• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

2.1.3 Pemelajar BIPA Australia

2.1.4.2 Analisis Eror

Teori pemerolehan bahasa kedua berkembang untuk mengkritisi mengenai eror yang dibuat oleh pemelajar. Maier (2010) menyebut bahwa pada tahun 1950-1960, eror dianggap sebagai sesuatu yang harus dieliminasi. Pandangan ini berubah ketika Corder (1967) mempublikasikan artikel yang berjudul “The

significance of Learner’s Errors”. Corder menganggap eror sebagai suatu alat

dimana linguis dapat merekonstruksi pengetahuan pemelajar. Eror tidak lagi dilihat sebagai suatu kesalahan yang harus dihindari oleh pemelajar.

Melalui analisis eror, peneliti dalam melihat perkembangan proses pemerolehan bahasa pemelajar. Analisis eror masuk dalam ranah psikolinguistik yang berhubungan dengan strategi yang dipakai pemelajar dalam proses pemerolehan bahasa. Analisis eror memberi penekanan terhadap identifikasi dan analisa berbagai penyimpangan berbahasa yang berbeda, serta memahami tentang bagaimana dan mengapa eror tersebut terjadi. Analisis eror memiliki suatu asumsi bahwa bahasa pemelajar merupakan suatu sistem yang dapat diprediksi seperti bahasa pertama seorang anak. Krashen (1982) mengungkapkan bahwa eror berbahasa atau developmental error dapat menjadi suatu bukti berkembangnya proses pemerolehan bahasa kedua pemelajar. Melalui analisis eror, dapat diketahui suatu faktor yang melatarbelakangi pemelajar melakukan eror tersebut.

Dalam pembelajaran bahasa kedua, perlu ditekankan definisi error yang dimaksud, yang berbeda dengan mistakes. Error yang dimaksud adalah kesalahan yang bersifat sistematis, terjadi berulang-ulang selama proses pemelajaran karena pemelajar belum menguasai bahasa target (Corder, 1981). Istilah error dapat

digantikan dengan kata eror dalam bahasa Indonesia yang menurut definisi dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan suatu nomina yang berarti kesalahan teratur yang terjadi dalam pemerolehan atau belajar bahasa. Di sisi lain,

mistakes dapat didefinisikan sebagai suatu kesalahan ucap atau slips of the tongue

(Corder, 1981). Kesalahan ini terjadi ketika pemelajar telah menguasai suatu kaidah atau aspek bahasa target, tetapi memproduksi suatu konstruksi yang salah. Dalam hal ini, pembelajar dapat mengenali bahwa konstruksi tersebut tidak tepat dan dapat memperbaikinya.

Analisis kontras dan analisis eror memiliki persamaan dalam hal produksi tetapi berbeda dalam hal investigasi. Kedua teori menganalisa eror dalam produksi bahasa yang dihasilkan oleh pemelajar, sehingga fokus ada pada produksi eror dan bukan eror dalam proses internal. Perbedaannya adalah bahwa analisis kontras cenderung membandingkan eror yang dibuat dengan membandingkan antara B1 dan B2, sedangkan analisis eror cenderung membandingkan eror yang diproduksi oleh pemelajar dengan bentuk dari B2. 2.1.4.3 Bahasa Antara

Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan eror berbahasa secara internal, Selinker mengajukan teori interlanguage atau bahasa antara. Hal ini muncul sebagai suatu istilah baru yang merupakan hasil dari penelitian berkelanjutan mengenai produksi bahasa pemelajar bahasa kedua yang disebabkan karena ketidakpuasan terhadap analisis kontras dan analisis eror. Bahasa antara memberikan penekanan pada proses bagaimana dan mengapa seseorang memproduksi eror tersebut. Teori ini juga menggeser teori psikologi pemerolehan

bahasa kedua behaviorist menjadi mentalis. Ellis (1997) menyatakan bahwa konsep bahasa antara menawarkan penjelasan umum tentang bagaimana akuisisi B2 terjadi. Hal ini menggabungkan unsur-unsur dari teori mentalis bahasa (misalnya pengertian perangkat akuisisi bahasa) dan unsur-unsur dari psikologi kognitif (misalnya strategi pembelajaran).

Istilah bahasa antara muncul pada tahun 1972 oleh Selinker dalam jurnal penelitiannya yang berisi suatu kerangka teori untuk menginterpretasikan proses pemerolehan bahasa kedua sebagai suatu proses mental serta untuk meneliti mengenai apa yang dia sebut sebagai interlanguage. Selinker (1972) mengungkapkan bahwa interlanguage atau bahasa antara merupakan "a separate

linguistic system based on the observable output which results from a learners'

attempted production of a B2 norm". Ini berarti bahwa istilah bahasa antara

merupakan suatu sistem bahasa yang independen yang merupakan suatu bentuk produksi bahasa yang dihasilkan pemelajar bahasa kedua dalam usahanya memproduksi B2. Konstruksi bahasa yang diproduksi oleh pemelajar berbeda dengan konstruksi bahasa yang dihasilkan oleh seorang penutur asli. Meskipun demikian, konstruksi bahasa yang dihasilkan memiliki karakteristik yang didapat dari B1 dan juga B2. Corder (1981) membuat ilustrasi kedudukan bahasa antara sebagai berikut:

Gambar 2.1: Sistem Bahasa Antara

Dalam penelitian ini, B1 merupakan bahasa ibu pemelajar, yaitu bahasa Inggris. Sedangkan B2 merupakan bahasa target pemelajar, yaitu bahasa Indonesia. Sistem bahasa yang diproduksi oleh pemelajar berbeda dengan sistem bahasa yang diproduksi oleh seorang penutur asli Indonesia. Lebih lanjut lagi, sistem bahasa ini juga tidak sama dengan sistem bahasa Inggris yang merupakan bahasa ibu pemelajar. Namun demikian, bahasa antara pemelajar memiliki komponen bahasa yang juga dapat dipengaruhi oleh B1 dan juga B2 sehingga posisi bahasa antara berada diantara B1 dan B2.

Bahasa antara atau interlanguage bukan satu-satunya istilah yang dipakai untuk mengungkapkan sistem bahasa yang dimiliki oleh pemelajar bahasa kedua. Menurut Frith (1978), istilah lain yang serupa juga muncul untuk menyebut

interlanguage atau bahasa antara. Nemser (1969) menyebut interlanguage dengan

istilah approximative systems, Corder (1971) dengan istilah idiosyncratic dialects, Richards dan Sampson (1973) dengan istilah learner language systems. Semua istilah tersebut memiliki gagasan bahwa sistem bahasa pemelajar bahasa kedua berkembang ke arah bahasa target melalui tahap pemerolehan selama proses belajarnya.

Nemser (1969) dalam Frith (1978) menyatakan bahwa istilah

approximative system dipakai untuk mendeskripsikan sistem bahasa yang dipakai

oleh pemelajar. Bahasa pemelajar merupakan sistem approximative, yakni penyimpangan pemelajar dari sistem bahasa B2 dalam usahanya berkomunikasi dalam B2. Sistem approximative bervariasi tergantung pada level kemampuan

pemelajar. Seperti Corder, Nemser melihat bahasa pemelajar berkembang melalui tahap pemerolehan selama proses belajarnya.

Corder (1971) dalam Maier (2010) menggambarkan bahasa pemelajar bahasa kedua sebagai suatu dialek khusus yang dia sebut sebagai idiosyncratic

dialec. Dialek ini bersifat regular, sistematis, dan bermakna. Corder beranggapan

bahwa pemelajar dengan latar belakang yang sama akan memiliki bentuk bahasa antara yang sama. Asumsi ini memberikan kemungkinan akan adanya generalisasi mengenai bahasa antara. Selain itu, proses mengajar pemelajar dalam satu waktu menjadi tidak mungkin tanpa adanya asusmsi bahwa pemelajar memiliki bahasa antara yang sama.

Dalam proses pembelajarannya, pemelajar akan mengalami suatu perkembangan bahasa yang mengarah ke bahasa target. Bahasa antara yang diproduksi melibatkan serangkaian tatabahasa B2 yang saling tumpang tindih, dimana setiap kaidah bahasa yang baru diperlajari akan saling berbagi, tetapi juga memasukkan item baru, merevisi aturan atau terkadang fossilized. Hal ini dapat diilustrasikan dalam gambar berikut:

Gambar 2.2: Perkembangan Bahasa Antara

Hipotesis mengenai bahasa antara yang penting untuk diuraikan adalah mengenai fossilizations. Fenomena fossilizations dapat menjadi bukti terkait

sistem bahasa antara pemelajar bahasa kedua. Selinker (1972) mengungkapkan fenomena ini dengan deskripsi berikut:

“linguistic items, rules, and subsystems which speakers of a particular B1 will tend to keep in their IL relative to a particular B2, no matter what the age of the learner or amount of explanation and instruction he receives in the B2”.

(Selinker, 1972: 215).

Hal ini berarti bahwa fonologi, morfologi, maupun fitur sintaksis dalam bahasa yang diproduksi oleh pembelajar bahasa kedua yang telah belajar dalam jangka waktu yang lama tetap akan berbeda dari penutur asli. Bentuk fossilized ini merupakan suatu bentuk bahasa antara ketika proses pemerolehan telah terhenti sebelum B2 dikuasai. Fossillization dapat terjadi di semua sub sistem linguistik. Penutur dengan bahasa ibu yang berbeda akan cenderung memiliki karakteristik

fossilized yang berbeda. Selinker dalam Ellis (1997), menngungkapkan bahwa

hanya 5 % pemelajar yang dapat berlanjut dan berkembang seperti mental grammar seorang penutur asli. Istilah backsliding dipakai untuk menyebut pemelajar yang berhenti berkembang dalam proses pemerolehan bahasanya.

Penelitian mengenai adanya fossilization dalam pemelajaran bahasa kedua mengundang para peneliti untuk menguji kebenarannya. Fauziati (2011) melakukan penelitian untuk menguji fossilization pemelajar bahasa kedua, bahasa Inggris. Sumber data diambil dari eror kaidah bahasa yang diproduksi pemelajar sebelum diberikan instruksi, setelah diberikan sebulan instruksi dan setelah dua bulan instruksi pembelajaran. Karena adanya instruksi pembelajaran, eror yang diproduksi berubah. Eror yang fluktuatif cenderung tidak stabil dan eror yang stabil menjadi tidak stabil. Fauziati menyimpulkan bahwa eror tata bahasa pemelajar bersifat dinamis, dan bukan fossilzed.

Bentuk bahasa pemelajar yang fossilized memperkuat anggapan bahwa pemerolehan bahasa kedua tidak dapat mencapai kriteria sempurna seperti pada proses pemerolehan bahasa ibu oleh seorang anak. Bentuk fossilized bahasa pemelajar dapat terjadi karena beberapa proses dimana pemelajar memproduksi bahasa antara. Selinker (1972) memaparkan lima proses utama munculnya bahasa antara pemelajar, yaitu language transfer, transfer of training, strategies of

second language learning, second language communication dan juga

overgeneralization.

1. Language transfer

Language transfer berkaitan dengan bentuk bahasa antara yang dihasilkan

dari proses transfer B1 pemelajar. Gagasan ini sama seperti apa yang diusulkan dalam analisis kontras. Pemelajar memakai B1 sebagai sumber untuk membuat sistem bahasa baru, khususnya ini terjadi pada tahap awal proses pembelajaran B2. Selinker (1972) mengungkapkan bahwa elemen bahasa, kaidah dan pola yang muncul dalam bahasa antara pemelajar merupakan hasill dari B1. Hal ini tentunya tidak mudah bagi pemelajar untuk menghilangkan sistem bahasa yang telah dikuasai dalam B1 dalam proses pembelajaran B2, khususnya apabila B1 dan B2 memiliki aturan yang berbeda.

Dalam pembelajaran BIPA, language transfer ini dapat terlihat apabila B1 dan B2 memiliki kaidah atau aturan bahasa yang berbeda. Misalnya, pemelajar dengan B1 bahasa Inggris akan kesulitan dalam menyusun urutan kata menjadi suatu frasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Pemelajar yang belum menguasai kaidah konstruksi frasa bahasa Indonesia akan menggunakan kaidah

urutan frasa dalam bahasa Inggris. Hal ini mendorong munculnya konstruksi frasa yang tidak sesuai karena adanya pembalikan urutan kata.

2. Transfer of training

Cara pemelajar memperoleh pengetahuan dalam pembelajaran bahasa kedua juga dapat mendorong munculnya beberapa fitur bahasa antara tertentu. Hal ini dapat terjadi ketika pemelajar belajar dari seorang tutor atau dari suatu text

book dimana latihan atau informasi yang ada tidak lengkap. Pemelajar akan

mengalami kesulitan dan cenderung memproduksi eror ketika harus memproduksi sistem bahasa tertentu yang tidak ditemukan dalam proses latihan sebelumnya. Selinker (1972) mengungkapkan bahwa elemen bahasa, kaidah dan pola dalam bahasa antara pemelajar dapat muncul sebagai suatu hasil dari prosedur pengajaran.

3. Strategies of second language learning

Pendekatan yang dipakai oleh pemelajar ketika mencoba untuk belajar dan menguasai B2 dapat memunculkan suatu elemen bahasa antara tertentu. Hal ini dapat beragam, bisa dengan membaca sebuah buku, menghafalkan kosakata, belajar tata bahasa, maupun berteman dengan penutur asli B2. Selinker (1972) mendeskripsikan hal ini sebagai suatu pendekatan pemelajar dalam mempelajari suatu item dalam bahasa target. Ellis (1997) mengungkapkan bahwa pemelajar akan memakai strategi pemelajaran yang beragam untuk mengembangkan bahasa antara mereka. Beragam eror yang diproduksi oleh pemelajar merefleksikan strategi belajar mereka. Misalnya: omission error merefleksikan bahwa

pembelajar menyederhanakan tugas dengan mengindahkan fitur kaidah bahasa yang belum dapat dicerna.

4. Strategies of second language communication

Cara pemelajar meengungkapkan makna dalam rangka berkomunikasi dengan penutur asli dapat menimbulkan suatu bentuk elemen bahasa tertentu. Hal ini biasanya muncul ketika pemelajar ingin menyampaikan suatu maksud, konsep atau ide dalam B2 tetapi tidak memiliki bekal linguistik yang mencukupi. Selinker (1972) menyebut strategi ini sebagai suatu pendekatan pemelajar dalam berkomunikasi dengan penutur asli bahasa target.

5. Overgeneralization of B2 linguistic material

Overgeneralization atau generalisasi berlebih dalam pembelajaran bahasa

kedua terjadi ketika pemelajar dapat memahami kaidah B2 secara umum, tetapi tidak mengetahui adanya bentuk pengecualian tertentu. Hal ini mendorong pemelajar untuk mengkonstruksi suatu bahasa dalam B2 pada suatu situasi dimana penutur asli tidak akan memakai itu. Konstruksi yang dihasilkan pemelajar tidak berterima dalam bahasa target.

Bukti lain dari bahasa antara adalah adanya eror. Eror yang dimaksud merujuk pada eror kompetensi. Ellis (1997) mengungkapkan bahwa eror kompetensi bersifat sistematis sehingga hal ini dapat menjadi suatu representasi dari sistem bahasa antara pemelajar. Eror yang bukan karena kompetensi merupakan suatu kesalahan. Kesalahan ini bersifat tidak sistematis dan cenderung dikoreksi sendiri oleh pemelajar. Di sisi lain, eror tidak dapat dikoreksi oleh pemelajar karena hal tersebut merupakan suatu sistem dasar, yakni sistem bahasa

antara. Bagi pemelajar, sistem dasar ini bersifat sistematis. Oleh karena itu, linguistik menyebut bahwa eror bersifat sistematis dan benar dalam sistem bahasa antara pemelajar.

Deni, Fahriany, & Dewi (2020) melakukan suatu studi kasus untuk mengetahui pola bahasa antara seorang pemelajar bahasa Inggris dalam pemakaian verb tense, khususnya simple present tense dan simple past tense. Data dalam penelitian ini diambil dari wawancara semi terstruktur serta dokumen yang berupa jurnal sehari-hari yang ditulis pemelajar. Hasil dari penelitian ini berupa empat pola bahasa-antara yang mencerminkan suatu sistem bahasa baru, yang berbeda dari bahasa ibu dan bahasa target. Selain itu, Whardani, A., & Margana, M. (2019) juga melakukan penelitian serupa. Data diperoleh dari 20 tulisan pemelajar mengenai teks recount. Peneliti mengidentifikasi kesalahan bahasa yang menjadi bukti adanya bahasa antara sebagai sebuah sistem. Peneliti menyebutkan bahwa kesalahan bahasa ini terjadi karena adanya

overgeneralization, strategi belajar dan transfer bahasa ibu.

Bentuk-bentuk bahasa antara yang diproduksi oleh pemelajar bahasa kedua menunjukkan suatu karakteristik tertentu. Beberapa karakter yang seringkali diungkapkan adalah bahwa bahasa antara pemelajar bersifat permeable, dinamis dan sistematis. Karakteristik ini dapat diketahui dari hasil analisis produksi bahasa pemelajar selama proses pembelajarannya.

Karakter permeable berarti bahwa pengetahuan pemelajar dalam sistem bahasa antara terbuka akan adanya perubahan. Dalam proses pembelajaran bahasa kedua, pemelajar dipengaruhi oleh input eksternal dan juga input internal. Input

eksternal berupa input bahasa kedua dan juga stimulus. Input internal merupakan proses mental yang terjadi dalam diri pebelajar dalam proses membentuk suatu sistem bahasa tertentu. Ellis (1997) mengungkapkan dalam hipotesis bahasa antara, bahwa kaidah kebahasaan pemelajar terbuka untuk pengaruh dari luar (melalui input) dan juga dari dalam. Istilah omission, overgeneralization dan

transfer errors menjadi bukti dari proses internal.

Karakter dinamis yang dimaksudkan dalam bahasa antara berarti bahwa sistem bahasa pemelajar berubah secara konstan. Bahasa antara pemelajar secara perlahan berubah seiring proses pemelajar mengeksplorasi bentuk baru dalam B2. Ketika pemelajar menemukan suatu sistem baru, pemelajar dapat membuat suatu revisi sistem bahasa yang sudah ada, kemudian beradaptasi pada sistem B2. Hal ini membuat produksi bahasa antara yang berubah. Selinker dalam Corder (1981) mengungkapkan bahwa sistem bahasa antara merupakan suatu produk dari proses psikolinguistik dari interaksi antara dua sistem bahasa, yaitu bahasa ibu dan bahasa target. Hal ini juga berkaitan dengan apa yang disebut dengan continuum dimana terdapat suatu perubahan sistem atau restrukturisasi aspek linguistik dari bahasa antara menjadi sistem yang sesuai dengan bahasa target. Ellis (1997) menyebuat bahwa bahasa antara pemelajar bersifat transitional. Pemelajar mengubah kaidah lama ke kaidah lain dengan menambahkan, menghilangkan dan juga merekonstruksi keseluruhan sistem. Hal ini menghasilkan apa yang disebut dengan language continuum. Pemelajar mengkonstruksi serangkaian mental

grammar atau bahasa antara yang secara bertahap semakin kompleks dan

Meskipun bahasa antara berubah, aturan dasar mengenai bahasa antara pemelajar dapat diprediksi. Bahasa antara memuat eror yang memiliki sifat sistematis. Selinker dalam Song (2012) menyatakan bahwa bahasa antara bersifat sistematis dan dapat diprediksi. Bagaimana pemelajar memproduksi bahasa antara dapat diprediksi berdasarkan aturan tertentu yang mereka pilih. Sistem bahasa yang dikonstruksi oleh pemelajar besifat sistematis dan bukan merupakan suatu aturan atau item yang random. Eror yang diproduksi oleh pemelajar memiliki pola yang konsisten dalam suatu waktu tertentu. Eror yang dimaksud adalah eror kompetensi, yakni eror yang dihasilkan oleh pengetahuan dan pemahaman pemelajar terkait bahasa target. Corder (1981) mengungkapkan bahwa eror ini dapat memberikan bukti terkait sistem bahasa yang dipakai oleh pemelajar dalam suatu waktu tertentu dalam proses belajarnya.

Ellis (1997) memaparkan bahwa beberapa peneliti telah mengkalim bahwa sistem yang dikonstruksi oleh pemelajar terdiri dari aturan yang beragam. Mereka beranggapan bahwa pengetahuan pemelajar mengenai kaidah bahasa akan saling berkompetisi dalam setiap proses perkembangannya. Tetapi disisi lain, beberapa peneliti berpendapat bahwa sistem bahasa antara bersifat homogen, dan variabilitas yang ditemukan merupakan suatu refleksi dari kesalahan yang dibuat pemelajar ketika mencoba menggunakan pengetahuannya untuk berkomunikasi. Peneliti melihat variabilitas sebagai suatu aspek performa dan bukan suatu kompetensi. Premis bahwa sistem bahasa antara bersifat variatif masih diperdebatkan.

Dokumen terkait