam penelitian ini

selain menggunakan permainan sebagai media pemerolehan kosa kata pada anak

juga menggunakan nyanyian sebagai medianya.

Nyanyian yang dijadikan media adalah jenis nyanyian anak-anak yang berisi

lirik dengan kalimat-kalimat yang sederhana sehingga dapat dinyanyikan bersama

anak dan anak juga dapat dengan mudah memahami nyanyian tersebut seperti

nyanyian anak-anak yang berjudul Balonku. Nyanyian ini memiliki lirik dengan

kalimat yang sederhana sehingga mudah dipahami oleh anak-anak dan kosa kata

yang ada dalam nyanyian itu adalah kosa kata sifat (hijau, kuning, kelabu, merah

muda, biru, kacau), kosa kata benda (balon), kosa kata kerja (meletus, pegang)

dan kosa kata bilangan (lima, empat) yang dapat dijadikan sebagai media

(24)

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Pemerolehan Bahasa

Pemerolehan bahasa adalah proses pemahaman dan penghasilan bahasa

pada manusia melalui beberapa tahap, mulai dari meraban sampai kefasihan

penuh (Kridalaksana 2008: 178). Pemerolehan bahasa atau akuisi bahasa adalah

proses yang berlangsung di dalam otak seorang anak-anak ketika anak

memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya (Chaer 2009: 167).

Pemerolehan bahasa tidak sama dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran

bahasa menyangkut proses-proses yang berlaku di dalam otak (pusat bahasa) pada

waktu seseorang sedang mempelajari bahasa baru, biasanya bahasa asing (tapi

bisa juga bahasa ibunya yang menjadi bahasa nasionalnya), setelah anak

(seseorang) itu selesai memperoleh bahasa ibunya dengan sempurna (Simanjuntak

2009: 104). Ada dua proses yang terjadi ketika seorang anak-anak sedang

memperoleh bahasa pertamanya, yaitu proses kompetensi dan proses performansi.

Kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa yang berlangsung secara alami.

Proses kompetensi ini menjadi syarat untuk terjadinya proses performansi yang

terdiri atas dua buah proses, yakni proses pemahaman dan proses penerbitan atau

proses menghasilkan kalimat-kalimat.

2.2.2 Psikolinguistik

Secara etimologi kata psikolinguistik terbentuk dari kata psikologi dan kata

linguistik, yakni dua bidang ilmu yang berbeda, yang masing-masing berdiri

(25)

sama-sama meneliti bahasa sebagai objek formalnya. Hanya objek materialnya yang

berbeda, linguistik mengkaji struktur bahasa, sedangkan psikologi mengkaji

perilaku berbahasa atau proses berbahasa. Dengan demikian cara dan tujuannya

juga berbeda.

Meskipun cara dan tujuannya berbeda, tetapi banyak juga bagian-bagian

objeknya yang dikaji dengan cara yang sama dan dengan tujuan yang sama, tetapi

dengan teori yang berlainan. Oleh karena itu, dirasa perlu adanya kerja sama di

antara kedua disiplin ini untuk mengkaji bahasa dan hakikat bahasa (Chaer 2009:

5).

Istilah psikolinguistik lahir pada tahun 1954, yakni tahun terbitnya buku

Psycholinguistics : A Survey of Theory and Research Problems yang disunting

oleh Charles E. Osgood dan Thomas A. Sebeok, di Bloomington, Amerika Serikat.

Psikolingustik mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung

jika seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarnya pada waktu

berkomunikasi, dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh manusia

(Slobin, 1974; Meller, 1964; Cazahu, 1973 dalam Chaer 2009: 5). Secara teoretis

tujuan utama psikolinguistik adalah mencari satu teori bahasa yang secara

linguistik bisa diterima dan secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa

(26)

2.2.3 Psikolinguistik Behaviorisme

Psikolinguistik behavioristik melahirkan aliran yang disebut

psikolinguistik perilaku. Tujuan utama psikologi perilaku adalah mencoba

mengkaji perilaku manusia yang berupa reaksi apabila suatu rangsangan terjadi,

dan selanjutnya bagaimana mengawasi dan mengontrol perilaku itu. Teori

behaviorisme ini diperkenalkan oleh John B. Watson (1878-1958) seorang ahli

psikologi berkebangsaan Amerika (Chaer 2009: 3). Watson dikenal sebagai Bapak

Behaviorisme karena prinsip-prinsip pembelajaran barunya berdasarkan teori

Stimulus- Respons Bond. Menurut behaviorisme yang dianut Watson tujuan utama

psikologi adalah membuat prediksi dan pengendalian terhadap perilaku; dan

sedikit pun tidak ada kaitannya dengan kesadaran. Psikologi menurut teori ini

hanya mengkaji benda-benda atau hal-hal yang dapat diamati secara langsung,

yaitu rangsangan (stimulus) dan gerak balas (respons); sedangkan hal-hal yang

terjadi dalam otak tidak berkaitan dengan kajian ini.

Para pakar psikologi perilaku ini hanya mengkaji peristiwa-peristiwa yang

dapat diamati, yang nyata dan konkret, yaitu prilaku manusia atau tingkah laku

manusia. Pandangan behaviorisme menekankan bahwa proses pemerolehan

bahasa pertama dikendalikan dari luar diri anak, yaitu oleh rangsangan yang

diberikan melalui lingkungan. Istilah bahasa bagi kaum behavioris dianggap

kurang tepat karena istilah bahasa itu menyiratkan suatu wujud, sesuatu yang

dimiliki atau digunakan, dan bukan sesuatu yang dilakukan. Padahal bahasa itu

(27)

karena itu, mereka lebih suka menggunakan istilah perilaku verbal (verbal

behavior) agar tampak lebih mirip dengan perilaku lain yang harus dipelajari.

Menurut kaum behavioris kemampuan berbicara dan memahami bahasa

oleh anak diperoleh melalui rangsangan dari lingkungannya. Anak dianggap

sebagai penerima pasif dari tekanan lingkungannya, tidak memiliki peranan yang

aktif di dalam proses perkembangan perilaku verbalnya. Proses perkembangan

bahasa terutama ditentukan oleh lamanya latihan yang diberikan oleh

lingkungannya. Kaum behavioris berpendapat rangsangan (stimulus) dari

lingkungan tertentu memperkuat kemampuan berbahasa anak. Perkembangan

bahasa mereka pandang sebagai suatu kemajuan dari pengungkapan verbal yang

berlaku secara acak sampai kepada kemampuan yang sebenarnya untuk

berkomunikasi melalui prinsip pertalian S-R (stimulus-respons) dan proses

peniruan-peniruan (Chaer 2009: 222— 223).

2.3 Tinjauan Pustaka

Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat sesudah menyelidiki

atau mempelajari (Alwi 2007: 1198). Pustaka adalah kitab, buku, buku primbon

(Alwi 2007: 912). Tinjauan pustaka adalah hal-hal atau pengetahuan yang

berhubungan dengan penelitian sebagai bahan referensi yang mendukung

penelitian. Selain itu, tinjauan pustaka juga menjelaskan hasil-hasil penelitian

sebelumnya yang berkaitan dengan topik yang akan diteliti agar semakin jelas

(28)

Berdasarkan tinjauan pustaka yang ada, sumber relevan yang menjadi bahan

referensi dalam penelitian ini adalah:

Suyono dalam Jurnal Penelitian Kependidikan tahun 19 nomor 1, April

2009 yang berjudul Pengembangan Media Pembelajaran Kosakata Berbasis

Audio-Visual untuk Peningkatan Kompetensi Bahasa Indonesia Anak Usia Dini

mengatakan pembelajaran kosakata yang bertujuan untuk meningkatkan

kompetensi berbahasa siswa dapat dilakukan dengan metode bermain dan

bernyanyi. Bermain dapat mendorong minat anak untuk bereksplorasi lebih jauh.

Lebih-lebih kegiatan bermain peran. Hasil studi para ahli tentang dramatisasi

cerita menunjukkan cerita didramatisasikan anak merupakan media utama untuk

mengekspresikan perkembangan kapasitas keberaksaraan anak atau literacy

capacities.Belajar melalui bernyanyi merupakan salah satu metode “pengenalan”

kosakata pada anak yang sangat efektif. Menyanyi menjadikan kata-kata lebih

bermakna bahkan hingga anak-anak itu beranjak remaja. Kehadiran ritmik,

pengulangan, dan pola rima di dalam nyanyian merupakan bentuk “pengajaran”

bahasa tertua yang berisi budaya untuk konsumsi anak. Anak-anak, secara alami,

telah menyerap informasi yang terkandung dalam nyanyian sehingga

memudahkan mereka mengingat kata-kata tertentu, seperti nyanyian yang berisi

angka (satu, dua, tiga, dan sebagainya).

Wijana (2003) dalam Kongres Bahasa Indonesia VIII membahas tentang

pemanfaatan permainan bahasa sebagai bahan pengajaran bahasa dalam upaya

meningkatkan mutu pengajaran ilmu bahasa di Indonesia menjelaskan bahwa

(29)

disertai dengan tingkah laku nonverbal yang khas ini telah diberikan beberapa saat

saja setelah seorang anak-anak dilahirkan. Dengan piranti pemerolehan bahasa

bawaannya ternyata anak-anak kemudian mampu membedakan antara komunikasi

yang serius dan main-main dalam waktu yang relatif singkat sehingga permainan

bahasa itu sendiri tidak mengganggu anak-anak dalam menguasai kosa kata dan

elemen-elemen gramatika bahasa secara natural.

Gustianingsih (2002) dalam tesisnya yang berjudul “Pemerolehan Kalimat

Majemuk Bahasa Indonesia pada Anak Usia Taman Kanak-Kanak” mengatakan

bahwa kemampuan anak usia taman kanak-kanak akan kalimat majemuk

merupakan parameter untuk mengukur keberhasilan dan sekaligus dasar

pengajaran di sekolah dasar.

Fauzie (2000) dalam skripsinya yang berjudul “Pemerolehan Bahasa

Anak-Anak Usia 0—5 Tahun: Analisis Psikolinguistik” membahas tentang tahap-tahap

perkembangan bahasa anak. Tahap-tahap perkembangan bahasa anak terdiri atas

dua tahap, yakni (1) tahap perkembangan prasekolah, yang meliputi tahap

perkembangan meraban (pralinguistik), tahap linguistik I (holofrastik), tahap

linguistik ilmu, tahap linguistik III (perkembangan tata bahasa), tahap kompetensi

penuh, dan (2) tahap perkembangan ujaran kombinatori, yang meliputi tahap

perkembangan negatif (penyangkalan), tahap perkembangan interogatif

(pertanyaan), dan perkembangan sistem bunyi.

Marpaung (2006) dalam skripsinya yang berjudul “Pemerolehan Bahasa

(30)

pemerolehan bahasa Batak Toba anak usia 1—5 tahun, yakni tahap holofrastik,

tahap dua kata, tahap perkembangan tata bahasa, dan tahap tata bahasa menjelang

dewasa.

Listari (2011) dalam skripsinya yang berjudul “Pemerolehan Morfologi

Bahasa Jawa Anak Usia Lima Tahun di Desa Sialang Pamoran Labuhan Batu

Selatan” menjelaskan bahwa pada usia lima tahun, anak-anak sudah sampai pada

tahap perkembangan morfologi. Dalam perkembangan morfologi khususnya

reduplikasi atau kata ulang anak usia lima tahun sudah mulai mengucapkan atau

menggunakan kata ulang pada saat seorang anak berkomunikasi pada lawan

bicaranya, baik kepada anak-anak sebayanya ataupun kepada orang dewasa. Kata

ulang yang terjadi pada anak tersebut terjadi secara alamiah.

Lumban Raja (2010) dalam skripsinya yang berjudul “Pemerolehan

Leksikal Nomina Bahasa Angkola Anak Usia 3—4 Tahun: Analisis

Psikolinguistik” menjelaskan bahwa pemerolehan leksikal nomina dalam bahasa

Angkola pada anak usia 3—4 tahun adalah sangat dipengaruhi oleh masukan yang

diterima anak, dalam hal ini yang berperan penting adalah masukan dari

lingkungan anak. Masukan yang diterima anak dari lingkungan sekitarnya

mempengaruhi jumlah kosa kata yang dapat dikuasai anak usia 3—4 tahun

(31)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan di lapangan. Lokasi

penelitian ini adalah di Kecamatan Medan Marelan dan dilakukan pada tanggal 10

Juni– 8 Juli 2013.

3.2 Sumber Data Penelitian

Sumber data penelitian ini adalah tuturan anak-anak berusia 2—3 tahun

yang diperoleh dari permainan dan nyanyian. Jumlah anak yang dijadikan sumber

data adalah lima orang anak. Kelima anak ini kemudian disebut sebagai subjek

penelitian. Subjek dalam penelitian ini terdiri atas dua orang anak laki-laki

Muhammad Adriansyah (Rian, 3 tahun) dan Nauval Aziz Mifta Hurrahman

(Nauval, 3 tahun), serta tiga orang anak perempuan, yaitu Mukhairunnisa Azzahra

(Ara, 2,8 tahun), Aisyah Aura Zahra (Rara, 3 tahun), dan Nasywa Ramadhita

Khasairi (Nasywa, 2,7 tahun). Usia 2—3 tahun adalah usia yang sangat ideal

untuk mengetahui bagaimana anak-anak memperoleh kosa kata bahasa Indonesia.

Kasih sayang yang diberikan oleh orang tua dan lingkungan dapat membantunya

(32)

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode adalah cara yang harus dilakukan dalam melakukan penelitian,

sedangkan teknik adalah cara melaksanakan metode (Sudaryanto 1993: 9).

Sebelum peneliti mengumpulkan data-data yang tersedia di lapangan, peneliti

akan melakukan observasi terlebih dahulu untuk mengamati tuturan kosa kata

pada anak-anak melalui permainan dan nyanyian. Penelitian ini menggunakan

metode simak. Disebut metode simak atau penyimakan karena memang berupa

penyimakan: dilakukan dengan menyimak, yaitu menyimak penggunaan bahasa

(Sudaryanto 1993: 133). Teknik dasar dari metode simak adalah teknik sadap.

Pada praktiknya, penyimakan atau metode simak itu diwujudkan dengan

penyadapan. Peneliti menyadap penggunaan bahasa anak-anak usia 2—3 tahun

tanpa diketahui anak untuk mengetahui jumlah kosa kata bahasa Indonesia yang

diperolehnya melalui permainan kata dan nyanyian. Anak-anak biasanya akan

sangat aktif dan berbicara banyak saat memainkan permainan dan menyanyikan

beberapa lagu bersama ibu dan anak-anak seusianya. Teknik sadap yang

dilakukan dalam penelitian ini sangat efektif karena dapat memudahkan pekerjaan

peneliti dalam mengumpulkan data.

Selanjutnya, peneliti menggunakan teknik simak libat cakap sebagai teknik

lanjutan dari teknik dasar sadap. Kegiatan menyadap itu dilakukan pertama-tama

dengan berpartisipasi sambil menyimak-berpartisipasi dalam pembicaraan dan

menyimak pembicaraan. Peneliti di sini tidak hanya memperhatikan penggunaan

bahasa atau memperhatikan bagaimana anak-anak itu memperoleh kosa kata

(33)

dialog atau konversasi atau imbal wicara sehingga dikatakan aktif. Peneliti ikut

terlibat langsung dalam pembicaraan ibu dan anak. Jika teknik sadap dan teknik

simak libat cakap selesai dilakukan, maka akan dilanjutkan dengan teknik rekam.

Teknik rekam, yaitu merekam semua tuturan kosa kata bahasa Indonesia yang

didapat anak-anak tersebut melalui permainan dan nyanyian. Teknik rekam ini

dapat dilakukan dengan menggunakan tape recorder sebagai alatnya. Akan tetapi,

karena kemajuan tekhnologi yang semakin canggih, dapat juga digunakan ponsel

yang memiliki aplikasi perekam suara seperti ponsel dengan merek Samsung tipe

GT-S5233W sebagai alat perekam tuturan tersebut. Jika teknik ini selesai

dilakukan, dilanjutkan dengan teknik gambar. Setelah melakukan perekaman

tuturan kosa kata bahasa Indonesia kepada anak-anak tersebut, selanjutnya

menunjukkan gambar yang berhubungan dengan kosa kata yang telah anak

peroleh melalui permainan dan nyanyian tersebut. Setelah teknik gambar

dilakukan langkah selanjutnya adalah melakukan pencatatan semua kosa kata

yang didapat dari anak-anak tersebut melalui permainan dan nyanyian pada kartu

data. Dengan adanya kemajuan tekhnologi, pencatatan itu dapat dilakukan dengan

(34)

3.4Metode dan Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode padan. Metode

padan adalah sebuah metode yang alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak

menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto 1993: 13). Teknik

dasar untuk mengkaji data tersebut adalah teknik pilah unsur penentu. Adapun alat

dari teknik pilah unsur penentu ini adalah daya pilah yang bersifat mental yang

dimiliki oleh penelitinya. Maksudnya adalah kemampuan yang dimiliki oleh

peneliti untuk memilah. Setelah peneliti mengumpulkan semua data, selanjutnya

adalah memilah-milah kosa kata yang telah diperoleh anak-anak tersebut melalui

permainan dan nyanyian, seperti kosa kata istilah kekerabatan, nama-nama bagian

tubuh, kata ganti diri, kata bilangan, kata kerja, kata keadaan, dan kata benda.

Untuk menjawab permasalahan pertama, metode yang dilakukan adalah:

Ibu bersama dengan anak menyanyikan lagu Ke Pasar.

Ibu berpura-pura mengenakan pakaian untuk pergi, ibu bernyanyi lagu Ke Pasar.

Lirik nyanyiannya adalah sebagai berikut:

Pepaya, mangga, pisang, jambu

Kubeli dari pasar minggu

Di pasar banyak penjualnya

Di sana banyak pembelinya

Kemudian nyanyian ini dinyanyikan secara berulang-ulang bersama dengan anak.

(35)

nyanyian Ke Pasar, misalnya mengucapkan nama-nama buah pepaya, mangga,

pisang, dan jambu. Selanjutnya ibu boleh memberi replika, gambar, atau buah

sungguhan selain pepaya, mangga, pisang, dan jambu sebagai bahan penambahan

kosa kata anak. Permainan ini dilakukan untuk melatih anak mengingat

nama-nama buah sehingga melalui permainan dan menyanyikan sebuah nyanyian

anak-anak dapat memperoleh kosa kata baru tentang nama-nama buah pepaya, mangga,

pisang, dan jambu.

Menurut behaviorisme yang dianut Watson tujuan utama psikologi adalah

membuat prediksi dan pengendalian terhadap perilaku; dan sedikit pun tidak ada

kaitannya dengan kesadaran. Psikologi menurut teori ini hanya mengkaji

benda-benda atau hal-hal yang dapat diamati secara langsung, yaitu rangsangan

(stimulus) dan gerak balas (respons); sedangkan hal-hal yang terjadi dalam otak

tidak berkaitan dengan kajian. Semua perilaku menurut behaviorisme, termasuk

tindak balas (respons) berupa kosa kata yang diucapkan kembali oleh anak yang

ditimbulkan oleh adanya rangsangan bahasa melalui permainan dan nyanyian dari

ibunya (stimulus).

Ibu mengajak anak untuk menyanyikan lagu Ke Pasar yang liriknya berisi

beberapa kosa kata benda, yaitu nama-nama buah. Ibu terus menyanyikan

nyanyian ini bersama dengan anak sampai anak ikut bernyanyi. Sambil bernyanyi

bersama anak, ibu juga memberi gambar buah-buahan yang ada di dalam lirik

nyanyian seperti pepaya, mangga, pisang, dan jambu kepada anak. Anak di sini

telah mendapat rangsangan (stimulus) ketika si ibu memperlihatkannya gambar

(36)

yang ditunjukkan anak. Saat ditunjukkan gambar salah satu buah misalnya buah

pisang, sebelumnya anak yang sudah mendapat rangsangan (stimulus) bisa

menyebutkan gambar tersebut adalah gambar buah pisang. Tidak hanya sekedar

mengetahui macam-macam kosa kata, si anak juga harus mengetahui makna dari

tiap kata yang diucapkannya. Jadi, saat anak melihat buah pisang, anak tahu

bahwa itu adalah pisang (sejenis buah yang dapat dimakan). Hal itu bisa

dibuktikan dengan pertanyaan:

(1)

Ibu : Pisang itu apa sayang?

Nauval (3 tahun) : Buah enak, lembek.

Ibu : Pintar Nauval.

Pujian dan kata-kata manis dari ibu juga dapat dijadikan sebagai stimulus

perkembangan bahasa anak agar lebih banyak kosa kata yang muncul. Hardikan

dan hentakan akan mengurangi kosa kata yang diperoleh anak dan lambat laun

anak akan takut mengeluarkan kosa kata dari mulutnya.

Watson mengemukakan dua prinsip penting yaitu (1) recency principle

(prinsip kebaruan), dan (2) frequency principle (prinsip frekuensi). Menurut

recency principle jika suatu stimulus baru saja menimbulkan respons, maka

kemungkinan stimulus itu dapat menimbulkan respons yang sama apabila

diberikan berulang-ulang pada saat itu juga tanpa menunggu lama berselang.

(37)

menimbulkan satu respons, maka kemungkinan stimulus itu akan menimbulkan

respons yang sama pada waktu yang lain akan lebih besar.

Contoh:

“Permainan boneka Barbie” antara ibu dengan anak (Nasywa, 2,7 tahun).

Boneka Barbie adalah salah satu jenis boneka yang memiliki bentuk fisik mirip

seperti manusia.

1. Ibu memberikan stimulus kepada anak berupa bermain boneka bersama-sama

dan menunjukkannya bagian-bagian fisik boneka seperti mata, hidung, mulut,

rambut, dan leher, serta topi dan warna baju yang dipakai boneka. Sebagai

stimulus dari ibu akan dapat dilihat respons anak tentang pemerolehan kosa

kata anggota tubuh manusia. Berikut percakapan ibu dengan anak:

(2)

Ibu : (menunjuk mata boneka) Apa namanya ini sayang?

Nasywa : Mata jelek (sambil menunjuk mata boneka)

Ibu : Apa tadi ini namanya nak?

Nasywa : Mata.

(3)

Ibu : Ada berapa mata bonekanya nak? (menunjuk mata boneka sambil

menghitung mata boneka) satu... dua... Berapa mata bonekanya nak?

Nasywa : (menunjuk mata boneka) satu... dua...

(38)

Nasywa : dua.

Ibu : Pintar anak mama.

Jawaban anak di sini merupakan respons dari stimulus yang telah diberikan

oleh ibunya.

2. Berikan lagi stimulus kepada anak dengan menunjukkannya warna baju boneka.

(4)

Ibu : Lihat ini Nasywa cantik kan baju bonekanya. Warna apa nak baju

bonekanya?

Nasywa : pink ‘merah muda’.

Ibu : Warna apa nak?

Nasywa : pink mama.

Ibu : Pintarnya anak mama.

Nasywa : (tertawa)

3. Stimulus berikutnya adalah katakan kepada anak apa yang dilakukan boneka.

Ibu memegang boneka dan berpura-pura menyuapkan kue ke arah mulut

boneka.

(5)

Ibu : Lihat Nasywa, lagi apa bonekanya? Aaaa.... (berpura-pura

menyuapkan kue ke mulut boneka)

(39)

Ibu : Pintar ya Nasywa.

Puji anak jika ia merespons stimulus yang diberikan oleh ibunya dengan benar.

(6)

Ibu : (menunjuk hidung boneka) Ini apa namanya Nasywa?

Nasywa : idong ‘hidung’

Ibu : Hidung Nasywa mana nak?

Nasywa : (menunjuk hidung) Ini idong adek.

Ibu : Hidung Nasywa ada berapa nak?

Nasywa : (memegang hidung) Satu.

(7)

Ibu : (menunjuk topi boneka) Nak, bonekanya pakai apa ini?

Nasywa : Topi.

Ibu : Pakai apa nak?

Nasywa : Topi.

Ibu : Cantik kan topi bonekanya? Nasywa ada topi juga?

(40)

(8)

Ibu : Apa ini nak yang di dalam topi bonekanya?

Nasywa : lambut ‘rambut’ bau.

Ibu : Mana rambut Nasywa?

Nasywa : (menunjuk rambut) Ini lambut bau.

(9)

Ibu : Ini apa namanya nak?

Nasywa : molot ‘mulut’

Ibu : Mulut cerewet kan nak? Mana mulut cerewet Nasywa?

Nasywa : (memajukan mulut)

Ibu : Mulut apa itu nak?

(41)

(10)

Ibu : Ini nak yang pakai kalung ini namanya apa?

Nasywa : lehel ‘leher’

Ibu : Pintarnya anak mama. Siapa pintar nak?

Nasywa : Adek.

Dari percakapan di atas berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Henry

Guntur Tarigan diperoleh kosa kata benda-benda, keadaan, kerja, dan bilangan

yang muncul dalam bahasa anak tersebut. Kosa kata benda-benda yang muncul

adalah mata, hidung, topi, rambut, mulut, dan leher. Kosa kata keadaan yang

muncul adalah jelek, pink (merah muda), bau, dan cerewet. Kosa kata kerja yang

muncul adalah makan. Kosa kata bilangan yang muncul adalah dua dan satu.

Teknik lanjutan dari teknik dasar pilah unsur penentu ini adalah teknik

hubung banding menyamakan, yakni menyamakan tuturan bahasa yang diucapkan

anak-anak dengan tuturan bahasa yang diucapkan oleh orang dewasa. Misalnya

pada kata rambut, anak-anak menyebutnya dengan kata lambut yang berarti

rambut, sedangkan orang dewasa akan menyebutnya dengan kata rambut. Anak

usia 2—3 tahun pada umumnya belum bisa melafalkan bunyi triil, maka dari itu

fonem /r/ pada kata rambut yang diucapkan anak-anak mengalami perubahan dan

diganti dengan fonem /l/ sehingga menjadi lambut. Pengertian yang dikandung

(42)

BAB IV

PEMEROLEHAN KOSA KATA BAHASA INDONESIA PADA ANAK USIA 2—3 TAHUN MELALUI PERMAINAN DAN NYANYIAN

4.1 Pemerolehan Kosa Kata Bahasa Indonesia pada Anak Usia 2—3 Tahun

melalui Permainan dan Nyanyian Ditinjau dari Psikolinguistik Behaviorisme

Pemerolehan bahasa anak-anak mempunyai ciri kesinambungan, memiliki

suatu rangkaian kesatuan, yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju

gabungan kata yang lebih rumit (Tarigan 1988: 5). Anak-anak dalam memperoleh

bahasa tidak secara langsung dapat mengucapkan suatu kalimat seperti adek

makan nasi, melainkan terlebih dahulu memahami satu kata sederhana yang biasa

anak-anak dengar dan berada di sekitar anak tersebut seperti kata adek,makan dan

nasi. Jika anak telah memperoleh kosa kata adek dan makan, selanjutnya menuju

ke rangkaian gabungan kata yang lebih rumit, yaitu adek mam ‘adek makan’.

(11)

Peneliti : Rara makan apa nak?

Rara : Makan nasi.

Peneliti : Makan nasi pakai apa nak?

Rara : Makan nasi pake ‘pakai’ udang.

Berdasarkan contoh (11) di atas dapat diketahui bahwa Rara terlebih dahulu

(43)

udang, selanjutnya Rara dapat menggabungkan kata-kata tersebut menjadi makan

nasi pakai udang. Berdasarkan prinsip frekuensi (frequency principle) dari teori

psikolinguistik behaviorisme yang dikemukakan oleh Watson yang mengatakan

apabila suatu stimulus dibuat lebih sering menimbulkan satu respons, maka

kemungkinan stimulus itu akan menimbulkan respons yang sama pada waktu

yang lain akan lebih besar. Sebelumnya Rara telah mendapatkan stimulus dari

orang tua dan orang-orang di sekitarnya mengenai kosa kata makan, nasi, pakai,

dan udang sehingga saat Rara diberi stimulus yang sama terhadap kosa kata

tersebut, Rara dapat memberi respons dengan benar.

Slobin (dalam Tarigan 1988: 5) mengatakan bahwa setiap pendekatan

modern terhadap pemerolehan bahasa akan menghadapi kenyataan bahwa bahasa

dibangun sejak semula oleh setiap anak, memanfaatkan aneka kapasitas bawaan

sejak lahir yang beraneka ragam dalam interaksinya dengan

pengalaman-pengalaman dunia fisik dan sosial.

Setiap anak memiliki sistem bahasanya berdasarkan pengalaman di rumah

dan masyarakat untuk maksud dan tujuan tertentu dan dengan pribadi-pribadi

tertentu. Setiap anak memiliki gaya bahasa sendiri dan cara sendiri

mengekspresikan makna dalam berbagai situasi. Setiap anak mempunyai ciri-ciri

atau sifat-sifat kepribadiannya sendiri yang menyatakan diri dari cara anak

menggunakan bahasa misalnya seorang anak cenderung ke arah ekspresi yang

jelas dan nyata (fasih berkata-kata), tetapi ada anak yang lain yang sedikit bicara

dan secara diam-diam membangun hubungan-hubungan dalam pikirannya sendiri

(44)

bermain-main, tetapi ada pula anak yang lain berperilaku secara pragmatis,

maksudnya anak menggunakan bahasa lebih santai dan bervariasi. Jika anak yang

satu memiliki status sosial lebih tinggi, akan menggunakan bahasa yang lebih dari

anak yang memiliki status sosial lebih rendah. Contoh penggunaan kosa kata

handphone atau hp, laptop, TV, CD, pesawat terbang, dan sebagainya.

Anak-anak dapat memperoleh kosa kata dari pengalaman-pengalaman yang

pernah didapat oleh anak tersebut. Tarigan (1984: 6) mengatakan bila anak-anak

tumbuh, berkembang, dan menjadi dewasa dalam lingkungan hidup yang

berkecukupan, yang memberikan lebih banyak kesempatan untuk menemani

orang tua berbelanja ke toko atau ke pasar, menghadiri pertunjukan, pameran,

kebun binatang, taman, teater anak-anak, maka kosa kata anak-anak tersebut akan

mencerminkan pengalaman-pengalaman yang lebih luas. Saat bermain permainan

kartu bergambar, anak-anak diberi stimulus dengan ditunjukkan gambar alat-alat

elektronik dan alat transportasi. Adapun gambar alat-alat elektronik seperti

telepon genggam atau handphone, kamera, kompor, kipas angin, televisi, dan

komputer. Alat-alat transportasi yang ditunjukkan pada anak-anak dalam

permainan kartu bergambar seperti kapal laut, kereta api, bus, sepeda, pesawat

terbang, becak, delman atau sado, sepeda motor, dan mobil.

(12)

Ibu : Sekarang kita main kartu bergambar ya.. Ibu tunjukkan gambar-gambar

di sini (menunjuk kartu bergambar) Rian bilang apa namanya ya..

(45)

Ibu : Ini apa namanya sayang? (menunjukkan kartu bergambar alat-alat

elektronik)

Rian : hphandphone’, komputer, tipi ‘televisi’, kipas angin, kompor.

Ibu : Kalau yang ini apa namanya? (menunjuk kartu bergambar kamera)

Rian : (Diam dan melihat ke arah ibu)

Ibu : Ka...

Rian : Ka...

Ibu : Kamera.

Rian : Kame...

Ibu : Kamera.

Rian : kamera

Ibu : Bagus.

Kosa kata benda-benda pada data (12) merupakan alat-alat elektronik yang

tidak asing lagi bagi anak yang orang tuanya memiliki status sosial lebih tinggi

karena sebagian besar dimiliki oleh keluarga anak sehingga anak sudah biasa

melihat alat-alat elektronik tersebut. Jadi saat Rian diberi stimulus dengan

ditunjukkan gambar alat-alat elektronik, Rian dapat memberi respons dengan

(46)

dengan benar. Ibu harus memberikan stimulus dengan mengulang kata kamera

kepada Rian hingga Rian bisa memberikan stimulus dengan benar.

(13)

Ibu : Nah, kalau yang ini gambar apa Rian? (menunjukkan gambar alat-alat

transportasi)

Rian : sepeda, kapal, becak, bus, keta api ‘kereta api’, mobil, keta ‘kereta’ atau

‘sepeda motor’, pesawat

Ibu : Pintar anak ibu.

Data (13) memperlihatkan bahwa semua stimulus yang diberikan oleh ibu

kepada Rian berupa kosa kata benda-benda dapat direspons dengan benar. Pada

kata sepeda motor Rian mengenalnya dengan kata kereta bukan sepeda motor

karena masyarakat di Medan pada umumnya mengatakan sepeda motor dengan

sebutan kereta.

Perilaku menurut psikologi behaviorisme hanya mengkaji

peristiwa-peristiwa yang dapat diamati, yang nyata, yaitu perilaku manusia. Proses

pemerolehan bahasa pertama menurut behaviorisme dikendalikan dari luar diri

anak, yaitu oleh rangsangan yang diberikan melalui lingkungan. Data (12) dan (13)

di atas menunjukkan bahwa Rian telah mendapatkan rangsangan dari

lingkungannya mengenai kosa kata alat-alat elektronik dan transportasi, yakni

dengan melihat benda-benda itu secara langsung sehingga ketika diberi stimulus

yang sama Rian akan merespons stimulus yang sebelumnya telah didapat dari

(47)

menunjukkan respons dengan benar karena Rian belum diberi stimulus oleh orang

tua ataupun lingkungannya mengenai kosa kata tersebut.

(14)

Rian : Bu, pinjam... (mencoba mengambil kamera peneliti)

Peneliti : Bilang dulu ini tadi namanya apa?

Rian : kamera

Peneliti : Pintar. Nih.. (menyerahkan kamera)

Data (14) menunjukkan bahwa Rian yang sebelumnya belum dapat merespons

dengan benar saat diberi stimulus terhadap kosa kata kamera, kini telah dapat

memberi respons dengan benar. Hal ini karena menurut prinsip kebaruan (recency

principle) dari teori psikolinguistik behaviorisme yang dikemukakan oleh Watson

mengatakan jika suatu stimulus baru saja menimbulkan respons, maka

kemungkinan stimulus itu dapat menimbulkan respons yang sama apabila

diberikan berulang-ulang pada saat itu juga tanpa menunggu lama berselang. Jadi,

tanpa menunggu lama waktu berselang, pada saat itu juga Rian telah diberi

stimulus terhadap kosa kata kamera dan saat diberi stimulus yang sama, Rian

(48)

(15)

Ara : Bu, hp-nya kayak ‘seperti’ punya papa. (menunjuk kartu

bergambar handphone)

Peneliti : Eh, mirip punya papa Ara ya?.

Ara : Tapi hp papa BB ‘Blackberry’(salah satu merek handphone).

Peneliti : Hp papa warna apa nak?

Ara : Hp papa warna item ‘hitam’. Ini juga warnanya sama kayak

‘seperti’ hp papa.

Peneliti : Warna apa ini? (menunjuk kartu bergambar handphone)

Ara : Warna item ‘hitam’ juga.

Data (15) menunjukkan bahwa Ara sering sekali melihat dan memegang

handphone milik orang tuanya sehingga saat Ara melihat gambar handphone pada

kartu bergambar, Ara langsung mengetahui gambar tersebut adalah gambar

handphone. Hal ini sesuai dengan prinsip frekuensi (frequency principle) Watson,

yaitu anak akan memberikan respons yang sama pada waktu yang lain karena

anak sering mendapatkan stimulus yang sama, seperti kosa kata handphone atau

(49)

4.2 Jenis Kosa Kata dalam Bahasa Anak Usia 2—3 Tahun melalui Permainan dan Nyanyian

4.2.1 Jenis Kosa Kata dalam Bahasa Anak Usia 2—3 Tahun melalui Permainan

Ada banyak permainan yang dapat dimainkan bersama anak untuk

membantu anak memperoleh kosa kata dalam hal ini kosa kata bahasa Indonesia.

Anak-anak suka bermain karena mereka dapat mengembangkan diri mereka

melalui permainan tersebut. Jenis permainan yang dapat dimainkan anak-anak

adalah sebagai berikut:

1. Permainan kartu bergambar

2. Permainan sandiwara boneka

3. Permainan susun warna

4. Permainan harta karun

5. Permainan bos

4.2.1.1 Permainan Kartu Bergambar

Permainan kartu bergambar adalah jenis permainan yang menggunakan

kartu sebagai media bermain anak-anak. Disebut dengan kartu bergambar karena

kartu-kartu tersebut memiliki berbagai gambar seperti gambar alat-alat

transportasi, angka, binatang, alat-alat elektronik, macam-macam bentuk, warna,

dan sebagainya. Permainan ini dapat membantu anak dalam memperoleh kosa

kata bahasa Indonesia karena melalui permainan ini orang tua memberi stimulus

kepada anak dengan memberi tahu anak tersebut mengenai gambar-gambar yang

(50)

dapat memberi respons dengan benar. Saat ini permainan kartu bergambar telah

banyak digunakan oleh para guru Taman Kanak-kanak sebagai media

pembelajaran terhadap murid-muridnya, namun permainan ini juga dapat

dilakukan orang tua dan anak di rumah.

Gambar 1: Kartu Bergambar

(16)

Ibu : Lihat Nauval ibu punya ini (menunjukkan kartu bergambar).

Coba kamu bilang sama ibu ini gambar apa-apa saja.

Nauval : Iya.

Ibu : Ini gambar apa? (menunjuk kartu bergambar)

Nauval : tempa tidul ‘tempat tidur’, sepatu...

Ibu : Sepatunya warna apa?

(51)

Ibu : Ini?

Nauval : jam, pileng ‘piring’, celana...

Ibu : Celana apa? Panjang atau pendek?

Nauval : celana pendek

Ibu : Ini?

Nauval : galepu ‘garpu’, sendok, gelas, jendela, hp handphone’, pintu

Ibu : Pintunya warna apa?

Nauval : walna ‘warna’ cokelat

Ibu : Pintar. Kalau yang ini apa?

Nauval : topi

Ibu : Warna apa topinya?

Nauval : kuning

Ibu : Bagus.

Data (16) di atas menunjukkan kosa kata yang muncul melalui permainan

kartu bergambar terdiri atas kosa kata benda dan sifat adalah sebagai berikut:

a. Dua belas kosa kata benda-benda, yakni tempat tidur, sepatu, jam,

piring, celana, garpu, sendok, gelas, jendela, handphone, pintu,

(52)

b. Empat Kosa kata keadaan, yakni merah, pendek, coklat, dan kuning.

Gambar 2: Nauval bermain Kartu Bergambar

(17)

Ibu : Rara, ini apa namanya?

Rara : semangka

Ibu : Semangkanya warna apa?

Rara : merah

Ibu : Kita hitung yuk semangkanya! (menghitung semangka pada kartu

bergambar) satu...

(53)

Data (17) menunjukkan kosa kata yang muncul terdiri atas:

a. Satu kosa kata benda semangka.

b. Satu kosa kata keadaan merah.

c. Tiga kosa kata bilangan satu, dua, dan tiga.

4.2.1.2 Permainan Sandiwara Boneka

Permainan sandiwara boneka adalah jenis permainan yang menggunakan

boneka tangan sebagai media bermain bagi anak. Dalam permainan ini

anak-anak diajak untuk mengenal identitas dari boneka yang dimainkan seperti nama

boneka dan juga diajak untuk menggunakan daya imajinasi mereka. Permainan

sandiwara boneka tidak hanya bisa dimainkan dengan boneka tangan, melainkan

juga dapat menggunakan boneka hewan ataupun boneka Barbie.

(54)

(18)

Ibu : Yuk kita main sandiwara boneka! Ibu jadi si Mio, Nasywa jadi si

Aisyah ya. (Mulai bermain sandiwara boneka) Halo!

Assalamualaikum...

Nasywa : kumsalam ‘waalaikumsalam’

Ibu : Apa kabar Aisyah?

Nasywa : baek ‘baik’

Ibu : Cantik sekali kamu hari ini. Apa yang kamu pakai di kepala kamu

itu? (menunjuk jilbab boneka Aisyah)

Nasywa : Ini jiblab ‘jilbab’

Ibu : (tertawa) Warna apa jilbab kamu Aisyah?

Nasywa : walna bilu ‘warna biru’. Mio kok gak pake jiblab ‘Mio kenapa

tidak pakai jilbab’?

Ibu : Karna aku kucing.

Nasywa : Oh...

Ibu : Baju Aisyah juga cantik, bajunya warna apa itu?

Nasywa : walna olen ‘warna oranye’.

(55)

Nasywah : Mio bajunya walna melah ‘warna merah.

Ibu : Aku mau pergi ke sekolah dulu ya..

Nasywa : Aku juga mau pigi ‘pergi’ ke sekolah. Aku nanti sama mama.

Mio mau ikut?

Ibu : Mau dong!

Data (18) menunjukkan kosa kata yang muncul dalam permainan sandiwara

boneka lebih beragam. Kosa kata yang muncul adalah sebagai berikut:

a. Empat kosa kata benda –benda jilbab, kucing, baju, dan sekolah.

b. Lima kosa kata keadaan baik, cantik, biru, oranye, dan merah.

c. Dua kosa kata kerja pergi dan ikut.

d. Satu kosa kata istilah kekerabatan ibu.

e. Satu kosa kata ganti aku.

(56)

4.2.1.3 Permainan Susun Warna

Permainan susun warna adalah permainan yang dimainkan anak-anak

dengan cara mencocokkan kartu-kartu warna sesuai dengan warna yang ada di

kertas warna. Tujuan permainan ini adalah untuk membantu anak-anak

memperoleh kosa kata keadaan, yakni nama-nama warna.

(57)

(19)

Ibu : Rara coba cocokkan kartu warnanya ke sini (menunjuk kertas warna),

bisa sayang?

Rara : Bisa (mengambil kartu-kartu warna lalu mulai menyocokkannya dengan

kertas warna).

Ibu : Ini warna apa nak?

Rara : hijau

Ibu : Terus, sebutkan apa warnanya ya.

Rara : biru, merah, oren ‘oranye’, kuning, coklat, hitam.

Ibu : Hore! Pintar Rara.

Data (19) menunjukkan kosa kata yang muncul adalah tujuh kosa kata

(58)

4.2.1.4 Permainan Bos

Permainan bos merupakan permainan antara ibu dan anak, yakni ibu

bertindak seolah-olah ibu adalah seorang bos atau pemimpin dan anak adalah

anak buah dari bos. Pada umumnya anak buah harus mematuhi semua perintah

yang diperintahkan oleh bos. Jadi, dalam permainan bos ini anak diberi stimulus

agar menuruti apa yang diperintahkan oleh bos (ibu). Permainan ini tidak

menggunakan alat peraga seperti pada permainan kartu bergambar, sandiwara

boneka, dan susun warna.

(20)

Ibu : Coba pegang tangan Ara!

Ara : (tangan kanan memegang tangan kiri)

Ibu : Tangan gunanya untuk apa?

Ara : untuk megang ‘memegang’.

Ibu : Pintar anak ibu. Ini gigi ibu (menunjuk gigi). Sekarang coba

tunjukkan mana gigi kamu?

Ara : (membuka mulut dan menunjuk gigi) Iii...

Ibu : Gigi gunanya untuk menggi...

Ara : gigit ‘menggigit’.

(59)

Ara : Ini (menunjuk mata)

Ibu : Mata ibu mana?

Ara : Itu (menunjuk mata ibu)

Ibu : Mata gunanya untuk meli...

Ara : ...hat.

Ibu : Untuk apa nak?

Ara : melihat

Ibu : Pintar anak ibu.

Data (20) menunjukkan kosa kata yang muncul pada permainan bos adalah

sebagai berikut:

a. Empat kosa kata benda-benda tangan, gigi, mata, dan kaki.

b. Tiga kosa kata kerja memegang, menggigit, dan melihat.

(60)

4.2.1.5 Permainan Harta Karun

Permainan harta karun adalah permainan yang dilakukan menggunakan

alat peraga seperti mainan-mainan anak. Cara bermain permainan ini adalah:

1. Kumpulkan tiga mainan anak dan masing-masing mainan diletakkan di

tempat yang berbeda misalnya di atas meja, di bawah kursi, dan di balik

punggung ibu. Mainan-mainan anak dalam permainan ini disebut harta

karun. Letakkan mainan-mainan itu tidak jauh dari anak agar anak tidak

kesulitan saat mencari.

2. Lalu beri instruksi pada anak untuk mencari harta karun itu di sekitarnya

dan mengumpulkan harta karunnya.

3. Katakan pada anak jika anak sudah menemukan harta karun itu anak harus

memberikannya pada ibu sambil menyebutkan apa nama benda yang

ditemukannya dan di mana anak menemukan benda itu.

Rian bersama ibu melakukan permainan harta karun. Ibu menggunakan

mainan seperti bola berwarna merah, mobil-mobilan, dan boneka kucing yang

dijadikan sebagai harta karun Rian dalam permainan ini. Ibu meletakkan ketiga

benda ini di tempat yang berbeda, yakni bola di bawah meja, mobil-mobilan di

atas kursi, dan boneka di balik punggung ibu. Sama seperti pencarian harta karun

sungguhan yang memerlukan peta, permainan ini juga memerlukan sebuah peta.

Peta dalam permainan ini ditulis di atas kertas. Peta tersebut berisi tentang

(61)

(21)

Ibu :Wah, di peta ini tertulis Rian harus mencari bola yang warnanya

merah.

Rian : Mana bolanya bu?

Ibu : Ibu nggak ‘tidak’ tahu di mana bolanya, di peta nggak ada ditulis.

Coba Rian cari di sekitar sini, pasti ada.

Rian : (mencari bola berwarna merah) Ini dia bu!

Ibu : Bagus. Sekarang Rian coba cari mobil-mobilan.

Rian : (mencari mobil-mobilan, berlari ke sana dan kemari) Ini bu!

Ibu : Bagus. Terakhir di peta tertulis Rian harus cari boneka kucing.

Rian : (mencari boneka kucing) Ini bu bonekanya!

Ibu : Nah, sekarang harta karun Rian kasih ‘berikan’ ke ibu. Ini apa

namanya tadi? (menunjuk bola merah)

Rian : bola

Ibu : Warna apa bolanya?

Rian : warna merah

Ibu : Kalau yang ini? (menunjuk mobil-mobilan)

Gambar

Gambar 1: Kartu Bergambar
Gambar 2: Nauval bermain Kartu Bergambar
Gambar 3: Boneka Tangan
Gambar 4: Nasywa Bermain Sandiwara Boneka
+3

Referensi

Dokumen terkait

Devy Widya Damayanti (A520080316), Peningkatan Penguasaan Kosa Kata Bahasa Inggris Anak Usia Dini Melalui Metode Lagu (Song) Di Tk Bina Putra Sanggrahan Tahun Ajaran

Kajian pemerolehan bahasa anak pada kasus Kukuh Arya Renanto dalam penelitian ini mempunyai dua tujuan: (a) mendeskripsikan pemerolehan kata ulang bahasa Indonesia sebagai

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pemerolehan kalimat kompleks bahasa Indonesia dalam bahasa lisan anak usia 4─5 tahun dengan tujuan mengetahui pola

Dengan kata lain, setiap anak yang normal atau mengalami pertumbuhan yang wajar, memeroleh suatu bahasa yaitu bahasa pertama atau bahasa ibu dalam tahun-tahun pertama

Secara khusus kajian ini bertujuan untuk mendeskripskan pemerolehan fonologi anak usia dua tahun khususnya bunyi vokal, konsonan, dan semivokal dalam bahasa Indonesia,

Berdasarkan data hasil penelitian tindakan kelas tersebut maka hipotesis tindakan yang menyatakan “Diduga melalui bermain gambar dapat meningkatkan kosa kata bahasa Inggris anak

PENGEMBANGAN KOSA-KATA BAHASA ANAK USIA DINI MELALUI FILM ANIMASI DI TK ACEH BANDA SCHOOL Marlyza Mahasiswa PIAUD Fakultas Agama Islam Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh

Metode Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kata dasar dan kata berafiks pada proses pemerolehan bahasa pertama anak usia 2-3 tahun tataran morfologi di desa