• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Hambatan Samping

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi penurunan kapasitas jalan adalah lajur lalu-lintas dan bahu jalan yang sempit atau halangan lainnya pada kebebasan samping. Hambatan samping juga terbukti sangat berpengaruh pada kapasitas dan kinerja jalan diantaranya; pejalan kaki, pemberhentian angkutan umum dan kendaraan lain, serta kendaraan keluar masuk dari lahan samping jalan (Oglesby, 1999).

Gangguan samping akan sangat mempengaruhi kapasitas ruas jalan. Salah satu bentuk gangguan samping yang sering dijumpai adalah aktifitas pasar yang menggunakan badan jalan. Lebar jalan yang tersita oleh aktifitas pasar tentu mengurangi kemampuan jalan tersebut dalam menampung arus kendaraan yang lewat, atau dengan kata lain terjadi penurunan kapasitas ruas jalan (Tamin, 2000). 2.2.1 Manual Kapasitas Jalan Indonesia

Penelitian di STJR S2 ITB di Bandung pada tahun 80-an menunjukkan penggunaan manual kapasitas negara barat memberikan hasil yang tidak sesuai karena komposisi lalu lintas dan perilaku pengemudi di Indonesia yang berbeda, Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) diharapkan dapat mengatasi masalah ini. Tujuan dari proyek pertama adalah untuk mengembangkan Manual Kapasitas Jalan di Indonesia pada daerah perkotaan dan semi perkotaan.

Laporan terakhir telah dikirimkan pada bulan Januari 1993, dan telah didistribusikan oleh Bina Marga sebagai standar interim. Proyek kedua di mulai Januari 1993. Tujuan dari proyek ini adalah untuk membuat Manual Kapasitas Jalan Luar Kota, yang telah dikirimkan pada tanggal 31 Agustus 1994 dalam

10 bentuk yang sesuai untuk penggabungan dengan Manual Jalan Perkotaan dari MKJI-1.

Fase ketiga proyek dimulai 17 Oktober 1994 dengan tujuan untuk menghasilkan perangkat lunak cara perhitungan manual kapasitas dan panduan rekayasa lalulintas. MKJI-3 juga meliputi diseminasi manual dan perangkat lunaknya ke seluruh Indonesia. Lingkup MKJI-3 diperluas dengan Addendum-1 (tanggal 18 Desember 1996) untuk meliputi penelitian pendahuluan metoda analisa kapasitas jaringan jalan, dan masa pelaksanaan proyek sampai dengan 28 Februari 1997. Sejumlah besar instansi pemerintah lainnya diseluruh Indonesia telah memberikan bantuan kepada proyek, demikian juga personel dari universitas dan konsultan. Manual Kapastas Jalan Indonesia ini merekam hasil akhir dari fase-fase dalam proyek MKJI, yang meliputi bab yang mencakup metoda perhitungan untuk jalan jalan perkotaan dan juga jalan luar kota. Lebih lanjut, manual petunjuk untuk perangkat lunak KAJI (Kapasitas Jalan Indonesia) yang menggunakan metode ini juga disertakan. MKJI dan manual perangkat lunak KAJI dalam bahasa Indonesia, juga telah dikirimkan secara tersendiri.

Menurut MKJI tahun 1997, hambatan samping adalah dampak terhadap perilaku lalu-lintas akibat kegiatan sisi jalan seperti pejalan kaki, penghentian angkot dan kendaraan lainnya, kendaraan masuk dan keluar sisi jalan dan kendaraan lambat. Hambatan samping dapat pula diartikan sebagai interaksi antara arus lalu-lintas dan kegiatan di samping jalan yang menyebabkan pengurangan terhadap arus jenuh di dalam pendekat.

Hambatan samping dibagi menjadi dua tingkatan, yakni tinggi dan rendah. Hambatan samping tinggi adalah besar arus berangkat pada tempat masuk dan keluar berkurang oleh karena aktifitas di sarnping jalan pada pendekat seperti angkutan umum berhenti, pejalan kaki berjalan sepanjang atau melintas pendekat, keluar-masuk halaman di samping jalan dsb, sedangkan hambatan samping rendah adalah besar arus berangkat pada tempat masuk dan keluar tidak berkurang oleh hambatan samping (MKJI, 1997).

11 2.2.2 Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia

Pedoman ini disusun dalam upaya memutakhirkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia Tahun 1997 yang telah digunakan lebih dari 12 tahun sejak diterbitkan. Beberapa pertimbangan yang disimpulkan dari pendapat dan masukan para pakar rekayasa lalu lintas dan transportasi, serta workshop permasalahan MKJI (1997) pada tahun 2009 adalah:

a. Sejak diterbitkan sampai saat ini, banyak perubahan dalam kondisi perlalulintasan dan jalan, diantaranya adalah populasi kendaraan, komposisi kendaraan, teknologi kendaraan, panjang jalan, dan regulasi tentang lalu lintas, sehingga perlu dikaji dampaknya terhadap kapasitas jalan;

b. Khususnya sepeda motor, terjadinya kenaikan porsi sepeda motor dalam arus lalu lintas yang signifikan;

c. Terdapat indikasi ketidakakuratan estimasi terhadap kenyataannya; dan d. Telah menjadi acuan baik dalam penyelenggaraan jalan maupun dalam

penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan sehingga perlu untuk secara periodik dimutakhirkan dan ditingkatkan akurasinya.

Indonesia tidak memakai langsung manual-manual kapasitas jalan yang telah ada seperti dari Britania Raya, Amerika Serikat, Australia, Jepang, sebagaimana diungkapkan dalam laporan tahap I, tahun 1993, hal ini disebabkan terutama oleh: a) komposisi lalu lintas di Indonesia yang memiliki porsi sepeda motor yang

tinggi dan dewasa ini semakin meningkat; dan

b) aturan “right of way” di simpang dan titik-titik konflik yang lain yang tidak jelas sekalipun Indonesia memiliki regulasi prioritas.

Menurut Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia tahun 2014, hambatan samping adalah kegiatan di samping segmen jalan yang berpengaruh terhadap kinerja lalu lintas. Aktifitas di samping jalan sering menimbulkan konflik yang mempengaruhi arus lalu lintas. Aktifitas tersebut, dalam sudut pandang analisis kapasitas jalan disebut dengan hambatan samping. Hambatan samping yang dipandang berpengaruh terhadap kapasitas dan kinerja jalan ada empat, yaitu:

1) Pejalan kaki;

12 3) Kendaraan lambat; dan

4) Kendaraan masuk dan keluar dari lahan di samping jalan.

Menurut Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia tahun 2014, kriteria kelas hambatan samping ditetapkan dari jumlah total nilai frekuensi kejadian setiap jenis hambatan samping yang diperhitungkan yang masing-masing telah dikalikan dengan bobotnya. Frekuensi kejadian hambatan samping dihitung berdasarkan pengamatan di lapangan untuk periode waktu satu jam di sepanjang segmen yang diamati.

2.2.3 Pengaruh Hambatan Samping Terhadap Kinerja Jalan

Menurut Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (2014), terdapat berbagai bentuk hambatan samping yang berpengaruh terhadap tingkat kinerja jalan dan kecepatan kendaraan, seperti pejalan kaki dan aktifitas penyeberang jalan, parkir kendaraan di sisi jalan, kendaraan bermotor yang keluar/masuk lahan samping jalan, serta arus kendaraan yang bergerak lambat. Berbagai bentuk hambatan samping tersebut tentunya membawa pengaruh yang berbeda terhadap arus lalu lintas di suatu ruas jalan. Berikut ini di uraikan pengaruh masing-masing bentuk hambatan samping terhadap tingkat kinerja jalan dan kecepatan kendaraan pada suatu ruas jalan:

a. Pengaruh pejalan kaki terhadap kinerja jalan

Menurut Munawar (2004), aktifitas pejalan kaki merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi nilai kelas hambatan samping, terutama pada daerah-daerah yang merupakan pusat kegiatan masyarakat. Banyaknya jumlah pejalan kaki yang menyeberang atau berjalan di samping jalan dapat menyebabkan laju kendaraan menjadi terganggu. Hal ini diperburuk oleh rendahnya tingkat kesadaran pejalan kaki untuk menggunakan fasilitas jalan yang tersedia seperti trotoar, zebra cross maupun jembatan penyeberangan.

b. Pengaruh parkir/kendaraan berhenti terhadap kinerja jalan

Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, parkir adalah keadaan kendaraan berhenti atau tidak bergerak untuk beberapa saat dan ditinggalkan pengemudinya. Pada hakikatnya, orang selalu meminimalkan usaha atau kerja untuk maksud tertentu, misalnya pengguna

13 kendaraan selalu ingin memarkir kendaraannya sedekat mungkin dengan tempat tujuannya agar tidak perlu jauh berjalan kaki, sehingga dapat dipahami apabila disekitar pusat kegiatan selalu dijumpai kendaraan yang di parkir.

c. Pengaruh akses keluar masuk jalan terhadap kinerja jalan

Banyaknya kendaraan yang keluar masuk pada samping jalan sering menimbulkan berbagai konflik pada arus lalu lintas kendaraan. Pada daerah yang padat dan memiliki aktifitas sangat tinggi, kondisi seperti itu dapat mengganggu kelancaran lalu lintas yang melewati ruas jalan tersebut (Nugrahaeni, 2009).

d. Pengaruh kendaraan lambat (kendaraan tidak bermotor) terhadap kinerja jalan Menurut Munawar (2004), banyaknya kendaraan lambat berupa sepeda, andong, becak, gerobak, yang tercampur dalam kendaraan cepat disoroti sebagai penyebab penurunan kecepatan sehingga kinerja jalan berkurang.

2.2.4 Kriteria Kelas Hambatan Samping

Hambatan samping adalah kegiatan di samping segmen jalan yang berpengaruh terhadap kinerja lalu lintas. Hambatan samping merupakan analisis yang kompleks untuk ruas jalan di Indonesia, di hampir setiap negara maju hambatan samping hanya cukup diperhitungkan dengan lebar bahu atau jarak gangguan dari tepi perkerasan. Hal ini tidak cukup untuk ruas jalan di Indonesia khususnya di perkotaan karena faktor tersebut perlu ditambah dengan jumlah pejalan kaki baik yang sejajar jalan atau yang menyeberang jalan, frekuensi kendaraan yang berhenti di badan jalan dan frekuensi kendaraan keluar masuk dari ruas jalan tersebut.

Kelas hambatan samping (KHS) ditetapkan dari jumlah total nilai frekuensi kejadian setiap jenis hambatan samping yang diperhitungkan yang masing-masing telah dikalikan dengan bobotnya. Frekuensi kejadian hambatan samping dihitung berdasarkan pengamatan di lapangan untuk periode waktu satu jam di sepanjang segmen yang diamati (Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia, 2014). Frekuensi kejadian merupakan jumlah aktifitas hambatan samping yang terjadi dalam kurun waktu penelitian. Jenis hambatan samping yang memiliki bobot yang paling tinggi adalah hambatan samping parkir dan kendaraan berhenti dengan bobot 1,0, disusul oleh kendaraan keluar masuk dari lahan samping jalan dengan bobot 0,7,

14 kemudian pejalan kaki dengan bobot 0,5, dan terakhir kendaraan lambat dengan bobot 0,4.

Pembobotan hambatan samping dan kriteria kelas hambatan samping menurut Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (2014) dapat dilihat pada tabel 2.1 dan 2.2 berikut ini.

Tabel 2.1 Pembobotan Hambatan Samping

No Jenis hambatan samping utama Bobot 1 Pejalan kaki di badan jalan dan yang menyeberang 0,5

2 Parkir dan kendaraan berhenti 1,0

3 Kendaraan keluar/masuk sisi atau lahan samping jalan 0,7 4 Arus kendaraan lambat (kendaraan tak bermotor) 0,4

Sumber: Pedoman kapasitas jalan Indonesia, 2014

Tabel 2.2 Kriteria Kelas Hambatan Samping Kelas Hambatan

Samping

Nilai frekuensi kejadian (dikedua sisi) dikali bobot

Ciri-ciri khusus Sangat rendah, SR <100 Daerah Permukiman,

tersedia jalan lingkungan (frontage

road)

Rendah, R 100 – 299 Daerah Permukiman, ada beberapa angkutan

umum (angkot). Sedang, S 300 – 499 Daerah Industri, ada

beberapa toko di sepanjang sisi jalan. Tinggi, T 500 – 899 Daerah Komersial, ada

aktifitas sisi jalan yang tinggi.

Sangat tinggi, ST >900 Daerah Komersial, ada aktifitas pasar sisi

jalan. Sumber: Pedoman kapasitas jalan Indonesia, 2014 2.3. Pasar

2.3.1 Pengertian Pasar

Pasar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti tempat orang berjual beli. Pasar terdiri dari semua pelanggan potensial yang memiliki kebutuhan atau keinginan tertentu, serta mau dan mampu turut dalam pertukaran untuk memenuhi

15 kebutuhan atau keinginan itu. Semula, istilah pasar menunjukkan tempat dimana penjual dan pembeli berkumpul untuk bertukar barang-barang mereka, misalnya di alun-alun (Abdullah,2014). Dalam Ilmu ekonomi pengertian pasar tidak harus dikaitkan dengan suatu tempat yang dinamakan pasar dalam pengertian sehari-hari. Suatu pasar dalam ilmu ekonomi adalah dimana saja terjadi transaksi antara penjual dan pembeli.

Pasar adalah tempat atau keadaan yang mempertemukan antara permintaan (pembeli) atau penawaran (penjual) untuk setiap jenis barang, jasa atau sumber daya. Pembeli meliputi konsumen yang membutuhkan barang dan jasa, sedangkan bagi industri membutuhkan tenaga kerja, modal dan barang baku produksi baik untuk memproduksi barang maupun jasa. Penjual termasuk juga untuk industri menawarkan hasil prosuk atau jasa yang diminta oleh pembeli. Pekerja menjual tenaga dan keahliannya, pemilik lahan menjual atau menyewakan asetnya, sedangkan pemilik modal menawarkan pembagian keuntungan dari kegiatan bisnis tertentu. Secara umum semua orang akan berperan ganda yaitu sebagai pembeli dan penjual.

2.3.2 Pengertian Pasar Tradisional

Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 112 Tahun 2007 mendefinisikan pasar tradisional sebagai pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar.

Sistem yang terdapat pada pasar ini dalam proses transaksi adalah pedagang melayani pembeli yang datang ke stan mereka, dan melakukan tawar menawar untuk menentukan kata sepakat pada harga dengan jumlah yang telah disepakati sebelumnya. Pasar seperti ini umumnya dapat ditemukan di kawasan permukiman agar memudahkan pembeli untuk mencapai pasar. Pasar tradisional biasanya ada dalam waktu sementara atau tetap dengan tingkat pelayanan terbatas.

16 Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2007 Pasal 5 ayat 1 dan 5 berbunyi, perkulakan hanya boleh berlokasi pada akses sistem jaringan jalan arteri atau kolektor primer atau arteri sekunder dan pasar tradisional boleh berlokasi pada setiap sistem jaringan jalan, termasuk sistem jaringan jalan lokal atau jalan lingkungan pada kawasan pelayanan bagian kota/kabupaten atau lokal atau lingkungan (perumahan) di dalam kota/kabupaten.

2.3.3 Aksesibilitas Pasar

Aksesibilitas harus memenuhi persyaratan sebagai berikut berikut (SNI 8152:2015 tentang pasar rakyat):

 Seluruh fasilitas harus bisa diakses dan dimanfaatkan oleh semua orang, termasuk penyandang cacat, dan lansia;

 Akses kendaraan bongkar muat barang, harus berada di lokasi yang tidak menimbulkan kemacetan; dan

 Pintu masuk dan sirkulasi harus disediakan untuk menjamin ketercapaian semua fasilitas di dalam pasar, baik ruang dagang maupun fasilitas umum, termasuk untuk menanggulangi bahaya kebakaran.

a. Area Parkir

Area parkir harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:  Tersedia area parkir yang proporsional dengan area pasar;

 Tersedia pemisah yang jelas antara area parkir dengan wilayah ruang dagang;  Memiliki tanda masuk dan keluar kendaraan yang jelas dan dibedakan antara

jalur masuk dan keluar;

 Area parkir dipisahkan berdasarkan jenis alat angkut, seperti: mobil, motor, sepeda, andong/delman dan/atau becak; dan

 Memiliki area yang rata, tidak menyebabkan genangan air dan mudah dibersihkan.

b. Area Bongkar Muat

Area bongkar muat sebaiknya terpisah dari tempat parkir pengunjung., khusus setelah digunakan untuk kegiatan bongkar muat hewan hidup, area yang digunakan harus dibersihkan dengan metode tertentu.

17 c. Koridor (gangway)

Koridor(gangway) harus dapat memberikan kemudahan untuk sirkulasi pedagang dan pembeli, termasuk penyandang cacat, dalam melakukan kegiatan transaksi dan keluar masuk barang dari area bongkar muat ke toko/kios, los, maupun jongko/konter/pelataran.

2.4. Sistem Jaringan Jalan

Dokumen terkait