BAB II. PEMBAHASAN
2.6. Hambatan dan Tantangan dalam Implementasi OGI
2.6.2. Hambatan dan Tantangan Implementasi OGI di Daerah Observasi
Sementara itu, berikut ialah hambatan dan kendala dalam implementasi Open
Government yang ditemukan di daerah sampel:
2.6.2.a.Provinsi Sulawesi Selatan
Hambatan dan tantangan implementasi OGI di daerah lebih beragam dibandingkan di pusat. Menurut ACC, pemahaman aparat BP dan gakum tentang PPID dan keterbukaan informasi publik masih belum memadai. Bahkan Menurut YLBHM,PPID belum mengetahui fungsinya, bahkan tidak memahami KIP. Banyak juga OMS yang menilai bahwa hambatan dan tantangan implementasi OGI di daerah adalah kurangnya political will dari pimpinan daerah, sehingga mempengaruhi komitmen aparatur daerah untuk menjalankan OGI di SKPD masing-masing. Pemerintah daerah juga belum tegas dalam menjalankan pilar- pilar Open Government di daerah dan juga kebanyakan tidak memiliki data storage. Kopel menilai keterbukaan informasi saat ini belum sistematis dan terlembagakan secara institusi, melainkan lebih banyak berupa komitmen dari Kepala Daerah. Meskipun demikian, di sisi lain ada pula daerah yang telah menunjukkan perkembangan dalam keterbukaan seperti Kab. Bulukumba yang bahkan telah memiliki Komisi Informasi sendiri.
Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi Prov. Sulawesi Selatan menilai masalah anggaran untuk keterbukaan informasi yang masih sangat sedikit juga harus segera diselesaikan, agar anggaaran tersebut dapat menunjang implementasi OGI di Prov. Sulawesi Selatan. Pemerintah Sulawesi Selatan juga mengalami krisis SDM yang mumpuni dan berkualitas di daerah. Secara struktur kelembagaan, KI Provinsi juga memiliki masalah karena kurang begitu dikenal dibandingkan Ombudsman Kota Makassar, ORI, atau bahkan KY. Hal ini sangat disayangkan oleh ACC, karena sesungguhnya KI Provinsi adalah lembaga yang sangat strategis, berperan penting dalam menelusuri kasus dan masalah terbenturnya pemberian informasi publik yang selama ini dialami OMS dalam mengakses data.
2.6.2.b.Provinsi Sumatera Barat
Hambatan dan tantangan utama yang dihadapi Provinsi Sumatera Barat adalah pertama masih banyaknya masyarakat yang kurang peduli terhadap haknya dalam keterbukaan informasi. Kebanyakan masyarakat Provinsi Sumatera Barat masih menilai keterbukaan informasi adalah bukan urusan mereka dan tidak menguntungkan mereka. Kedua, menurut BAPPEDA Sumbar, Provinsi Sumatera Barat juga terkendala dengan kurangnya SDM untuk mengelola berbagai sistem, padahal terkadang ketika masyarakat meminta informasi, mereka biasanya meminta agar informasi tersebut diberikan secepatnya.
Ketiga, menurut Integritas dan AJI tantangan utama pemerintah dalam implementasi OGI adalah masih kurangnya pemahaman aparat PPID terkait keterbukaan informasi publik dan data juga masih banyak yang terpusat di PPID. Padahal peraturan terkait informasi yang harus diberikan atau dikecualikan sebenarnya sudah ada regulasi yang mengaturnya. Keempat dan yang paling utama adalah hambatan anggaran, terutama untuk di Kabupaten/Kota. Minimnya anggaran yang dimiliki, membuat para SKPD di Kabupaten/Kota harus memprioritaskan program-program tanggung jawab utama SKPD terkait. Selain itu, menurut Akademisi Universitas Andalas, ada celah hukum dalam implementasi keterbukaan khususnya Komisi Informasi Daerah, karena dananya dari APBD dan sekretariatnya dari Kominfo. Menurutnya jika politik anggaran tidak mendukung, KID tidak dapat berbuat apa-apa. Terlebih jika ada sengketa informasi yang berkaitan dengan Gubernur, biasanya akan ada masalah yang mempersulit posisi KI.
Kelima, berdasarkan proses wawancara mendalam, dapat disimpulkan bahwa masih banyak dari pimpinan SKPD di Provinsi Sumatera Barat yang belum memahami UU KIP 14/2008. Keenam, adanya subjektivitas dan ketidakseragaman antara tiap-tiap Kabupaten/Kota dalam menetapkan informasi yang harus diberikan dan dikecualikan. Ketujuh, banyak dari PPID-PPID yang beradi di Provinsi Sumatera Barat yang belum memiliki. Terakhir, keterbatasan fasilitas dan infrastruktur yang memadai juga menjadi suatu hambatan dari implementasi OGI di Provinsi Sumatera Barat.
2.6.2.c. Provinsi Jawa Timur
Di Provinsi Jawa Timur, hambatan dan tantangan yang dihadapi ternyata lebih sedikit dibandingkan dengan di Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Sumatera Barat walaupun hambatan dan tantangan yang ada nyaris sama antara satu provinsi dengan provinsi lainnya. KI Provinsi Jawa Timur menggarisbawahi hambatan teknis dan non-teknis yang dihadapi dalam upaya mendorong implementasi Keterbukaan Informasi Publik di Provinsi Jawa Timur, yakni:
a) Hambatan teknis yang paling banyak dikeluhkan petugas pelayanan informasi dan layanan publik adalah soal anggaran yang kurang memadai dari Dinas atau Pemerintah Daerah. Semua PPID di Kabupaten/Kota tidak dihonor, hanya Provinsi yang memperoleh honor, sementara petugas PPID Kabupaten/Kota pun memiliki tugas sehari-hari berkenaan dengan posisinya. Hambatan teknis lainnya ialah SDM yang berganti-ganti akibat mutasi dan perputaran jabatan.
b) Hambatan non-teknis adalah political will, khususnya dari Kepala Daerah untuk benar-benar menerapkan prinsip-prnsip transparansi, akuntabilitas dan partisipasi Hambatan lainnya ialah tidak adanya kesamaan SKPD di seluruh Kabupaten/Kota Jawa Timur. Ada yang Dishubkominfo, ada yang Dishub saja, sehingga yang tidak memiliki Kominfo PPID dipegang oleh Humas. Humas di Kabupaten/Kota itu Eselon III, tentunya secara struktur tidak dapat memerintahkan Eselon II. Karena itulah Kabupaten/Kota yang tidak memiliki Dinas Kominfo (PPID ada di Humas), lamban dalam mengimplementasikan keterbukaan.
2.6.2.d.Provinsi Jawa Barat
Untuk Provinsi Jawa Barat, hambatan utama yang dihadapi adalah masalah SDM yang dinilai sangat kurang kompatibeluntuk menjalankan inisiatif
Open Data. Aparat yang mengurus pun saat ini hanya dua orang. Untuk tantangan,
Pemerintah Provinsi Jawa Barat sangat perlu untuk dapat memasukkan agenda Open Government dan Open Data sebagai bagian dari Smart City. Saat ini gerakan Open Data belum menjadi fokus/prioritas, karena saat ini Kota Bandung tengah fokus pada Smart City. Tantangan lainnya adalah bagaimana mengubah mindset
pemerintah dalam menerjemahkan Smart City. Ketika berbicara Smart City, mindset yang dibangun bukanlah kolaborasi government–citizen, melainkan lebih pada penggunaan tools yang berbasis IT. Tantangan-tantangan tersebut ditambah pula dengan kurangnya resource. Kota Bandung hanya difasilitasi oleh Code for
Bandung, yang bahkan pada dasarnya ialah gerakan (bukan NGO yang mudah
memperoleh pendanaandsb.).
Diskominfo Kota Bandung dalam wawancara mendalam, menilai ada tantangan dalam irisan tugas pokok dan fungsi antara Diskominfo dengan BAPPEDA, terutama dalam pengumpulan data. BAPPEDA memang memiliki tupoksi pengumpulan data terkait perencanaan pembangunan daerah, sementara Diskominfo karena sesuai dengan amanat UU KIP. Sedangkan Diskominfo Kabupaten Garut mengatakan bahwa salah satu hambatan dalam implementasi KIP, diakui oleh Kepala Dinas Diskominfo Kabupaten Garut ialah masih adanya kekhawatiran dari aparat SKPD dan Kecamatan dalam membuka informasi, karena takut disalahgunakan dan mindset mereka masih tertutup.
Dari sudut pandang akademisi, hambatan dan tantangan dalam implementasi OGI di Provinsi Jawa Barat adalah penanggung jawab atau ujung tombak layanan informasi biasanya bukan PNS yang memang ditugaskan sebagai mestinya, melainkan pegawai kontrak. Padahal ketika harus menjelaskan berbagai hal, terutama isu strategis, mereka tidak punya kekuatan, misalnya untuk mengumpulkan informasi atau mengkonfirmasi satu isu hingga ke tingkat atas. Lebih jauh lagi menurut Akademisi Universitas Islam Bandung (UNISBA), ketika banyak yang hendak menempelkan PPID pada unit kerja yang ada (Kehumasan, dsb.), mereka merasakannya sebagai beban tambahan karena insentif yang diperoleh tidak sebanding dengan beban kerja mereka. Dari sudut pandang KI Provinsi Jawa Barat, tantangan terberat ialah PPID sudah terbentuk, namun kesadaran pemerintah untuk membuka informasi masih jauh dari yang diharapkan.