• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode padan. Metode padan adalah sebuah metode yang alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto 1993: 13). Teknik dasar untuk mengkaji data tersebut adalah teknik pilah unsur penentu. Adapun alat dari teknik pilah unsur penentu ini adalah daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh penelitinya. Maksudnya adalah kemampuan yang dimiliki oleh peneliti untuk memilah. Setelah peneliti mengumpulkan semua data, selanjutnya adalah memilah-milah kosa kata yang telah diperoleh anak-anak tersebut melalui permainan dan nyanyian, seperti kosa kata istilah kekerabatan, nama-nama bagian tubuh, kata ganti diri, kata bilangan, kata kerja, kata keadaan, dan kata benda.

Untuk menjawab permasalahan pertama, metode yang dilakukan adalah:

Ibu bersama dengan anak menyanyikan lagu Ke Pasar.

Ibu berpura-pura mengenakan pakaian untuk pergi, ibu bernyanyi lagu Ke Pasar.

Lirik nyanyiannya adalah sebagai berikut:

Pepaya, mangga, pisang, jambu Kubeli dari pasar minggu Di pasar banyak penjualnya Di sana banyak pembelinya

Kemudian nyanyian ini dinyanyikan secara berulang-ulang bersama dengan anak. Anak diajak untuk bernyanyi bersama sampai anak bisa mengucapkan lirik

nyanyian Ke Pasar, misalnya mengucapkan nama-nama buah pepaya, mangga,

pisang, dan jambu. Selanjutnya ibu boleh memberi replika, gambar, atau buah

sungguhan selain pepaya, mangga, pisang, dan jambu sebagai bahan penambahan

kosa kata anak. Permainan ini dilakukan untuk melatih anak mengingat nama- nama buah sehingga melalui permainan dan menyanyikan sebuah nyanyian anak-

anak dapat memperoleh kosa kata baru tentang nama-nama buah pepaya, mangga,

pisang, dan jambu.

Menurut behaviorisme yang dianut Watson tujuan utama psikologi adalah membuat prediksi dan pengendalian terhadap perilaku; dan sedikit pun tidak ada kaitannya dengan kesadaran. Psikologi menurut teori ini hanya mengkaji benda- benda atau hal-hal yang dapat diamati secara langsung, yaitu rangsangan (stimulus) dan gerak balas (respons); sedangkan hal-hal yang terjadi dalam otak tidak berkaitan dengan kajian. Semua perilaku menurut behaviorisme, termasuk tindak balas (respons) berupa kosa kata yang diucapkan kembali oleh anak yang ditimbulkan oleh adanya rangsangan bahasa melalui permainan dan nyanyian dari ibunya (stimulus).

Ibu mengajak anak untuk menyanyikan lagu Ke Pasar yang liriknya berisi

beberapa kosa kata benda, yaitu nama-nama buah. Ibu terus menyanyikan nyanyian ini bersama dengan anak sampai anak ikut bernyanyi. Sambil bernyanyi bersama anak, ibu juga memberi gambar buah-buahan yang ada di dalam lirik nyanyian seperti pepaya, mangga, pisang, dan jambu kepada anak. Anak di sini

telah mendapat rangsangan (stimulus) ketika si ibu memperlihatkannya gambar buah-buahan tersebut, selanjutnya mengetahui bagaimana gerak balas (respons)

yang ditunjukkan anak. Saat ditunjukkan gambar salah satu buah misalnya buah

pisang, sebelumnya anak yang sudah mendapat rangsangan (stimulus) bisa

menyebutkan gambar tersebut adalah gambar buah pisang. Tidak hanya sekedar

mengetahui macam-macam kosa kata, si anak juga harus mengetahui makna dari tiap kata yang diucapkannya. Jadi, saat anak melihat buah pisang, anak tahu

bahwa itu adalah pisang (sejenis buah yang dapat dimakan). Hal itu bisa

dibuktikan dengan pertanyaan:

(1)

Ibu : Pisang itu apa sayang?

Nauval (3 tahun) : Buah enak, lembek.

Ibu : Pintar Nauval.

Pujian dan kata-kata manis dari ibu juga dapat dijadikan sebagai stimulus perkembangan bahasa anak agar lebih banyak kosa kata yang muncul. Hardikan dan hentakan akan mengurangi kosa kata yang diperoleh anak dan lambat laun anak akan takut mengeluarkan kosa kata dari mulutnya.

Watson mengemukakan dua prinsip penting yaitu (1) recency principle

(prinsip kebaruan), dan (2) frequency principle (prinsip frekuensi). Menurut

recency principle jika suatu stimulus baru saja menimbulkan respons, maka

kemungkinan stimulus itu dapat menimbulkan respons yang sama apabila diberikan berulang-ulang pada saat itu juga tanpa menunggu lama berselang.

menimbulkan satu respons, maka kemungkinan stimulus itu akan menimbulkan respons yang sama pada waktu yang lain akan lebih besar.

Contoh:

“Permainan boneka Barbie” antara ibu dengan anak (Nasywa, 2,7 tahun).

Boneka Barbie adalah salah satu jenis boneka yang memiliki bentuk fisik mirip

seperti manusia.

1. Ibu memberikan stimulus kepada anak berupa bermain boneka bersama-sama

dan menunjukkannya bagian-bagian fisik boneka seperti mata, hidung, mulut,

rambut, dan leher, serta topi dan warna baju yang dipakai boneka. Sebagai

stimulus dari ibu akan dapat dilihat respons anak tentang pemerolehan kosa kata anggota tubuh manusia. Berikut percakapan ibu dengan anak:

(2)

Ibu : (menunjuk mata boneka) Apa namanya ini sayang?

Nasywa : Mata jelek (sambil menunjuk mata boneka)

Ibu : Apa tadi ini namanya nak?

Nasywa : Mata.

(3)

Ibu : Ada berapa mata bonekanya nak? (menunjuk mata boneka sambil

menghitung mata boneka) satu... dua... Berapa mata bonekanya nak?

Nasywa : (menunjuk mata boneka) satu... dua...

Nasywa : dua.

Ibu : Pintar anak mama.

Jawaban anak di sini merupakan respons dari stimulus yang telah diberikan oleh ibunya.

2. Berikan lagi stimulus kepada anak dengan menunjukkannya warna baju boneka. (4)

Ibu : Lihat ini Nasywa cantik kan baju bonekanya. Warna apa nak baju

bonekanya?

Nasywa : pink ‘merah muda’.

Ibu : Warna apa nak?

Nasywa : pink mama.

Ibu : Pintarnya anak mama.

Nasywa : (tertawa)

3. Stimulus berikutnya adalah katakan kepada anak apa yang dilakukan boneka.

Ibu memegang boneka dan berpura-pura menyuapkan kue ke arah mulut boneka.

(5)

Ibu : Lihat Nasywa, lagi apa bonekanya? Aaaa.... (berpura-pura

menyuapkan kue ke mulut boneka)

Ibu : Pintar ya Nasywa.

Puji anak jika ia merespons stimulus yang diberikan oleh ibunya dengan benar. (6)

Ibu : (menunjuk hidung boneka) Ini apa namanya Nasywa?

Nasywa : idong ‘hidung’

Ibu : Hidung Nasywa mana nak?

Nasywa : (menunjuk hidung) Ini idong adek.

Ibu : Hidung Nasywa ada berapa nak?

Nasywa : (memegang hidung) Satu.

(7)

Ibu : (menunjuk topi boneka) Nak, bonekanya pakai apa ini?

Nasywa : Topi.

Ibu : Pakai apa nak?

Nasywa : Topi.

Ibu : Cantik kan topi bonekanya? Nasywa ada topi juga?

(8)

Ibu : Apa ini nak yang di dalam topi bonekanya?

Nasywa : lambut ‘rambut’ bau.

Ibu : Mana rambut Nasywa?

Nasywa : (menunjuk rambut) Ini lambut bau.

(9)

Ibu : Ini apa namanya nak?

Nasywa : molot ‘mulut’

Ibu : Mulut cerewet kan nak? Mana mulut cerewet Nasywa?

Nasywa : (memajukan mulut)

Ibu : Mulut apa itu nak?

(10)

Ibu : Ini nak yang pakai kalung ini namanya apa?

Nasywa : lehel ‘leher’

Ibu : Pintarnya anak mama. Siapa pintar nak?

Nasywa : Adek.

Dari percakapan di atas berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Henry Guntur Tarigan diperoleh kosa kata benda-benda, keadaan, kerja, dan bilangan yang muncul dalam bahasa anak tersebut. Kosa kata benda-benda yang muncul adalah mata, hidung, topi, rambut, mulut, dan leher. Kosa kata keadaan yang

muncul adalah jelek, pink (merah muda), bau, dan cerewet. Kosa kata kerja yang

muncul adalah makan. Kosa kata bilangan yang muncul adalah dua dan satu.

Teknik lanjutan dari teknik dasar pilah unsur penentu ini adalah teknik hubung banding menyamakan, yakni menyamakan tuturan bahasa yang diucapkan anak-anak dengan tuturan bahasa yang diucapkan oleh orang dewasa. Misalnya

pada kata rambut, anak-anak menyebutnya dengan kata lambut yang berarti

rambut, sedangkan orang dewasa akan menyebutnya dengan kata rambut. Anak

usia 2—3 tahun pada umumnya belum bisa melafalkan bunyi triil, maka dari itu fonem /r/ pada kata rambut yang diucapkan anak-anak mengalami perubahan dan

diganti dengan fonem /l/ sehingga menjadi lambut. Pengertian yang dikandung

Dokumen terkait