• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHASA ANTARA PEMELAJAR BIPA AUSTRALIA: KASUS PEMEROLEHAN KATA DALAM BAHASA TULIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAHASA ANTARA PEMELAJAR BIPA AUSTRALIA: KASUS PEMEROLEHAN KATA DALAM BAHASA TULIS"

Copied!
163
0
0

Teks penuh

(1)

BAHASA ANTARA PEMELAJAR BIPA AUSTRALIA:

KASUS PEMEROLEHAN KATA DALAM BAHASA TULIS

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

Oleh:

MEITA ENJAYANI 171232006

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA PROGRAM MAGISTER

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2021

(2)

i

BAHASA ANTARA PEMELAJAR BIPA AUSTRALIA:

KASUS PEMEROLEHAN KATA DALAM BAHASA TULIS

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

Oleh:

MEITA ENJAYANI 171232006

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA PROGRAM MAGISTER

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2021

(3)

ii TESIS

BAHASA ANTARA PEMELAJAR BIPA AUSTRALIA:

KASUS PEMEROLEHAN KATA DALAM BAHASA TULIS

Oleh:

MEITA ENJAYANI NIM: 171232006

Telah disetujui oleh:

Pembimbing I,

Dr. B. Widharyanto, M.Pd. tanggal 28 Juni 2021

Pembimbing II,

(4)

iii

BAHASA ANTARA PEMELAJAR BIPA AUSTRALIA:

KASUS PEMEROLEHAN KATA DALAM BAHASA TULIS

Dipersiapkan dan disusun oleh: MEITA ENJAYANI

NIM: 171232006

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 5 Juli 2021

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Dewan Penguji:

Nama Lengkap Tanda Tangan

Ketua : Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum. ... Sekretaris : Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum. ... Anggota : Dr. B. Widharyanto, M.Pd. ... Anggota : Drs. Pius Nurwidasa P, M.Ed., Ed.D. ... Anggota : Prof. Dr. Pranowo, M.Pd. ...

Yogyakarta, 5 Juli 2021

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

Dekan,

(5)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 5 Juli 2021 Penulis,

(6)

vii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Meita Enjayani

Nomor Mahasiswa : 171232006

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

Bahasa Antara Pemelajar Bipa Australia:

Kasus Pemerolehan Kata Dalam Bahasa Tulis

Dengan demikian, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan memublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta pada tanggal: 5 Juli 2021 yang menyatakan

(7)

viii ABSTRAK

Enjayani, Meita. 2021. Bahasa Antara Pemelajar Bipa Australia: Kasus Pemerolehan Kata Dalam Bahasa Tulis. Tesis. Yogyakarta: Magister Pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Produksi bahasa pemelajar dalam usahanya untuk mempelajari bahasa target oleh Selinker (1972) dikenal dengan istilah bahasa antara. Dalam ranah BIPA, penelitian terkait bahasa antara masih memiliki ruang untuk dilakukan. Penelitian bahasa antara menjadi penting dilakukan untuk merumuskan sistem dan bentuk bahasa pemelajar. Deskripsi mengenai sistem bahasa antara pemelajar merupakan informasi aktual dan bukti mengenai identifikasi pengetahuan pemelajar, apa yang telah dikuasai dan apa yang belum dikuasai. Dalam penelitian ini, peneliti akan mengungkap bahasa antara seorang pemelajar BIPA Australia dengan latar belakang bahasa Inggris sebagai bahasa Ibu dalam tataran kata.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari tulisan yang dihasilkan oleh seorang pemelajar BIPA Australia selama proses pembelajaran bahasa Indonesia mulai bulan Februari hingga Desember 2020. Peneliti mengumpulkan tulisan yang dihasilkan dari kelas menulis, jurnal harian, dan juga dokumentasi percakapan pemelajar dengan peneliti. Pengumpulan data dilakukan dengan metode dokumen analisis. Analisis data dilakukan melalui tahap reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil analisis data menjawab tiga rumusan masalah dalam penelitian ini. Pertama, bentuk bahasa antara pemelajar muncul dalam beberapa kategori, yaitu penggunaan kata ganti orang, preposisi, kata berimbuhan, kata penggolong, kata ulang, dan juga pemilihan diksi. Kedua, bentuk bahasa antara yang muncul dalam penelitian ini didorong oleh adanya faktor transfer bahasa, generalisasi berlebih, dan juga strategi komunikasi pemelajar. Ketiga, hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kata penghubung, kata keterangan, kata ganti tunjuk, kata negasi, kata tanya dan kata ganti posisi merupakan jenis kata yang telah dikuasai oleh pemelajar. Pemelajar masih belum menguasai jenis kata preposisi, kata ganti, kata penggolong, kata ulang dan juga kata berimbuhan.

Hasil penelitian ini dapat dijadikan landasan bagi penelitian lanjutan untuk menemukan generalisasi mengenai bentuk bahasa antara dalam tingkat kata dan juga penguasaan jenis kata pemelajar BIPA Pemula dengan B1 selain bahasa Inggris. Selain itu, penelitian lanjutan juga dapat dilakukan dalam bentuk kajian bahasa antara pada pemelajar BIPA tingkat menengah dan tingkat lanjut, atau pada aspek linguistik morfologi.

(8)

ix ABSTRACT

Enjayani, Meita. 2021. Interlanguage of Australian Beginner Level BIPA learner: Case Study of Words Acquisition in Written Language Production. Thesis. Yogyakarta: The Graduate Program in Indonesian

Language Education, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University.

The language production of second language learners in learning the target language is known as interlanguage, a term coined by Selinker (1972). In the area of BIPA, research on interlanguage is still limited so that there is still plenty of room to conduct this research. Research on interlanguage is important to be conducted in order to find out the system and the language form of the learners. The description of the interlanguage form of the learners provides actual information and evidence regarding the learner's knowledge, what has and has not been mastered. In this study, the researcher will reveal the interlanguage form of an Australian BIPA learner, that is an English speaker, in the word level.

This research is qualitative research. The data source in this study was obtained from written construction produced by an Australian BIPA student during the Indonesian language learning process from February to December 2020. The researcher collected Indonesian language written production of the learner from writing classes, daily journals, and also documentation of written conversation between the learner and the researcher. Data collection was done by document analysis method. Data analysis was carried out through the stages of data reduction, data display and drawing conclusions.

The data analysis would answer the three formulated problems in this study. First, the interlanguage appears in several categories, namely the use of subject and possessive pronouns, prepositions, affixation, classifiers, reduplications, and also diction. Second, the interlanguage form that appears in this study is caused by language transfer, overgeneralization, and also the learner's communication strategy. Third, the result of the study indicates that conjunctions, adverbs of time and quantity, demonstrative, negative words, question words and prepositions of place are the types of words that have been mastered by the learner. On the other hand, the learner still has not mastered prepositions, subject and possessive pronouns, classifiers, reduplication and also affixation.

The results of this study can be used as a foundation for further research to generalize the interlanguage forms at the word level and also the vocabulary mastery of Beginner BIPA learners with different first language. In addition, further research can also be carried out in the form of language studies of intermediate and advanced level BIPA learners or on linguistic aspects such as morphology.

(9)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR SKEMA ... xvi

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR BAGAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 7 1.3 Tujuan Penelitian ... 7 1.4 Manfaat Penelitian ... 8 1.5 Batasan Istilah ... 9 1.6 Sistematika Penyajian ... 11

BAB II. KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Teori ... 12

2.1.1 Pemerolehan Bahasa Kedua ... 12

2.1.2 Pemelajar BIPA Tingkat Pemula ... 15

2.1.3 Pemelajar BIPA Australia ... 18

2.1.4 Pendekatan Pembelajaran Bahasa Kedua... 19

2.1.4.1 Analisis Kontras ... 19

2.1.4.2 Analisis Eror ... 23

2.1.4.3 Bahasa Antara ... 24

2.1.5 Kata Dalam Sistem Bahasa Indonesia... 35

(10)

xiii BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian ... 43

3.2 Sumber Data dan Data ... 45

3.3 Instrumen Penelitian ... 49

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 50

3.5 Metode dan Teknik Analisis Data ... 53

3.6 Triangulasi Data ... 58

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Data ... 61

4.1.1 Konteks Penelitian ... 61

4.1.2 Data Penelitian ... 62

4.2 Analisis Data ... 64

4.2.1 Bentuk Bahasa Antara Tingkat Kata ... 65

4.2.1.1 Penggunaan Kata Ganti Orang ... 66

4.2.1.2 Penggunaan Preposisi ... 69

4.2.1.3 Penggunaan Kata Berimbuhan ... 72

4.2.1.3 Penggunaan Kata Penggolong ... 87

4.2.1.3 Penggunaan Kata Reduplikasi... 88

4.2.1.3 Pemilihan Diksi ... 90

4.2.2 Faktor Penyebab Munculnya Bahasa Antara ... 94

4.2.2.1 Transfer Bahasa ... 94

4.2.2.2 Generalisasi Berlebih ... 96

4.2.2.3 Strategi Komunikasi ... 97

4.3.2 Pemerolehan Jenis Kata ... 99

4.3 Pembahasan ... 107

4.3.1 Bentuk Bahasa Antara ... 107

4.3.2 Faktor Penyebab Munculnya Bahasa Antara ... 117

4.3.3 Pemerolehan Jenis Kata Pemelajar ... 122

BAB V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 127

(11)

xiv

DAFTAR PUSTAKA ... 131 LAMPIRAN ... 136

(12)

xv

DAFTAR GAMBAR

2.1: Sistem Bahasa Antara ... 25 2.2: Perkembangan Bahasa Antara ... 27

(13)

xvi

DAFTAR SKEMA

2.1: Kerangka Berpikir ... 40

3.1: Proses Reduksi Data ... 55

4.1: Eror Pengunaan Kata Ganti -nya ... 109

4.2: Perubahan Penggunaan Preposisi ... 110

4.3: Perubahan Penggunaan Afiksasi -an ... 113

(14)

xvii

DAFTAR TABEL

3.1: Rincian Tulisan Pemelajar dari Kelas Menulis ... 45

3.2: Rincian Jurnal Harian Pemelajar ... 46

3.3: Identifikasi Kalimat Pemelajar dalam Jurnal Harian ... 47

3.4: Analisis Error Kalimat Pemelajar dalam Tugas Kelas Bahasa ... 48

4.1: Eror Penggunaan Kata Ganti -nya ... 69

4.2: Eror Penggunaan Preposisi ... 70

4.3: Eror dalam Afiksasi ... 73

4.4: Eror dalam Diksi ... 90

4.5: Eror dalam Penggunaan Kosakata Bahasa Inggris ... 93

4.6: Bukti Proses Transfer Bahasa Pemelajar ... 94

4.7: Kutipan Wawancara Dengan Pemelajar ... 98

(15)

xviii

DAFTAR BAGAN

4.1: Distribusi Penggunaan Kata Ganti Orang ... 66

4.2: Distribusi Penggunaan Kata Ganti -ku, -mu dan -nya ... 67

4.3: Bagan Frekuensi Eror Penggunaan Kata Ganti Orang ... 68

4.4: Distribusi Penggunaan Preposisi ... 70

4.5: Distribusi Penggunaan Kata Berimbuhan ... 72

4.6: Distribusi Penggunaan Kata Penggolong ... 87

4.7: Distribusi Penggunaan Kata Bilangan Tingkat ... 100

4.8: Distribusi Penggunaan Kata Negasi ... 100

4.9: Distribusi Penggunaan Kata Tanya ... 101

4.10: Distribusi Penggunaan Kata Ganti Tunjuk ... 102

4.11: Distribusi Penggunaan Kata Ganti Posisi ... 102

4.12: Distribusi Penggunaan Kata Keterangan ... 103

4.13: Distribusi Penggunaan Kata Hubung ... 103

4.14: Distribusi Eror Penggunaan Kata Ganti ... 104

4.15: Distribusi Eror Penggunaan Preposisi ... 105

4.16: Distribusi Eror Penggunaan Kata Berimbuhan ... 105

4.17: Distribusi Eror Pengguanaan Kata Penggolong ... 106

4.18: Distribusi Eror Penggunaan Kata Ulang ... 107

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses pemerolehan bahasa pertama atau bahasa ibu (B1) berbeda dengan proses pemerolehan bahasa kedua (B2). Proses pemerolehan bahasa pertama terjadi secara alamiah atau nature. Hal ini dapat diamati dari proses pemerolehan bahasa seorang anak yang mulai berbicara dalam bahasa ibu. Sementara itu, proses pemerolehan bahasa kedua terjadi secara nurture atau dengan sengaja mempelajari aturan-aturan bahasa target. Dengan adanya proses ini, pemerolehan bahasa kedua tidak selalu sukses seperti pencapaian pemerolehan bahasa pertama seorang anak.

Dalam proses pembelajaran B2, pemelajar seringkali menemui suatu kesulitan yang menyebabkan munculnya suatu kesalahan produksi bahasa (Widia, 2021) . Hal ini wajar terjadi karena adanya perbedaan kaidah antara B2 dan B1. Pada kasus pemelajar BIPA, khususnya pemelajar tingkat pemula yang baru mulai belajar dan mengenal bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua, produksi bahasa pemelajar cenderung dipengaruhi oleh bahasa pertama pemelajar. Suyitno (2017) mengungkapkan bahwa pada tahap awal pembelajaran BIPA, pembelajar masih sangat dipengaruhi oleh bahasa, budaya, dan gaya belajar pertama yang mereka pelajari. Selain itu, pengetahuan pemelajar mengenai B2 juga masih terbatas. Oleh karena itu, dalam usahanya untuk menguasai B2, pemelajar biasanya akan memakai diksi yang tidak tepat, membentuk suatu kata yang bahkan tidak ada

(17)

dalam B2, dan juga mengkonstruksi suatu frasa atau kalimat yang kurang atau tidak sesuai dengan kaidah B2 (Inderasari & Agustina, 2018; Pratiwi, 2017; Yahya, 2018).

Fenomena ini juga dapat diamati pada pemelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing (BIPA). Salah satunya adalah kasus pemelajar Australia yang mempelajari bahasa Indonesia sebagai B2. Pembelajaran bahasa Indonesia bagi pemelajar Australia termasuk dalam ranah pembelajaran bahasa kedua (B2). Gass dan Selinker (2001), mendefinisikan pemerolehan bahasa kedua untuk merujuk pada suatu proses pembelajaran bahasa selain bahasa ibu, setelah bahasa ibu telah dikuasai. Bahasa Inggris merupakan bahasa ibu pemelajar Australia, sedangkan bahasa Indonesia menjadi bahasa kedua yang dipelajari oleh pemelajar.

Pada kasus pemelajaran BIPA, bentuk produksi bahasa Indonesia yang tidak sesuai dengan kaidah dapat muncul pada tingkat kata. Kata menjadi suatu hal yang penting untuk dipelajari oleh pemelajar bahasa kedua karena pemilihan kata yang tidak tepat dapat menimbulkan kesalahpahaman dari apa yang ingin disampaikan (Siagian, 2020). Berdasarkan kerangka standard kelulusan yang dirumuskan oleh Afiliasi Pengajar dan Pegiat Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (APPBIPA), penguasaan beberapa jenis kosakata mendominasi jenis kompetensi yang harus dikuasai oleh pemelajar BIPA tingkat pemula.

Bentuk kata yang belum dikuasai oleh pemelajar dapat menimbulkan suatu produksi bahasa yang tidak sesuai dengan konteks kalimat yang ingin disampaikan, atau tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam bahasa

(18)

Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari konstruksi kalimat pemelajar pada bulan April yang diambil dari kelas bahasa berikut:

KB.04.28 “Saya bermain gitar dan bass di band untuk dua tahun.”

Penggunaan preposisi untuk pada konstruksi kalimat tersebut tidak tepat untuk mengungkapkan suatu kurun waktu karena preposisi untuk berfungsi untuk menandai hubungan peruntukan (Muslich, 2010). Preposisi yang tepat dipakai adalah selama karena preposisi ini berfungsi untuk menyatakan hubungan kurun waktu (Muslich, 2010). Konstruksi kalimat tersebut juga mengindikasikan bahwa pemelajar terpengaruh B1 sehingga memiliki kecenderungan untuk menerjemahkan suatu kata secara harafiah. Pemelajar mengenal kata untuk dalam bahasa Indonesia sebagai suatu kata yang dapat menggantikan atau memiliki arti yang sama seperti preposisi yang dikenalnya dalam bahasa Inggris, yaitu for. Dalam bahasa Inggris, preposisi for dapat dipakai untuk menyatakan hubungan peruntukan dan juga hubungan rentang waktu.

Selain itu, salah satu jenis kata yang cukup kompleks untuk dikuasai oleh pemelajar BIPA adalah kata berimbuhan sehingga pemelajar seringkali melakukan kesalahan baik dalam pembentukan maupun penggunaan kata berimbuhan (Musthafa & Rahmawati, 2021; Ratnawati, 2012; Setyaningrum et al., 2018). Pemelajar bahasa Indonesia dapat saja menambahkan, menghilangkan, atau memakai afiks yang tidak tepat (Ratnawati, 2012). Produksi pembentukan kata yang tidak tepat dapat dilihat dari jurnal harian pemelajar Australia yang ditulis pada bulan November:

(19)

Bentuk kata pernikah tidak tepat dipakai dalam konteks kalimat tersebut. Bentuk kata yang benar adalah dengan menambahkan konfiks per-an, sehingga bentuk kata menjadi pernikahan. Penambahan konfiks per-an sesuai dalam kalimat ini karena fungsi per-an adalah untuk membentuk kata benda dan mengungkapkan makna peristiwa itu sendiri (Keraf, 1980).

Bentuk-bentuk produksi bahasa yang kurang atau tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia muncul dalam sebagian besar konstruksi kalimat yang ditulis oleh pemelajar Australia. Selain karena pengetahuan pemelajar yang terbatas mengenai B2, hal ini juga disebabkan oleh pengaruh B1 pemelajar. Pemelajar masih memakai diksi atau kaidah B1 yang telah dikuasai dalam memproduksi B2. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Lado dalam bukunya

Linguistic Across Cultures (1957), bahwa seseorang cenderung akan mentransfer

bentuk, makna, serta budaya dari B1 ke B2.

“Individuals tend to transfer the forms and meanings, and the distribution of

forms and meanings of their native language and culture to the foreign language and culture – both productively when attempting to speak the language and act in the culture, and receptively when attempting to grasp and understand the language and the culture as practiced by natives.”

(Lado, 1957: 2)

Dalam kasus ini, pemelajar mentrasfer kaidah bahasa Inggris sebagai B1 kedalam kaidah Bahasa Indonesia sebagai B2 yang diproduksi.

Bahasa yang dikonstruksi pemelajar dalam upayanya menguasai B2 oleh Selinker disebut sebagai interlanguage atau bahasa antara. Selinker (1972) menyebut bahwa bahasa antara merupakan suatu sistem bahasa baru yang berbeda dengan kaidah B2 maupun kaidah B1 yang telah dikuasai pemelajar. Bahasa antara menjadi suatu gambaran dari usaha pemelajar untuk mengkonstruksi suatu

(20)

sistem bahasa yang secara bertahap mendekati sistem B2. Dengan kata lain, pemerolehan bahasa pemelajar berkembang seiring dengan masukan B2 yang dipelajari.

Bahasa antara merupakan suatu proses mental yang terjadi dalam pikiran pemelajar, sehingga hal ini tidak dapat diteliti secara spesifik. Akan tetapi, bentuk bahasa antara dapat diperoleh melalui bukti yang berupa produksi bahasa pemelajar, baik dalam bentuk tulisan maupun tuturan lisan. Produksi bahasa pemelajar menjadi sumber data untuk melakukan penelitian bahasa antara. Gass dan Selinker (2001) memaparkan dan memberi contoh bagaimana sumber data yang berupa tulisan dari tiga penutur asli Arab Mesir yang tengah belajar bahasa Inggris diteliti. Data ini dianalisis untuk menemukan pola bahasa antara pemelajar dalam pemakaian bentuk jamak, verb+ing, serta preposisi bahasa Inggris.

Dalam konteks BIPA, penelitian mengenai bahasa antara yang diproduksi oleh pemelajar BIPA masih memiliki ruang untuk dilakukan. Berdasarkan hasil pencarian peneliti, penelitian terkait bahasa antara yang dapat ditemukan berupa penelitian pragmatik bahasa antara. Primantari dan Wijana (2017) melakukan penelitian untuk mengungkap bentuk bahasa antara dalam tindak tutur meminta oleh pemelajar BIPA dari Korea. Penelitian lain dilakukan oleh Zubaidi (2013) untuk menemukan bahasa antara dalam realisasi keluhan oleh pembelajar asing bahasa Indonesia. Penelitian terkait pembelajaran bahasa kedua yang sudah ada cenderung menitikberatkan pada identifikasi kesalahan produksi bahasa pemelajar. Identifikasi eror yang diungkap juga hanya sebatas deskripsi eror pemelajar, tanpa menggali lebih lanjut faktor yang mendorong terbentuknya eror

(21)

tersebut. Selain itu, data yang seringkali dipakai dalam identifikasi eror pemelajar diambil dari produksi bahasa pemelajar dalam satu waktu tertentu sehingga perkembangan produksi bahasa pemelajar tidak dapat dikaji secara lebih detail.

Fakta mengenai bentuk produksi bahasa yang dihasilkan oleh pemelajar bahasa kedua dan juga ruang penelitian mengenai ranah pemerolehan bahasa kedua mendorong peneliti untuk mengungkap secara khusus pola bahasa antara yang dikonstruksi oleh pemelajar Australia. Kajian dalam kasus pemelajar Australia juga menjadi menarik mengingat banyaknya jumlah pemelajar bahasa Indonesia dari Australia. Berdasarkan laman Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (2012), Australia merupakan negara dengan jumlah lembaga penyelenggara BIPA tertinggi, yaitu sejumlah 113 lembaga. Sebagai tetangga dekat Indonesia, Australia memiliki perhatian khusus terhadap bahasa Indonesia. Beberapa sekolah di Australia bahkan mewajibkan siswanya untuk belajar Bahasa Indonesia. Slaughter (2007) mengungkapkan bahwa pembelajaran bahasa Indonesia pertama kali diperkenalkan kepada siswa sekolah menengah di Australia pada tahun 1966. Berdasarkan silabus yang efektif dipakai mulai tahun 2017, disebutkan bahwa Australia merupakan penyedia pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah yang terbesar, selain Indonesia sendiri.

Bentuk bahasa antara yang muncul dalam produksi tulisan pemelajar Australia dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia serta faktor-faktor yang berpengaruh dalam kemunculan bentuk bahasa antara pemelajar menjadi hal yang penting untuk diungkap. Penelitian ini juga dapat melengkapi teori terkait bahasa antara, khususnya dalam penguasaan bahasa Indonesia pemelajar karena bentuk

(22)

bahasa antara mengindikasikan apa yang sudah dan belum dikuasai oleh pemelajar. Fokus dalam penelitian ini adalah bentuk bahasa antara tingkatan kata. Hal ini dipilih karena berdasarkan rumusan dalam standard kompetensi lulusan (SKL) pemelajar BIPA tigkat pemula, jenis-jenis kata mendominasi daftar kompetensi yang harus dikuasai oleh seorang pemelajar BIPA.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk bahasa antara yang muncul dalam tulisan pemelajar BIPA Australia tingkat pemula pada tingkat kata?

2. Faktor apa yang mendorong munculnya bentuk-bentuk bahasa antara dalam tulisan pemelajar BIPA Australia tingkat pemula?

3. Bagaimana pemerolehan jenis kata pemelajar BIPA Australia tingkat pemula? 1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan, tujuan melakukan penelitian ini dapat dirangkum sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan bentuk bahasa antara pada tingkat kata yang muncul dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia pemelajar BIPA Australia tingkat pemula.

2. Mengidentifikasi faktor yang mendorong munculnya pola bahasa antara dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia pemelajar BIPA Australia tingkat pemula.

(23)

3. Mendeskripsikan pemerolehan jenis kata pemelajar BIPA Australia tingkat pemula.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian mengenai pola bahasa antara yang muncul dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia pemelajar Australia tingkat pemula diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan manfaat praktis yang dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi pada pengembangan teori terkait bahasa antara, khususnya mengenai pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Selain itu, penelitian ini juga memberikan kontribusi mengenai urutan pemerolehan jenis kata pemelajar BIPA.

2. Manfaat Praktis a. Pengajar BIPA

Hasil dari penelitian ini memaparkan bentuk bahasa antara yang muncul dalam pembelajaran bahasa Indonesia pemelajar Australia tingkat pemula. Melalui paparan ini, pengajar BIPA dapat memahami fenomena yang terjadi dalam proses pembelajaran bahasa kedua serta mengidentifikasi faktor yang mendorong munculnya produksi bahasa antara dalam proses perkembangan belajar siswa. Hal ini diharapkan dapat membantu pengajar untuk memberikan instruksi pembelajaran yang sesuai.

(24)

b. Peneliti lain

Topik ini dapat menjadi suatu referensi baru bagi peneliti lain yang memiliki fokus serupa terkait bahasa antara dalam pembelajaran BIPA. Topik serupa dapat diteliti untuk membuat generalisasi lebih lanjut mengenai bentuk bahasa antara yang muncul pada pemelajar BIPA pada level tertentu atau untuk mengidentifikasi bahasa antara pemelajar dengan bahasa ibu selain bahasa Inggris.

1.5 Batasan Istilah 1. Bahasa Antara

Bahasa antara dalam penelitian ini mengacu pada definisi yang dikemukakan oleh Selinker (1972). Bahasa antara didefinisikan sebagai suatu sistem bahasa baru yang terbentuk ketika seseorang belajar bahasa kedua. Sistem bahasa ini berbeda dari sistem bahasa ibu pemelajar maupun sistem bahasa dalam bahasa target. Bahasa antara menjadi fokus utama dalam penelitian ini, khususnya terkait bahasa antara dalam tataran kata yang muncul dalam tulisan yang diproduksi oleh pemelajar Australia yang sedang belajar bahasa Indonesia.

2. Pemelajar BIPA Tingkat Pemula

Pemelajar BIPA merupakan pemelajar asing yang mempelajari bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua atau bahasa asing. Berdasarkan kompetensi yang dimiliki, pemelajar BIPA dapat dibagi menjadi tiga tingkat, yaitu tingkat dasar, menengah dan juga tingkat lanjut. Dalam penelitian ini, partisipan merupakan pemelajar BIPA tingkat dasar/pemula. Peneliti memiliki asumsi bahwa bentuk

(25)

bahasa antara yang muncul pada pemelajar tingkat pemula lebih jelas terlihat dan lebih bervariasi.

3. Pemelajar Australia

Pemelajar Australia yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan seorang mahasiswa dari salah satu universitas di Australia. Pemelajar telah belajar bahasa Indonesia selama dua tahun semenjak tahun 2019. Pemelajar mengambil mata kuliah Bahasa Indonesia di Universitas selama dua semester pada tahun 2019. Pada tahun 2020, pemelajar mengikuti program immersion yang melibatkan proses pembelajaran bahasa Indonesia di salah satu universitas di Indonesia. Selain itu, pemelajar juga mengikuti kursus bahasa Indonesia secara mandiri di Perth, Australia.

4. Pemerolehan Kata

Pemerolehan kata yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemerolehan jenis kata yang dirumuskan dalam standard kompetensi lulusan (SKL) Afiliasi Pengajar dan Pegiat Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (APPBIPA). Jenis kata ini adalah jenis kata yang seharusnya dikuasai oleh seorang pemelajar pemula. Jenis kata ini adalah kata ganti orang, kata bilangan tingkat, kata negasi, kata tanya, kata ganti tunjuk, posisi dan lokasi, kata depan, kata berimbuhan, kata keterangan, kata hubung, kata penggolong, kata seru, dan juga kata ulang.

5. Bahasa Tulis

Bahasa tulis dalam penelitian ini berupa konstruksi kalimat tertulis yang diproduksi oleh pemelajar sebagai partisipan dalam penelitian ini. Konstruksi kalimat ini dihasilkan ketika pemelajar mengikuti kelas bahasa Indonesia, dari

(26)

jurnal harian dan juga percakapan tertulis dengan peneliti. Produksi bahasa tulis pemelajar ini dihaasilkan dari bulan Februari hingga Desember 2020.

1.6 Sistematika Penyajian

Penyajian penelitian ini terbagi menjadi lima bab. Bab satu merupakan bagian pendahuluan yang mencakup latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah dan sistematika penyajian. Bab kedua merupakan kajian teori yang berisi uraian teori dan penelitian terdahulu yang relevan untuk dipakai peneliti dalam menganalisis data dan menjawab rumusan masalah. Selanjutnya, bab tiga merupakan bagian metode penelitian. Bab ini memuat jenis penelitian, objek penelitian, sumber data, metode dan teknik pengumpulan data, instrument penelitian dan teknik analisis data. Bab empat meencakup deskripsi data, hasil penelitian dan juga pembahasan. Bab lima merupakan bab penutup yang berisi simpulan mengenai hasil penelitian dan saran bagi peneliti selanjutnya.

(27)

12 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bagian ini terdiri dari dua sub-bab, yaitu kajian teori dan juga kerangka berpikir. Kajian teori memuat teori-teori dan juga penelitian relevan yang mendukung penelitian ini. Sementara itu, kerangka berpikir menguraikan konsep logis penggunaan teori sebagai landasan dalam menjawab rumusan masalah. 2.1 Kajian Teori

Teori yang dipaparkan terbagi menjadi lima bagian. Bagian pertama berisi teori-teori mengenai pemerolehan bahasa kedua. Bagian kedua berisi teori mengenai pemelajar BIPA tingkat pemula. Bagian ketiga berisi teori mengenai pemelajar BIPA Australia. Bagian keempat berisi teori pendekatan penelitian pemerolehan bahasa kedua yang meliputi analisis kontras, analisis eror, dan juga bahasa antara. Bagian terakhir berisi teori mengenai kata dalam sistem bahasa Indonesia.

2.1.1 Pemerolehan Bahasa Kedua

Bahasa kedua merupakan bahasa yang dipelajari selain bahasa ibu. Dengan kata lain, pembelajaran bahasa ketiga, keempat dan seterusnya juga termasuk dalam ranah pembelajaran bahasa kedua. Gass dan Selinker (2001) maupun Ellis (1997) sama-sama menyatakan bahwa pemerolehan bahasa kedua merupakan suatu proses pembelajaran bahasa selain bahasa ibu, setelah bahasa ibu telah dikuasai. Pemerolehan bahasa kedua ini dapat terjadi baik di dalam atau di luar kelas. Ellis (1997) menyatakan bahwa pemerolehan bahasa secara natural sebagai

(28)

hasil dari tinggal di negara dimana bahasa target dipakai maupun belajar di kelas melalui instruksi pembelajaran masuk dalam ranah pemerolehan bahasa kedua.

Dalam pembelajaran bahasa kedua, terjadi proses pemerolehan dan juga pembelajaran bahasa. Proses pemerolehan dikenal sebagai proses alamiah dalam konteks informal sedangkan proses pembelajaran didefinisikan sebagai proses formal secara sadar untuk mempelajari kaidah kebahasaan. Menurut Krashen (1981), proses pemerolehan bahasa kedua dapat terjadi secara attitude dan juga

aptitude. Attitude adalah pemerolehan bahasa secara tidak sadar dimana pemelajar

dapat memperoleh dan memahami bahasa kedua dengan metode mendengarkan dan membaca. Aptitude adalah pemerolehan bahasa kedua secara sadar dengan mempelajari dan memperhatikan bentuk, memahami aturan, dan secara umum memahami proses bahasa itu sendiri.

Salah satu gagasan yang menjadi fokus dalam pemerolehan bahasa kedua adalah mengenai apa yang disebut dengan transfer bahasa. Gass dan Selinker (2001) mengungkapkan bahwa istilah transfer bahasa dipakai untuk merujuk pada suatu proses psikologi dimana pembelajaran yang telah diperoleh sebelumnya akan dipakai dalam situasi belajar yang baru. Postman (1971) dalam Gas dan Selinker (2001) memaparkan suatu konsep pembelajaran yang dapat diaplikasikan dalam konsep pembelajaran bahasa kedua. Konsep ini menyatakan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses akumulatif. Ini berarti bahwa semakin banyak pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh seseorang, akan ada kecenderungan untuk membentuk suatu konsep pembelajaran baru yang dipengaruhi oleh pengalaman dan aktivitas terdahulunya.

(29)

Dalam pemerolehan bahasa kedua, pengalaman dan pengetahuan terdahulu yang dimiliki pemelajar berkaitan erat dengan B1 pemelajar. Ellis (1997) menyebut pengaruh B1 dalam proses pemerolehan bahasa kedua ini disebut dengan tranfer B1. Transfer bahasa dibedakan menjadi transfer positif (facilitation) dan transfer negatif (interference). Hal ini mengacu pada suatu pandangan mengenai hasil transfer, apakah menghasilkan sesuatu yang benar atau salah.

Banyak penelitian mengenai transfer bahasa yang dapat ditemukan. Amin (2017), melakukan penelitian untuk menemukan bukti transfer bahasa dalam proses pembelajaran Spanyol sebagai B2. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa transfer bahasa terjadi ketika seseorang mencoba berkomunikasi dalam bahasa target tetapi memiliki keterbatasan dalam pengetahuan linguistik. Sementara itu, Erdocia dan Laka (2018), melakukan penelitian serupa untuk melihat transfer negatif mengenai urutan kata dalam kalimat pemelajar bahasa Spanyol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika bahasa partama dan bahasa kedua berbeda, aturan yang berlaku dalam sistem bahasa pemelajar akan saling berkompetisi dan menghasilkan transfer negative. Selanjutnya, Brogan dan Son (2015), melakukan studi kasus untuk menganalisa tipe eror dan frekuensinya untuk mengetahui proses transfer dalam beberapa tingkatan kelas yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa transfer bahasa menjadi lebih sedikit ketika penguasaan bahasa pemelajar ada pada tingkat lebih tinggi dan bahwa frekuensi eror yang terjadi berubah dari suatu tingkat ke tingkat yang lebih tinggi.

(30)

2.1.2 Pemelajar BIPA Tingkat Pemula

Suharsono (2015), mengugkapkan bahwa lembaga penyelenggara pengajaran BIPA di Indonesia membagi peringkat kemahiran atas tiga tingkat, yaitu dasar, madya/menengah, dan lanjut. Berdasarkan kelas bahasa Indonesia yang diikuti partisipan terakhir kali, partisipan merupakan pemelajar tingkat dasar atau tingkat pemula. Hal ini berarti bahwa pemelajar masih berada pada tingkat awal dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua.

Afiliasi Pengajar dan Pegiat Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (APPBIPA) telah menetapkan suatu kerangka kompetensi lulusan kursus dan pelatihan untuk bidang Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) yang diadaptasi dari Common European Framework of Reference for Languages (CEFR) yang merupakan kerangka acuan bahasa asing di wilayah Eropa. APPBIPA membagi tingkat kemahiran pemelajar menjadi tujuh. Perbandingan antara rumusan tingkat dari CEFR dengan tingkat BIPA oleh APPBIPA menunjukkan bahwa kriteria level A1 dan A2 tingkat beginner CEFR memiliki komponen yang sama seperti level BIPA 1 dan BIPA 2. Dengan demikian, tingkat pemula dalam BIPA meliputi BIPA 1 dan BIPA 2.

Deskripsi Tingkatan Menurut CEFR Deskripsi Tingkatan Menurut APPBIPA A1

Can understand and use familiar everyday expressions and very basic phrases aimed at the satisfaction of needs of a concrete type. Can introduce him/herself and others and can ask and answer questions about personal details such as where he/she lives, people he/she knows and things he/she has. Can interact in a simple way provided the other person talks slowly and clearly and is prepared to help.

BIPA 1

Mampu memahami dan menggunakan ungkapan konteks perkenalan diri dan pemenuhan kebutuhan konkret sehari-hari dan rutin dengan cara sederhana untuk berkomunikasi dengan mitra tutur yang sangat kooperatif.

(31)

A2

Can understand sentences and frequently used expressions related to areas of most immediate relevance(e.g.very basic personaland familyinformation, shopping, local geography,employment). Can communicate in simple and routine tasks requiring a simple and direct exchange of information on familiar and routine matters. Can describe in simple terms aspects of his/her background, immediate environment and matters in areas of immediateneed.

BIPA 2

Mampu mengungkapkan perasaan secara sederhana, mendeskripsikan

lingkungan sekitar, dan

mengkomunikasikan kebutuhan sehari-hari dan rutin.

Tabel 2.1 Perbandingan Rumusan Tingkat Kelas Bahasa Menurut CEFR dan APPBIPA APPBIPA juga telah merumuskan kompetensi beserta indikator untuk masing-masing kompetensi. Kompetensi memuat pengetahuan yang seharusnya dikuasai oleh pemelajar BIPA. Berdasarkan fokus penelitian, peneliti hanya akan merangkum kompetensi yang memuat jenis kata yang seharusnya dikuasai oleh pemelajar BIPA tingkat pemula atau BIPA 1 dan BIPA 2. Hal ini dapat dirangkum dalam tabel 2.2.

Kompetensi Indikator

Menguasai pengetahuan tentang penggunaan kata ganti orang.

 Menggunakan kata ganti orang I, II, III (saya, Anda, aku, kamu, ia/dia, nama, kalian, mereka, kami, kita) dengan tepat.

 Menggunakan kata ganti milik (-ku, -mu, -nya) dengan tepat.

Menguasai

pengetahuan tentang penggunaan kata bilangan tingkat.

 Menggunakan kata bilangan tingkat (kesatu, kedua, dst.) dengan tepat.

Menguasai

pengetahuan tentang penggunaan kata negasi.

 Menggunakan kata negasi: bukan, tidak.

Menguasai pengetahuan tentang penggunaan kata tanya.

 Menggunakan kata tanya siapa, di mana, berapa, dari mana, bagaimana dengan tepat.

 Menggunakan kata tanya apa, berapa, kapan dengan tepat.  Menggunakan kata tanya bagaimana dan mengapa.

Menguasai

pengetahuan tentang penggunaan kata ganti tunjuk

 Menggunakan kata ganti tunjuk: ini dan itu dengan tepat (memperkenalkan orang lain atau menunjukkan sesuatu).  Menggunakan atau ganti tunjuk: (sana, sini, situ) dengan

(32)

Menguasai

pengetahuan tentang penggunaan posisi dan lokasi.

 Menggunakan posisi dan lokasi: di atas, di bawah, di kanan, di kiri, di antara, di tengah, di luar, di dalam, di pojok/di sudut dengan tepat.

Menguasai

pengetahuan tentang penggunaan kata depan.

 Menggunakan kata depan: di, ke, dari, pada, kepada dengan tepat.

Menguasai

pengetahuan tentang penggunaan kata kerja berimbuhan.

 Menggunakan kata kerja berimbuhan ber- beserta alomorfnya yang memiliki makna ‘melakukan aktivitas’, ‘punya’, dan ‘pakai’ dengan tepat.

 Menggunakan kata kerja berimbuhan me- beserta

alomorfnya yang maknanya ‘melakukan aktivitas’ dengan tepat.

 Menggunakan imbuhan –an dengan makna ‘hasil/sesuatu yang di-’.

 Menggunakan alomorf me-.

 Menggunakan imbuhan me- dengan makna ‘membuat’. ‘menggunakan alat’, ‘mengeluarkan suara seperti ...’, ‘menuju ke-...‘.

 Menggunakan imbuhan ber- dengan makna ‘naik...’, ‘mengeluarkan’, ‘mengandung’, ‘dalam keadaan’, ‘dalam kelompok’, dan ‘banyak/beberapa’.

 menggunakan imbuhan pe- beserta alomorfnya dengan arti ‘pelaku/alat’, ‘profesi’, dan ‘mempunyai karakter’.  Menggunakan imbuhan ber-an dan ber-kan

 Menggunakan imbuhan –an dengan makna ‘alat’, ‘tempat’, Menguasai

pengetahuan tentang penggunaan kata keterangan.

 Menggunakan kata keterangan aspek: belum, sudah, akan, sedang dengan tepat.

 Menggunakan kata keterangan waktu: besok, kemarin, lusa, sejak, sekarang, nanti, dll. dengan tepat

 Menggunakan kata keterangan penanda frekuensi (sering, jarang, pernah, dll.)

 Menggunakan kata keterangan (beberapa, banyak, sedikit, dll.)

 Menggunakan kata keterangan: sangat, agak, kurang, sekali, terlalu

Menguasai

pengetahuan tentang penggunaan kata hubung.

 Menggunakan kata hubung penambahan: dan, atau, lalu  Menggunakan kata hubung: karena, sambil, ketika,

sementara, tetapi. Menguasai

pengetahuan tentang penggunaan kata penggolong.

 Menggunakan kata penggolong: seorang, seekor, sebuah, dll..

Menguasai

pengetahuan tentang penggunaan kata seru.

(33)

Menguasai

pengetahuan tentang penggunaan kata ulang.

 Kata ulang: anak-anak, teman-teman, rumah-rumah, dll..

Tabel 2.2 Rangkuman Kompetensi Jenis Kata Pemelajar BIPA Tingkat Pemula Berdasarkan rangkuman tersebut, dapat dilihat bahwa jenis kata yang seharusnya dikuasai oleh seorang pemelajar pemula adalah kata ganti orang, kata bilangan tingkat, kata negasi, kata tanya, kata ganti tunjuk, posisi dan lokasi, kata depan, kata berimbuhan, kata keterangan, kata hubung, kata penggolong, kata seru, dan juga kata ulang.

2.1.3 Pemelajar BIPA Australia

Pemelajar BIPA Australia berasal dari komunitas etnis yang berbeda-beda karena banyaknya kaum imigran yang berdatangan ke Australia (Riana, 2020). Semenjak pertengahan abad ke 19, bahasa Inggris menjadi dominan dan dipakai oleh kelompok bukan penutur Bahasa Inggris untuk berkomunikasi satu sama lain. O'Shannessy dan Meakins (2016) menyebut bahwa bahasa Inggris merupakan bahasa pertama dari 83% populasi di Australia.

Pembelajaran bahasa Indonesia di Australia merupakan pembelajaran bahasa kedua. Pembelajaran bahasa Indonesia dilakukan di sekolah-sekolah di Australia karena beberapa faktor. Alasan utama adalah karena ekonomi, pendidikan, serta kemungkinan lapangan pekerjaan (Fhonna & Yusuf, 2020). Meskipun ketertarikan pemelajar Australia dalam belajar bahasa Indonesia menurun, data kuantitatif menunjukkan bahwa Indonesia masih merupakan bahasa utama yang diajarkan di sekolah-sekolah Australia (Kohler & Mahnken, 2010).

(34)

Dengan latar belakang bahasa Inggris sebagai bahasa pertama pemelajar BIPA Australia, produksi B2 pemelajar juga akan dipengaruhi fitur-fitur linguistik yang berlaku pada sistem bahasa Inggris. Hal ini yang kemudian menimbulkan suatu bentuk-bentuk eror dalam produksi bahasa Indonesia pemelajar. Bentuk eror ini dapat berupa penggunaan suatu bentuk kata atau frasa yang terdengar aneh atau tidak ditemukan dalam konstruksi penutur asli dalam mengungkapkan makna yang sama. Hal ini muncul ketika pemelajar memakai pengetahuan atau kaidah B1 dalam memproduksi B2. 2.1.4 Pendekatan Penelitian Pembelajaran Bahasa Kedua

Penelitian mengenai pembelajaran bahasa kedua menghasilkan beberapa sudut pandang terkait eror yang diproduksi pemelajar. Analisis kontras dan analisis eror muncul dengan hipotesis yang berbeda mengenai apakah B1 atau B2 yang memberikan pengaruh terhadap eror yang dihasilkan. Namun demikian, penelitian-penelitian empiris selanjutnya menunjukkan bahwa eror yang diproduksi pemelajar bukan hanya dipengaruhi oleh B1 ataupun B2. Hal ini memicu gagasan mengenai bahasa antara yang mendeskripsikan eror dalam proses pemerolehan bahasa kedua.

2.1.4.1 Analisis Kontras

Pada tahun 1950 – 1960, peneliti banyak meneliti mengenai gagasan bahwa bahasa merupakan suatu kebiasaan. Dalam hal ini, pembelajaran bahasa kedua dilihat sebagai suatu proses perkembangan serangkaian kebiasaan baru. Hal ini juga diungkapkan oleh Ellis (1997), bahwa teori psikologi yang dominan pada tahun 1959 dan 1960 adalah teori pembelajaran behaviorist. Menurut teori ini,

(35)

pembelajaran bahasa sama seperti pembelajaran lain yang melibatkan konstruksi kebiasaan. Konstruksi kebiasaan dibentuk melalui praktik dengan stimulus dan respon. Menurut Gas dan Selinker (2001), konsep ini memicu munculnya analisis kontras. Analisis kontras membandingkan kedua bahasa menjadi suatu deskripsi yang valid dari suatu konsep mengganti kebiasaan lama dengan suatu kebiasaan baru.

Teori kontras dikembangkan oleh Lado. Analisis kontras oleh Lado (1957) menyebutkan bahwa kita dapat mengidentifikasi properti bahasa antara dalam bahasa ibu dan juga bahasa target. Analisis kontras membandingkan perbedaan struktur bahasa antara B1 dan B2. Hal ini meliputi perbandingan struktur dari suatu bunyi, sistem morfologi, sintaksis, dan bahkan budaya kedua bahasa. Hipotesis ini berupa suatu anggapan bahwa semakin banyak persamaan struktur atau elemen bahasa B2 dengan B1, maka pemelajar dapat menguasai B2 dengan lebih mudah. Dan sebaliknya, semakin banyak perbedaan elemen bahasa B2 dengan B1, maka pemelajar akan lebih banyak mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran bahasa keduanya. Analisis kontras dapat memprediksi kesulitan yang akan dialami oleh pemelajar dan juga analisis potensi kesalahan bahasa B2 yang akan dibuat oleh pemelajar.

Analisis kontras yang diajukan oleh Lado memunculkan beberapa hipotesis dalam pembelajaran bahasa kedua. Analisis kontras mengindikasikan kemungkinan untuk memprediksi kesulitan pemelajar bahasa kedua dengan membandingkan B1 dan B2. Identifikasi kesulitan pemelajar dapat menentukan potensi eror pemelajar dan menentukan elemen yang harus dipelajari oleh

(36)

pemelajar. Selanjutnya, Selinker dan Gass (2001) juga mengungkapkan beberapa asumsi yang ada pada analisis kontras:

a. Analisis kontras berpegang pada suatu teori bahasa yang mengklaim bahwa bahasa merupakan kebiasaan dan bahwa mempelajari bahasa melibatkan suatu rangkaian konstruksi kebiasaan baru.

b. Sumber eror utama dalam produksi atau penerimaan bahasa kedua adalah karena bahasa ibu.

c. Seseorang dapat menentukan adanya suatu eror dengan membandingkan antara B1 dan B2.

d. Semakin besar perbedaan bahasa antara B1 dengan B2, semakin banyak eror yang akan muncul.

e. Yang harus dilakukan pemelajar dalam proses belajar bahasa kedua adalah dengan mempelajari perbedaan antara kedua bahasa.

f. Sulit atau mudahnya suatu pembelajaran bergantung pada perbedaan dan persamaan dari kedua bahasa.

Melalui analisis kontras, apa yang sulit dan apa yang mudah bagi pemelajar dalam memperlajari bahasa kedua dapat diprediksi. Prediksi ini merupakan dua posisi yang berkembang dalam hipotesis analisis kontras. Dalam membandingkan B1 dan B2, Lado (1957) dalam Maier (2010) mengungkapkan hipotesis versi lemah dan versi kuat. Hipotesis versi kuat menyatakan bahwa eror yang dibuat pemelajar dapat diprediksi dengan membandingkan antara B1 dan B2. Perbedaan antara B1 dan B2 akan mengarah pada adanya eror sedangkan persamaan antara B1 dan B2 tidak akan menimbulkan suatu masalah. Sementara

(37)

itu, hipotesis versi lemah tidak membuat suatu prediksi dan memandang adanya eror sebagai suatu transfer eror. Hipotesis versi lemah membandingkan kedua bahasa setelah performa pemelajar diketahui. Dalam hal ini, kesulitan pemelajar diidentifikasi terlebih dahulu kemudian perbandingan elemen dalam kedua bahasa mulai dianalisa.

Analisis kontras memandang eror yang dikonstruksi pemelajar sebagai sesuatu yang harus dihindari. Tujuan membandingkan B1 dan B2 dalam analisis kontras adalah untuk mengembangkan materi pembelajaran yang dapat mencegah eror yang diproduksi oleh pemelajar. Analisis eror juga diadaptasi dari teori

behaviorist sehingga eror pemelajar juga dillihat sebagai suatu formasi kebiasaan

yang salah.

Pada tahun 1960, teori linguistic behaviorist dan pembelajaran bahasa kedua mendapat suatu tantangan. Bahasa mulai dilihat dari struktur bahasanya dan bukan sebagai hasil dari suatu kebiasaan. Dengan kata lain, pembelajaran mulai dilihat bukan sebagai suatu imitasi tetapi sebagai suatu formasi aturan yang aktif. Salah satu argumen yang muncul adalah bahwa tidak semua eror dapat diprediksi. Dan sebaliknya, tidak semua eror yang diprediksi muncul. Selain itu, analisis kontras juga memandang bahwa eror yang dikonstruksi pemelajar disebabkan oleh interferensi B1 pemelajar. Interferensi ini berupa transfer negatif kebiasaan B1 pemelajar yang diaplikasikan dalam B2. Namun demikian, eror diketahui tidak hanya disebabkan oleh kebiasaan pemelajar yang salah. Oleh karena itu, teori analisis kontras kemudian bergeser pada pendekatan lain, yaitu analisis eror dan juga bahasa antara.

(38)

2.1.4.2 Analisis Eror

Teori pemerolehan bahasa kedua berkembang untuk mengkritisi mengenai eror yang dibuat oleh pemelajar. Maier (2010) menyebut bahwa pada tahun 1950-1960, eror dianggap sebagai sesuatu yang harus dieliminasi. Pandangan ini berubah ketika Corder (1967) mempublikasikan artikel yang berjudul “The

significance of Learner’s Errors”. Corder menganggap eror sebagai suatu alat

dimana linguis dapat merekonstruksi pengetahuan pemelajar. Eror tidak lagi dilihat sebagai suatu kesalahan yang harus dihindari oleh pemelajar.

Melalui analisis eror, peneliti dalam melihat perkembangan proses pemerolehan bahasa pemelajar. Analisis eror masuk dalam ranah psikolinguistik yang berhubungan dengan strategi yang dipakai pemelajar dalam proses pemerolehan bahasa. Analisis eror memberi penekanan terhadap identifikasi dan analisa berbagai penyimpangan berbahasa yang berbeda, serta memahami tentang bagaimana dan mengapa eror tersebut terjadi. Analisis eror memiliki suatu asumsi bahwa bahasa pemelajar merupakan suatu sistem yang dapat diprediksi seperti bahasa pertama seorang anak. Krashen (1982) mengungkapkan bahwa eror berbahasa atau developmental error dapat menjadi suatu bukti berkembangnya proses pemerolehan bahasa kedua pemelajar. Melalui analisis eror, dapat diketahui suatu faktor yang melatarbelakangi pemelajar melakukan eror tersebut.

Dalam pembelajaran bahasa kedua, perlu ditekankan definisi error yang dimaksud, yang berbeda dengan mistakes. Error yang dimaksud adalah kesalahan yang bersifat sistematis, terjadi berulang-ulang selama proses pemelajaran karena pemelajar belum menguasai bahasa target (Corder, 1981). Istilah error dapat

(39)

digantikan dengan kata eror dalam bahasa Indonesia yang menurut definisi dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan suatu nomina yang berarti kesalahan teratur yang terjadi dalam pemerolehan atau belajar bahasa. Di sisi lain,

mistakes dapat didefinisikan sebagai suatu kesalahan ucap atau slips of the tongue

(Corder, 1981). Kesalahan ini terjadi ketika pemelajar telah menguasai suatu kaidah atau aspek bahasa target, tetapi memproduksi suatu konstruksi yang salah. Dalam hal ini, pembelajar dapat mengenali bahwa konstruksi tersebut tidak tepat dan dapat memperbaikinya.

Analisis kontras dan analisis eror memiliki persamaan dalam hal produksi tetapi berbeda dalam hal investigasi. Kedua teori menganalisa eror dalam produksi bahasa yang dihasilkan oleh pemelajar, sehingga fokus ada pada produksi eror dan bukan eror dalam proses internal. Perbedaannya adalah bahwa analisis kontras cenderung membandingkan eror yang dibuat dengan membandingkan antara B1 dan B2, sedangkan analisis eror cenderung membandingkan eror yang diproduksi oleh pemelajar dengan bentuk dari B2. 2.1.4.3 Bahasa Antara

Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan eror berbahasa secara internal, Selinker mengajukan teori interlanguage atau bahasa antara. Hal ini muncul sebagai suatu istilah baru yang merupakan hasil dari penelitian berkelanjutan mengenai produksi bahasa pemelajar bahasa kedua yang disebabkan karena ketidakpuasan terhadap analisis kontras dan analisis eror. Bahasa antara memberikan penekanan pada proses bagaimana dan mengapa seseorang memproduksi eror tersebut. Teori ini juga menggeser teori psikologi pemerolehan

(40)

bahasa kedua behaviorist menjadi mentalis. Ellis (1997) menyatakan bahwa konsep bahasa antara menawarkan penjelasan umum tentang bagaimana akuisisi B2 terjadi. Hal ini menggabungkan unsur-unsur dari teori mentalis bahasa (misalnya pengertian perangkat akuisisi bahasa) dan unsur-unsur dari psikologi kognitif (misalnya strategi pembelajaran).

Istilah bahasa antara muncul pada tahun 1972 oleh Selinker dalam jurnal penelitiannya yang berisi suatu kerangka teori untuk menginterpretasikan proses pemerolehan bahasa kedua sebagai suatu proses mental serta untuk meneliti mengenai apa yang dia sebut sebagai interlanguage. Selinker (1972) mengungkapkan bahwa interlanguage atau bahasa antara merupakan "a separate

linguistic system based on the observable output which results from a learners'

attempted production of a B2 norm". Ini berarti bahwa istilah bahasa antara

merupakan suatu sistem bahasa yang independen yang merupakan suatu bentuk produksi bahasa yang dihasilkan pemelajar bahasa kedua dalam usahanya memproduksi B2. Konstruksi bahasa yang diproduksi oleh pemelajar berbeda dengan konstruksi bahasa yang dihasilkan oleh seorang penutur asli. Meskipun demikian, konstruksi bahasa yang dihasilkan memiliki karakteristik yang didapat dari B1 dan juga B2. Corder (1981) membuat ilustrasi kedudukan bahasa antara sebagai berikut:

Gambar 2.1: Sistem Bahasa Antara

(41)

Dalam penelitian ini, B1 merupakan bahasa ibu pemelajar, yaitu bahasa Inggris. Sedangkan B2 merupakan bahasa target pemelajar, yaitu bahasa Indonesia. Sistem bahasa yang diproduksi oleh pemelajar berbeda dengan sistem bahasa yang diproduksi oleh seorang penutur asli Indonesia. Lebih lanjut lagi, sistem bahasa ini juga tidak sama dengan sistem bahasa Inggris yang merupakan bahasa ibu pemelajar. Namun demikian, bahasa antara pemelajar memiliki komponen bahasa yang juga dapat dipengaruhi oleh B1 dan juga B2 sehingga posisi bahasa antara berada diantara B1 dan B2.

Bahasa antara atau interlanguage bukan satu-satunya istilah yang dipakai untuk mengungkapkan sistem bahasa yang dimiliki oleh pemelajar bahasa kedua. Menurut Frith (1978), istilah lain yang serupa juga muncul untuk menyebut

interlanguage atau bahasa antara. Nemser (1969) menyebut interlanguage dengan

istilah approximative systems, Corder (1971) dengan istilah idiosyncratic dialects, Richards dan Sampson (1973) dengan istilah learner language systems. Semua istilah tersebut memiliki gagasan bahwa sistem bahasa pemelajar bahasa kedua berkembang ke arah bahasa target melalui tahap pemerolehan selama proses belajarnya.

Nemser (1969) dalam Frith (1978) menyatakan bahwa istilah

approximative system dipakai untuk mendeskripsikan sistem bahasa yang dipakai

oleh pemelajar. Bahasa pemelajar merupakan sistem approximative, yakni penyimpangan pemelajar dari sistem bahasa B2 dalam usahanya berkomunikasi dalam B2. Sistem approximative bervariasi tergantung pada level kemampuan

(42)

pemelajar. Seperti Corder, Nemser melihat bahasa pemelajar berkembang melalui tahap pemerolehan selama proses belajarnya.

Corder (1971) dalam Maier (2010) menggambarkan bahasa pemelajar bahasa kedua sebagai suatu dialek khusus yang dia sebut sebagai idiosyncratic

dialec. Dialek ini bersifat regular, sistematis, dan bermakna. Corder beranggapan

bahwa pemelajar dengan latar belakang yang sama akan memiliki bentuk bahasa antara yang sama. Asumsi ini memberikan kemungkinan akan adanya generalisasi mengenai bahasa antara. Selain itu, proses mengajar pemelajar dalam satu waktu menjadi tidak mungkin tanpa adanya asusmsi bahwa pemelajar memiliki bahasa antara yang sama.

Dalam proses pembelajarannya, pemelajar akan mengalami suatu perkembangan bahasa yang mengarah ke bahasa target. Bahasa antara yang diproduksi melibatkan serangkaian tatabahasa B2 yang saling tumpang tindih, dimana setiap kaidah bahasa yang baru diperlajari akan saling berbagi, tetapi juga memasukkan item baru, merevisi aturan atau terkadang fossilized. Hal ini dapat diilustrasikan dalam gambar berikut:

Gambar 2.2: Perkembangan Bahasa Antara

Hipotesis mengenai bahasa antara yang penting untuk diuraikan adalah mengenai fossilizations. Fenomena fossilizations dapat menjadi bukti terkait

(43)

sistem bahasa antara pemelajar bahasa kedua. Selinker (1972) mengungkapkan fenomena ini dengan deskripsi berikut:

“linguistic items, rules, and subsystems which speakers of a particular B1 will tend to keep in their IL relative to a particular B2, no matter what the age of the learner or amount of explanation and instruction he receives in the B2”.

(Selinker, 1972: 215).

Hal ini berarti bahwa fonologi, morfologi, maupun fitur sintaksis dalam bahasa yang diproduksi oleh pembelajar bahasa kedua yang telah belajar dalam jangka waktu yang lama tetap akan berbeda dari penutur asli. Bentuk fossilized ini merupakan suatu bentuk bahasa antara ketika proses pemerolehan telah terhenti sebelum B2 dikuasai. Fossillization dapat terjadi di semua sub sistem linguistik. Penutur dengan bahasa ibu yang berbeda akan cenderung memiliki karakteristik

fossilized yang berbeda. Selinker dalam Ellis (1997), menngungkapkan bahwa

hanya 5 % pemelajar yang dapat berlanjut dan berkembang seperti mental grammar seorang penutur asli. Istilah backsliding dipakai untuk menyebut pemelajar yang berhenti berkembang dalam proses pemerolehan bahasanya.

Penelitian mengenai adanya fossilization dalam pemelajaran bahasa kedua mengundang para peneliti untuk menguji kebenarannya. Fauziati (2011) melakukan penelitian untuk menguji fossilization pemelajar bahasa kedua, bahasa Inggris. Sumber data diambil dari eror kaidah bahasa yang diproduksi pemelajar sebelum diberikan instruksi, setelah diberikan sebulan instruksi dan setelah dua bulan instruksi pembelajaran. Karena adanya instruksi pembelajaran, eror yang diproduksi berubah. Eror yang fluktuatif cenderung tidak stabil dan eror yang stabil menjadi tidak stabil. Fauziati menyimpulkan bahwa eror tata bahasa pemelajar bersifat dinamis, dan bukan fossilzed.

(44)

Bentuk bahasa pemelajar yang fossilized memperkuat anggapan bahwa pemerolehan bahasa kedua tidak dapat mencapai kriteria sempurna seperti pada proses pemerolehan bahasa ibu oleh seorang anak. Bentuk fossilized bahasa pemelajar dapat terjadi karena beberapa proses dimana pemelajar memproduksi bahasa antara. Selinker (1972) memaparkan lima proses utama munculnya bahasa antara pemelajar, yaitu language transfer, transfer of training, strategies of

second language learning, second language communication dan juga

overgeneralization.

1. Language transfer

Language transfer berkaitan dengan bentuk bahasa antara yang dihasilkan

dari proses transfer B1 pemelajar. Gagasan ini sama seperti apa yang diusulkan dalam analisis kontras. Pemelajar memakai B1 sebagai sumber untuk membuat sistem bahasa baru, khususnya ini terjadi pada tahap awal proses pembelajaran B2. Selinker (1972) mengungkapkan bahwa elemen bahasa, kaidah dan pola yang muncul dalam bahasa antara pemelajar merupakan hasill dari B1. Hal ini tentunya tidak mudah bagi pemelajar untuk menghilangkan sistem bahasa yang telah dikuasai dalam B1 dalam proses pembelajaran B2, khususnya apabila B1 dan B2 memiliki aturan yang berbeda.

Dalam pembelajaran BIPA, language transfer ini dapat terlihat apabila B1 dan B2 memiliki kaidah atau aturan bahasa yang berbeda. Misalnya, pemelajar dengan B1 bahasa Inggris akan kesulitan dalam menyusun urutan kata menjadi suatu frasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Pemelajar yang belum menguasai kaidah konstruksi frasa bahasa Indonesia akan menggunakan kaidah

(45)

urutan frasa dalam bahasa Inggris. Hal ini mendorong munculnya konstruksi frasa yang tidak sesuai karena adanya pembalikan urutan kata.

2. Transfer of training

Cara pemelajar memperoleh pengetahuan dalam pembelajaran bahasa kedua juga dapat mendorong munculnya beberapa fitur bahasa antara tertentu. Hal ini dapat terjadi ketika pemelajar belajar dari seorang tutor atau dari suatu text

book dimana latihan atau informasi yang ada tidak lengkap. Pemelajar akan

mengalami kesulitan dan cenderung memproduksi eror ketika harus memproduksi sistem bahasa tertentu yang tidak ditemukan dalam proses latihan sebelumnya. Selinker (1972) mengungkapkan bahwa elemen bahasa, kaidah dan pola dalam bahasa antara pemelajar dapat muncul sebagai suatu hasil dari prosedur pengajaran.

3. Strategies of second language learning

Pendekatan yang dipakai oleh pemelajar ketika mencoba untuk belajar dan menguasai B2 dapat memunculkan suatu elemen bahasa antara tertentu. Hal ini dapat beragam, bisa dengan membaca sebuah buku, menghafalkan kosakata, belajar tata bahasa, maupun berteman dengan penutur asli B2. Selinker (1972) mendeskripsikan hal ini sebagai suatu pendekatan pemelajar dalam mempelajari suatu item dalam bahasa target. Ellis (1997) mengungkapkan bahwa pemelajar akan memakai strategi pemelajaran yang beragam untuk mengembangkan bahasa antara mereka. Beragam eror yang diproduksi oleh pemelajar merefleksikan strategi belajar mereka. Misalnya: omission error merefleksikan bahwa

(46)

pembelajar menyederhanakan tugas dengan mengindahkan fitur kaidah bahasa yang belum dapat dicerna.

4. Strategies of second language communication

Cara pemelajar meengungkapkan makna dalam rangka berkomunikasi dengan penutur asli dapat menimbulkan suatu bentuk elemen bahasa tertentu. Hal ini biasanya muncul ketika pemelajar ingin menyampaikan suatu maksud, konsep atau ide dalam B2 tetapi tidak memiliki bekal linguistik yang mencukupi. Selinker (1972) menyebut strategi ini sebagai suatu pendekatan pemelajar dalam berkomunikasi dengan penutur asli bahasa target.

5. Overgeneralization of B2 linguistic material

Overgeneralization atau generalisasi berlebih dalam pembelajaran bahasa

kedua terjadi ketika pemelajar dapat memahami kaidah B2 secara umum, tetapi tidak mengetahui adanya bentuk pengecualian tertentu. Hal ini mendorong pemelajar untuk mengkonstruksi suatu bahasa dalam B2 pada suatu situasi dimana penutur asli tidak akan memakai itu. Konstruksi yang dihasilkan pemelajar tidak berterima dalam bahasa target.

Bukti lain dari bahasa antara adalah adanya eror. Eror yang dimaksud merujuk pada eror kompetensi. Ellis (1997) mengungkapkan bahwa eror kompetensi bersifat sistematis sehingga hal ini dapat menjadi suatu representasi dari sistem bahasa antara pemelajar. Eror yang bukan karena kompetensi merupakan suatu kesalahan. Kesalahan ini bersifat tidak sistematis dan cenderung dikoreksi sendiri oleh pemelajar. Di sisi lain, eror tidak dapat dikoreksi oleh pemelajar karena hal tersebut merupakan suatu sistem dasar, yakni sistem bahasa

(47)

antara. Bagi pemelajar, sistem dasar ini bersifat sistematis. Oleh karena itu, linguistik menyebut bahwa eror bersifat sistematis dan benar dalam sistem bahasa antara pemelajar.

Deni, Fahriany, & Dewi (2020) melakukan suatu studi kasus untuk mengetahui pola bahasa antara seorang pemelajar bahasa Inggris dalam pemakaian verb tense, khususnya simple present tense dan simple past tense. Data dalam penelitian ini diambil dari wawancara semi terstruktur serta dokumen yang berupa jurnal sehari-hari yang ditulis pemelajar. Hasil dari penelitian ini berupa empat pola bahasa-antara yang mencerminkan suatu sistem bahasa baru, yang berbeda dari bahasa ibu dan bahasa target. Selain itu, Whardani, A., & Margana, M. (2019) juga melakukan penelitian serupa. Data diperoleh dari 20 tulisan pemelajar mengenai teks recount. Peneliti mengidentifikasi kesalahan bahasa yang menjadi bukti adanya bahasa antara sebagai sebuah sistem. Peneliti menyebutkan bahwa kesalahan bahasa ini terjadi karena adanya

overgeneralization, strategi belajar dan transfer bahasa ibu.

Bentuk-bentuk bahasa antara yang diproduksi oleh pemelajar bahasa kedua menunjukkan suatu karakteristik tertentu. Beberapa karakter yang seringkali diungkapkan adalah bahwa bahasa antara pemelajar bersifat permeable, dinamis dan sistematis. Karakteristik ini dapat diketahui dari hasil analisis produksi bahasa pemelajar selama proses pembelajarannya.

Karakter permeable berarti bahwa pengetahuan pemelajar dalam sistem bahasa antara terbuka akan adanya perubahan. Dalam proses pembelajaran bahasa kedua, pemelajar dipengaruhi oleh input eksternal dan juga input internal. Input

(48)

eksternal berupa input bahasa kedua dan juga stimulus. Input internal merupakan proses mental yang terjadi dalam diri pebelajar dalam proses membentuk suatu sistem bahasa tertentu. Ellis (1997) mengungkapkan dalam hipotesis bahasa antara, bahwa kaidah kebahasaan pemelajar terbuka untuk pengaruh dari luar (melalui input) dan juga dari dalam. Istilah omission, overgeneralization dan

transfer errors menjadi bukti dari proses internal.

Karakter dinamis yang dimaksudkan dalam bahasa antara berarti bahwa sistem bahasa pemelajar berubah secara konstan. Bahasa antara pemelajar secara perlahan berubah seiring proses pemelajar mengeksplorasi bentuk baru dalam B2. Ketika pemelajar menemukan suatu sistem baru, pemelajar dapat membuat suatu revisi sistem bahasa yang sudah ada, kemudian beradaptasi pada sistem B2. Hal ini membuat produksi bahasa antara yang berubah. Selinker dalam Corder (1981) mengungkapkan bahwa sistem bahasa antara merupakan suatu produk dari proses psikolinguistik dari interaksi antara dua sistem bahasa, yaitu bahasa ibu dan bahasa target. Hal ini juga berkaitan dengan apa yang disebut dengan continuum dimana terdapat suatu perubahan sistem atau restrukturisasi aspek linguistik dari bahasa antara menjadi sistem yang sesuai dengan bahasa target. Ellis (1997) menyebuat bahwa bahasa antara pemelajar bersifat transitional. Pemelajar mengubah kaidah lama ke kaidah lain dengan menambahkan, menghilangkan dan juga merekonstruksi keseluruhan sistem. Hal ini menghasilkan apa yang disebut dengan language continuum. Pemelajar mengkonstruksi serangkaian mental

grammar atau bahasa antara yang secara bertahap semakin kompleks dan

(49)

Meskipun bahasa antara berubah, aturan dasar mengenai bahasa antara pemelajar dapat diprediksi. Bahasa antara memuat eror yang memiliki sifat sistematis. Selinker dalam Song (2012) menyatakan bahwa bahasa antara bersifat sistematis dan dapat diprediksi. Bagaimana pemelajar memproduksi bahasa antara dapat diprediksi berdasarkan aturan tertentu yang mereka pilih. Sistem bahasa yang dikonstruksi oleh pemelajar besifat sistematis dan bukan merupakan suatu aturan atau item yang random. Eror yang diproduksi oleh pemelajar memiliki pola yang konsisten dalam suatu waktu tertentu. Eror yang dimaksud adalah eror kompetensi, yakni eror yang dihasilkan oleh pengetahuan dan pemahaman pemelajar terkait bahasa target. Corder (1981) mengungkapkan bahwa eror ini dapat memberikan bukti terkait sistem bahasa yang dipakai oleh pemelajar dalam suatu waktu tertentu dalam proses belajarnya.

Ellis (1997) memaparkan bahwa beberapa peneliti telah mengkalim bahwa sistem yang dikonstruksi oleh pemelajar terdiri dari aturan yang beragam. Mereka beranggapan bahwa pengetahuan pemelajar mengenai kaidah bahasa akan saling berkompetisi dalam setiap proses perkembangannya. Tetapi disisi lain, beberapa peneliti berpendapat bahwa sistem bahasa antara bersifat homogen, dan variabilitas yang ditemukan merupakan suatu refleksi dari kesalahan yang dibuat pemelajar ketika mencoba menggunakan pengetahuannya untuk berkomunikasi. Peneliti melihat variabilitas sebagai suatu aspek performa dan bukan suatu kompetensi. Premis bahwa sistem bahasa antara bersifat variatif masih diperdebatkan.

Gambar

Tabel 2.1 Perbandingan Rumusan Tingkat Kelas Bahasa Menurut CEFR dan APPBIPA  APPBIPA  juga  telah  merumuskan  kompetensi  beserta  indikator  untuk  masing-masing  kompetensi
Tabel 2.2 Rangkuman Kompetensi Jenis Kata Pemelajar BIPA Tingkat Pemula  Berdasarkan rangkuman tersebut, dapat dilihat bahwa jenis kata yang seharusnya  dikuasai  oleh  seorang  pemelajar  pemula  adalah  kata  ganti  orang,  kata  bilangan  tingkat,  kata
Gambar 2.1: Sistem Bahasa Antara
Gambar 2.2: Perkembangan Bahasa Antara
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kajian pemerolehan bahasa anak pada kasus Kukuh Arya Renanto dalam penelitian ini mempunyai dua tujuan: (a) mendeskripsikan pemerolehan kata ulang bahasa Indonesia sebagai

PEMBELAJARAN MENULIS KARANGAN DESKRIPTIF MELALUI MEDIA LAGU BAGI PEMBELAJAR BIPA.. (Studi Kasus Terhadap Pembelajar BIPA Tingkat Menengah di Balai

Kajian pemerolehan bahasa anak pada kasus Kukuh Arya Renanto dalam penelitian ini mempunyai dua tujuan: (a) mendeskripsikan pemerolehan kata ulang bahasa Indonesia sebagai

Tujuan tersebut yaitu (1) menjelaskan bentuk-bentuk dan kecenderungan kesalahan sintaksis pembelajar bahasa tulis BIPA level akademik, (2) menjelaskan faktor penyebab

Relevansi penelitian pertama dengan penelitian “ Pengembangan Media Word Square Bergambar untuk Memperkaya Kosakata Bahasa Indonesia bagi Pemelajar BIPA Tingkat

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan (1) bentuk tindak tutur ekspresif yang dilakukan oleh pembelajar BIPA di UPT Bahasa UNS, (2) bentuk

Dengan mengetahui kesulitan pelafalan konsonan bahasa Indonesia yang dialami oleh pembelajar BIPA asal Tiongkok, diharapkan adanya penyesuaian materi dan metode pengajaran

Tesis yang berjudul “DAMPAK PENGUASAAN KOSAKATA TERHADAP BAHASA TULIS PEMBELAJAR BIPA TINGKAT DASAR (STUDI KASUS DI UPT BAHASA UNIVERSITAS SEBELAS MARET)”2. ini adalah karya