• Tidak ada hasil yang ditemukan

SENTANCING SYSTEM SISTEM OF PUNISMENT

2. Harmonisasi Materi/ Substansi Tindak Pidana Internal

Harmonisasi materi/substansi tindak pidana tidak hanya terkait dengan masalah kajian harmonisasi eksternal, tetapi juga kajian harmonisasi internal/ nasional. Kajian harmonisasi internal adalah kajian harmonisasi/ sinkronisasi dengan materi/ substansi tindak pidana yang telah ada atau telah diatur dalam hukum positif selama ini. Harmonisasi terhadap hukum pidana materiil dinyatakan dalam Kongres PBB X/2000 di Wina yang menyebutkan: Cybercrime atau computer related crime mencakup keseluruhan bentuk-bentuk baru dari kejahatan yang ditujukan kepada komputer, jaringan komputer dan para penggunanya, dan bentuk-bentuk kejahatan tradisional yang sekarang dilakukan dengan menggunakan bantuan peralatan komputer.100

Bantuan peralatan komputer baik secara tradisional atau yang sudah ada dalam Kriminalisasi dalam UU ITE apabila dinterplasikan sudah mencakup terhadap beberapa undang-undang positif yang ada di Indonesia sebelum diundangkannya UU ITE tersebut. Perumusan kriminalisasi dalam Undang- undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan bentuk-bentuk kriminalisasi terhadap perbuatan yang menggunakan KUHP maupun yang sudah memanfaatkan kecanggihan teknologi, sebagaimana terlihat di tabel 3 di bawah:

100

Tabel.3

Harmonisasi Kriminalisasi UU ITE dan Undang-Undang Positif101

101

http://eprints.undip.ac.id/17599/1/Philemon_Ginting.pdf, Penanggulangan Tindak

Pidana Teknologi Informasi Melalui Hukum Pidana. Pada tanggal 20 November 2010. 21.00 Wib

UU ITE UU Positif Pasal 45 ayat (1) juncto Pasal 27 Ayat (1): Pelanggaran susila Pasal 282, 283, 311,506 KUHP

Ayat (2): Perjudian Pasal 303 KUHP Ayat (3): Penghinaan atau

pencemaran nama baik

Pasal 310 Pasal 311, Pasal 207 KUHP

Ayat (4): Pemerasan atau Pengancaman

Pasal 335 dan Pasal 369 KUHP

Pasal 45 ayat (2) juncto Pasal 28

Ayat (1): Penipuan Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379, Pasal Pasal

386 dan Pasal 392 KUHP Ayat (2): Menyebarkan

informasi yang menyesatkan.

Pasal 160 dan Pasal 161 KUHP

Pasal 45 ayat (3) juncto Pasal 29: Pengancaman kekerasan

Pasal 368 KUHP

Pasal 46 juncto Pasal 30: Mengakses sistem orang lain

Pasal 167 dan Pasal 551 KUHP

Pasal 47 juncto Pasal 31: Melakukan intersepsi atau penyadapan

- Pasal 112, Pasal113, Pasal114, Pasal 322,

Pasal 323 dan Pasal 431 KUHP

- Pasal 40 jo.Pasal 56 UU No. 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi

Pasal 48 juncto Pasal 32: Perbuatan melawan hukum terhadap

sistem/dokumen elektronik

Pasal 362 Pasal 406, Pasal 407 dan Pasal 412 KUHP

Pasal 49 juncto Pasal 33: Terganggunya

sistem komputer

- Pasal 408 KUHP,

- Pasal 22 Undang-Undang Telekomunikasi

Pasal 50 juncto Pasal 34: Penyalah gunaan komputer

Pasal 72 ayat (3) UU RI.No.19 tahun 2002

Harmonisasi kriminalisasi UU ITE sebagaimana dapat dilihat dalam tabel di atas, sudah mencakup delik-delik tradisional dalam KUHP dan hukum positif yang sudah ada. Meskipun demikian undang-undang positif tersebut belum dapat dikatakan sudah memenuhi unsur subjektif maupun objektif dalam penanggulangan tindak pidana teknologi informasi, sehingga penanggulangan kejahatan dengan hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi memang sudah selayaknya menggunakan hukum khusus untuk mengantisipasi berkembangnya kejahatan yang berdampak terhadap ekonomi dan sosial seluruh masyarakat.

Delik-delik pidana yang diterapkan dalam KUHP dan undang-undang positif yang lain yang semula bersifat konvensional seperti pengancaman, pencurian, pencemaran nama baik, pornografi, perjudian, penipuan hingga tindak pidana terorisme kini melalui media internet beberapa jenis tindak pidana tersebut mengalami perkembangan karena dapat dilakukan secara on line oleh individu maupun kelompok serta tidak mengenal batas wilayah (borderless) serta waktu kejadian karena korban dan pelaku sering berada di negara yang berbeda.

ITAC (Information Technology Association of Canada) pada “International Information Industry Congress (IIIC) 2000 Millennium Congress” di Quebec tanggal 19 September 2000menyatakan bahwa “ Cybercrime is a real

tentang Hak Cipta Pasal 51 ayat (1) juncto Pasal 35:

Pemalsuan informasi/dokumen Elektronik

- Pasal 263, 264, 266 dan 271 KUHP

- Pasal 22 jo. Pasal 50 UU Telekomunikasi

and growing threat to economic and social development around the world. Information technology touches every aspect of human life and so can electronically enable crime”102

Mencermati hal tersebut kejahatan Cyber crime memiliki karakter yang berbeda dengan tindak pidana umum baik dari segi pelaku, korban, modus operandi dan tempat kejadian perkara sehingga butuh penanganan dan pengaturan khusus di luar KUHP. Kriminalisasi di dunia maya dengan pengaturan khusus diluar KUHP harus dilakukan secara hati-hati, jangan sampai menimbulkan kesan refresif yang melanggar prinsip ultimum remedium (ultima ratio principle) dan menjadi bumerang dalam kehidupan sosial berupa kriminalisasi yang berlebihan (over-criminalization), yang justru mengurangi wibawa hukum.103

Forum diskusi cyberspace baik melalui milis, blog, maupun di seminar sosialisasi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal yang disebut krusial dan sering dikritik adalah Pasal 27 ayat 3 tentang muatan pencemaran nama baik dan Pasal 28 ayat 2 tentang muatan penyebaran rasa kebencian atau permusuhan. Harus diakui agak sulit merumuskan dengan batasan- batasan yang jelas tentang penyebaran kebencian ini dan ini sangat berpotensi menimbulkan diskriminasi hukum dan juga ketidakpastian hukum karena sangat tergantung pada tafsiran sepihak. Tetapi itu dikembalikan kepada sifat toleransi bangsa kita yang berlandaskan Pancasila serta menghormati norma-norma agama

102

Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan , Op.Cit.,hal.240

103

Muladi, Kebijakan Kriminal terhadap Cybercrime , Majalah Media Hukum, Vol.1

dan rasa kesusilaan masyarakat untuk menghindari penyebaran informasi yang akan mengakibatkan permusuhan.

Pasal 27 ayat 3 ini dipermasalahkan juga oleh Dewan Pers bahkan akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Pasal 27 ayat 3 UU ITE sangat terkait dengan Pasal310 dan 311 KUHP, Bersihar Lubis dan Risang Bima Wijaya telah mengajukan judicial review terhadap kedua pasal KUHP tersebut ke Mahkamah Konstitusi dengan nomor perkara No.14/PUU-VI/2008, permohonan yang diajukan oleh ke dua orang wartawan senior tersebut ditolak oleh MK. Harjono sebagai ketua hakim majelis Konstitusi dalam kesimpulan sidang MK tersebut menyebutkan; ”Nama baik”, martabat, atau kehormatan seseorang adalah salah satu kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum pidana karena merupakan bagian dari hak konstitusional warga negara yang dijamin UUD 1945. Karenanya apabila hukum pidana memberikan ancaman sanksi pidana tertentu terhadap perbuatan yang menyerang nama baik, martabat, atau kehormatan seseorang, hal itu tidaklah bertentangan dengan UUD 1945”.104