URUTAN PEMEROLEHAN KOSA KATA DASAR BAHASAINDONESIA DALAM BAHASA LISAN ANAK USIA 3–4 TAHUN :
KAJIAN PSIKOLINGUISTIK
SKRIPSI
DISUSUN OLEH: SITI FATIMA BATUBARA
100701048
DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu
perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacuh
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang
saya perbuat ini tidak benar maka saya bersedia menerima sanksi berupa
pembatalan gelar yang saya peroleh.
Medan, Februari 2015
Hormat saya
URUTAN PEMEROLEHAN KOSA KATA DASAR BAHASA INDONESIA DALAM BAHASA LISAN ANAK USIA 3−4 TAHUN
KAJIAN PSIKOLINGUISTIK
OLEH
SITI FATIMA BATUBARA ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan urutan pemerolehan kosa kata dasar bahasa Indonesia dalam bahasa lisan anak usia 3−4 tahun, dan bagaimana hubungan psikolinguistik Behaviorisme B.F. Skinner dengan urutan pemerolehan kosa kata dasar bahasa Indonesia dalam bahasa lisan anak usia 3−4 tahun.
Penelitian ini menggunakan teori Psikolinguistik Behaviorisme.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode simak, yaitu menyimak penggunaan bahasa. Adapun teknik dasar yang digunakan untuk mengembangkan metode simak adalah teknik sadap, sedangkan teknik lanjutannya menggunakan teknik rekam. Setelah semua data terkumpul, kemudian digunakan teknik catat, yaitu dengan cara mencatat semua data yang telah terkumpul. Data yang sudah terkumpul itu akan diklasifikasikan sesuai dengan tahap-tahap perkembangan pemerolehan bahasa.
Untuk menganalisis data digunakan metode padan. Teknik dasar yang digunakan untuk mengembangkan metode padan tersebut adalah teknik pilah unsur penentu yang memiliki suatu alat yaitu daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh peneliti.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah urutan pemerolehan kosa kata dasar bahasa Indonesia dalam bahasa lisan anak usia 3-4 tahun. Urutan pemerolehan kosa kata dasar dimulai dari kata benda, kata kerja, kata bagian tubuh, kata bilangan, dan kata kekerabatan. Secara psikolinguistik behaviorisme mengungkapkan bahasa anak dipengaruhi lingkungannya, seperti guru TK, ayah, ibu, kakak, adik, bahkan seorang pembantu. Senyuman, hadiah, dan pujian adalah stimulus yang harus diberikan orang dewasa kepada anak agar respon bahasa anak dapat meningkat dan anak tidak takut untuk mengeluarkan bahasanya.
PRAKATA
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Alhamdulillahi Rabbil Alamin, puji syukur hanya kepada Allah SWT.
Akan rahmat, ridho dan hidayah-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Urutan
Pemerolehan Kosa Kata Dasar Bahasa Indonesia Dalam Bahasa Lisan Anak Usia
3-4 Tahun: Kajian Psikolinguistik“. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpah
keharibaan junjungan Nabi besar Muhammad SAW., keluarga dan sahabatnya.
Penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak, baik berupa bantuan spiritual seperti doa, dukungan,
nasihat, dan petunjuk praktis, maupun materi. Oleh sebab itu, penulis
mengucapkan terima kasih dengan setulus hati kepada:
1. Dr. Syahron Lubis, M.A., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
Sumatera Utara, serta kepada Pembantu Dekan I, Pembantu Dekan II, dan
Pembantu Dekan III.
2. Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si., sebagai Ketua Departemen Sastra
Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah
memberikan dukungan dan perhatian kepada penulis selama mengikuti
perkuliahan.
3. Drs. Haris Sutan Lubis, M.SP, sebagai sekretaris Departemen Sastra
Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang telah
memberikan dukungan dan perhatian kepada penulis selama mengikuti
4. Dr. Gustianingsih, M.Hum., sebagai dosen pembimbing I. Terima kasih
banyak Bu buat semua jerih payah dan kerja keras Ibu dalam membimbing
penulis dan semua informasi, nasehat, saran dan doa yang Ibu berikan selama
proses penyusunan skripsi ini. Penulis sangat bersyukur dan berterimakasih
diberi kesempatan menjadi mahasiswi bimbingan Ibu, karena bagi penulis, Ibu
adalah orang tua di kampus yang selalu mengayomi anaknya dan sosok yang
bertanggung jawab sekali. Terima kasih ya Bu, penulis menyayangi Ibu.
5. Drs. Amhar Kudadiri, M.Hum., sebagai dosen pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, dorongan, dan masukan bagi penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu staf pengajar Departemen Bahasa dan Sastra Indonesia,
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak
memberikan bimbingan dan pengajaran berbagi materi perkuliahanselama
penulis mengikuti perkuliahan.
7. Almarhum Ayahanda Abdul Rahim Batubara dan Ibunda Rita Hariani tercinta
yang sangat penulis sayang, atas doa yang selalu dipanjatkan serta perhatian
Ibunda yang tiada henti-hentinya, kasih sayang dan dukungan baik moral
maupun material kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, hasil karya
ananda yang sederhana ini untuk Almarhum Ayahanda dan Ibunda tercinta.
8. Abang dan adik tercinta, Ali Kahfi Batubara, Ali Muhammad Batubara S.E,
dan Annisa Batubara yang selalu membantu dan memberikan motivasi kepada
penulis, terkhususnya untuk adikku sayang yang setia menemani dan merawat
mengantarkan dan menjemput penulis, terimakasih adikku sayang, dan
terimakasih abangku udah jadi tukang ojek penulis hehee.
9. Sepupu tercinta Fira, Sesti, Reo, Sobby, Elsa dan Kemal yang lucu banget,
terimakasih atas canda dan tawa yang membuat penulis semakin bersemangat
untuk menyelesaikan skripsi ini, terkhususnya untuk myfira yang selalu
mengerti situasi dan kondisi penulis, juga tempat curhat penulis saat senang
maupun susah, terimakasih atas perhatian, hiburan, serta kejutan-kejutan
hadiah untuk penulis, penulis berharap kita akan selalu sayang-menyayangi
sampai anak cucu kita nanti amin.
10.Untuk Amelia Irayanti S.S, terimakasih atas perhatiannya dalam membantu
penulis untuk mengumpulkan data dalam skripsi ini, bantuan itu sangat berarti
bagi penulis.
11.Semua kisah tentang D;JISUN yang takkan pernah lekang oleh waktu, Devi,
Jois, Intan, Siti, Utami, dan Nia. We gonna miss every moment. Semoga kita
menjadi sukses dan berguna sampai anak cucu kita kelak amin.
12.Seluruh teman-teman seperjuangan angkatan 2010, Nessa, Elfi, Indah, Indry,
Ricky, Ade, serta masih banyak lagi teman-teman yang telah membantu dan
memberikan motivasi dalam proses skripsi ini. Kebersamaan kita selama ini
adalah pengalaman yang akan menjadi kenangan terindah.
13.Seluruh keluarga, sahabat, dan semua pihak yang tidak dapat penulis
sebutkan. Yang telah memberikan dukungan, motivasi, inspirasi, dan
membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga mendapatkan
14.Kepala sekolah PAUD LELY yang telah memberikan izin penelitian di
sekolah Ibu. Terimakasih juga buat anak-anak yang menjadi subjek penelitian.
Semoga Allah SWT. memberikan balasan pahala dan nikmat atas bantuan
yang selama ini diberikan kepada penulis, Amin. Penulis menyadari banyak sekali
terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Namun dengan kerendahan hati, penulis
berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang
membutuhkan. Oleh karena itu segala saran dan kritik membangun sangat
diharapkan. Terima kasih.
Medan, Februari 2015
DAFTAR ISI PERNYATAAN
ABSTRAK PRAKATA DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 5
1.3 Batasan Masalah ... 5
1.4 Tujuan Penelitian ... 6
1.5 Manfaat Penelitian ... 6
BAB IIKONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep ... 7
2.1.1Pemerolehan Bahasa ... 7
2.1.2Pemerolehan Kosa Kata Dasar Bahasa Indonesia ... 8
2.1.3Perkembangan Bahasa Anak ... 10
2.2 Landasan Teori ... 12
2.2.1Psikolinguistik ... 12
2.2.2 Psikolinguistik Behaviorisme ... 13
2.2.3 Urutan Pemerolehan Kosakata Dasar Anak Usia 3—4 Tahun ... 15
BAB IIIMETODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 18
3.2 Sumber Data ... 18
3.3 Metode Dan Teknik Pengumpulan Data ... 18
3.4 Metode Dan teknik Analisis Data ... 19
BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Urutan Pemerolehan Kosa Kata Dasar Bahasa Indonesia Dalam Bahasa Lisan Anak Usia 3—4 Tahun ... 22
4.1.1 Pemerolehan Kosa Kata Dasar Bahasa Indonesia pada Kata Kerabat... ... 23
4.1.2 Pemerolehan Kosa Kata Dasar Bahasa Indonesia pada Kata Kerja... ... 25
4.1.3 Pemerolehan Kosa Kata Dasar Bahasa Indonesia pada Kata Benda... ... 30
4.1.4 Pemerolehan Kosa Kata Dasar Bahasa Indonesia pada Kata Bilangan... ... 37
4.1.5 Pemerolehan Kosa Kata Dasar Bahasa Indonesia pada Kata Bagian Tubuh... ... 40
4.2 Hubungan Psikolinguistik Behaviorisme Skinner dengan Urutan Pemerolehan KosaKata Dasar Bahasa Indonesia dalam Bahasa Lisan Anak Usia 3 – 4 Tahun ... 50
4.2.1 Pemerolehan Kosakata Dasar Anak Usia Tiga Tahun ... 52
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1Simpulan ... 58
5.2 Saran ... 59
URUTAN PEMEROLEHAN KOSA KATA DASAR BAHASA INDONESIA DALAM BAHASA LISAN ANAK USIA 3−4 TAHUN
KAJIAN PSIKOLINGUISTIK
OLEH
SITI FATIMA BATUBARA ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan urutan pemerolehan kosa kata dasar bahasa Indonesia dalam bahasa lisan anak usia 3−4 tahun, dan bagaimana hubungan psikolinguistik Behaviorisme B.F. Skinner dengan urutan pemerolehan kosa kata dasar bahasa Indonesia dalam bahasa lisan anak usia 3−4 tahun.
Penelitian ini menggunakan teori Psikolinguistik Behaviorisme.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode simak, yaitu menyimak penggunaan bahasa. Adapun teknik dasar yang digunakan untuk mengembangkan metode simak adalah teknik sadap, sedangkan teknik lanjutannya menggunakan teknik rekam. Setelah semua data terkumpul, kemudian digunakan teknik catat, yaitu dengan cara mencatat semua data yang telah terkumpul. Data yang sudah terkumpul itu akan diklasifikasikan sesuai dengan tahap-tahap perkembangan pemerolehan bahasa.
Untuk menganalisis data digunakan metode padan. Teknik dasar yang digunakan untuk mengembangkan metode padan tersebut adalah teknik pilah unsur penentu yang memiliki suatu alat yaitu daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh peneliti.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah urutan pemerolehan kosa kata dasar bahasa Indonesia dalam bahasa lisan anak usia 3-4 tahun. Urutan pemerolehan kosa kata dasar dimulai dari kata benda, kata kerja, kata bagian tubuh, kata bilangan, dan kata kekerabatan. Secara psikolinguistik behaviorisme mengungkapkan bahasa anak dipengaruhi lingkungannya, seperti guru TK, ayah, ibu, kakak, adik, bahkan seorang pembantu. Senyuman, hadiah, dan pujian adalah stimulus yang harus diberikan orang dewasa kepada anak agar respon bahasa anak dapat meningkat dan anak tidak takut untuk mengeluarkan bahasanya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang
Bahasa merupakan alat komunikasi yang dipelajari secara sosial oleh
manusia untuk menyampaikan pendapat dan maksud yang tersimpan di dalam
pikiran ketika berada dalam masyarakatnya. Bahasa diperoleh melalui upaya
pembelajaran yang formal seperti sekolah atau tidak formal seperti keluarga atau
lingkungan masyarakat.
Pada dasarnya bahasa itu sudah dimiliki manusia sejak lahir, walaupun
dalam bentuk ocehan. Ocehan tersebut kemudian berkembang menjadi kata demi
kata sampai pada pengucapan kalimat. Bahasa yang dimiliki anak sejak kecil
adalah bahasa pertama yang lebih dikenal dengan sebutan bahasa ibu. Bahasa ibu
atau native language adalah bahasa pertama yang dikuasai atau diperoleh anak
(Dardjowidjojo, 2003: 241). Bahasa inilah yang awalnya dikenal dan
dipergunakan anak dalam kehidupannya sehari-hari sebagai alat komunikasi.
Menurut Chaer (2003:167), ada dua proses yang terjadi ketika seorang
kanak-kanak sedang memeroleh bahasa pertamanya, yaitu proses kompetensi dan
proses performansi. Kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa yang
berlangsung secara tidak disadari. Proses kompetensi ini menjadi syarat untuk
terjadinya proses performansi. Kompetensi tidak diperoleh secara berlainan,
melainkan diperoleh secara bersamaan sesuai dengan perkembangan usia anak.
Selanjutnya menurut Chaer (2003:167), proses performansi sendiri memiliki dua
kalimat-kalimat. Proses pemahaman melibatkan kemampuan atau kepandaian
mengamati atau kemampuan mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar,
sedangkan proses penerbitan melibatkan kemampuan mengeluarkan atau
menerbitkan kalimat-kalimat itu sendiri. Kedua proses ini selanjutnya menjadi
kompetensi linguistik kanak-kanak.
Anak-anak memperoleh komponen-komponen utama bahasa ibu mereka dalam
waktu yang relatif singkat. Ketika mereka mulai bersekolah dan mempelajari
bahasa secara formal, mereka sudah mengetahui cara berbicara untuk
berkomunikasi dengan orang lain. Mereka sudah mengetahui dan mengucapkan
sejumlah besar kata. Bayi mulai memperoleh bahasa ketika berumur kurang dari
satu tahun, sebelum dapat mengucapkan suatu kata, mereka memperhatikan muka
orang dewasa dan menanggapi orang dewasa, meskipun tentu saja belum
menggunakan bahasa dalam arti yang sebenarnya. Mereka juga dapat
membedakan beberapa ucapan orang dewasa. Selanjutnya, ketika berumur satu
tahun, bayi mulai mengoceh, bermain dengan bunyi seperti halnya bermain
dengan jari-jari tangan dan jari-jari kakinya. Perkembangan bahasa pada periode
ini disebut perkembangan pralinguistik (Gleason, 1985: 3).
Ketika bayi mulai dapat mengucapkan beberapa kata, perkembangan bahasa
mereka juga memiliki ciri-ciri yang universal. Bentuk ucapan yang digunakan
hanya satu kata, kata-katanya sederhana yaitu yang mudah diucapkan dan
memiliki arti konkret. Kata-kata tersebut adalah nama benda-benda, kejadian, atau
orang-orang yang ada di sekitar anak, misalnya mama, papa, meong, maem.
perkembangan semantik yaitu pengenalan makna oleh anak. Kira-kira ketika anak
berumur tiga tahun, mengetahui kurang lebih lima puluh kata, kebanyakan anak
mulai mencapai tahap kombinasi dua kata.
Kata-kata yang diucapkan ketika mencapai tahap satu kata dikombinasikan
dalam ucapan-ucapan pendek tanpa kata petunjuk, kata depan, atau bentuk-bentuk
lain yang seharusnya digunakan. Anak mulai dapat mengucapkan "Ma, mimik",
maksudnya "Mama, saya minta minum". Pada tahap dua kata ini anak mulai
mengenal berbagai makna kata dan dapat menggunakan bentuk bahasa yang
menunjukkan jumlah, jenis kelamin, dan waktu terjadinya peristiwa. Selanjutnya
anak-anak mulai dapat membuat kalimat-kalimat pendek. Pada waktu mulai
masuk sekolah taman kanak-kanak, anak-anak telah memiliki sejumlah besar
kosakata. Mereka memahami kosakata lebih banyak. Mereka dapat bergurau,
bertengkar dengan temannya dan berbicara dengan sopan kepada orang tua dan
guru mereka.
Dalam proses pemerolehan bahasa diketahui bahwa anak usia 3‒4 tahun belum
dapat mengungkapkan bahasa ibunya secara sempurna dan terkadang orang
dewasa menegur kesalahan anak dengan cara kasar dan cara halus. Apabila orang
dewasa menegur dengan cara kasar maka, kata yang dihasilkan anak tersebut tidak
berkembang. Karena dalam diri anak secara tidak langsungsudah mendapatkan
rangsangan yang buruk dari orang dewasa terhadap kata yang dihasilkannya,
sehingga kata yang dihasilkan anak tersebut tidak dapat berkembang. Apabila
tersebut, maka kata yang dihasilkan anak tersebut dapat berkembang karena anak
mendapatkan rangsangan yang baik dari orang dewasa.
Contoh pujian yang diberikan orang dewasa:
Peneliti : Dila masuk sekolah jam berapa?
Dila : “Dam sepulo” (jam sepuluh)
Peneliti : Pinter... Dila bisa hitung satu sampai sepuluh?
Dila : “Satu, dua, tiga, empat, lima, tujuh, lapan (delapan)
Peneliti : Pinter…. Sayang…. teruskan ya…
Orang dewasa melakukan hal yang baik melalui kata-katanya sendiri
seperti pujian dan sentuhan kasih, membuat anak tersebut menjadi senang dan
termotivasi untuk berkata-kata terus tanpa merasa bosan.
Dardjowidjojo (2000: 36) mengatakan bahwa dalam pemerolehan kosa
katakonkret dan yang ada disekitar anak usia 3‒4 tahun adalah kosa kata paling
awal dikuasai. Demikian juga kata untuk perbuatan dan keadaan juga dikuasai
secara dini.
Dalam studi ini dibahas tentang urutan pemerolehan kosa kata dasar
bahasa Indonesia dalam bahasa lisan anak usia 3−4 tahun. Saya setuju penelitian
mengenai pemerolehan bahasa anak-anak sangat perlu diadakan serta
dikembangkan. Ada dua alasan penelitian tersebut penting diadakan. Pertama,
bahwa hal itu sendiri memang menarik. Kedua, bahwa hasil-hasil dari
telaah-telaah pemerolehan bahasa dapat menerangkan masalah pendidikan dan
kata-kata karena suatu penyakit otak), hambatan ujaran dan perkembangan
kognitif. teori psikolinguistik.
Penelitian ini hanya membahas urutan pemerolehan kosa kata dasar bahasa
Indonesia dalam bahasa lisan anak usia 3−4 tahun pada PAUD Bunda Lely,
Medan. Banyaknya pengguna Bahasa Indonesia sehingga membuat peneliti
membatasi penelitian bahasa Indonesia di daerah Pancing, Medan.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi permasalahan pada penelitian ini
adalah
1. Bagaimanakah urutan pemerolehan kosa kata dasar bahasa Indonesia dalam
bahasa lisan anak usia 3−4 tahun?
2. Bagaimanakah hubungan psikolinguistik Behavioririsme B.FSkinner dengan
urutan pemerolehan kosa kata dasar bahasa Indonesia dalam bahasa lisan
anak usia 3−4 tahun?
1.3Batasan Masalah
Penelitian ini difokuskan pada anak normal usia 3‒4 tahun, tidak cacat fisik
dan mental. Bahasa yang digunakan di rumah atau di PAUD “Bunda Lely” adalah
1.4Tujuan Penelitian
Adapun penelitian ini memiliki tujuan untuk:
1.Mendeskripsikan urutan pemerolehan kosa kata dasar bahasa Indonesia
dalam bahasa lisan anak usia 3−4 tahun tahun.
2. Mendeskripsikan hubungan psikolinguistik Behaviorisme B..FSkinner
dengan urutan pemerolehan kosa kata dasar bahasa Indonesia dalam bahasa
lisan anak usia 3−4 tahun.
1.5Manfaat Penelitian
Suatu penelitian haruslah memiliki manfaat, adapun manfaat pada penelitian
ini adalah
1. Manfaat Teoretis
Manfaat teoretis yaitu memperkaya khazanah ilmu pengetahuan tentang
psikolinguistik, khususnya teori Behaviorisme B.F. Skinner.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Pendidikan, Penelitian ini diharapkan mampu memberikan
masukan untuk merumuskan kebijaksanaan perencanaan pengajaran
bahasa pendidikan anak usia dini.
b. Bagi Peneliti lain, Penelitian pemerolehan bahasa pada anak usia dini
diharapkan dapatmemberikan motivasi bagi peneliti lain untuk
melakukan penelitian dengan hasil yang lebih baik.
c. Bagi pembaca dan penikmat bahasa, Penelitian ini dapat digunakan
sebagai pembanding bagi penelitian lain yang melakukan penelitian
BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep
Konsep dijadikan sebagai dasar pengembangan penulisan selanjutnya
untuk memahami hal–hal yang ada dalam penelitian. Konsep dipandang sebagai
definisi operasional untuk menegaskan pengertian sesuai dengan pijakan teori
yang dipilih dalam suatu penelitian. Dalam penelitian ini konsep dasar yang
dijadikan acuan yaitu, pemerolehan bahasa, pemerolehan kosa kata dasar bahasa
Indonesia, dan perkembangan bahasa.
2.1.1 Pemerolehan Bahasa
Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung
di dalam otak seorang kanak-kanak ketika dia memeroleh bahasa pertamanya atau
bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dari pembelajaran
bahasa(Chaer 2002: 167)
Setiap anak yang normal akan belajar bahasa pertama (bahasa ibu) dalam
tahun-tahun pertamanya dan prosesitu terjadi hingga kira-kira umur lima tahun
(Nababan, 1992: 72)
Menurut Tarigan (1987: 83), dalam proses perkembangan, semua anak
manusia yang normal paling sedikit memeroleh satu bahasa yang alamiah.
Dengan kata lain, setiap anak yang normal atau mengalami pertumbuhan yang
wajar, memeroleh suatu bahasa yaitu bahasa pertama atau bahasa ibu dalam
ataupun alasan-alasan sosial, tetapi biasanya anak telah dapat berkomunikasi
secara bebas pada saat dia mulai masuk sekolah.
Anak usia 3−4 tahun memeroleh kosa kata dasar yang fonemnya belum sempurnatetapi,ada juga sebagian anak yang dapat memeroleh kosa kata dasar
dengan fonem yang sempurna. Pemerolehan bahasa pada anak tergantung pada
pendidikan, dan lingkungan anak tersebut. Anak usia 3−4 tahun akan lebih aktif dalam berkomunikasi jika lawan bicaranya sudah dikenalnya dan sering
memberinya hadiah.
2.1.2 Pemerolehan Kosa Kata Dasar Bahasa Indonesia
Kosa kata dasar adalah kata-kata yang tidak mudah berubah atau sedikit sekali
kemungkinannya dikutip dari bahasa lain. Berikut beberapa jenis kosa kata dasar:
1. Kata bilangan pokok, misalnya: satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh,
delapan, sembilan, sepuluh, dua puluh, sebelas, dua belas, seratus, dua
ratus, seribu, dua ribu, sejuta, serta dua juta.
2. Kata kerja pokok, misalnya: makan, minum, tidur, bangun, berbicara,
melihat, mendengar, menggigit, berjalan, bekerja, mengambil, menangkap,
dan lari.
3. Kata benda, ada dua jenis kata benda, yaitu kata benda konkrit dan kata
benda abstrak. Kata benda konkrit adalah kata benda yang dapat disentuh.
Misalnya tumbuhan-tumbuhan, hewan, dan benda-benda yang dapatdilihat
benda yang hanya bisa dirasakan dan tidak bisa disentuh misalnya angin,
udara. Dalam penelitian ini, peneliti memakai kata benda konkrit.
Pada penelitian ini, peneliti juga membagi kata benda yang terdiri atas kata
benda pada istilah kekerabatan dan nama-nama bagian tubuh. Istilah
kekerabatan, misalnya: ayah, ibu, anak, adik, kakak,nenek, kakek, paman,
bibi, menantu, dan mertua. Nama-nama bagian tubuh, misalnya: kepala,
rambut, mata, telinga, hidung, mulut, bibir, gigi, lidah, pipi, leher, dagu,
bahu, tangan, jari, dada, perut, pinggang, kaki, betis, telapak, dan
punggung.
Ada dua cara yang terpenting ketika anak-anak mempelajari kata-kata
tersebut. Pertama mereka mendengar kata-kata tersebut dari orang tua, anak-anak
yang lebih tua, teman sepermainan, televisi dan radio, tempat bermain, dan toko,
pusat perbelanjaan. Kedua mereka mengalaminya sendiri misalnya mereka
mengatakan benda-benda, memakannya, merabanya, menciumnya, dan
meminumnya. Kosakata mereka itu hanya dibatasi oleh pengalaman-pengalaman
mereka dan oleh model-model yang tersedia.
Kualitas keterampilan berbahasa seseorang jelasbergantung kepada
kuantitas dan kualitas kosa kata yang dimilikinya. Semakin kaya kosa kata yang
dimilikinya, semakin besar pula kemampuan keterampilan berbahasanya. Perlu
disadari dan dipahami benar-benar bahwa kenaikan kelas para siswa di sekolah
ditentukan oleh kualitas berbahasa mereka. Dengan perkataan lain, kenaikan kelas
mereka dalam segala bidang studi yang mereka peroleh sesuai dengan kurikulum
(Tarigan, 1983:7).
2.1.3Perkembangan Bahasa Anak
Penelitian yang dilakukan terhadap perkembangan bahasa anak usia 3‒4 tahun tidak terlepas dari teori psikologi yang dianut. Dalam hal ini sejarah telah
mencatat adanya teori dalam perkembangan bahasa anak. Pandangan yang
dikemukakan oleh pakar dari Amerika, yaitu pandangan behaviorisme yang
berpendapat bahwa penguasaan bahasa pada kanak - kanak bersifat “suapan”
(Chaer, 2003: 221)
Menurut Frances chato (1968, dalam Chaer, 2003: 221), anak belajar
mengucapkan kata sebagai suatu keseluruhan, tanpa memperhatikan fonem kata-
kata itu satu per satu. Sedangkan menurut Waterson (1971, dalam Chaer, 2003:
234), anak hanya dapat menangkap ciri–ciri tertentu dari kata yang diucapkan
oleh orang dewasa, dan pengucapannya terbatas pada kemampuan artikulasinya.
Misalnya, ketika pada tahap tertentu si anak belum mampu mengucapkan fonem
[k] tetapi sudah dapat mengucapkan fonem [t], dia akan menirukan kata [ikan]
dan [bukan] yang diucapkan orang dewasa dengan lafal [itan] dan [butan].
Dengan demikian kita lihat anak ini menyederhanakan ucapannya yang dilakukan
secara sistematis.
Kaum behavioris menekankan bahwa proses pemerolehan bahasa pertama
dikendalikan dari luar diri si anak yaitu, berupa ransangan yang diberikan oleh
memahami bahasa oleh anak diperoleh melalui rangsangan dari lingkungannya.
Anak dianggap sebagai penerima pasif dari tekanan lingkungannya, tidak
memiliki peranan yang aktif di dalam proses perkembangan perilaku verbalnya.
Kaum behavioris bukan hanya tidak mengakui peranan aktif si anak dalam proses
pemerolehan bahasa, juga tidak mengetahui kematangan si anak itu. Proses
perkembangan bahasa terutama ditentukan oleh lamanya latihan yang diberikan
oleh lingkungannya (Chaer, 2003: 223).
Menurut Skinner (Chaer, 2003: 223) kaidah gramatikal adalah berlaku
verbal yang memungkinkan seseorang dapat menjawab atau mengatakan sesuatu.
Namun, kalau kemudian anak dapat berbicara, bukanlah karena penguasaan
kaidah sebab anak tidak dapat mengungkapkan kaidah bahasa, melainkan
dibentuk secara langsung oleh faktor di luar dirinya. Kaum Behavioris
berpendapat bahwa ransangan (stimulus) dari lingkungan tertentu memperkuat
kemampuan berbahasa anak. Perkembangan bahasa mereka pandang sebagai
suatu kemajuan dari kemampuan verbal yang berlaku secara acak sampai pada
kemampuan yang sebenarnya untuk berkomunikasi melalui prinsip pertalian S-R
(stimulus-respon) dan proses peniruan.
Dalam suatu penelitian harus ada suatu teori yang sesuai dengan objek
penelitian tersebut, mendasar terhadap teori tersebut, dapat diupayakan dan,
mempertahankan keakuratannya. Dalam penelitian ini penulis menggunakan
kajian psikolinguistik, teori behaviorisme menurut pandangan B.F. Skinner.
2.2.1 Psikolingusitik
Psikolinguistik adalah satu cabang linguistik yang bekerja sama dengan
ilmu lain, yaitu ilmu psikologi dalam menganalisis bahasa dan berbahasa
(bertutur) dengan cara mengkaji proses-proses yang berlaku pada waktu seorang
bertutur dan memahami kalimat-kalimat yang didengar. Psikolinguistik
mempelajari cara seorang anak memeroleh bahasa ibunya dan hubungan di antara
bahasa yang diperoleh itu dengan proses berpikir.
Secara etimologi kata psikolinguistik terbentuk dari kata psikologi dan
kata linguistik, yakni dua bidang ilmu yang berbeda, yang masing - masing berdiri
sendiri, dengan prosedur dan metode yang berlainan. Namun, keduanya sama -
sama meneliti bahasa sebagai objek formalnya. Hanya objek materinya yang
berbeda, linguistik mengkaji struktur bahasa, sedangkan psikologi mengkaji
perilaku berbahasa atau proses berbahasa.
Psikolinguistik mencoba menguraikan proses–proses psikologi
yangberlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat–kalimat yang didengarnya
pada waktu berkomunikasi, dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh
manusia (Chaer, 2003: 5). Maka secara teoretis tujuan utama psikolinguistik
psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan pemerolehannya. Dengan kata
lain, psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat bahasa, dan bagaimana
struktur ini diperoleh, digunakan pada waktu berbicara, dan pada waktu
memahami kalimat-kalimat dalam pertuturan itu. Dalam praktiknya
psikolinguistik mencoba menerapkan pengetahuan linguistik dan psikologi pada
masalah-masalah pengajaran dan pembelajaran bahasa, seperti pengajaran
membaca permulaan dan membaca lanjut, kedwibahasaan dan kemultibahasaan,
serta penyakit bertutur seperti afasia, gagap, dan sebagainya serta
masalah-masalah sosial lain yang menyangkut bahasa, seperti bahasa dan pendidikan,
bahasa dan pembangunan nusa dan bangsa.
Kerja sama antara psikologi dan linguistik setelah beberapa lama
berlangsung tampaknya belum cukup untuk dapat menerangkan hakikat bahasa
seperti tercermin dalam defenisi di atas. Maka meskipun digunakan istilah
psikolinguistik, bukan berarti hanya kedua bidang ilmu itu saja yang diterapkan,
tetapi juga hasil penelitian dari ilmu-ilmu lain juga dimanfaatkan.
2.2.2 Psikolinguistik Behaviorisme
Psikolinguistik behaviorisme berusaha menjelaskan bahwa proses
pemerolehan bahasa pertama sebenarnya dikendalikan dari luar diri si anak, yaitu
rangsangan yang diberikan melalui lingkungan (Chaer, 2009: 22). Dalam
pandangan ini seorang psikolog dari Universitas Harvard, B.F Skinner (1957). Ia
pada prakiraan, dan unit-unit fungsional perilaku manusia yang hanya dapat
terjadi melalui efek yangterlihatpada orang lain saja.
Penerapan teori behaviorisme ini didasarkan oleh adanya rangsangan
(stimulus) kemudian diikuti oleh reaksi (respon). Bila rangsangan menghasilkan
reaksi yang benar, maka akan diberi hadiah atau imbalan (reinforcement) yang
menyenangkan dan kemungkinan rangsangan itu akan dilakukan berulang-ulang.
Namun, jika reaksi yang dihasilkan salah akan dihukum, yaitu penghentian
imbalan.
Chaer (2008: 56) menjelaskan bahwa imbalan semacam ini dapat
diberikan dalam bentuk pemberian makanan atau minuman dalam porsi kecil
karena harus diberikan secara berulang-ulang. Selain itu dalam bentuk
memberikan mainan kepada anak, namun hanya terbatas sekitar 5-10 menit saja,
kemudian diambil kembali. Imbalan lain seperti, pelukan, ciuman, tepukan, dan
elusan. Imbalan verbal juga perlu diberikan seperti “bagus”,”pandai”, “pintar”,
sebagai pujian karena telah melaksanakan instruksi dengan benar.
Contoh dalam percakapan:
Peneliti : Pergi ke sekolah sama siapa putri?
Putri : Sama bunda.
Peneliti : oh...bunda, kamu pintar ya (sambil mengelus wajah putri)
Orang dewasa melakukan hal yang baik melalui kata – katanya sendiri
seperti pujian dan sentuhan kasih, sehingga anak tersebut menjadi senang dan
dapat berkembang karena anak mendapat rangsangan yang baik dari orang
dewasa.
2.2.3 Urutan Pemerolehan Kosakata Dasar Anak Usia 3—4 Tahun
Penelitian tentang pemerolehan bahasa sudah banyak diteliti oleh para
ahli, baik itu penelitian tentang pemerolehan bahasa pertama, kedua, urutan
pemerolehan kata, dan sebagainya. Seperti yang dikatakan Krashen (1985: 66,
dalam Pramuniarti, 2008: 3) temuan yang paling menarik dalam penelitian
pemerolehan bahasa dewasa ini adalah penelitian tentang urutan pemerolehan
struktur gramatikal yang mengacu pada teori pemarkahan bahasa (marhedness
theory). Ellis (1994: 1003, dalam Pramuniarti, 2008:4) mengatakan urutan
pemerolehan dapat digunakan untuk menguji suatu prediksi yang berdasarkan
“pemarkahan”, khususnya dapat dilihat melalui penanda tipologi yang sudah
sangat dikenal yaitu NAPH. Ellis (1994: 726, dalam Pramuniarti, 2008: 18) juga
menambahi suatu hal yang dapat diidentifikasi melalui pengujian atas sampel
yang representative dari bahasa alamiah dalam hal urutannya agar menentukan
ciri-ciri umum yang terdapat pada semua bahasa atau hamper semua
bahasa-bahasa.
Ellis (1994: 418, dalam Pramuniarti, 2008: 222) menggambarkan suatu
bentuk urutan pemerolehan Klausa Relative yang mengacu pada hasil kajian dari
Keenan dan Comrie, yaitu Subject > Direct Objek > Indirect >Oblique >
Genitive > Object of Comparative. Hal ini juga menunjukkan variasi fungsi
pemerolehan kosa kata dasar bahasa Indonesia anak usia 3—4 tahun dalam
penelitian ini.
2.3 Tinjauan Pustaka
Urutan pemerolehan dalam bahasa analisis psikolingustik, sebelumnya
pernah diteliti oleh:
Fauzi (2000) dalam skripsinya yang berjudul “Pemerolehan Bahasa
Anak-Anak Usia 0‒5 Tahun: Analisis Psikolinguistik”, membahas tentang tahap-tahap
pemerolehan bahasa yang terdiri dari tahap perkembangan prasekolah dan tahap
perkembangan kombinatori. Tahap perkembangan sekolah meliputi, tahap
meraba, tahap holofrastik, tahap kalimat dua kata, tahap pengembangan tata
bahasa, dan tahap kombinasi penuh. Tahap perkembangan kombinatori meliputi
perkembangan negatif, perkembangan introgatif, dan perkembangan sistem bunyi.
Fauzi juga membahas tentang perkembangan bahasa dan perkembangan kognitif.
Pramuniati (2000), dalam tesisnya yang berjudul “Urutan Pemerolehan
Klausa Relatif Bahasa Perancis oleh Pembelajar Bahasa Perancis FBS-Universitas
Negeri Medan”,menyimpulkan NPAH (Noun Phrase Accessibility Hierarchy)
dapat memprediksi posisi urutan pemerolehan fungsi klausa relatif, sehingga dari
hirarki dapat diketahui posisi terendah dan posisi tertinggi dari hirarki
assessibilitas klausa relatif bahasa Perancis.
Dardjowidjojo (2000) tentang penelitian longitudinalnya “Echa
Pemerolehan Bahasa Anak Indonesia” menggunakan waktu lima tahun terhadap
pemerolehan fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, leksikon, dan pragmatik.
Pemerolehan bahasa juga mengatakan bahwa pemerolehan bahasa tidak dapat
terjadi hanya karena adanya bekal kodrati (innate properties) belaka. Pemerolehan
bahasa juga tidak mungkin terjadi hanya karena adanya faktor lingkungan saja,
kedua-duanya diperlukan sebagai proses penguasaan bahasa.
Gustianingsih (2002) dalam tesisnya yang berjudul “Pemerolehan Kalimat
Majemuk Bahasa Indonesia pada Anak Usia Taman Kanak-Kanak”, mengatakan
kemampuan anak usia taman kanak-kanak akan kalimat majemuk merupakan
parameter untuk mengukur keberhasilan dan sekaligus dasar pengajaran di
sekolah dasar.
Lumbanraja (2010),“Pemerolehan Leksikal Nomina Bahasa Angkola
Anak Usia 3‒4 Tahun”, Dari data yang diperoleh, hasil penelitian ini
menyimpulkan bahwa pemerolehan leksikal nomina bahasa Angkola pada anak
usia 3‒4 tahun itu sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Masukan yang
diterima anak dari lingkungan sekitarnya mempengaruhi jumlah kosa kata yang
dapat dikuasai anak-anak usia 3‒4 tahun tersebut. Urutan pemerolehan leksikal
nomina bahasa Angkola pada anak usia 3‒4 tahun adalah nomina orang, nomina
makanan, nomina hewan, nomina buah-buahan, nomina alat dapur, nomina
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PAUD “Bunda Lely” Medan, dan waktu
penelitian di laksanakan pada 22 September 2014 sampai 20 Desember 2014.
3.2 Sumber Data
Sumber data penelitian ini adalah anak normal usia 3–4 tahun yang berjumlah
tiga anak (Naysila, Dila, Putri). Data diambil dari tuturan lisan anak normal usia
3–4 tahun tentang kosa kata dasar dalam bahasa Indonesia.
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Sebelum melakukan pengumpulan data terlebih dahulu dilakukan
observasi.Hal ini dilakukan untuk mengamati kosa kata yang diucapkan anak -
anak dengan kosa kata yang diucapkan orang dewasa (dalam Gustianingsih,
2002:28). Kemudian, untuk pengumpulan datanya dilakukan dengan metode
simak atau penyimakan yaitu menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto,
1993:133). Adapun teknik dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik sadap. Pada praktiknya, penyimakan atau metode simak itu diwujudkan
dengan penyadapan, maksudnyanya menyadap penggunaan bahasa seseorang atau
Kemudian dilanjutkan dengan teknik pancing. Teknik pancing dilakukan
untuk memancing anak – anak, agar anak – anak mau berbicara dengan peneliti
dan tambahan stimulus berupa imbalan untuk memunculkan respon pada anak.
Selanjutnya teknik rekam, yaitu merekam semua bahasa yang dipakai anak – anak
usia 3 – 4 tahun (Gustianingsih, 2009:72). Setelah itu dilanjutkan dengan teknik
catat, yaitu dengan cara mencatat data yang telah terkumpul. Data yang telah
terkumpul itu akan diklasifikasikan sesuai tahap–tahap perkembangan
pemerolehan bahasa pada anak.
3.4 Metode dan Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul, mulailah diadakan analisis terhadap data untuk
menyelesaikan permasalahan penelitian yang telah ditetapkan. Kemudian data
diolah dengan menggunakan metode padan. Metode padan adalah sebuah metode
yang alat penentunya diluar, terlepas dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang
bersangkutan (Sudaryanto, 1993:13). Metode padan digunakan untuk menyeleksi
serangkaian kata-kata yang diujarkan anak dari tahap-tahap perkembanganya.
Kemudian dikembangkan dengan menggunakan teknik lanjutan, yaitu
dengan menggunakan teknik pilah unsur sebagai teknik analisis data.
Teknik pilah unsur penentu yang memiliki suatu alat yaitu daya pilah yang
bersifat mental yang dimiliki oleh peneliti (Sudaryanto, 1993: 21). Data yang akan
diklasifikasikan pada kosa kata dasar anak usia 3 – 4 tahun yaitu:
a. kosa kata dasar kekerabatan
c. kosa kata dasar bilangan
d. kosa kata dasar kerja
e. kosa kata dasar nama – nama bagian tubuh
Kosa kata yang diucapkan bebas, artinya si anak mengucapkan kata
tersebut atas kemauannya sendiri.
Contoh dalam percakapan;
Peneliti : Ini kenapa hidungnya? (menunjuk hidung nisa)
(1) Nisa : Idung (hidung)
Peneliti : Mamak mana?
(2) Nisa : Di umah (di rumah)
Peneliti : Lagi ngapain mamak di rumah?
(3) Nisa : Masyakk {masak)
Peneliti : Sama siapa?
(4) Nisa : Ma kak Nia (sama kakak nia)
Peneliti : Itu apa? (menunjuk sendal)
Nisa : ...(diam)
Peneliti : Ini nisa pakai apa? Nisa pintar, dan cantik? (menunjuk
sendal)
(5) Nisa : Selop (sendal)
Pada data di atas Nisa sudah dapat memeroleh kosa kata dasar yaitu, kata
kerja pada nomor (3), kata kekerabatan pada nomor (4). Jadi kata yang pertama
kali diperoleh Nisa adalah kata nama-nama bagian tubuh. Maka urutan
pemerolehan kosa kata dasar yang diperoleh Nisa adalah, Kata benda, kata bagian
tubuh, kata kerja, dan kata kekerabatan.
Setelah itu dilakukan dengan teknik lanjutan yaitu teknik hubung banding
membedakan, yaitu bahasa yang digunakan anak-anak dengan bahasa yang
digunakan orang dewasa (Sudaryanto, 1993:27). Anak hanya dapat menangkap
ciri–ciri tertentu dari kata yang diucapkan oleh orang dewasa, dan pengucapannya
terbatas pada kemampuan artikulasinya. Misalnya, ketika pada tahap tertentu si
anak mengucapkan kata umah yang berarti ‘rumah’. Pada bahasa anak tersebut
ada fonem yang dihilangkan, yaitu fonem /r/. Dengan demikian dapat dilihat anak
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Urutan Pemerolehan Kosa Kata Dasar Bahasa Indonesia Dalam Bahasa Lisan Anak Usia 3—4 Tahun
Pemerolehan bahasa adalah salah satu cara manusia untuk dapat menguasai dan menggunakan suatu bahasa yang dipelajari atau bahasa sasaran
yang dapat disesuaikan dengan perkembangannya (Dardjowidjojo, 2000: 39-40).
Urutan pemerolehan kosa kata dasar anak usia 3−4 tahun sangat
dipengaruhi oleh masukan-masukan yang sering didengar oleh anak. Anak yang
sudah bersekolah akan sangat berbeda pemerolehan kosa katanya dengan anak
yang belum bersekolah. Anak usia 3−4 merupaka n tahapan yang sangat rentan untuk menerima masukan dari lingkungannya. Pemerolehan bahasa anak di
Pendidikan Anak Sekolah Dini (PAUD) akan sangat berpengaruh dengan
pengucapan dan bentuk yang dihasilkan. Anak yang sudah dididik pada
lingkungan sekolah sudah memahami pengucapan kosa kata yang benar dalam
bentuk yang benar.
Urutan pemerolehan kosa kata pada anak tergantung pada benda-benda
yang sering diamati dan dilihatnya sehari-hari. Anak yang sudah dididik di PAUD
akan memeroleh kosa kata yang lebih beragam dan pengetahuan yang lebih baik,
misalnya dalam menghitung urutan bilangan satu sampai sepuluh, sudah dapat
mengindentifikasi bagian-bagian tubuh, dan mengenal benda-benda yang ada di
4.1.1Pemerolehan Kosa Kata Dasar Bahasa Indonesia pada Kata Kekerabatan
Pada anak usia 3−4 tahun, kosa kata kekerabatan sudah banyak dikenali oleh anak. Kekerabatan yang sudah dikuasai anak adalah kekerabatan yang paling
sering dilihatnya dalam kesehariannya dan sering berinteraksi dengan anak
tersbut. Kosa kata kekerabatan, misalnya: ayah, ibu, anak, adik, kakak,nenek,
kakek, paman, bibi.
Kosa kata kekerabatan yang akan dianalisis adalah kosa kata yang sering
diucapkan oleh anak bukan silsilah keluarga yang belum dimengerti oleh anak
yang berusia 3‒4 tahun tahun.
Untuk melihat urutan pemerolehan kosa kata dasar bahasa Indonesia
dalam bahasa lisan anak usia 3−4 tahun dapat dilakukan dengan cara menghitung jumlah pemerolehan kosa kata dasar yang diperoleh anak-anak tersebut, seperti
cara kerja yang dilakukan oleh Ellis (dalam Pramuniarti, 2008: 22).
Contoh dalam percakapan: (1) Nama : NaysilaUsia : 4 tahun
Peneliti : Naysila ke sini sama siapa?
(6) Naysila : Sama mama
Peneliti : Mama di mana?
(7) Naysila : Mama nek ayunan (mama naik ayunan)
Peneliti : Itu siapa?
(8) Naysila : Kakak
Peneliti : Kalau sama Putripanggil apa? (menunjuk teman)
Data (6) sampai (9) menunjukkan anak sudah dapat menguasai panggilan
untuk orang yang paling dekat dengan dirinya. Orang yang sering ada di sekitar
anak dan paling sering dijumpainya, yaitu mama, kakak, dan adek.
Contoh percakapan: (2) Nama: Putri Usia: 3 tahun
Peneliti : Putri tadi kesini sama siapa?
(10) Putri : Kakek
Pada data (10) Putri menyebut kosa kata kakek hanya ini menunjukkan
bahwa kedekatan Putri dengan Kakeknya yang sering mengantar Putri ke sekolah
setiap hari.
Contoh percakapan: (3) Nama: Dila Usia: 4 tahun
Peneliti : Tadi datang sama siapa?
(11)Dila : SamaBunda
Peneliti : Pintar
Peneliti : Ini adek atau kakak? (menunjuk temannya)
(12) Dila : Adek
Peneliti : Dila kalau di rumah mainnya sama siapa?
Data (6) sampai (13) menunjukkan bahwa anak-anak paling mudah
menguasai kosa kata kekerabatan, yaitu bunda, mama, kakek, dan adik. Khusus
untuk sebutan ibu, Naysila menyebutnya mama dan Dila menyebutnya bunda. Hal
ini terjadi disebabkan kebiasaan yang telah diterapkan dalam lingkungan anak
sehari-hari, sehingga sebutan yang menunjukkan panggilan untuk orang yang
sama menjadi berbeda.
4.1.2 Pemerolehan Kosa Kata Dasar Bahasa Indonesia pada kata Kerja Kosa kata kerja adalah kosa kata yang abstrak bagi anak. Anak tidak bisa
melihat benda yang nyata untuk menandakan sebuah kata kerja. Anak
mengidentifikasi kosa kata kerja dengan ikut serta melakukan hal-hal yang sesuai
dengan kosa kata tersebut. Gerakan-gerakan yang sering dilihat dan dilakukan
oleh anak akan sangat mudah untuk diidentifikasi anak, sehingga menghasilkan
kosa kata dasar yang dikuasai oleh anak.
Pemerolehan kosa kata dasar bahasa Indonesia pada kata kerja dapat
berkembang bila sering melakukan aktivitas yang sama setiap harinya.
Pemerolehan kosa kata kerja merupakan pemerolehan yang sering diperoleh anak
dari lingkungannya, sehingga dapat dianalisisdengan baik.
Contoh percakapan (1) Nama: Naysila, Usia : 4 tahun Peneliti : Syla ke sini tadi naik apa ?
(14)Naysila : Jalan (berjalan).
(15) Naysila : Minum (termos minuman)
Peneliti : Mama lagi apa?
(16) Naysila : Ayunan (berayun)
Peneliti : Kakak Syla lagi apa?
(17) Naysila : Tulis (menulis).
Peneliti : Itu kawannya lagi ngapain ya? (menunjuk salah satu temannya)
(18) Naysila : Nyanyi (bernyanyi).
Peneliti: Naysila datang ke sekolah mau ngapain, nak?
(19) Naysila : Lajar (belajar)
Peneliti : Naysila pulang sekolah ngapain, nak?
(20) Naysila : Makan, bobok (makan, tidur)
Peneliti :Habis bobok ngapain lagi? (setelah tidur melakukan apa lagi?)
(21) Naysila : Mandik (mandi).
Data (14) sampai (21) menunjukkan bahwa Naysila sudah mampu
menjawab peneliti dengan benar. Kosa kata yang diperoleh oleh Naysila
merupakan kosa kata yang sering dilihatnya dalam aktivitasnya sehari-hari,
misalnya, jalan, minum, berayun, menulis, bernyanyi, belajar, makan, tidur, dan
mandi.
Naysila yang sudah terbiasa melakukan hal yang sama setiap hari dan
sudah menjadi rutinitasnya tidak lagi sulit menceritakan atau menyebutkan kosa
kata yang berhubungan dengan kosakata kerja. Pemerolehan kosa kata Naysila
sama sehari-hari dan menjadi kebiasaan yang menghasilkan pemerolehan bahasa
bagi anak.
Contoh percakapan (2) Nama : Putri, Usia : 3 Tahun
Peneliti : Putri lagi apa ?
(22) Putri : Duduk
Peneliti : Bunda mana?
(23) Putri : Pigi (pergi)
Peneliti : Putri sukanya makan apa?
(24) Putri : Makan ayam kentaki
Peneliti : Putri uda bisa makan sendiri?
(25) Putri : Cuap (disuapi)
Peneliti : Mata gunanya apa putri?
(26) Putri : Lihat (melihat)
Peneliti : Kaki gunanya untuk apa ya?
(27) Putri : Gini (menunjukkan gerakkan kaki)
Peneliti :Pintar sekali ya. Kalau begitu namanya berjalan
(mengelus kepala anak)
Peneliti : Hidung gunanya untuk apa ya?
(28) Putri : Cium (Mencium)
Dari data percakapan (22) sampai (28) dengan Putri terlihat Putri belum
banyak berlatih untuk mengucapkan kosa kata yang benar, masih perlu bimbingan
dari keluarga dan guru di sekolah. Pada percakapan Putri memiliki sikap pemalu
dibandingkan dengan teman-temannya yang lain, oleh karena itu peneliti harus
melakukan pendekatan yang lebih banyak kepada Putri.
Pada data percakapan (27) Putri belum mampu mengucapakan kosa kat
berjalan dengan baik, tetapi putri mengerti maksud pertanyaan peneliti. Putri
berusaha menjawab pertanyaan dengan menggunakan gerakan, sehingga peneliti
memberitahukan penggunaan kosa kata yang benar.
Putri sudah mampu mengucapkan kosa kata dasar bahasa Indonesia pada
kata kerja. Putri memeroleh kosa kata kerja dengan diberi rangsangan berupa kata
kerja yang dilakukan oleh bagian tubuh manusia, sehingga putri yang berusia tiga
tahun mampu menjawabnya dan memberikan respon positif kepada peneliti,
misalnya, mata digunakan untuk melihat, kaki digunakan untk berjalan, hidung
digunakan untuk mencium. Kosa kata mencium ditujukan untuk mencium
bau-bauan.
Contoh percakapan (3) Nama : Dila, Usia : 4 Tahun
Peneliti : Dila lagi apa ?
(29) Dila : Lagi tulis (sedang menulis).
Peneliti : Habis ini Dila mau ngapain?
(30) Dila : Makan
Peneliti : Dila pulang sekolah ngapain?
Peneliti : Kalau di sekolah miss ngapain ya?
(32) Dila : Belajar
Peneliti : Kalau Dila di sekolah itu belajar, tapi ibu guru mengajari
Dila supaya pintar, gitu ya nak. (sambil mengelus kepala)
Peneliti : Dila pernah nangis di rumah?
(33) Dila : Nangis (menangis)
Peneliti : Kalau Dila nangis diapain sama bunda?
(34) Dila : Cubit
Peneliti : Dila mau nangis lagi, nak?
(35) Dila : Gak, nanti cubit Bunda.
Peneliti : Pintar, Dila janji ya (sambil menyalam anak)
Dari data (29) sampai (35) menunjukkan bahwa anak sudah dapat
memeroleh kosakata dasar kata kerja, kosa kata yang dikuasai anak merupakan
kosa kata yang sering dilakukannya, misalnyaduduk, pergi, makan, tulis, nonton,
belajar, nangis, dan cubit.
Percakapan ini dilakukan antara peneliti dan Dila yang sedang berada
didalam ruang kelas. Dila sedang mengerjakan tugas yang diberikan oleh gurunya
dan peneliti menanyakan aktivitas Dila setelah pulang sekolah. Dila mampu
mengucapkan kosa kata dasar kerja dengan benar, menunjukkan aktivitas yang
dilakukan di sekolah (belajar) dan aktivitas di rumah (nonton).
Pada percakapan (34) dan (35) Dila, mengucapkan kalimat sederhana Gak
berulang-ulang, sehingga menjadi ingatan bagi Dila yang menyebabkan Dila tidak mau
melakukan hal menangistersebut karena mendapat hukuman, yaitu berupa cubitan
dari Bundanya.
Ketika melakukan penelitian dengan anak usia 3‒4 tahun, peneliti bukan hanya sekedar bertanya tetapi juga memperbaiki kosa kata yang salah dengan cara
memberikan teguran halus kepada anak usia 3‒4 tahun. Peneliti memberikan sentuhan-sentuhan, seperti elusan di kepala dan salaman yang menandakan
perjanjian. Anak diminta untuk berjanji melakukan sesuatu yang baik, sehingga
anak akan selalu ingat dan melakukan hal yang diperintahkan kepadanya.
4.1.3 Pemerolehan Kosa Kata Dasar Bahasa Indonesia pada kata Benda Kosa kata benda, ada dua jenis kata benda, yaitu kata benda kongrit dan
kata benda abstrak. Kata benda konkrit adalah kata benda yang dapat disentuh,
nyata. Misalnya tumbuhan-tumbuhan, hewan, dan benda-benda yang dapat dilihat
seperti meja, sepatu, pensil, baju, rumah. Kata benda abstrak adalah kata benda
yang tidak dapat dilihat, misalnya angin. Anak Usia 3−4 tahun biasanya hanya mampu mengidentifikasi kata benda kongrit, karena mudah dikenali dan dapat
disentuh oleh anak secara langsung.
Pemerolehan kosakata dasar bahasa Indonesia pada kata benda sering
dijumpai pada pemerolehan bahasa pertama. Benda-benda yang ada di lingkungan
sekitar anak dengan mudah dapat diidentifikasi oleh anak. Peneliti dapat secara
langsung menunjukkan benda-benda yang ada disekitarnya untuk dapat diucapkan
Contoh percakapan (1) Nama : Naysila, Usia : 4 Tahun
Peneliti : Ini namanya apa ?
(36) Naysila : Sepatu
Peneliti : Kalau ini namanya apa?
(37) Naysila : Pinsil (pensil)
Peneliti : Sila pakai apa?
(38) Naysila : Bando
Peneliti : Sila duduk di mana?
(39) Naysila : Bangku
Peneliti : Naysila mandi pake apa?
(40) Naysila : Didi (salah satu merk sabun)
Peneliti : Boleh kakak lihat tasnya? Ada apa di dalam yah? (sambil
membuka tas)
(41) Naysila : Buku.
Peneliti : Ini namanya apa? (menunjuk sebuah benda)
(42) Naysila : Setip
Peneliti : Cantik-cantik setip Naysila ya, beli dimana?
(43) Naysila : Medan mol (Medan Mall)
Peneliti : Setip Naysila gambar apa ya?
(44) Naysila : Bunga.
Peneliti : Ini namanya apa ya? (menunjuk sebuah benda)
Peneliti : Pinternya Naysila, jaga baik-baik ya supaya gak ilang
(Naysila pintar ya, dijaga baik-baik ya supaya tidak hilang)
Data (36) sampai (45) menunjukkan bahwa Naysila sudah mampu
mengidentifikasi benda-benda disekitarnya. Benda-benda yang tergolong dengan
benda kongkrit, yang sering digunakannya dalam aktivitasnya sehari-hari, seperti
sepatu, pensil, bando, bangku, didi (sabun), buku, penghapus, bunga, dan rautan
pensil. Pada data (43) Naysila mengidentifikasikan sebuah tempat yang sering
dikunjunginya bersama keluarganya, yaitu Medan Mall.
Naysila mengucapkan sabun dengan sebuatan didi. Didi merupakan salah
satu merk sabun yang sering dipakai oleh Naysila. Maka, Naysila menggantikan
kosa kata sabun menjadi didi. Hal ini terjadi karena kebiasaan Naysila yang
menyebutkan sabun dengan didi. Lingkungannya membenarkan menyebutkan
didi menjadi sabun. Hal ini bila diteruskan akan menjadi kebiasaan bagi Naysila,
sehingga setiap sabun Naysila menyebutnya didi.
Naysila juga telah mampu mengidentifikasi bentuk penghapusnya dengan
bentuk bunga secara tepat. Naysila mampu mengidentifikasi bunga, misalnya
berbentuk dan memiliki beraneka warna yang beragam dan indah dilihat.
Naysila tergolong anak yang aktif dalam berkomunikasi, segala sesuatu
yang ada disekitarnya dapat diungkapkannya dengan baik. Kejadian apapun yang
dilakukannya sehari-hari akan diungkapkannya dengan baik, kosa kata Medan
Contoh percakapan (2) Nama : Putri, Usia : 3 Tahun
Peneliti : Put.... ini namanya apa?
(46) Putri : Setip (penghapus).
Peneliti : Tadi ke sekolah naik apa ?
(47) Putri : Keeta (sepada motor)
Peneliti : Kalau ini namanya apa?
(48) Putri : Hape
Peneliti : Ini namanya apa? Yang Putri pakai?
(49) Putri : Baju
Peneliti : Kalau ini apa? (menunjuk suatu benda)
(50) Putri : Lok (rok)
Peneliti : Pintarnya, kalau perempuan pakai rok. Laki-laki pakai apa
ya namanya?
(51) Putri : Nana (celana)
Peneliti : Ye… (bertepuk tangan) celana ya, nak.
(52) Putri : Celana
Peneliti : Bagus. Kalau ini namanya apa Putri?
(sambil menunjuk suatu benda)
(53) Putri : Eja (meja)
Peneliti : Meja. Coba ulang, nak.
(54) Putri : Meja
Peneliti : Kalau ini namanya apa, nak?
Peneliti : Namanya kursi untuk duduk. Kursi. Ulangi, nak.
(56) Putri : Kursi
Data (46) sampai (56) menunjukkan bahwa Putri sudah mampu menguasai
benda-benda yang ada disekitarnya walaupun lafal pengucapannya belum jelas
tetapi masih dapat dimengerti oleh peneliti. Kosa kata dasar yang dikuasai oleh
Putri adalah Setip ‘penghapus’, keeta ‘sepeda motor’, hape ‘telepon genggam’,
baju, rok, celana, meja, kursi.
Putri yang masih berumur tiga tahun belum mengenal benda-benda apa
saja yang ada disekitarnya. Putri mengungkapkan ‘kursi’ dengan ‘duduk’. Peneliti
berusaha memperbaiki pemahaman kosa kata Putri dengan cara kembali
mengucapkan kosa kata yang sesuai dan Putri mengikutinya dengan baik. Cara
seperti ini efektif untuk menambah pemerolehan kosa kata anak.
Dari data percakapan (50) dan (51) Putri sudah memiliki kemampuan
untuk membedakan pakaian yang dipakai oleh anak laki-laki dan anak
perempuan. Putri yang masih berumur tiga tahun, mampu mengatakan nana
(celana) untuk laki-laki dan lok (rok) untuk pakaian perempuan. Putri dengan
tepat mampu mengidentifikasikan kegunaan benda tersebut.
Putri mampu dengan baik menyebutkan benda-benda seperti setip, keeta,
hape, baju, lok, nana, meja, duduk, kursi itu semua disebabkan lingkungan tempat
Putri berada pernah menemukan benda-benda tersebut, sehingga Putri tidak
Contoh percakapan (3) Nama : Dila, Usia : 4Tahun
Peneliti : Dila tadi ke sekolah naik apa ?
(57) Dila : Betcak (becak).
Peneliti : Dila pakai apa ?
(58) Dila : Gelang
Peneliti :Kalau yang Putri pakai apa namanya? (menunjuk jilbab
temannya)
(59) Dila : Tudung (jilbab)
Peneliti : Dila kalau dirumah nonton apa?
(60) Dila : Tipi (TV)
Peneliti : Nonton apa di TV
(61) Dila : Upin Ipin
Peneliti : Terus nonton apa lagi?
(62) Dila : Ponbob (Sponsbob)
Peneliti : Dila kenapa suka Upin Ipin dan Sponsbob?
(63) Dila : Kotak
Peneliti : Dila tidur di mana?
(64) Dila : Kamar
Peneliti : Kalau tidur Dila pake apa?
(65) Dila : Guling
Dari data (57) sampai data (65) menunjukkan bahwa Dila sudah
memeroleh kosakata dasar benda, yaitu sepatu, becak, gelang, jilbab, TV, upin
disebabkan seringnya mereka melihat benda-benda tersebut di lingkungan
sekitarnya, sehingga mereka mampu mengucapkannya dengan baik.
Dila mampu mengidentifikasi benda-benda yang ada disekitarnya dengan
baik, bukan hanya itu pemerolehan bahasa Dila juga bertambah dengan tokoh
kartu yang disukainya. Aktivitas yang dilakukan oleh Dila setiap hari, seperti
pergi ke sekolah naik becak, dan memakai guling ketika sedang tidur akan
menjadi pemerolehan kosa kata dasar benda bagi Dila.
Selain benda-benda yang berada di lingkungan sekitarnya, tontonan anak
melalui media sosial juga memengaruhi perkembangan kosa kata anak. Seperti
acara tontonan anak, upin ipin dan sponsbob yang sering di lihatnya di TV.
Keluarga dalam hal ini perlu membatasi tontonan anak agar anak tetap terkendali
dalam memilih acara TV yang dilihatnya setiap hari.
Pemerolehan kosa kata dasar anak berasal dari apa yang dilihatnya setiap
hari dan hal-hal yang mampu menarik perhatian anak. Seorang anak akan lebih
baik jika diawasi dalam hal memilih acara TV yang akan dinikmatinya setiap hari
agar anak dapat tetap terkendali dalam pemerolehan bahasa, sehingga setiap kosa
kata yang dikeluarkannya sesuai dengan umurnya saat ini.
Kosa kata bilangan pokok, misalnya: satu, dua, tiga, empat, lima, enam,
tujuh, delapan, sembilan, sepuluh, dua puluh, sebelas, dua belas, seratus, dua
ratus, gopek, seribu, dan dua ribu.
Pemerolehan kosa kata dasar bahasa Indonesia pada bilangan, terdiri dari
bilangan-bilangan yang sering didengar oleh anak, misalnya angka 1-10 dan nilai
sejumlah uang yang sering didengarnya dari lingkungannya, sehingga nilai-nilai
nominal yang tidak diketahui anak tidak menjadi pemerolehan kosa kata dasar
bahasa Indonesia pada kata bilangan.
Contoh percakapan (1) Nama : Naysila, Usia 4 Tahun
Peneliti : Sila umurnya berapa?
(66) Naysila : Eempat (empat tahun).
Peneliti : Buku Sila ada berapa nak?
(67) Naysila : Tiga.
Peneliti : Sila bisa hitung satu sampai sepuluh?
(68) Naysila :Satu, dua, tiga, empat, lima, en nam (enam), tujuh, lapan
(delapan), mbilan (sembilan), sepuluh.
Peneliti : Pinter...Sila pensilnya itu ada berapa?
(69)Naysila : Hmmm...lapan (delapan).
Data (66) sampai (69) menunjukkan bahwa Naysila sudah mampu
berhitung secara sempurna untuk bilangan satu sampai sepuluh. Naysila juga
mendapat pujian dari peneliti untuk mampu menjawab pertanyaan peneliti.
dengan baik. Rangsangan yang diberikan membuat Naysila semakin termotivasi
untuk menjawab pertanyaan peneliti.
Naysila sudah mampu menghitung dengan baik itu dikarenakan Naysila
sudah sering mendengar ajaran dari gurunya di sekolah. Anak umur empat tahun
yang belum bersekolah tentu belum mampu menghitung dengan benar bilangan
satu sampai sepuluh perlu penelitian yang lebih lanjut untuk membandingkan hal
tersebut. Lingkungan sekolah terutama taman kanak-kanak yang memersiapkan
anak untuk dapat melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu sekolah dasar.
Pentingnya pendidikan bagi anak untuk dapat membantu anak memeroleh kosa
kata dengan baik.
Contoh percakapan (2) Nama : Putri, Usia : 3 tahun
Peneliti : Putri tau gak ini berapa?
(sambil mengangkat dua jari).
(70) Putri : Uua (dua)
Peneliti : Adik putri ada berapa?
(71) Putri : Satuu (satu)
Peneliti : Uang ini berapa jumlahnya?
(72) Putri : Gopek (lima ratus rupiah)
Peneliti : Kalau ini uang berapa?
(menunjukkan uang seharga Rp 20.000)
Data (70) sampai (73) menunjukkan bahwa putri sudah mengenal jumlah
mata uang, mata uang yang dikuasainya adalah jumlah yang sering diperolehnya,
bila diberikan jumlah uang yang lebih besar Putri tidak mampu menyebutkan
jumlah uang yang benar karena tidak pernah diberi tahu.
Putri hanya mengenal mata uang tertentu karena lingkungannya tidak
memberikan uang yang nominalnya cukup besar. Hal ini baik untuk anak-anak
sehingga mereka tidak berasumsi untuk memiliki banyak uang yang bukan
kebutuhan anak-anak.
Anak yang terlalu banyak diberi uang akan menimbulkan kebiasaan yang
buruk, sehingga bila tidak diberi uang anak akan menangis. Kebiasaan memberi
uang dapat menimbulkan sifat konsumtif bagi anak-anak dan mengakibatkan sifat
boros yang akan menyusahkan keluarga, terutama orang tua.
Contoh percakapan (3) Nama: Dila, Usia : 4 Tahun
Peneliti : Dila masuk sekolah jam berapa?
(74) Dila : Dam sepulo (jam sepuluh)
Peneliti : Dila bisa hitung satu sampai sepuluh?
(75) Dila : Satu, dua, tiga, empat lima, tujuh, lapan (delapan)
Peneliti : Pinter, sayang teruskan ya…
Dari data (74) dan (75) menunjukkan bahwa anak sudah dapat memeroleh
kosa kata dasar bilangan, meskipun Dila belum sempurna menghitung satu sampai
membuat anak merasa termotivasi untuk terus belajar, sehingga pemerolehan
bahasa anak dapat berkembang dengan baik.
Rangsangan atau respon positif harus terus diberikan kepada anak untuk
menambah rasa kepercayaan dirinya. Ketika terjadi kesalahan, anak harus tetap
diberi rangsangan yang baik, sehingga tidak menimbulkan ketakutan dalam
dirinya untuk terus mencoba segala sesuatu. Seorang anak harus tetap ditanamkan
rasa kepercayaan dirinya untuk terus menjawab pertanyaan meskipun salah, tetapi
akan diperbaiki dengan cara yang halus tidak membuat anak menjadi takut.
4.1.5 Pemerolehan Kosa Kata Dasar Bahasa Indonesia pada Kata Nama-nama Bagian Tubuh
Kosa kata nama-nama bagian tubuh, misalnya: kepala, rambut, mata,
telinga, hidung, mulut, bibir,gigi, lidah, pipi, leher, dagu, bahu, tangan, jari, dada,
perut, pinggang, kaki, betis, telapak, dan punggung.
Pemerolehan kosa kata bagian tubuh lebih efektif jika peneliti
menunjukkan bagian tubuh tersebut, sehingga anak dengan mudah untuk
menjawab pertanyaantersebut. Beberapa bagian tubuh belum dapat disebut oleh
anak usia 3−4 tahun, sehingga peneliti tidak menggunakannya dalam pemerolehan kosa kata dasar berikut.
Contoh percakapan (1) Nama : Naysila, Usia : 4 tahun
Peneliti : Ini apa namanya ?
Peneliti : Bagus, pintar Sila. Untuk melihat namanya apa?
(77) Naysila : Mata
Peneliti : Kalau untuk mendegar?
(78) Naysila : Kuping (telinga)
Peneliti : Kalau untuk berbicara?
(79) Naysila : Mulut
Data percakapan di atas (76) sampai (79) menunjukkan bahwa anak sudah
mampu mengetahui bagian-bagian tubuhnya. Anak sudah mengenal bagian
tubuhnya dengan sempurna. Bagian tubuh yang mampu diidentifikasi anak
biasanya berupa pancaindra, seperti mata, mulut, telinga, hidung. Bagian tubuh
lain yang mampu diucapkan anak sebagai kosa kata dasar, yaitu tangan, kaki, dan
kuku, dan rambut. Naysila dengan baik menyebutkan berbagai kosa kata benda
dengan baik, hal ini menunjukkan pemerolehan kosa kata Naysila sudah baik.
Contoh percakapan (2) Nama : Putri, Usia : 3 Tahun
Peneliti : Ini apa namanya ?
(80)Putri : Idungg (hidung)
Peneliti : Kalau untuk menulis namanya apa?
(81) Putri : Angan (tangan)
Peneliti : Ini namanya tangan (menunjuk tangan) pinter...
Terus, kalau untuk melihat?
Peneliti : Kalau yang ini? (menunjuk kaki)
(83)Putri : Kakki (kaki)
Peneliti : Kalau yang buncit ini namanya apa ya?
(sambil memegang perut Putri)
(84) Putri : Peyut (perut)
Peneliti : Pintar Putri, kalau ini yang suka makan namanya
Apa Putri?
(85) Putri : Mulut
Peneliti : Cantik, kalau ini namanya apa?
(86) Putri : Angan (tangan)
Peneliti : Ini jari. Coba ulangi sayang.
(87) Putri : Jali
Peneliti : Pintar, nanti kakak kasih kue yah.
Dari data (80) sampai (87) terlihat bahwa Putri telah mampu menguasai
kosa kata dasar bagian tubuh, meskipun ketika peneliti menunjuk jari, Putri
mengatakan itu tangan. Ketika anak melakukan kesalahan dalam pengucapan kosa
katanya, Peneliti selalu memberikan respon yang baik, misalnya mengulangi
pengucapan kata tersebut sehingga mampu diucapkan dengan baik oleh anak.
Kemudian, ketika mampu diucapkan dengan benar maka anak akan mendapatkan
pujian atau berupa hadiah dari peneliti. Hal ini akan menimbulkan semangat bagi
dalam diri anak, sehingga setiap pertanyaan dapat dijawab, meskipun masih ada
terjadi kesalahan dalam menjawabnya.
Ketika peneliti menunjukkan jari tangan kepada Putri dengan cepat Putri
menyebutkan tangan. Hal ini terjadi disebabkan pemerolehan bahasa Putri hanya
mengenal kosa kata dasar tangan. Kosa kata seperti hidung, tangan, mata, perut,
mulut, jari, dan kaki dapat diucapkan dengan baik. Semua bagian-bagian tersebut
dapat dengan mudah diterima anak tersebut meskipun pengucapannya masih
belum sempurna, tetapi masih bisa dimengerti oleh orang dewasa.
Contoh percakapan (3) Nama : Dila, Usia : 4 Tahun
Peneliti : Ini namanya apa ?
(88) Dila : Kuku Dila
Peneliti : Cantik ya kuku Dila, kalau ini namanya apa?
(menunjuk tangan)
(89) Dila : Tangan
Peneliti : Ini namanya apa? (menunjuk hidung)
(90) Dila : Idung (hidung)
Peneliti : Hidung namanya. Pintar sekali kamu ya.
Peneliti : Itu yang ompong, namanya apa Dila?
(91) Dila : Gikgik (gigi).
Peneliti : Kalau ini namanya apa? (menunjuk rambut)
(92) Dila : Rambut (Rambut)
(sambil memegang bahu Dila)
(93) Dila : em…. (sambil menggelengkan kepala)
Peneliti : Namanya ini bahu (sambil menujuk bahu)
(94) Dila : hu.. (bahu, sambil mengikuti peneliti)
Peneliti : Pintar. (sambil tersenyum)
Peneliti : Ini namanya apa, Dila? (menujuk leher)
(95) Dila : Lehel (leher)
Peneliti : Pintar kali Dila ya. (pintar sekali)
Peneliti : Ini yang tembem namanya apa, Dila?
(96) Dila : Pipi
Peneliti : Kalau ini namanya apa? (menujuk betis)
(97) Dila : Kaki
Peneliti : Betis, coba sayang ulangi. Betis.
(98) Dila : Etis (betis)
Peneliti : Dila pintar. Kalau ini namanya apa?
(menujuk rambut?
(99) Dila : Lambut (rambut)
Peneliti : Kalau ini apa? (menujuk jari)
(100) Dila : Angan (tangan)
Peneliti : Jari.
Dari data (88) sampai (100) anak sudah dapat mengenali bagian-bagian
mengucapkannya dengan sempurna dan anak dapat mengerti maksud dari peneliti.
Pada data (98) dan (100) ternyata Dila anak usia empat tahun belum mampu
membedakan antara betis dan kaki, serta jari dan tangan, sehingga peneliti
menjelaskan kembali pengucapan yang benar terhadap Dila.
Dari data-data tersebut dapat diketahui bahwa ketika peneliti
mengucapkan kata bahu anak belum sempurna mengulangi kata tersebut,
sehingga menjadi hu hal ini bisa terjadi karena anak belum pernah memeroleh
kosa kata tersebut dari lingkungannya.
Beberapa bagian tubuh belum dapat diidentifikasi oleh anak usia 3‒4 tahun, secara sempurna belum mampu dilakukan oleh anak berusia 3‒4 tahun. Kosakata yang sering didengar oleh anak akan menjadi pemerolehan bahasa bagi
anak, semakin sering anak mendengar suatu kosakata maka, ia akan mengingatnya
dan suatu saat ketika bertemu dengan kondisi yang sama anak akan mengeluarkan
Dari seluruh pemerolehan kosa kata dasar di atas dapat dijumlahkan kosa
kata dasar anak 3‒4 tahun melalui tabel berikut,
Subjek
Kosa kata dasar
Kata kerabat Kata kerja Kata benda Kata bi