• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jalan Bebas Hambatan

2.1.1 Sejarah Jalan Tol di Indonesia

Pada tahun 1973, pemerintah mulai membangun jalan bebas hambatan

pertama yang menghubungkan Jakarta dengan Bogor. Pembangunan jalan

tol yang dimulai pada 1973 ini dilakukan oleh pemerintah dengan dana dari

anggaran pemerintah dan pinjaman luar negeri yang diserahkan kepada PT. Jasa

Marga (Persero) Tbk sebagai penyertaan modal. Selanjutnya PT. Jasa Marga

mendapat tugas dari pemerintah untuk membangun jalan tol dengan tanah yang

pembebasannya dibiayai pemerintah.

Sejak tahun 1987 kalangan swasta mulai berpartisipasi dalam investasi

jalan tol sebagai operator jalan tol dengan menanda tangani perjanjian kuasa

pengusahaan (PKP) dengan PT. Jasa Marga. Sehingga pada tahun 1997, ruas jalan

tol yang sudah dibangun dan dioperasikan di Indonesia adalah sepanjang 553 km.

Dari total panjang jalan tol itu, 418 km dioperasikan oleh PT. Jasa Marga dan

135 km sisanya oleh swasta lain.

Pada periode tahun 1995 hingga 1997, dilakukan upaya

percepatan pembangunan jalan tol melalui tender 19 ruas jalan

tol sepanjang 762 km. Namun upaya ini terhenti akibat terjadinya krisis

moneter pada Juli tahun 1997 yang mengakibatkan pemerintah harus menunda

Akibat penundaan itu pembangunan jalan tol di Indonesia mengalami stagnasi.

Hal itu terlihat dari terbangunnya hanya 13,30 km jalan tol pada tahun 1997

hingga 2001.

Pada tahun 1998 pemerintah mengeluarkan Keppres No. 7/1998 tentang

kerja sama pemerintah dan swasta dalam penyediaan infrastruktur. Pada tahun

2002 pemerintah mengeluarkan Keppres No. 15/2002 tentang pelanjutan

proyek-proyek infrastruktur. Pemerintah juga melakukan evaluasi dan pelanjutan

terhadap pengusahaan proyek-proyek jalan tol yang tertunda.

Sejak tahun 2001 hingga 2004 terbangun empat ruas jalan dengan panjang

total 41,80 km. Pada 2004 diterbitkan Undang-undang No. 38/2004 tentang jalan

yang mengamanatkan pembentukan BPJT sebagai pengganti peran regulator

yang sebelumnya dipegang oleh PT. Jasa Marga.

2.1.2 Defenisi Jalan Bebas Hambatan

Jalan bebas hambatan atau jalan tol didefinisikan sebagai jalan untuk lalu

lintas menerus dengan pengendalian jalan masuk secara penuh, baik merupakan

jalan terbagi ataupun tak-terbagi (MKJI, 1997). Jalan Tol adalah jalan umum yang

merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang

penggunaanya diwajibkan membayar tol (Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 15 Tahun 2005) . Tol adalah sejumlah uang tertentu yang

dibayarkan untuk penggunaan jalan tol.

Ruas jalan bebas hambatan didefenisikan sebagai suatu panjang jalan

penghubung keluar dan masuk, dan mempunyai karakteristik rencana geometrik

dan arus lalu lintas yang serupa.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun

2005 pasal 6, jalan tol harus mempunyai spesifikasi:

 Tidak ada persimpangan sebidang dengan ruas jalan lain atau dengan prasarana transportasi lainnya.

 Jumlah jalan masuk dan jalan keluar ke dan dari jalan tol dibatasi secara efisien dan semua jalan masuk dan jalan keluar harus terkendali secara

penuh.

 Jarak antarsimpang susun, paling rendah 5 (lima) kilometer untuk jalan tol luar perkotaan dan paling rendah 2(dua) kilometer untuk jalan tol dalam

perkotaan.

 Jumlah lajur sekurang-kurangnya dua lajur per arah.

 Menggunakan pemisah tengah atau median.

 Lebar bahu jalan sebelah luar harus dapat dipergunakan sebagai jalur lalu-lintas sementara dalam keadaan darurat.

Penyelenggaraan jalan tol sendiri bertujuan untuk meningkatkan efisiensi

pelayanan jasa distribusi guna menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi

2.1.3 Karakteristik Jalan Bebas Hambatan

Berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Raya 1997 (MKJI, 1997), kapasitas

dan kinerja jalan bebas hambatan atau jalan tol dipengaruhi oleh 4 karakteristik,

yaitu :

1. Geometrik jalan

- Lebar Jalur Lalu Lintas : Kapasitas meningkat dengan bertambahnya

lebar jalur lalu lintas.

- Karakteristik Bahu : Kinerja pada suatu arus tertentu, akan meningkat

dengan bertambahnya lebar bahu.

- Ada atau tidak adanya Median : Median yang direncanakan dengan baik

meningkatkan kapasitas. Tetapi mungkin ada alasan lain mengapa

median tidak diinginkan, misalnya kurang tepat, kurang biaya dan

sebagainya.

- Lengkung Vertikal : Makin pegunungan medannya, melalui mana jalan

bebas hambatan lewat, makin rendah kapasitas dan kinerja pada suatu

arus tertentu.

- Lengkung Horizontal : Jalan bebas hambatan tak terbagi dengan bagian

lurus yang panjang, sedikit tikungan dan sedikit pundak bukit

memungkinkan jarak pandang lebih panjang dan penyiapan lebih mudah,

memberikan kapasitas yang lebih tinggi.

2. Volume, Komposisi, dan Pemisah Arah

- Pemisahan arah lalu lintas pada jalan bebas hambatan tak terbagi :

Kapasitas tertinggi terjadi pada jalan datar apabila pemisah arah adalah

- Komposisi Lalu Lintas : Jika volume dan kapasitas diukur dalam

kendaraan per jam, komposisi lalu lintas akan mempengaruhi kapasitas.

Meskipun demikian, dengan mengukur volume dalam satuan mobil

penumpang (smp) seperti dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

pengaruhnya tetap diperhitungkan.

3. Pengaturan Lalu Lintas

Pengendalian kecepatan maksimum dan minimum, gerakan kendaraan

berat, penanganan kejadian kendaraan yang mogok dan sebagainya akan

mempengaruhi kepasitas jalan bebas hambatan.

4. Pengemudi dan Populasi Kendaraan

Sikap pengemudi dan populasi kendaraan (umur, tenaga dan kondisi

kendaraan dalam masing-masing kelas kendaraan, sebagai mana terlihat dari

komposisi kendaraan) adalah berbeda antara berbagai daerah di Indonesia.

Kendaraan yang lebih tua dari suatu jenis tertentu, atau sikap pengemudi yang

kurang gesit menghasilkan kapasitas dan kinerja yang lebih rendah. Karena

pengaruh-pengaruh ini mungkin tidak diukur secara langsung.

2.1.4 Tipe Jalan Bebas Hambatan

Dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 (MKJI, 1997), ada 3 (tiga)

tipe jalan tol (jalan bebas hambatan ), yaitu:

1. Jalan bebas hambatan dua-lajur, dua-arah tak terbagi (MW 2/2 UD)

Keadaan dasar jalan bebas hambatan tipe ini adalah sebagai berikut :

- Lebar efektif bahu diperkeras 1,5 m pada masing-masing sisi

- Tidak ada median

- Pemisahan arah lalu lintas 50-50

- Tipe alinyemen : datar

- Kelas jarak pandang : A

2. Jalan bebas hambatan empat-lajur dua-arah terbagi (MW 4/2 D)

Keadaan dasar jalan bebas hambatan tipe ini adalah sebagai berikut :

- Lebar jalur lalu lintas 2 x 7,0 m

- Lebar efektif bahu diperkeras 3,75 m ( lebar bahu dalam 0,75 +

lebar bahu luar 3,00) untuk masing- masing jalur lalu lintas

- Ada median

- Tipe alinyemen : datar

- Kelas jarak pandang : A

3. Jalan bebas hambatan enam atau delapan-lajur terbagi (MW 6/2 D atau 8/2

D)

Jalan bebas hambatan enam atau delapan lajur terbagi dapat juga dianalisis

dengan karakteristik dasar yang sama seperti diuraikan di atas.

Dokumen terkait