• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. FUNGSI KOMUNIKASI ORANG TUA DALAM RANGKA

A. Pembentukan Karakter dan Iman Anak dalam Keluarga Katolik

2) Harapan Orang Tua Terhadap Kehidupan Anak

Sri Lestari dalam buku “Psikologi Remaja” (2012: 151-152)

mengungkapkan bahwa: setiap keluarga terdapat dua harapan utama yang muncul dari orang tua terhadap anak-anaknya yakni:pertama, orang tua mengharapkan anaknya menjadi anak yang saleh. Adapun ciri anak yang saleh yang dipaparkan oleh para orang tua adalah menjalani kehidupan sesuai dengan tuntutan agama. Kesalehan di sini tentu tidak hanya diukur dari berapa banyak kali ia berdoa, membaca Kitab Suci dan menghadiri Ekaristi, tetapi bagaimana kegiatan rohani itu menjiwai seseorang dalam hidup dan karya, bagaimana seseorang membawa semangat doa dalam praktek hidup harian. Inilah tanda kesalehan. Iamempunyai kemandirian dan kedewasaan rohani terutama dalam mengatasi pelbagai persoalan hidup. Tentunya iman menjadi filter untuk memilah-milah antara yang baik dan buruk dan memungkinkan anak hanya memilih yang baik saja (Alfonsus Sutarno,

2013: 68) ; Kedua, orang tua mengharapkan anaknya menjadi orang yang sukses ketika dewasa nanti. Kesuksesandi sini tidak hanya dimengerti sebagai sukses dalam karir, jabatan tetapi terutama sukses dalam memainkan peran sosial dalam masyarakat dengan terlibat aktif dalam kegiatan di lingkungan masyarakat jugamenjadi pribadi yang bertanggungjawab atas kehidupan pribadi dan kepentingan sosial. Kesuksesan juga bisa berarti ia mampu menghargai dan menghormati orang lain sebagai pribadi. Orang-orang yang sukses dalam kehidupan ternyata memiliki kemampuan membangun dan membina hubungan dengan orang lain. Ke sana ke mari bukan mencari lawan atau musuh, tetapi mencari teman atau jaringan kerja sebanyak-banyaknya (Syaiful Bahri Djamarah, 2014: 287)

a) Peran Orang Tua Dalam Keluarga

Menurut Sri Lestari (2012: 22), keluarga merupakan tempat yang penting bagi perkembangan anak secara fisik, emosi, spiritual, dan sosial. Karena keluarga merupakan sumber bagi kasih sayang, perlindungan, dan identitas bagi anggotanya. Keluarga menjalankan fungsi yang penting bagi keberlangsungan masyarakat dari generasi ke generasi.

Orangtua adalah pusat kehidupan, sumber kebaikan dan pengetahuan. Karena itu sebelum orangtua tampil sebagai guru, pembina, pembimbing, pemimpin, pendidik dalam membentuk kepribadian anak, ia harus tahu persis jati dirinya sehingga mampu memainkan peran-peran di atas secara benar dan tepat. Kesadaran orang tua pada jati dirinya menyadarkan mereka pada peran dan

panggilannya. Suami dan istri akan berjuang demi hidup dan masa depan anak (Alfonsus Sutarno, 2013: 60)

Dalam buku “Catholic Parenting” ada beberapa hal pokok yang menjadi jati diri suami-istri, sebagaimana diungkapkan oleh Alfonsus Sutarno (2012: 60-66). Jati diri tersebut adalah:

1) Menjadi orang tua adalah panggilan. Menjadi orang tua tidak dipandang sebagai upaya manusiawi belaka dari seorang pria dan seorang wanita, tetapi menjadi orang tua adalah panggilan Tuhan. Tuhan sendirilah yang menghendaki agar mereka menjadi orang tua. Dalam diri orang tua Allah ikut campur tangan, berencana, dan menaruh harapan. Bersama Kristus suami-istri dibimbing, diperkaya, diteguhkan dalam tugas luhur sebagai suami-istri, dan diantar menuju Allah

2) Yesus: Pola kesatuan suami-istri. Dengan berpola pada Kristus, keluarga lebih muda menemukan jalan kemanusiaan, keselamatan, dan kesucian. Suami-istri bisa bertekun mendidik anak-anak terutama di bidang keagamaan. Anak-anak ikut menguduskan orang tua dengan berterima kasih, mencintai, membantu dalam kesukaran dan kesunyian usia lanjut.

3) Suami-istri saling menyempurnakan. Persatuan suami-istri harus berakar pada kodrat saling melengkapi. Kesempurnaan sebagai pasangan suami-istri terwujud apabila sama-sama memiliki semangat berbagi, memberi, dan menerima.

4) Bangga menjadi orang tua. Mengingat martabatnya yang luhur dan suci, maka sepantasnya orang tua merasa bangga. Menjadi orang tua sebagai panggilan Allah, kehadiran Yesus sebagai pola hidup rumah tangga, dan kekuatan suami-istri untuk saling menyempurnakan adalah alasan bagi orang tua untuk bersuka-cita dengan dirinya.

b) Tugas Orang Tua Dalam Keluarga.

Alfonsus Sutarno dalam buku “Catholic Parenting” (2013: 69-73) mengungkapkan bahwa: orang tua memiliki peran sentral dalam keluarga terutama dalam proses pembentukan kepribadian dan iman anak. Orang tua tentu memiliki harapan agar anak-anak dapat bertumbuh secara seimbang dalam pelbagai aspek kehidupan jasmani, rohani, psikologis, pengetahuan dan lain-lain. Suami istri akan melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya secara tepat bila pertama-tama mereka menyadari diri, siapakah sebenarnya diri mereka, siapakah mereka di hadapan anak-anak. Suami-istri sebagai orang tua terhadap anak-anak mengenal dirinya sebagai berikut :

1) Pendidik pertama dan utama. Orang tua adalah sumber pendidikan iman, moral, pengetahuan dan ketrampilan bagi anak-anak. Peran ini melekat kuat pada diri orang tua dan merupakan suatu tanggung jawab yang tidak bisa digantikan oleh siapa pun atau institusi mana pun. Proses pendidikan sudah dilakukan orangtua terhadap anak sejak anak masih berada di dalam kandungan. Ibu sangat penting dalam memainkan peran ini.

2) Pemenuh kebutuhan dasar anak. Demi proses tumbuh-kembang anak secara optimal di bidang kesehatan jasmani, maka orang tua memperhatikan anak dari sisi pangan, pakaian, rumah, dan kesehatan. Berbagai upaya pendidikan dan pendewasaan anak bisa berjalan dengan baik jika kebutuhan utama itu terpenuhi. Kesehatan, keamanan, dan kenyamanan yang memadai bagi anak adalah syarat standar guna memudahkan upaya pendidikan anak-anak.

3) Pembimbing. Orang tua dapat membimbing anak-anak dengan baik apa bila orangtua peka terhadap anak-anak. Peka artinya mampu memahami kebutuhan, pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan anak-anak. Kepekaan ini akan memudahkan orang tua dalam mengembangkan iman, moral, pengetahuan, dan kretavitas anak. Selain itu, orang tua dapat memberikan kesempatan, arahan, atau fasilitas yang mungkin ketika anak melakukan sesuatu, menunjukkan kemampuannya dan keinginannya untuk belajar sesuatu. Sebagai pembimbing, orang tua juga perlu terbuka pada anak-anak. Orang tua bisa meminta anak untuk menyatakan hal yang telah ia ketahui atau menanyakan apa yang ingin diketahui. Sambutlah pertanyaan-pertanyaan mereka dan berikanlah anak kesempatan untuk belajar melalui kesalahan.

4) Pemimpin. Orang tua adalah pembimbing sekaligus pemimpin mesti peka membaca peluang bagi perkembangan anak di masa depan berdasarkan watak dan bakat anak.Orang tua tentu sudah harus memiliki gambaran yang pasti tentang setiap anak sehingga tahu persis dia mau dibawa kemana sehingga dapat menyiapkan “bekal perjalanan” yang memadai untuk masa depan anak -anak. Orangtua sebagai pemimpin berarti ia menjadi teladan bagi -anak.

Kata-kata, tindakan, pikiran, dan perasaan orang tua menjadi referensi atau orientasi hidup si anak. Oleh karena itu, orang tua harus menunjukan keteladanan hidup yang baik dan pantas agar kebaikkan dan kepantasan cipta, rasa, dan karsa orang tua tertular kepada anak-anak.

5) Penasihat. Menjadi penasihat adalah jiwa orang tua, di mana orang tua menjadi tempat untuk bertanya, berdiskusi, dan mengadu sang anak. Sebagai penasihat orang tua diharapkan mampu memberikan pertimbangan-pertimbangan, mencarikan solusi dan menunjukan jalan yang baik dan benar di kala anak mengalami keraguan atau kebingungan.

6) Sahabat. Menjadi sahabat berarti orang tua perlu mengenal jiwa anak dengan bermain bersama anak. Mengajari anak tentang nilai kejujuran, sportivitas, penghargaan, keteraturan hidup, dan kerja sama dengan sesama. Kemudian mengenal suasana batin anak dengan menciptakan suasana santai, riang, dan gembira.

7) Pelindung. Melindungi anak merupakan suatu keharusan, terlebih ketika anak sedang berada dalam masa sukar dan bahaya. Orang tua bisa menciptakan rasa aman dan nyaman bagi anak-anak di mana pun mereka berada.

8) Panutan. Orang tua bisa menjadi contoh yang baik dan konkret, baik dalam tutur kata, pemikiran, maupun tindakan. Keteladanan orang tua ini akan menjadi kekuatan tersendiri dalam upaya pendidikan anak.

Dokumen terkait