• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemerolehan kata ulang Bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama pada kasus Kukuh Arya Renanto anak umur lima tahun.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemerolehan kata ulang Bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama pada kasus Kukuh Arya Renanto anak umur lima tahun."

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

PEMEROLEHAN KATA ULANG BAHASA INDONESIA

SEBAGAI BAHASA PERTAMA PADA KASUS

KUKUH ARYA RENANTO ANAK UMUR LIMA TAHUN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

Oleh:

Ekaristi Margarita

061224041

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2013

(2)
(3)

iii

 

(4)
(5)

 

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

• Yesus Kristus yang manis untuk berkat yang luar biasa di hidupku

• Bapak Yohanes Supangat dan Ibu Theresia Kirminah untuk doa dan

cinta yang luar biasa

• Ekaristi Margaria untuk semangat, ejekan dan doanya

• Kukuh Arya Renanto, pelita kecil di rumah untuk celoteh-celoteh kecil

nan indah

• Adrianus Chrisnata Datu Kusuma untuk hari-hari penuh cinta, doa, dan

dukungan yang tak ternilai

(6)

vi 

 

The best and the most beautiful things in this world, cannot be seen, nor touched, but are felt in the bottom of our heart.

Sewaktu menghadapi peristiwa penting dalam hidup, sebaiknya tidak cepat-cepat menjatuhkan penilaian. Biarlah waktu ikut menunjukkan maknanya.

~ Teha Sugiyo

 

Kerjakanlah segala sesuatu dengan senang hati karena hasilnya pun akan jauh menyenangkan.

~ Ekaristi Margarita

(7)

vii 

 

 

(8)

viii

ABSTRAK

Margarita, Ekaristi. 2013. Pemerolehan Kata Ulang Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Pertama pada Kasus Kukuh Arya Renanto Anak Umur Lima Tahun.

Skripsi Program Sarjana (S1). Yogyakarta: PBSID, Universitas Sanata Dharma

Kajian pemerolehan bahasa anak pada kasus Kukuh Arya Renanto dalam penelitian ini mempunyai dua tujuan: (a) mendeskripsikan pemerolehan kata ulang bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama berdasarkan tuturan Kukuh; (b) mendeskripsikan urutan pemerolehan kata ulang itu, baik urutan berdasarkan frekuensi pemunculan maupun urutan waktu pemerolehannya.

Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, dimana peneliti sendiri menjadi instrumen kunci (key instrument), baik dalam proses pengumpulan data maupun analisisnya. Karena itu peneliti menggunakan metode observasi berperan serta, participant observation (Moleong, 2006:164). Peneliti berperan serta dalam lingkungan dan kehidupan sehari-hari subjek untuk memperoleh data.

Penelitian ini mengambil subjek bernama Kukuh Arya Renanto anak umur lima tahun. Data berupa tuturan Kukuh yang dikumpulkan secara alamiah melalui proses pengamatan, pencatatan, dan perekaman. Alat yang digunakan adalah buku, alat tulis, serta MP4. Data diambil selama 3 bulan yang dibagi menjadi tiga tahap pengambilan data, yakni tahap I bulan Maret 2012 pada saat Kukuh berumur (5;2), tahap II bulan April 2012 pada saat Kukuh berumur (5;3), dan tahap III bulan Mei 2012 saat Kukuh berumur (5;4).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umur lima tahun Kukuh dapat menghasilkan (1) tiga jenis kata ulang, yakni: (a) kata ulang utuh/seluruh, (b) kata ulang sebagian dan (c) kata ulang salin suara. Pemerolehan kata ulang yang dihasilkan Kukuh sebanyak 68 tuturan. Tuturan kata ulang utuh/seluruh berjumlah 47 tuturan, kata ulang sebagian berjumlah 15 tuturan, dan kata ulang salin suara 6 tuturan.

Urutan pemerolehan kata ulang berdasarkan frekuensi pemunculan ditemukan tuturan kata ulang utuh/seluruh yang mendapatkan peluang terbesar dari tuturan yang dihasilkan Kukuh. Urutan pemerolehan selanjutnya dalam bentuk kata ulang sebagian, dan terakhir kata ulang salin suara. Berdasarkan urutan waktu pemerolehan, kata ulang utuh/seluruh diperoleh paling awal daripada dua jenis kata ulang yang lain. Hampir setiap harinya Kukuh memproduksi kata ulang jenis ini walaupun sebagian besar masih monomorfemik. Kata ulang utuh/ seluruh juga termasuk paling produktif daripada dua kata ulang yang lain.

(9)

ix

sejak usia dini. Dengan demikian anak akan memperoleh kemampuan berbahasanya dengan lebih baik. Selain itu, bagi para peneliti yang lain yang berminat melakukan penelitian yang berhubungan dengan pemerolehan bahasa agar penelitian ini dapat dijadikan bahan perbandingan dan sumbangan pemikiran, pengetahuan dan pengalaman demi perkembangan bahasa anak Indonesia.

 

(10)

x

ABSTRACT

Margarita, Ekaristi. 2013. Acquisition of Word Reduplications in Indonesia Language as the First language in Case of Kukuh Arya Renanto Five Years Old as the Subject. As thesis of bachelor degrees programme (S1). Yogyakarta : PBSID, Sanata Dharma University.

The objectives of this research from Kukuh Arya Renanto’s language acquisition are (1) to describe the acquisition of word reduplications in Indonesia language as the first language based on Kukuh’s speech (2) to describe the sequence of word reduplications in language acquisition; whether the frequency of appearance and the time acquisition.

In this research, the researcher uses qualitative approach and she becomes the key instrument in data collecting process and data analysis. Consequently, the researcher uses participant observation method (Moleong, 2006: 164). The researcher contributes to the environment and the social life of the subject to collect the data.

The subject of this research is Kukuh Arya Renanto (5 years old). The data is Kukuh’s speech that collected by observation, review, and recording. The researcher uses some instruments such as: note book, pen, and sound recorder device. The data was taken around three month and divided into three stages; the first stage was on March 2012 when Kukuh was in 5.2 years old, the second stage was on April 2012 when Kukuh was in 5.3 years old, and the third stage was on May 2012 when Kukuh was in 5.4 years old.

The result of this research shows that in 5 years old, Kukuh is be able to produce (1) three kinds of word reduplication, (a) repeated word intact, (b) a portion of word reduplication, (c) re-copy word sounds. The total of acquisition of word reduplications produced by Kukuh is 68 speeches. The frequency of repeated word intact is 47 speeches, the frequency of a portion of word reduplication is 15 speeches, and the frequency of re-copy word sound is 6 speeches.

The sequence of acquisition word reduplications based on appearance frequency, the researcher classified into three categories. The highest frequency of appearance is repeated word intact. The medium frequency of appearance is a portion of word reduplication. The lowest frequency of appearance is re-copy word sound. Based on the time of acquisition, repeated word intact was gotten early than others. Almost every day, the subject ( Kukuh ) produces repeated word intact, although almost of them still in mono morphemic form and repeated word intact is most productive than others.

(11)

xi

 

language competence well. And also to other researchers that take similar study, it can be a resource for the sake of Indonesia children’s language development.

(12)

xii

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas

berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi

yang berjudul “Pemerolehan Kata Ulang Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa

Pertama Pada Kasus KukuhArya Renanto Anak Umur Lima Tahun” ini. Penulis

menyusun skripsi ini dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar

Sarjana Pendidikan. Skripsi ini berisi tentang Pemerolehan Kata Ulang Bahasa

Indonesia sebagai Bahasa Pertama pada Kasus Kukuh Arya Renanto Anak Umur

Lima Tahun. Berawal dari kecintaan penulis pada anak-anak penulis memilih

seorang anak bernama Kukuh Arya Renanto sebagai objek sekaligus subjek dalam

penelitian ini.

Sebagai wujud syukur atas selesainya penyusunan skripsi ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

terselesaikannya penyusunan skripsi ini, secara khusus kepada :

1. Dr. Yuliana Setiyaningsih, M.Pd., selaku Kaprodi PBSID Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membimbing dan mendukung

terselesainya penyusunan skripsi.

2. Dr. B. Widharyanto, M.Pd., selaku dosen pembimbing I dan Drs. G.

Sukadi, selaku dosen pembimbing II yang telah dengan sabar dan setia

membimbing dan memberikan masukan kepada penulis selama

penyusunan skripsi.

3. Para dosen PBSID, Prof. Dr. Pranowo, M.Pd., Drs. J. Prapta. Diharja,

S.J., M.Hum., L. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum., Drs. P. Hariyanto,

Setya Tri Nugraha, S.Pd., M.Pd., Dr Slamet Soewandi, M.Pd., Drs. Y.

Karmin. M.Pd., dan semua dosen MKK dan MKDK yang telah sabar dan

(13)

xiii

(14)

xiv 

 

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

MOTO ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... x

KATA PENGANTAR ... xii

DAFTAR ISI ... xv

DAFTAR TABEL ... xx

DAFTAR SKEMA ... xxi

DAFTAR LAMPIRAN ... xxii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

(15)

xv 

 

1.5 Batasan Istilah ... 6

1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 8

1.7 Sistematika Penyajian ... 9

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

2.1Penelitian Yang Relevan ... 10

2.2 Kajian Teori ... 12

2.2.1 Hakikat Pemerolehan Bahasa ... 12

2.2.2 Hakikat Pemerolehan Bahasa Pertama ... 13

2.2.3 Tahap Pemerolehan Bahasa ... 18

2.2.4 Hakikat Kata Ulang ... 21

2.2.5 Anak Usia Lima Tahun ... 26

2.2.6 Konteks Data Tuturan ... 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 28

3.1 Jenis Penelitian ... 28

3.2 Subjek Penelitian ... 29

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 30

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 30

3.4 Instrumen Penelitian ... 32

3.5 Teknik Analisis Data ... 32

3.5.1 Kodifikasi Data (Coding) ... 34

3.5.2 Penggunaan Konteks dalam Tuturan Kukuh ... 35

(16)

xvi 

 

3.6 Trianggulasi ... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 40

4.1 Deskripsi Temuan Penelitian Kata-kata Ulang ... 40

4.1.1 Urutan Berdasarkan Frekuensi Pemunculannya ... 42

4.1.2 Urutan Pemerolehan Berdasarkan Waktu ... 44

4.2 Hasil Analisis Pemerolehan Kata Ulang ... 46

4.3 Hasil Analisis Urutan Pemerolehan Kata Ulang ... 52

4.4 Trianggulasi ... 54

BAB V PENUTUP ... 57

5.1 Kesimpulan Penelitian ... 57

5.2 Implikasi Temuan ... 58

5.3 Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 61

LAMPIRAN 1 ... 63

LAMPIRAN 2 ... 72

LAMPIRAN 3 ... 85

(17)

xx 

 

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Kata Ulang yang Terdapat dalam Tuturan Kukuh ... 41

2. Frekuensi Pemunculan Kata Ulang ... 43

3. Urutan Waktu Pemerolehan (UWP) Kata Ulang ... 45

4. Data Penelitian ... 63

(18)

xxi 

 

DAFTAR SKEMA

Halaman

1. Makna Bentuk Reduplikasi ... 25

2. Organisasi Data Tuturan ... 33

(19)

xxi 

 

DAFTAR LAMPIRAN

1. Data Penelitian ... 63

2. Analisis Kata Ulang ... 72

3. Trianggulasi ... 85

(20)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan pemerolehan bahasa telah menjadi suatu kenyataan

yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan dalam membahas masalah

kebahasaan yang digunakan penduduk dalam berinteraksi pada masyarakat

kita sekarang. Pemerolehan bahasa pertama tidak dapat diabaikan dalam

setiap usaha memahami perilaku berbahasa masyarakat yang majemuk

bahasanya, yang terbuka komunikasinya dengan masyarakat lain, yang

mempunyai sejarah perkembangan masyarakat dan bangsanya sebagai

suatu bangsa yang terdiri dari berbagai suku bangsa, yang mempunyai satu

bahasa sebagai bahasa nasional di samping berbagai bahasa suku oleh

masing-masing suku pendukung bangsanya, serta berbagai peristiwa lain

yang membidani kenyataan kedwibahasaan dalam masyarakat

(Kamaruddin, 1989:1).

Pemerolehan bahasa merupakan proses yang serupa dengan yang

dilalui oleh anak dalam kemampuan bahasa pertamanya (Krashen,

1989:241). Pemerolehan bahasa biasanya tidak sadar bahwa ia tengah

memperoleh bahasa, tetapi hanya sadar bahwa ia tengah menggunakan

bahasa untuk komunikasi. Ada beberapa hal yang membedakan

(21)

2

dan jarang dirancang, sedangkan pemerolehan bahasa kedua umumnya

dirancang.

Pemerolehan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama bagi

seorang anak saat ini menjadi salah satu kajian penting karena mendasari

proses pembelajaran bahasa dalam proses belajar mengajar di kelas. Lebih

dari itu, kajian ini dapat memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi

anak dalam interaksinya di kemudian hari. Cara-cara yang dilakukan si

anak dalam mempelajari bahasa pertamanya kiranya menjadi salah satu

pedoman bagi guru dalam menyikapi proses pembelajaran yang tepat di

kelas. Menurut Tarigan (1988:7), setiap anak secara khusus

mempergunakan berbagai siasat dalam “belajar” bahasa. Bagaimana cara

anak-anak memperoleh bahasa pertama, seharusnya menjadi

ancang-ancang bagi guru dalam menentukan cara mengajar.

Proses pemerolehan bahasa bukanlah suatu hal yang mudah. Dalam

perkembangannya, anak dituntut untuk mengerti dan memahami bahasa

masyarakat di sekitarnya. Hal ini digambarkan oleh Darjowidjojo

(1991:86) di bawah ini:

Anak harus mendengarkan contoh dari orang dewasa, mencerna, membuat hipotesis, merevisi hipotesis untuk kemudian mendapatkan bentuk yang diterima oleh masyarakat. Dalam usaha menguasai bahasa, mereka menerima masukan yang sering kali tidak teratur. Mereka harus memilah-milah mana yang benar, mana yang salah, kemudian membuat hipotesis, mencocokannya dengan data baru yang masuk, kalau ada yang berbeda, mereka harus merevisinya.

Walaupun belum mengikuti norma kebahasaan sebagaimana

layaknya orang dewasa, pada setiap jenjang usia anak mengalami

(22)

dinamika perubahan akibat dari interaksi yang terus menerus antara fungsi

kognitif si anak dan lingkungan lingual dan bukan lingual (Piaget via

Kaswanti, 1991:99).

Penelitian tentang pemerolehan bahasa anak masih terbatas di

Indonesia. Salah satu ahli yang meneliti pemerolehan bahasa anak yakni

Prof. Soendjono Dardjowidjojo dari Lembaga Bahasa Unika Atma Jaya

Jakarta. Fokus penelitian Dardjowidjojo mencakup semua aspek tata

bahasa, mulai dari perkembangan fonologi, morfologi, sintaksis, semantik,

hingga pragmatik dan wacana, selama lima tahun pertama kehidupan

cucunya Echa.

Oleh karena itu, melalui penelitian ini penulis akan menguraikan

kekayaan bahasa yang diperoleh anak umur lima tahun. Dalam penelitian

ini, peneliti akan menyoroti pemerolehan bahasa Indonesia sebagai bahasa

pertama Kukuh Arya Renanto. Kukuh adalah anak laki-laki Indonesia

yang ketika penelitian diadakan tengah berusia lima tahun dua bulan. Dia

lahir di Yogyakarta pada tanggal 29 Januari 2007 dengan sehat. Kukuh

adalah anak yang aktif dan lincah. Dia selalu berkomunikasi dengan

orang-orang di sekitarnya dengan kemampuan bahasanya. Dalam sekilas

pengamatan peneliti, Kukuh mempunyai penguasaan verbal yang cukup

baik. Untuk berkomunikasi Kukuh menggunakan bahasa Indonesia karena

dibiasakan berkomunikasi dengan bahasa Indonesia oleh orang tua

asuhnya (Paman dan Bibinya). Hal ini disebabkan oleh pengaruh

(23)

4

bahasa sehari-hari. Namun, karena pengaruh lingkungannya, peneliti juga

menemukan adanya pengaruh bahasa daerah (Jawa) dalam tuturan Kukuh.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti memfokuskan penelitian pada

pemerolehan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama, khususnya

pemerolehan kata ulang. Peneliti sangat tertarik dengan pemerolehan kata

ulang karena peneliti ingin mengetahui bentuk kata ulang yang sudah

dapat diperoleh anak umur lima tahun. Selain itu penelitian tentang

pemerolehan bahasa anak masih terbatas dilakukan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang ada dalam latar belakang masalah, maka

disusun rumusan masalah sebagai berikut :

1. Kata ulang apa sajakah yang sudah diperoleh anak Kukuh Arya

Renanto saat berumur 5 tahun?

2. Bagaimana urutan pemerolehan kata ulang pada anak Kukuh Arya

Renanto saat berumur 5 tahun?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan tersebut, maka tujuan dalam penelitian ini

ada dua hal. Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan kata ulang yang sudah diperoleh anak Kukuh Arya

Renanto saat berumur 5 tahun.

(24)

2. Mendeskripsikan urutan pemerolehan kata ulang pada anak Kukuh

Arya Renanto saat berumur 5 tahun.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Deskripsi data hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat

bagi beberapa pihak yang terkait dengan penelitian ini. Pihak yang

dimaksud adalah orang tua anak pra sekolah dasar, guru pra sekolah dasar

atau taman kanak-kanak khususnya TK Kanisius Kintelan Yogyakarta dan

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Pertama, manfaat bagi orang tua. Deskripsi data hasil penelitian ini

diharapkan dapat memperkaya literatur tentang bagaimana mendampingi

dalam pemerolehan bahasa pertama anak umur lima tahun baik orang tua

Kukuh sendiri atau orang tua anak pra sekolah lainnya. Sehingga orang tua

diharapkan dapat memperhatikan perkembangan kemampuan berbahasa

anak-anak mereka dengan lebih baik lagi sesuai dengan perkembangan

biologis anak.

Kedua, manfaat bagi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Deskripsi data hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya literatur

tentang pendidikan pemerolehan bahasa atau pembelajaran pemerolehan

bahasa pertama sebagai pedoman bagi mahasiswa calon guru. Dengan

demikian literatur bagi mahasiswa calon pengajar bahasa dan sastra

(25)

6

2. Manfaat Praktis

Deskripsi data hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat

secara praktis bagi pihak guru Taman Kanak-kanak Kanisius Kintelan dan

mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan

Daerah (PBSID) USD Yogyakarta.

Pertama bagi pihak guru Taman Kanak-kanak Kanisius Kintelan.

Pelaksanaan pembelajaran di kelas harus memperhatikan perkembangan

pemerolehan bahasa pertama siswa, hambatan-hambatan yang dialami

guru serta pemecahan masalah untuk mengatasi hambatan-hambatan

dalam pemerolehan bahasa pertama tersebut.

Kedua, bagi pihak mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa,

Sastra Indonesia, dan Daerah. Setiap mahasiswa yang merupakan calon

guru bahasa dan sastra Indonesia harus mahir dalam pembelajaran di kelas.

Berdasarkan hal ini setiap mahasiswa calon guru bahasa dan sastra harus

memahami penggunaan bahasa pertama pada siswa.

1. 5 Batasan Istilah

1. Pemerolehan adalah proses, cara, perbuatan memperoleh. (KBBI,

2008: 980). Pemerolehan bahasa atau language acquisition adalah

suatu proses yang dipergunakan oleh anak-anak untuk

menyelesaikan serangkaian hipotesis yang makin bertambah rumit

ataupun teori-teori yang masih terpendam atau tersembunyi yang

mungkin sekali terjadi dengan ucapan-ucapan orang tuanya sampai

dia memilih berdasarkan suatu ukuran atau takaran perilaku tata

(26)

bahasa yang paling baik serta yang paling sederhana dari bahasa

tersebut (Kiparsky via Tarigan, 1984:243).

2. Pemerolehan bahasa pertama. Dalam proses perkembangan, semua

anak manusia yang normal dengan pertumbuhan yang wajar, paling

sedikit memperoleh satu bahasa alamiah. Itulah bahasa pertama,

bahasa asli, bahasa ibu dalam tahun-tahun pertama kehidupannya

(Stillings via Tarigan, 1988). PBI bersifat primer, “pertama” dari

segi urutan dan kegunaan, karena pada umumnya suatu bahasa

adalah “pertama” begitu juga “pemerolehannya”, kalau tidak ada

bahasa lain yang diperoleh sebelumnya (Tarigan, 1988:84).

Pemerolehan bahasa pertama setiap anak normal pertumbuhan

pikirannya belajar bahasa pertama, bahasa ibu pada tahun-tahun

pertama hidupnya, dan proses ini terjadi hingga kira-kira umur

anak 5 tahun (Subyakto, 1988:65). Subjek Kukuh memenuhi

prasyarat ini, dalam arti dia tidak memiliki bahasa lain sebelum

bahasa Indonesia dan dalam penelitian ini Kukuh berumur 5 tahun.

3. Kata ulang adalah kata yang terjadi sebagai hasil reduplikasi

(KBBI, 2008:63).

4. Konteks data tuturan. Dalam proses pemerolehan bahasa anak,

peranan konteks sangatlah penting dalam usaha memaknai tuturan.

Para pakar berpendapat bahwa kontekslah yang menumbuhkan

bahasa anak. Karena itu dalam penelitian ini penulis menggunakan

(27)

8

berkenaan dengan penggunaan bahasa di dalam komunikasi yang

senyatanya, termasuk di dalamnya kaidah yang mengatur fungsi

bahasa (Levinson via Subagyo, 1998).

5. Anak usia lima tahun

Batasan usia lima tahun dalam penelitian ini yakni rentang usia

lima tahun dua bulan sampai lima tahun empat bulan (5:2-5:4).

Pada usia lima tahun, ketika anak-anak memasuki usia pra sekolah

dasar mereka mulai belajar struktur tata bahasa yang lebih rumit.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Pemerolehan bahasa terjadi apabila anak yang belum pernah belajar

bahasa apapun kemudian belajar untuk pertama kalinya. Pada awalnya

anak akan mencoba menirukan orang tuanya. Lambat laun dia akan mulai

memperoleh bahasa dimulai dari kata per kata kemudian mulai menyusun

kata menjadi sebuah kalimat. Sedikit demi sedikit anak akan mulai

bertanya dan menanggapi ucapan orang tuanya.

Penelitian ini menekankan pada bentuk kata ulang yang sudah

diperoleh subjek dan urutan pemerolehannya. Peneliti membatasi

penelitian ini pada kasus anak usia lima tahun bernama Kukuh Arya

Renanto, anak Indonesia yang pada saat penelitian ini dilakukan tengah

berumur lima tahun dua bulan hingga lima tahun empat bulan.

(28)

1. 7 Sistematika Penyajian

Sistematika penyajian penelitian ini terdiri atas lima bagian yakni

Bab I, Bab II, Bab III, Bab IV dan Bab V. Bab I merupakan pendahuluan.

Bagian ini berisi masalah-masalah teknis yang mendasari dan

mengarahkan penyusunan penelitian ini. Masalah teknis yang dimaksud

adalah latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,

pembatasan masalah penelitian, masalah penelitian, pembatasan istilah,

dan sistematika penyajian.

Bab II merupakan landasan teori. Bagian ini memaparkan tentang

penelitian yang relevan dan kajian teori.

Bab III merupakan metodologi penelitian. Bagian ini memaparkan

jenis penelitian, subjek dan objek penelitian, lokasi penelitian, instrumen

penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan

trianggulasi.

Bab IV berisi tentang hasil analisis dan pembahasan. Pada bab ini

menguraikan deskripsi kata ulang yang sudah dikuasai oleh Kukuh anak

usia lima tahun, deskripsi urutan pemerolehan bahasa pada anak Kukuh

dan urutan kata ulang yang dikuasai lebih dulu.

Bab V berisi tentang penutup. Pada bab ini menguraikan

kesimpulan dari temuan penelitian, implikasi temuan bagi pembelajaran

(29)

10

BAB II LANDASAN TEORI

2. 1 Penelitian yang Relevan

Berikut ini dikaji hasil penelitian yang relevan atau yang berkisar

pada masalah yang sejenis dengan penelitian ini. Penelitian terdahulu yang

dipilih di sini adalah penelitian Budi Santoso (2009) yang berjudul

“Pemerolehan Bahasa Anak Usia Tiga Tahun dalam Lingkungan

Keluarga”. Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif. Objek penelitian

ini adalah pemerolehan bahasa anak, yakni bahasa Indonesia. Subjek

penelitiannya adalah Arya Pranata Jauhar Nawawi seorang anak berusia

tiga tahun tujuh bulan. Data yang digunakan untuk analisis kajian ialah

data autentik yang diperoleh melalui hasil observasi. Tujuan dari

penelitian ini adalah : (1) panjang ayat yang digunakan anak usia tiga

tahun dalam bertutur. (2) penguasaan kalimat yang digunakan anak usia

tiga tahun dalam bertutur. (3) ujaran setiap giliran tutur yang digunakan

anak usia tiga tahun dalam bertutur.

Hasil dari penelitian “Pemerolehan Bahasa Anak Usia Tiga Tahun

dalam Lingkungan Keluarga” dilihat dari sisi kajian pemerolehan bahasa

adalah pertama, berdasarkan panjang ayat anak usia tiga tahun dalam

bertutur pada umumnya mengucapkan kata-kata secara terpenggal. Serta

penguasaan bahasa yang dikuasai anak diperoleh melalui tahapan-tahapan

tertentu. Kedua, anak umur tiga tahun sudah mampu menyusun kalimat

(30)

dalam bertutur meskipun masih sangat sederhana dan terbatas. Ketiga,

berdasarkan jumlah ujaran setiap giliran tutur dibuktikan anak usia tiga

tahun dalam bertutur hanya menjawab pertanyaan dari lawan tutur.

Penelitian kedua adalah penelitian Yohanna Ramadyanti (2010)

yang berjudul “Pemerolehan Kalimat Majemuk Bahasa Indonesia sebagai

Bahasa Pertama: Kasus Arsya Anak Usia Empat Tahun”. Penelitian ini

termasuk penelitian kualitatif. Penelitian ini memiliki tiga tujuan, yaitu (1)

mendeskripsikan kalimat majemuk setara bahasa Indonesia dalam tuturan

Arsya, (2) mendeskripsikan kalimat majemuk bertingkat bahasa Indonesia

dalam tuturan Arsya, (3) mendeskripsikan urutan pemerolehan kalimat

majemuk tersebut.

Penelitian ini mengambil subjek yang bernama Arsya anak usia

empat tahun. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pada usia empat

tahun Arsya dapat menghasilkan (1) empat jenis kalimat majemuk setara,

(2) delapan jenis kalimat majemuk bertingkat, (3) urutan waktu

pemerolehan kalimat majemuk berdasarkan frekuensi pemunculan

menunjukkan bahwa kalimat majemuk bertingkat yang paling sering

muncul dengan jumlah 13 tuturan.

Penelitian ketiga, yakni penelitian Anastasia Desmana Wardhani

(2008) yang berjudul “Pemerolehan Sintaksis Bahasa Indonesia sebagai

Bahasa Pertama: Kasus Raka Anak Usia Dua Tahun”. Penelitian ini

memiliki dua tujuan, yakni mendeskripsikan pemerolehan kalimat dalam

(31)

12

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian mengambil

subjek yang bernama Raka anak usia dua tahun.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada anak usia dua tahun

Raka dapat membuat berbagai macam kalimat. Selain itu, ada empat jenis

makna kalimat yang sudah dikuasai oleh Raka. Keempat jenis kalimat itu

yaitu, kalimat deklaratif, kalimat interogatif, kalimat imperatif, dan

kalimat eksklamatif.

Ketiga penelitian di atas dianggap relevan dengan penelitian ini

karena sama-sama bersifat kualitatif dan mendeskripsikan perkembangan

pemerolehan bahasa. Dari ketiga penelitian ini, peneliti mendapat inspirasi

untuk mencoba melakukan penelitian yang sama. Hal ini dilakukan karena

penelitian seperti ini jarang dan pemerolehan bahasa Indonesia sebagai

bahasa pertama pada anak umur lima tahun perlu dukungan dan

dampingan dari orang tua dan guru.

2.2 Kajian Teori

2.2.1 Hakikat Pemerolehan Bahasa

Pemerolehan bahasa atau language acquisition adalah suatu proses

yang dipergunakan oleh anak-anak untuk menyelesaikan serangkaian

hipotesis yang makin bertambah rumit ataupun teori-teori yang masih

terpendam atau tersembunyi yang mungkin sekali terjadi dengan

ucapan-ucapan orang tuanya sampai dia memilih berdasarkan suatu ukuran atau

takaran perilaku tata bahasa yang paling baik serta yang paling sederhana

(32)

dari bahasa tersebut, (Kiparsky via tarigan, 1984:243). Dardjowidjojo

(2010:225) juga mengatakan bahwa pemerolehan adalah proses

penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu ia

belajar bahasa ibu. Dapat dikatakan pemerolehan adalah proses

memperoleh bahasa yang terjadi secara alamiah, biasanya terjadi di

lingkungan keluarga. Pemerolehan dipakai untuk menguasai bahasa ibu

atau bahasa pertama. Proses penguasaan bahasa melalui belajar bahasa

biasanya terjadi pada bahasa asing. Belajar bahasa berarti tahu tentang

“bahasa”, mengetahui kaidah bahasanya. Karena itu, pemerolehan

berlangsung dalam situasi alamiah, sedangkan belajar dalam kondisi

formal. Kanak-kanak dilahirkan dengan pengetahuan bahasa. Sistem

kognitifnya dipengaruhi untuk mengembangkan suatu tata bahasa yang

akan menggabungkan segala kesemestaan linguistik.

Pemerolehan bahasa yang dialami oleh seorang anak dapat meliputi

bidang fonologi, morfologi, sintaksis, semantik. Bidang fonologi

mempelajari tentang bunyi, bidang morfologi mempelajari tentang

rangkaian kata, bidang semantik mempelajari tentang makna, dan bidang

sintaksis tentang pembentukan kalimat.

2.2.2 Hakikat Pemerolehan Bahasa Pertama

Batasan-batasan tentang pemerolehan bahasa yang dibuat oleh para

ahli beraneka ragam, dari keberagaman itu mempunyai kandungan arti

(33)

14

cara atau perbuatan memperoleh. Menurut (Soendjono Dardjowidjojo,

2010) istilah pemerolehan dipakai untuk padanan istilah Inggris

acquisition, yakni proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak

secara natural pada waktu dia belajar bahasa ibunya (native language).

Pemerolehan bahasa (language acquisition) adalah suatu proses

yang diperlukan oleh anak-anak untuk menyesuaikan serangkaian

hipotesis yang semakin bertambah rumit ataupun teori-teori yang masih

terpendam atau tersembunyi yang mungkin sekali terjadi dengan

ucapan-ucapan orang tuanya sampai ia memilih berdasarkan suatu ukuran atau

takaran penilaian, tata bahasa yang baik serta paling sederhana dari bahasa

(Tarigan dalam Prastyaningsih, 2001:9). Dari pengertian di atas

disimpulkan bahwa pemerolehan bahasa diartikan sebagai suatu proses

yang pertama kali dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan bahasa

sesuai dengan potensi kognitif yang dimiliki dengan didasarkan atas ujaran

yang diterima secara alamiah.

Dapat dikatakan juga bahwa pemerolehan bahasa adalah proses

manusia mendapatkan kemampuan untuk menangkap, menghasilkan, dan

menggunakan kata untuk pemahaman dan komunikasi. Kapasitas ini

melibatkan berbagai kemampuan seperti sintaksis, fonetik dan kosakata

yang luas. Dalam hal ini pemerolehan bahasa biasanya merujuk pada

pemerolehan bahasa pertama yang mengkaji pemerolehan bahasa anak

terhadap bahasa ibu mereka dan bukan pemerolehan bahasa kedua yang

(34)

mengkaji pemerolehan bahasa tambahan oleh anak-anak atau orang

dewasa.

Istilah pemerolehan bahasa dipakai untuk membahas penguasaan

bahasa pertama di kalangan anak-anak karena proses tersebut terjadi tanpa

sadar, sedangkan pemerolehan bahasa kedua (second language learning)

dilaksanakan dengan sadar. Pemerolehan bahasa kedua adalah saat

seseorang memperoleh sebuah bahasa lain setelah terlebih dahulu dia

menguasai batas tertentu bahasa pertama.

Pada pemerolehan bahasa mengenal beberapa tahapan pemerolehan

bahasa itu sendiri, pemerolehan bahasa pertama didapatkan seorang anak

dari ibunya atau lingkungan yang dekat dengan anak tersebut, sedangkan

bahasa kedua didapatkan seseorang dengan proses pembelajaran.

Pemerolehan bahasa kedua tidak sama dengan bahasa pertama, pada

pemerolehan bahasa pertama seorang anak belum menguasai bahasa apa

pun dan perkembangan pemerolehan bahasa ini seiring dengan

perkembangan fisik dan psikhisnya. Selain itu pemerolehan bahasa

pertama dilakukan secara informal dan digunakan untuk berkomunikasi

dengan orang-orang di sekitarnya. Sedangkan pemerolehan bahasa kedua

dilakukan secara formal dan bahasa kedua tersebut tidak dipakai dalam

berkomunikasi dengan masyarakat di sekitarnya.

Bahasa pertama merupakan bahasa ibu, bahasa yang diperoleh

seseorang saat masa kanak-kanak pada awal pemerolehan bahasa. Oleh

(35)

16

Pemerolehan bahasa kedua dilakukan dengan proses. Kefasihan seorang

anak untuk menggunakan dua bahasa sangat tergantung adanya

kesempatan untuk menggunakan kedua bahasa itu. Jika kesempatan

banyak maka kefasikan bahasanya semakin baik (Chaer, 1994:66).

Tak jarang pada masa kanak-kanak, mereka menggunakan kedua

bahasa secara bersamaan hal ini disebut kedwibahasaan. Dalam (KBBI,

2011:349) kedwibahasaan mempunyai arti perihal pemakaian dua bahasa

(seperti bahasa daerah di samping bahasa nasional). Menurut Robert Lado

dalam bukunya Pranowo (1996:6) kedwibahasaan merupakan kemampuan

berbicara dua bahasa dengan sama atau hampir sama baiknya. Secara

teknis pendapat ini mengacu pada pengetahuan dua bahasa, bagaimanapun

tingkatnya oleh seseorang. Pendapat ini semakin menguatkan pendapat

Bloomfield dalam bukunya Pranowo (1996:7) bahwa kedwibahasaan

adalah kemampuan untuk menggunakan dua bahasa yang sama baiknya

oleh seorang penutur, sedangkan Nababan dalam bukunya Sosiolinguistik

Suatu Pengantar (1984:27-28) mengemukakan lebih terperinci yakni

orang yang menggunakan dua bahasa disebut dwibahasawan atau orang

yang berdwibahasa. Kebiasaan menggunakan dua bahasa dalam interaksi

dengan orang lain disebut bilingulisme dan kesanggupan atau kemampuan

seseorang berdwibahasa yaitu memakai dua bahasa, disebut dengan

bilingulitas.

Ada dua tipe pemerolehan bahasa oleh anak-anak dwibahasawan

yakni pemerolehan secara serentak (simultaneous acquistion) dan secara

(36)

berurutan (successive acquisition). Pemerolehan secara serentak adalah

pemerolehan seorang anak yang usianya yang ketiga sudah menguasai

kedua bahasa. Sedangkan pemerolehan secara berurutan jika seorang anak

menguasai salah satu bahasa dikuasai sebelum usianya yang ketiga.

Dalam pemerolehan kedua bahasa seorang anak, terdapat tiga

lingkungan yang perlu disebutkan yakni: lingkungan sekolah, masyarakat

dan keluarga. Lingkungan sekolah memungkinkan seorang anak menjadi

dwibahasawan baik karena program pendidikan yang disusun maupun

karena keragaman murid-muridnya. Faktor keragaman murid dalam arti

keragaman suku dan bahasa daerah murid sangat memungkinkan

anak-anak memakai bahasa sekolah sebagai bahasa komunikasi mereka.

Dalam konteks pendidikan di Indonesia, anak-anak yang memiliki

bahasa daerah memanfaatkan bahasa nasional (bahasa Indonesia) untuk

berkomunikasi dengan teman-temannya yang berbahasa daerah berbeda.

Di lingkungan masyarakat, (Gal, 1979 dalam Soewandi,1995:22)

melaporkan bahwa petani-petani kaya di Hongaria mengirimkan

anak-anak mereka untuk belajar bahasa Jerman di daerah penutur bahasa Jerman

selama satu tahun. Sebaliknya petani-petani itu juga menerima anak-anak

Jerman yang ingin belajar bahasa Hongaria.

Pada tingkat keluarga, ada lima strategi yang dapat digunakan

untuk membentuk dwibahasawan pada anak. Yang pertama, “satu orang,

satu bahasa” bapak berbahasa Indonesia kepada anak-anaknya dan ibu

(37)

18

tua selalu berbahasa daerah di rumah (termasuk di lingkungan tetangga),

tetapi di luar (di sekolah, di dalam pekerjaan dan di lingkungan masyarakat

yang lebih luas) memakai bahasa lain. Ketiga, (Zierer 1977:22 dalam

Soewandi 1995:22) seorang dwibahasawan Jerman-Spanyol yang tinggal

di Peru, sampai pada usianya kedua tahun sepuluh bulan orang tua selalu

berbahasa Jerman kepada anaknya. Baru setelah dirasakan dapat berbahasa

Jerman, ia diizinkan bermain dengan teman-temannya yang berbahasa

Spanyol.Yang keempat, berupa penggunaan dua bahasa secara bergantian

baik di lingkungan keluarga maupun di luar. Bahasa mana yang dipilih

bergantung pada topik, situasi, person dan tempat (Grosjean 1982:174

dalam Soewandi 1995:22). Strategi kelima, berupa pemilahan bahasa

menurut waktunya yakni bahasa yang satu dipakai pada waktu pagi, dan

bahasa yang lain pada waktu sore atau bahasa yang satu dipakai pada

hari-hari kerja, dan bahasa yang lain pada hari-hari-hari-hari libur.

2.2.3 Tahap Pemerolehan Bahasa

Menurut Soendjono Dardjowidjojo ada beberapa tahap

pemerolehan bahasa yakni, Tahap meraban (pralinguistik) pertama, pada

tahap ini selama bulan-bulan pertama kehidupan, bayi hanya menangis,

mendekut, menjerit dan tertawa. Mereka seolah-olah menghasilkan tiap-tiap jenis bunyi yang mungkin dibuat.

(38)

Tahap meraban (pralinguistik) kedua, atau disebut juga tahap kata

omong-omong. Awal tahap ini biasanya pada permulaan pertengahan

kedua tahun pertama kehidupan.

Tahap satu kata, yang dimulai pada usia satu tahun anak mulai

berbahasa dengan mengucapkan satu kata (atau bagian kata). Kata ini, bagi

anak sebenarnya adalah kalimat penuh, tetapi karena dia belum dapat

mengatakan lebih dari satu kata, dia hanya mengambil satu kata dari

seluruh kalimat itu (Dardjowidjojo, 2003:246).

Tahap Dua Kata, anak akan mulai menguasai Ujaran Dua Kata

(Two Word Utterance) sekitar umur dua tahun. Anak akan mulai dengan

dua kata diselingi jeda, seolah-olah dua kata itu terpisah. Misalnya ujaran

/mama bobok/. Anak tidak akan mengucapkan /mamabobok/ tetapi

/mama/bobok/. Jeda ini makin lama makin pendek sehingga ujaran yang

dihasilkan menjadi ujaran yang normal. Setelah beberapa lama anak akan

mengelurkan ujaran tiga kata atau lebih setelah menguasai ujaran dua kata.

Pada tahap III adalah pengembangan tata bahasa. Usia yang

merupakan saat keluarnya kanak-kanak dari Tahap II sangat berbeda-beda.

Ada kanak-kanak yang memasuki tahap III pada usia tiga tahun; ada pula

yang masih tetap mempergunakan ucapan-ucapan dua-kata secara

eksklusif sampai melewati usianya yang ketiga.

Pada tahap IV, yaitu tata bahasa pra-dewasa. Kanak-kanak

mulailah struktur-struktur tata bahasa yang lebih rumit, banyak

(39)

20

komplementasi, relativisasi dan konjungsi. Mereka menghasilkan kalimat

“saya melihat kamu duduk”.

Pada akhir masa kanak-kanak, setiap orang yang tidak

mendapatkan rintangan apa-apa, sebenarnya telah mempelajari semua

sarana sintaksis bahasa ibunya dan ketrampilan-ketrampilan performasi

yang menandai untuk memahami dan menghasilkan bahasa yang biasa

dan perbendaharaan kata yang bertambah, sehingga disebut Tahap

Kompetensi Penuh. Berikut disajikan Tabel 1 Tahap Perkembangan

Bahasa.

Tabel 1

Tahap Perkembangan Bahasa

Usia Tahap Perkembangan Bahasa

0.0-0.5 Tahap Meraban (Pralinguistik) Pertama

0.5-1.0 Tahap Meraban (Pralinguistik) Kedua

1.0-2.0 Tahap Linguistik I: Kalimat Satu Kata

2.0-3.0 Tahap Linguistik II: Kalimat Dua Kata

3.0-4.0 Tahap Linguistik III: Pengembangan Tata Bahasa

4.0-5.0 Tahap Linguistik IV: Tata Bahasa Pra Dewasa

5.0- Tahap Linguistik V: Kompetensi Penuh

(40)

2.2.4 Hakikat Kata Ulang

Kata ulang adalah hasil pengulangan satuan gramatik, baik

seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak,

sedangkan satuan yang diulang merupakan bentuk dasarnya. Proses

pengulangan ini disebut reduplikasi (Ramlan, 1997:63). Dalam (KBBI

2011:633) kata ulang adalah kata yang terjadi sebagai hasil reduplikasi.

Setiap kata ulang memiliki bentuk dasar. Satuan yang diulang

disebut bentuk dasar atau environment-nya. Bentuk dasar selalu berupa

satuan yang terdapat dalam penggunaan bahasa. Misalnya,

berdesak-desakkan bentuk dasarnya berdesakan. Bentuk dasar bagi kata ulang

penting bagi penentuan golongan pengulangan. Kata kebiru-biruan dari

bentuk dasar kebiruan, maka bentuk pengulangan sebagian. Jika dikatakan

kebiru-biruan dari bentuk dasar biru, maka termasuk golongan

pengulangan yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks.

(Ramlan, 1997:68).

Menurut (Ramlan, 2009), pengulangan digolongkan menjadi empat

golongan :

1. Pengulangan seluruh, ialah pengulangan seluruh bentuk dasar,

tanpa penambahan fonem dan tidak berkombinasi dengan proses

pembubuhan afiks. Misalnya :

sepeda sepeda-sepeda

buku buku-buku

(41)

22

pembangunan pembangunan-pembangunan

pengertian pengertian-pengertian

2. Pengulangan sebagian, ialah pengulangan sebagian dari bentuk

dasarnya. Bentuk dasar tidak diulang seluruhnya dan hampir semua

bentuk dasarnya berupa bentuk kompleks. Yang berupa bentuk

tunggal, hanyalah:

laki lelaki

tamu tetamu

berapa beberapa

pertama pertama-tama

segala segala-gala

Apabila, bentuk dasar berupa bentuk kompleks,

kemungkinan-kemungkinan bentuknya sebagai berikut:

a. Bentuk meN-. Misalnya:

mengambil mengambil-ambil

membaca membaca-baca

menjalankan menjalan-jalankan

b. Bentuk di-. Misalnya:

ditarik ditarik-tarik

ditanami ditanam-tanami

disodorkan disodor-sodorkan

c. Bentuk ber-. Misalnya:

berjalan berjalan-jalan

(42)

bermain bermain-main

berlarut berlarut-larut

d. Bentuk ter-. Misalnya:

terbatuk terbatuk-batuk

terjatuh terjatuh-jatuh

e. Bentuk ber-an. Misalnya:

berlarian berlari-larian

berdekatan berdekat-dekatan

f. Bentuk –an. Misalnya:

minum minum-minuman

sayur sayur-sayuran

g. Bentuk ke-. Misalnya:

kedua kedua-dua

3. Pengulangan yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks,

yakni pengulangan terjadi bersama-sama dengan proses

pembubuhan afiks dan bersama-sama mendukung satu fungsi.

Misalnya :

kereta kereta-keretaan

rumah rumah-rumahan

putih keputih-putihan

luas seluas-luasnya

(43)

24

4. Pengulangan dengan pengubahan fonem, yakni kata yang diulang

seluruhnya dengan perubahan fonem. Misalnya :

gerak gerak-gerik.

serba serba-serbi

lauk lauk-pauk

sayur sayur-mayur

Menurut Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (TBBI, 2003),

reduplikasi atau pengulangan adalah proses penurunan kata dengan

perulangan, baik secara utuh maupun secara sebagian. Menurut bentuknya,

reduplikasi dapat dibagi menjadi empat kelompok yakni:

1. Perulangan utuh, misalnya:

rumah-rumah,

buku-buku,

gunung-gunung

2. Perulangan salin suara, misalnya:

warna-warni,

corat-coret,

sayur-mayur

3. Perulangan sebagian, misalnya:

Orang-orang tua,

rumah-rumah sakit,

surat-surat kabar

(44)

4. Perulangan yang disertai pengafiksan.

Bangun-bangunan,

main-mainan,

padi-padian.

Makna reduplikasi dapat digambarkan dengan diagram di bawah

ini, diikuti oleh maknanya masing-masing:

Skema 1

Makna Bentuk Reduplikasi

Keanekaan

1. ketaktunggalan sejenis

kekolektifan

Makna Reduplikasi berbagai

Rupa

2. Kemiripan

Cara

Gorys Keraf dalam Tata Bahasa Rujukan Bahasa Indonesia, 1991,

berpendapat bahwa kata ulang adalah kata yang terjadi karena proses

reduplikasi atau pengulangan kata, dan dapat dibagi sebagai berikut:

a. Dwipurwa yaitu vokal dari suku kata awal mengalami pelemahan

dan bergeser ke posisi tengah, seperti: tetangga, leluhur, leluasa.

b. Dwilingga (kata ulang utuh atau penuh) reduplikasi atas seluruh

(45)

26

c. Dwilingga salin suara yaitu reduplikasi atas seluruh bentuk dasar

yang salah satunya mengalami perubahan suara pada suatu fonem

atau lebih, seperti: gerak-gerik, sayur-mayur.

d. Kata ulang berimbuhan yaitu reduplikasi dengan mendapat

imbuhan, baik pada lingga pertama maupun pada lingga kedua,

seperti: bermain-main, tarik-menarik.

e. Kata ulang semu yakni kata yang sebenarnya merupakan kata dasar

dan bukan hasil pengulangan atau reduplikasi, seperti: laba-laba,

ubur-ubur, undur-undur, kupu-kupu, empek-empek.

Dalam penulisan ini, peneliti memutuskan untuk menggunakan

jenis pengulangan Ramlan (2009: 69) yakni (a) pengulangan seluruh/utuh,

(b) pengulangan sebagian, (c) pengulangan yang berkombinasi dengan

proses pembubuhan afiks, (d) pengulangan dengan perubahan fonem,

seperti pada kata bolak-balik, namun jenis terakhir ini oleh Dardjowidjojo

(2000:191) disebut reduplikasi salin suara. Karena itu peneliti memilih

jenis yang keempat dari istilah Dardjowidjojo.

2.2.5 Anak Usia Lima Tahun

Anak usia lima tahun, anak-anak mulai memasuki usia pra sekolah

dasar mereka mulai belajar struktur tata bahasa yang lebih rumit. Menurut

Piaget dalam Suparno, anak usia lima tahun masuk dalam periode

praoperasional yakni anak mulai menggunakan simbol-simbol untuk

merepresentasi dunia (lingkungan) secara kognitif. Simbol-simbol itu

(46)

seperti: kata-kata dan bilangan yang dapat menggantikan objek, peristiwa

dan kegiatan (tingkah laku yang tampak).

2.2.6 Konteks Data Tuturan

Dalam proses pemerolehan bahasa anak, peranan konteks sangatlah

penting dalam usaha memaknai tuturan. Para pakar berpendapat bahwa

(47)

28

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini dipaparkan mengenai : (1) Jenis Penelitian, (2)

Subjek Penelitian, (3) Teknik Pengumpulan Data, (4) Instrumen

Penelitian, (5) Teknik Analisis Data, (6) Trianggulasi. Keenam hal

tersebut akan dijelaskan secara terperinci dalam setiap subbab berikut.

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan

deskriptif kualitatif. Menurut Arikunto (1990:309) penelitian deskripstif

merupakan penelitian mengenai keadaan gejala menurut apa adanya pada

saat penelitian dilakukan. Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk

menguji hipotesis tertentu, melainkan hanya menggambarkan dengan “apa

adanya” suatu variabel, gejala atau suatu keadaan. Artinya dalam

melakukan suatu penelitian, peneliti menjadi instrumen kunci (key

instrument) baik dalam proses pengumpulan data maupun analisis datanya.

Peneliti berperan dalam memperoleh data yang bersifat alamiah.

Kealamiahan itu tampak pada data penelitian yang berupa tuturan-tuturan

Kukuh dalam konteks kesehariannya. Konteks alamiah keseharian Kukuh

tersebut sebagai sumber data tuturan langsung yang mencerminkan

aktivitas berbahasa Kukuh. Metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode observasi berperan serta (participant observation).

(48)

3.2 Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah anak umur lima tahun bernama

Kukuh Arya Renanto. Lahir di Yogyakarta 29 Januari 2007. Sejak usia

lima bulan Kukuh diasuh oleh Paman dan Bibinya (kakak dari ibu

kandung Kukuh). Kukuh dirawat oleh Paman dan Bibi serta kedua anak

perempuannya. Mereka berasal dari keluarga menengah. Beralamat di

Pujokusuman MG I/476 Yogyakarta dan bersekolah di TK Kanisius

Kintelan Yogyakarta yang letaknya tidak jauh dari rumahnya.

Kukuh (5:2) saat mengikuti lomba drumband mewakili sekolahnya.

Dalam kesehariannya Kukuh sering menggunakan bahasa

pertamanya yakni bahasa Indonesia. Kukuh menggunakan bahasa

(49)

teman-30

teman bermainnya. Namun, karena tempat tinggal Kukuh berada di

lingkungan yang masih kental menggunakan bahasa Jawa, Kukuh

terkadang ikut terbawa menggunakan bahasa Jawa. Hal inilah yang

membuat Kukuh terkadang mencampur kedua bahasa yakni bahasa Jawa

dan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi sehari-hari.

Kukuh merupakan anak yang aktif, suka bermain, dan antusias

dalam belajar segala hal. Kemampuan berkomunikasi dengan orang

disekitarnya pun lancar dan aktif. Dia selalu memberi respon pada sesuatu

yang dilihatnya dan berusaha menanyakan sesuatu yang belum pernah

dilihat sebelumnya.

3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi yang dipilih oleh peneliti untuk mengobservasi objek

penelitian yakni, tempat tinggal Kukuh Arya Renanto yang beralamat di

Pujokusuman MGI/476 RT 22 RW 05 Kelurahan Keparakan Kecamatan

Mergangsan Yogyakarta.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, peneliti sendiri

bertindak sebagai instrumen kunci (key instrument), baik dalam

pegumpulan data maupun dalam menganalisis data. Karena itu penelitian

ini menggunakan metode observasi (participant observation). Peneliti

mengobservasi dan berperan serta sebagai pengamat dalam lingkungan

(50)

keseharian Kukuh Arya Renanto. Ada beberapa alasan peneliti

memanfaatkan pengamatan untuk mengumpulkan data. Pertama seorang

anak kecil berusia lima tahun akan sangat sulit jika diteliti dengan model

tes dan wawancara. Kedua, melalui pengamatan memungkinkan peneliti

mengetahui data yang berupa ujaran yang dihasilkan secara alamiah.

Ketiga, peneliti dapat memberikan perhatian penuh kepada subjek

penelitian. Beberapa alasan yang dikemukakan oleh Guba dan Lincoln (via

Moleong, 2006 : 174) mempertegas alasan pemanfaatan pengamatan

tersebut. Teknik pengamatan ini didasarkan atas pengalaman langsung,

memungkinkan peneliti melihat dan mengamati sendiri, menacatat

peristiwa dan perilaku tindak tutur yang terjadi pada subjek, dan juga

mampu memahami situasi-situasi rumit.

Usaha pengumpulan data dilakukan melalui pencatatan lapangan

secara teliti dengan kegiatan pencatatan serta kegiatan pengamatan

langsung terhadap tuturan yang dihasilkan oleh anak Kukuh. Pengumpulan

data ini dilakukan mulai bulan Maret 2012 sampai Mei 2012.

Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengumpulkan data adalah :

1. Observasi

2. Wawancara dengan orang tua subjek (Paman dan Bibi subjek)

3. Keterlibatan peneliti dengan subjek penelitian

4. Pencatatan dan perekaman

5. Transkrip data pencatatan

(51)

32

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan untuk

memperoleh data penelitian. Instrumen yang digunakan untuk

mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri melalui

wawancara kepada orang-orang yang dekat dengan Kukuh, pengamatan

dilakukan oleh peneliti dengan mengajak subjek penelitian berkomunikasi

untuk merespon kemampuan berbicaranya. Peneliti memberikan

pancingan kepada subjek agar subjek dapat menghasilkan ujaran secara

alami. Ujaran yang dihasilkan secara alami itu juga diamati dan direkam

untuk memperoleh data.

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data adalah teknik bagaimana data yang sudah

dikumpulkan melalui pengamatan dan pencatatan, kemudian ditranskrip

untuk dianalisis berdasarkan kriteria analisis yang telah ditetapkan di atas.

Analisis data tuturan Kukuh mengikuti prosedur sebagai berikut:

a. Tahap pertama adalah klasifikasi data. Data tuturan yang

terkumpul diklasifikasikan menurut jenis-jenis kata ulang.

b. Tahap kedua mengidentifikasi data. Setelah mengklasifikasikan

tuturan menurut jenis-jenis kata ulangnya, prosedur berikutnya

peneliti mengidentifikasikan tuturan-tuturan Kukuh, menurut

komponen-komponen dari masing-masing jenis kata ulang

mencakup: kata ulang seluruh/utuh, kata ulang sebagian dan

(52)

kata ulang salin suara. Komposis atau proses kata ulang dengan

indikator seperti yang digariskan dalam 2.2.4.

c. Tahap ketiga adalah mendeskripsikan data. Setiap komponen

dari ketiga aspek kata ulang, diamati penggunaannya dalam

tuturan subjek. Tuturan mana yang mengandung kata ulang

seluruhnya, kata ulang sebagian, dan kata ulang salin-suara.

Bagan organisasi datanya dapat digambarkan sebagai berikut.

Skema 2

Organisasi Data Tuturan

Pengamatan yang dilakukan melalui proses yang panjang sebelum

akhirnya menghasilkan sebuah hipotesis atau teori yang diharapkan.

Penekanan penelitian pemerolehan ini seperti yang tergambar

dalam formula berikut ini:

D A T A

Kata Ulang

Kata Ulang Seluruh/Utuh

Kata Ulang Sebagian

Kata Ulang Salin-suara

Data Hipotesis D H2 . . . . Teori yang diharapkan

(53)

34

Formula tersebut diadaptasi dari model Kibrik yang dikutip

Widharyanto (2000:115). Intinya adalah bahwa untuk menemukan teori

pemerolehan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua Kukuh yang

diharapkan. Langkah-langkah penelitian yang ditempuh peneliti melalui

suatu proses panjang yang berkesinambungan. Langkah-langkah itu adalah

menganalisis data 1, diikuti dengan pembuatan abstraksi atau hipotesis 2,

hipotesis dihadapkan pada data 3, dan dilanjutkan dengan revisi hipotesis 2

menjadi hipotesis 3, dan begitu seterusnya sampai data terakhir dan

hipotesis itu tidak mengalami revisi lagi atau hingga data itu memberikan

makna untuk ditarik kesimpulan akhir.

3.5.1 Kodifikasi Data (Coding)

Kode merupakan singkatan atau simbol yang diterapkan pada

sekelompok kata dalam hal ini tuturan Kukuh yang terdapat dalam

catatan-catatan lapangan maupun hasil rekaman. Maksudnya pemberian kode

terhadap setiap tuturan dalam interaksi dengan Kukuh, sesuai dengan

kategorinya. Sebagaimana dikatakan Miles & Huberman (1992), kode

merupakan kategori-kategori yang dikembangkan dari permasalahan

penelitian yang ditemukan selama berada di lapangan penelitian.

Dalam analisis ini, deskripsi pemeroleh kata ulang Kukuh akan

diamati menurut aspek-aspek pemerolehannya, mengikuti kode-kode

sebagai berikut:

(54)

Kode I : Pengulangan seluruh/utuh, pengulangan seluruh bentuk

dasarnya.

Kode II : Pengulangan sebagian dari bentuk dasarnya.

Kode III : Pengulangan dengan perubahan fonem atau pengulangan

salin suara.

Apabila disajikan data utuh, maka kode untuk data [I,(1)] dapat

dibaca “data pemerolehan kata ulang seluruh/utuh dengan urutan tuturan

pertama”.

3.5.2 Penggunaan Konteks dalam Tuturan Kukuh

Analisis tuturan anak tidak dapat dipisahkan dari konteks yang

menyertainya. Kontekslah yang menumbuhkan bahasa anak. Analisis

konteks membantu dalam usaha memaknai tuturan. Karena itu, setelah

mendeskripsikan tuturan berdasarkan ketiga jenis kata ulang, penulis akan

mendeskripsikan juga konteks pemunculan sebuah atau sekelompok

tuturan subjek Kukuh.

Kartomiharjo (1992:13) mengelompokkan konteks ke dalam

delapan jenis yang berpengaruh dalam penafsiran makna sebuah tuturan

seseorang. Konteks tersebut adalah konteks situasional, konteks tempat

dan waktu, konteks topik, saluran yang dipergunakan, kode, bentuk pesan

berikut isinya, konteks nada pembicaraan.

Konteks tempat (setting) mencakup: ruang keluarga, kamar tidur,

(55)

36

tempat permainan. Begitu pun menyangkut konteks speaking, di mana

memunculkan topik-topik pembicaraan tertentu pada Kukuh. Di samping

itu tuturan Kukuh juga dipengaruhi oleh adanya konteks situasi dan

konteks waktu.

Dalam penelitian ini penulis hanya akan memilih menggunakan

empat macam konteks yang mempengaruhi tuturan Kukuh yakni konteks

topik, konteks waktu dan tempat serta konteks situasi sosialnya. Konteks

topik menyangkut keseluruhan masalah yang dibicarakan atau pokok yang

diceritakan dalam tuturan keseharian subjek Kukuh. Konteks waktu dan

tempat mengacu pada kapan dan di mana pembicaraan atau cerita itu

berlangsung. Konteks situasi menunjuk pada kondisi sosial sesaat yang

meliputi subjek dan partisipan di dalamnya yang sifatnya situasional.

Pemilihan konteks ini didasarkan pada data tuturan subjek Kukuh.

Dari data yang ada diketahui bahwa tuturan-tuturan Kukuh yang ternyata

tidak terlalu melibatkan banyak konteks sebagaimana layaknya tuturan

orang dewasa. Tuturan Kukuh seperti kebanyakan tuturan anak sebaya

lainnya, kalimatnya pendek-pendek, topiknya diceritakan secara

singkat-singkat dan cepat berganti atau berpindah ke topik berikutnya.

Pengamatan selama proses penelitian membuktikan bahwa satu

konteks tertentu bisa memunculkan beberapa tuturan sekaligus, demikian

juga sebaliknya sebuah tuturan yang mengandung kata ulang bisa

dihasilkan dari beberapa konteks. Kombinasi antara keempat konteks ini

dalam tuturan subjek Kukuh, sudah dapat membantu peneliti dalam

(56)

menginterpretasikan suatu wacana yang baik (Kartomiharjo, 1992:15).

Apabila diskemakan, maka deskripsi pemerolehan kata ulang dalam

tuturan Kukuh dapat diungkap dengan indikator sebagai berikut.

Skema 3

Indikator Data Tuturan Kukuh

Topik

Waktu

Tempat

Situasi

Di samping itu, pengembangan piranti wacana untuk anak pada

umumnya berbentuk percakapan antara anak dan orang dewasa atau anak

dengan anak lainnya. Percakapan seperti ini dapat berjalan lancar, menurut

Dardjowidjojo (2000:47) didukung adanya tiga faktor.

Pertama, pendengarnya adalah orang dekat seperti ayah, ibu,

pakde, bude, nenek, kakak adik, atau sepupu sebaya lainnya. Mereka

mengenal anak dengan perilakunya sehingga dapat memahami apa yang

dikatakannya.

Kedua, pendengar memberikan dukungan konversasional kepada

anak. Tidak jarang dalam suatu percakapan, orang dewasa memberikan K

O

N

T

E

K

S

(57)

38

dukungan yang berupa kalimat untuk memancing atau membimbing

kelanjutan pembicaraan. Kalimat seperti Habis itu, ke mana Si Kancil

pergi?, Lalu diapain singa jahat itu?, dan Terus?

Ketiga, hal yang dibicarakan umumnya berkaitan dengan hal sini

dan kini (konsep here and now). Keberadaan dan kekonkretan benda serta

rujukan pada peristiwa atau perbuatan yang sedang berlangsung

memudahkan anak untuk berbicara. Sedangkan pada orang dewasa,

“bantuan-bantuan” seperti ini boleh dikatakan tidak ada. Pembicara

dewasa dapat secara independen meneruskan pembicaraan.

3.6 Trianggulasi

Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 2006:

330).

Trianggulasi dengan sumber berarti membandingkan dan

mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh

melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Patton via

Moleong, 1987: 331). Hal ini dapat dicapai dengan jalan: (1)

membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara; (2)

membandingkan apa yang dikatakannya secara pribadi; (3)

membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian

dengan apa yang dikaitkannya sepanjang waktu; (4) membandingkan

(58)

keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan

pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan

menengah atau tinggi, orang berada, orang pemerintahan; (5)

membandingkan hasil wawancara dengan suatu isi dokumen yang

berkaitan.

Jadi trianggulasi berarti cara terbaik untuk menghilangkan

perbedaan-perbedaan kontruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu

studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai kejadiaan dan

hubungan dari berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai pandangan.

Dengan kata lain bahwa dengan trianggulasi, peneliti dapat mengoreksi

atau me-recheck temuannya dengan jalan membandingkannya dengan

(59)

40

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada subbab ini peneliti mendeskripsikan temuan pemerolehan kata

ulang tuturan Kukuh Arya Renanto, anak usia lima tahun. Data diambil

ketika Kukuh berumur lima tahun. Pengambilan data dilakukan dengan

pengamatan secara langsung dan perekaman. Secara operasional urutan

penyajiannya sebagai berikut: (1) deskripsi temuan penelitian kata-kata

ulang, (2) analisis pemerolehan kata ulang, (3) analisis urutan

pemerolehannya, dan (4) trianggulasi. Keseluruhan bab ini diakhiri dengan

kesimpulan terhadap hasil penelitian. Data dan konteks tuturan

selengkapnya terdapat dalam lampiran 1.

4.1 Deskripsi Temuan Penelitian Kata-kata Ulang

Pada sub bab ini peneliti mendeskripsikan temuan penelitian kata

ulang Kukuh. Data diambil selama Kukuh berusia lima tahun.

Pengambilan data berupa perekaman dan pencatatan saat Kukuh Arya

Renanto berumur lima tahun dua bulan (5;2) sampai lima tahun empat

bulan (5;4). Data tersebut diambil dalam konteks alamiah keseharian yang

dialami subjek ketika sedang bermain, bersantai, belajar di rumah,

bercerita ataupun saat-saat senggang waktunya. Pemanfaatan konteks

dalam deskripsi ini dimaksudkan untuk membantu pemaknaan tuturan

yang terdapat dalam tuturan Kukuh Arya Renanto.

(60)

Deskripsi dari temuan penelitian tersebut akan disajikan dalam

tabel 1 yang memuat ketiga jenis kata ulang perolehan Kukuh, sedangkan

deskripsi tuturan beserta konteks masing-masing terdapat pada bagian

lampiran sesuai rujukan kode dari setiap tabelnya.

Tabel 1

Kata Ulang yang Terdapat dalam Tuturan Kukuh

Jenis Kata Ulang Cuplikan Data Tuturan Rujukan Kode

(61)

42

4.1.1 Urutan Kata Ulang berdasarkan Frekuensi Pemunculannya.

Pada sub bagian ini peneliti akan mengurut-urutkan data temuan

penelitian menurut kata ulang dalam tuturan subjek Kukuh berdasarkan

frekuensi pemunculannya. Frekuensi ini mengacu pada tingkat keseringan

munculnya kata ulang dalam tuturan Kukuh disertai aspek kebenaran,

seperti yang disyaratkan dalam 3.5 Teknik Analisis Data. Lebih lanjut,

penentuan urutan berdasarkan frekuensi pemunculan ini dimaksudkan

untuk mengetahui tingkat produktivitas pemerolehan kata ulang dalam

produksi Kukuh.

(62)

Kata ulang tersebut masih diperincikan lagi ke dalam jenis kata

ulang, meliputi kata ulang seluruh/utuh, kata ulang sebagian, kata ulang

salin suara.

Pengurutan ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan jenis kata

ulang mana dari ketiga jenis kata ulang tersebut yang paling tinggi

frekuensi pemunculannya dalam tuturan Kukuh umur lima tahun.

Frekuensi pemunculan tertinggi akan menunjukkan tingkat penguasaan

kata ulang oleh subjek Kukuh.

Urutan pemunculan dari setiap aspek kata ulang di atas akan

disajikan dalam bentuk tabel-tabel, sedangkan untuk menentukan frekuensi

pemunculan akan dinyatakan dalam persentase (%), seperti di bawah ini.

Tabel 2

Frekuensi Pemunculan Kata Ulang (%)

Frekuensi Pemunculan Kata Ulang Total Kata

Ulang

Rujukan

Kode Utuh/Seluruh Sebagian Salin Suara

70% 20% 10% 68

I 47, II

1-15, III 1-6

Untuk menentukan frekuensi pemunculan dari setiap jenis kata ulang di

atas, peneliti menggunakan rumus sebagai berikut:

a. Frekuensi pemunculan kata ulang utuh/ seluruh diperoleh dari jumlah

data data kata ulang utuh/seluruh dibagi jumlah data kata ulang

seluruhnya dikalikan seratus persen (47 dibagi 68 dikalikan 100%),

(63)

44

b. Frekuensi pemunculan kata ulang sebagian diperoleh dari jumlah data

data kata ulang sebagian dibagi jumlah data kata ulang seluruhnya

dikalikan seratus persen (15 dibagi 68 dikalikan 100%), hasilnya 20%.

c. Frekuensi pemunculan kata ulang salin suara diperoleh dari jumlah

data data kata ulang salin suara dibagi jumlah data kata ulang

seluruhnya dikalikan seratus persen (6 dibagi 68 dikalikan 100%),

hasilnya 10%.

4.1.2 Urutan Pemerolehan Berdasarkan Waktu (UWP)

Pada subbab ini peneliti akan mengurutkan temuan data kata ulang

Kukuh Arya Renanto umur lima tahun berdasarkan urutan waktu

pemerolehan (UWP). Urutan waktu yang dimaksudkan dalam penulisan

ini mengacu pada elemen atau satuan gramatikal mana yang diperoleh

lebih awal mendahului yang lain dalam produksi Kukuh melalui

tuturan-tuturannya. Berdasarkan urutan waktu ini pula, penulis mencermati

pengaruhnya terhadap pemerolehan bentuk-bentuk yang kompleks dalam

tuturan yang dihasilkan Kukuh. Urutan waktu ini sekaligus

menggambarkan pelaksanaan penelitian yang sejalan dengan usia

pemerolehan kata ulang di atas.

Data penelitian dikumpulkan selama tiga bulan yang dibagi dalam

tiga tahap penelitian, tahap (1) tanggal 7-31 Maret 2012 pada saat Kukuh

berumur lima tahun dua bulan (5;2), tahap (2) data diambil bulan April

(64)

ketika Kukuh berumur lima tahun tiga bulan (5;3), tahap (3) berlangsung

pada bulan Mei 2012 ketika Kukuh berumur lima tahun empat bulan (5;4).

Urutan waktu pemerolehan dari ketiga jenis kata ulang Kukuh

selama tahap pengambilan data, dapat terlihat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 3

Urutan Waktu Pemerolehan (UWP) Kata Ulang

Tahap/Umur Kata Ulang

UWP I (5;2)

UWP II (5;3)

UWP III (5;4)

Total Kata Ulang

Utuh/Seluruh 19 18 10 47

Sebagian 3 5 7 15

Salin Suara 2 2 2 6

Total: 24 25 18 68

Dari tabel di atas diketahui bahwa urutan waktu pemerolehan

(UWP) kata ulang Kukuh umur lima tahun, dapat dideskripsikan sebagai

berikut:

a. Urutan waktu pemerolehan (UWP) kata ulang utuh/ seluruh, tahap 1 ketika

Kukuh berumur lima tahun dua bulan (5;2) diperoleh 19 tuturan, tahap 2

ketika Kukuh berumur lima tahun tiga bulan (5;3) diperoleh 18 tuturan,

tahap 3 ketika Kukuh berumur lima tahun empat bulan (5;4) diperoleh 10

tuturan, dengan jumlah total tuturan kata ulang utuh/seluruh sebanyak 47

tuturan.

b. Urutan waktu pemerolehan (UWP) kata ulang sebagian, tahap 1 ketika

Kukuh berumur lima tahun dua bulan (5;2) diperoleh 3 tuturan, tahap 2

Gambar

Tabel 1 Tahap Perkembangan Bahasa
gambar-gambar,
Tabel 2 Frekuensi Pemunculan Kata Ulang (%)
Tabel 3 Urutan Waktu Pemerolehan (UWP) Kata Ulang
+4

Referensi

Dokumen terkait

Laju penambahan luas tambak dari hasil konversi sawah merupakan data yang sangat menarik untuk dikaji, mengingat di Provinsi Sulawesi Selatan telah dicanangkan program

[r]

Saya mengharapkan partisipasi Bapak/Ibu yang menjadi subjek dalam penelitian ini dengan mengikuti kegiatan observasi yang akan saya lakukan dan hanya digunakan untuk

Akhirnya KPPU memproses perkara ini dengan dugaan awal terjadinya pelanggaran terhadap Pasal 19 huruf a (menolak dan atau menghalangi pelaku usaha untuk melakukan kegiatan

Menurut Syaiful (2000: 197) dalam jurnal [ CITATION Wir \l 1033 ]bahwa pendekatan eksperimen mempunyai kelebihan yaitu 1) Menjadikan siswa lebih percaya diri

Untuk membantu menganalisis permasalahan yang terjadi maka dilakukan pendekatan six big losses dan analisis menggunakan metode seven tools yaitu histogram untuk mencari

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rute angkutan kota di Kota Bogor memiliki jaringan sirkuit, faktor yang paling berpengaruh pemilihan rute bagi supir yaitu biaya dan

[r]