• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

2. Hambatan pelaksanaan Kurikulum Sekolah Dasar Negeri

Faktor-faktor yang menjadi penghambat pelaksanaan kurikulum SD Negeri 3 Kutabanjarnegara, antara lain :

a. Manajemen sekolah

Sekalipun memiliki banyak kelebihan pada manajemen SD Negeri 3 Kutabanjarnegara, namun tidak bisa dipungkiri bahwa ada kelemahan yang ditemukan. Kelemahan utama di bidang manajemen sekolah yang menjadi penghambat pelaksanaan kurikulum SD Negeri 3 Kutabanjarnegara adalah adanya keterbatasan anggaran yang disediakan melalui APBS.

Untuk mendukung pelaksanaan kurikulum dan pengembangan pembelajaran kontekstual secara optimal sebaiknya anggaran sekolah bisa mencukupi secara proporsional. Namun terpaksa sekolah belum mampu menyediakan sejumlah dana yang dibutuhkan. Hal ini terjadi karena kemampuan orangtua atau wali murid adalah rata-rata berstatus ekonomi menengah ke bawah. Orangtua atau wali murid belum mampu memberikan subsidi bagi sekolah secara maksimal. Sumbangan orangtua kepada sekolah hanya sebesar Rp. 10.000,00 setiap bulan. Beberapa sekolah sederajat di sekitarnya, sumbangan kepada sekolah sudah di atas Rp. 20.000,00 setiap bulan.

b. Tingkat Kesiapan Guru

Kelemahan utama di bidang kesiapan guru yang menjadi penghambat pelaksanaan kurikulum SD Negeri 3 Kutabanjarnegara yaitu :

1) Perubahan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) menjadi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dalam kurun waktu yang singkat dan cepat banyak ditanggapi oleh sebagian besar guru dengan sikap kurang antusias. Masih banyak guru yang menganggap bahwa perubahan kurikulum terjadi karena perubahan kekuasaan di pemerintah, bukan sebuah tuntutan zaman dan menyesuaikan perubahan masyarakat yang terjadi. Hal ini menjadikan sikap dan perilaku guru masih sebagaimana sebelumnya, biasa-biasa saja. Bahkan ada kesan, mungkin sebentar lagi juga kurikulum akan berubah. Jadi lebih baik menunggu perubahan kurikulum paling terakhir, sehingga mempelajarinya menjadi tidak sia-sia.

2) Sosialisasi yang singkat oleh pihak Dinas Pendidikan pada saat akan menyusun kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) menjadikan banyak guru kurang mendalami secara utuh terhadap hakikat kurikulum berbasis sekolah. Masih ditemukan sebagian besar guru memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap komponen kurikulum yang disusunnya. Terutama pemahaman terhadap visi dan misi sekolah, konsep ketuntasan belajar, dan sistem penilaian masih banyak guru yang kurang mendalami arti atau filosofinya secara utuh. Visi dan misi sekolah belum mampu menjadi kekuatan dan harapan bagi warga sekolah sehingga kurang adanya power untuk mewujudkan apa yang dicita-citakannya.

3) Sebagian besar guru di SD Negeri 3 Kutabanjarnegara berusia lebih dari 45 tahun, bahkan banyak yang mendekati usia hampir pensiun. Usia tersebut tentunya cukup berpengaruh terhadap vitalitas dan kreativitas mengembangkan model atau pendekatan pembelajaran secara bervariatif.

4) Tuntutan agar semua guru harus berijasah sarjana (strata-1) menjadikan sebagian besar guru yang belum berijasah sarjana terpaksa menempuh pendidikan kesarjanaan. Sebagian besar guru mengalami kesulitan membagi waktu secara efektif antara tugas mengembangkan kurikulum di sekolah dengan tugas perkuliahannya yang sering berbenturan waktu.

5) Kebijakan kurikulum bersifat sentralistik yang telah berlangsung cukup lama, yang memposisikan guru sebagai “tenaga tukang” yang bertugas mengoperasikan berbagai ketentuan kurikulum dari pusat, ternyata sikap guru tidak bisa seketika menyesuaikan tuntutan kurikulum berbasis sekolah yang mengedepankan otoritas dan kreativitas individu di setiap sekolah. Jeda waktu antara kesempatan mengubah kebiasaan dan tuntutan segera melaksanakan kurikulum berbasis sekolah menjadikan banyak guru melaksanakan kurikulumnya secara tidak optimal atau sekedarnya saja.

6) Penentuan standar ketuntasan minimal (KKM) belum sepenuhnya mengukur potensi sesungguhnya yang dimiliki oleh siswa. Sebagian besar guru mengalami kesulitan menentukan KKM yang harus ditetapkan di sekolahnya. Beberapa kriteria penentuan KKM dirasakan oleh guru sulit untuk diimplementasikan, misalnya tentang intake siswa bagi kelas I, tingkat kesulitan materi, tingkat kesiapan guru dan sebagainya.

c. Sarana Prasarana dan Lingkungan

Kelemahan utama di bidang sarana prasaran dan lingkungan yang menjadi penghambat pelaksanaan kurikulum SD Negeri 3 Kutabanjarnegara yaitu :

1) Belum semua buku referensi pengembangan kurikulum dimiliki oleh sekolah. Misalnya, buku pedoman penilaian, buku permendiknas tertentu, buku contoh silabus dan RPP untuk mata pelajaran tertentu, dan sebagainya. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab, antara lain :

(a) Keterbatasan jumlah buku yang diberikan oleh pemerintah sehingga tidak semua sekolah bisa menerima buku yang dimaksud.

(b) Belum semua buku yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan mudah, terutama kalau mau membeli di toko buku di kota Banjarnegara.

(c) Keterbatasan dana yang dimiliki oleh sekolah sehingga sekolah tidak mampu untuk membeli atau sekedar memfotokopinya.

Ketidaktersediaan buku referensi oleh sekolah tentunya cukup berpengaruh bagi guru dalam memahami kurikulum secara utuh. Bisa jadi, hal-hal tertentu tidak dimengerti oleh guru karena guru tersebut tidak memiliki pengetahuan yang cukup atau seharusnya diketahui. 2) Sekolah belum memiliki lemari atau rak yang khusus menyimpan dokumen

kurikulum. Masih banyak dokumen kurikulum yang dipegang oleh masing- masing guru sehingga terkesan semrawut dan tidak tertib. Pernah terjadi, saat dibutuhkan banyak dokumen yang sulit ditemukan. Beberapa alasan yang disampaikan, antara lain tertinggal di rumah, sedang dipinjam oleh guru lain, dan sebagainya.

3) Belum semua media dan alat peraga yang dimiliki sekolah memenuhi untuk semua mata pelajaran atau mencakup semua materi pelajaran yang akan diajarkan. Faktor ini menjadikan beberapa proses pembelajaran di kelas belum berjalan secara optimal.

4) Pada saat seorang guru akan melaksanakan outdoor activity, sering terjadi sumber belajar yang akan dikunjungi tidak bersedia melayaninya. Hal ini dikarenakan berbenturan dengan agenda kegiatan di sumber belajar yang akan dikunjungi.

5) Menghadirkan model di kelas saat pembelajaran sering terjadi tidak sesuai dengan jadwal yang diharapkan. Hal ini dikarenakan berbenturan dengan agenda kegiatan nara sumber yang akan diminta bisa hadir di sekolah.

3. Pemahaman guru terhadap Pembelajaran Kontekstual (CTL) sebagai pendekatan

Dokumen terkait