3. Perlindungan konsumen
3.3 Harmonisasi pengaturan legislasi dibidang perlindungan konsumen Berkaitan dengan harmonisasi pengaturan legislasi dibidang perlindungan
konsumen dalam menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) 2015, hal
tersebut belum terlaksana dan masih dalam tahap wacana, terbukti belum adanya draft pembahasan mengenai harmonisasi pengaturan perlindungan konsumen dan
mengenai harmonisasi pengaturan mengenai perlindungan konsumen dinegara ASEAN. Hal tersebut menurut penulis, pertama disebabkan karena belum semua
negara ASEAN memiliki pengaturan mengenai perlindungan konsumen, seperti
yang tercantum pada table dibawah ini:
Country Prinsipal Consumer Protection Act
Brunei Darussalam Consumer protection (Fair trading)
order 2011
Cambodia Being drafted
Indonesia Consumer Protection Act No 8/1999
Lao PDR Law on consumer Protection 2010
Malaysia Consumer Protection Act 1999
The Republic Of The Union Of Myanmar
The consumer protection Law no. 11 2014
Phillippines Republic Act No. 7394-The Consumer
Act of 1992
Singapore Consumer Protection (Fair Trading)
Act 2009
Thailand The Consumer Protection Act 1979
Vietnam Ordinance of Protection of Consumer’s
Interests 1999
kedua permasalahan yang terjadi dan dialami setiap negara mengenai
perlindungan konsumen berbeda-berbeda sehingga pada AEC 2015 ketentuan
perlindungan konsumen yang dipakai adalah ketentuan-ketentuan perlindungan
2015 meskipun terjadi integrasi ekonomi yaitu arus bebas barang, jasa, investasi,tenaga kerja, arus modal akan tetapi tetap menghormati kebudayaan,
kebiasaan dan hal-hal khusus yang diatur oleh sesama negara anggota ASEAN
mengingat ASEAN terdiri dari beberapa 10 Negara yang memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang berbeda-beda, tingkat kemajuan dari setiap negara pun berbeda-
beda, keempat ACCP masih berfokus mengawasi persiapan pengaturan yang
berlaku dan penerapan perlindungan konsumen disetiap negara ASEAN dalam
rangka menghadapi ASEAN Economic Community 2015, dikarenakan nantinya
pada AEC 2015 hukum perlindungan konsumen masing-masing negara yang
berlaku dan belum mempersiapkan dan memikirkan lebih lanjut mengenai harmonisasi pengaturan perlindungan konsumen untuk negara ASEAN, mengingat harmonisasi suatu pengaturan dibeberapa negara membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
Hal tersebut menurut pendapat penulis tidak ideal, karena belum adanya harmonisasi peraturan di bidang perlindungan konsumen yang menyebabkan timbulnya hambatan, antara lain yaitu ketentuan mengenai perlindungan konsumen disetiap negara akan berbeda, dalam hal ini akan menyulitkan dan membingungkan pelaku usaha. Jika hukum dan badan penyelesaian sengketa konsumen berdasar hukum yang berlaku ditempat pelaku usaha dimana terdapat konsumen yang dirugikan maka badan penyelesaian sengketa konsumen tersebut akan lebih memihak konsumen yang notabene merupakan warga negaranya, oleh
karena itu didalam ASEAN Economic Community sangat diperlukan adanya
Berbicara mengenai harmonisasi, pengertian harmonisasi menurut Goldring “Harmonisation to be a process whereby the effects of a type of transaction in one legal system are brought as close as possible to the effects of similar transactions under the laws of other countries”. Menurut Jan Michiel Ott “When unnecessary incongruities occur between different elements of legal system which pertain to the same subject, an effort for harmonization can be made. This is such obtained, while the respective identities of those elements are kept in fact”. Menurut L.M. Gandhi “Harmonisasi adalah mencakup penyesuaian peraturan perundang-undangan, keputusan pemerintah, keputusan hukum, sistem hukum dan asas-asas hukum dengan tujuan peningkatan kesatuan hukum, kepastian hukum, keadilan, kesebandingan, kegunaan dan kejelasan hukum, tanpa mengaburkan dan mengorbankan pluralisme hukum”. Berdasarkan pengertian tersebut dapat diartikan bahwa harmonisasi adalah proses penyerasian dan penyelarasan suatu peraturan.
Uni Eropa yang menjadi acuan dari pembentukan AEC, telah melakukan
harmonisasi peraturan-peraturan antar negara anggota Uni Eropa, salah satunya peraturan dibidang perlindungan konsumen. Sumber hukum Uni Eropa ada tiga
sumber yaitu hukum primer, hukum sekunder, dan hukum suplementer42. Sumber
primer utama hukum Uni Eropa adalah traktat pendirian Uni Eropa, sumber
hukum sekunder meliputi Regulations, Directives, Decisions, Recommendations
and Opinions yang didasarkan pada traktat-traktat pendirian sedangkan sumber suplementer Hukum Eropa meliputi keputusan Mahkamah Eropa dalam kasus
42
hukum internasional dan asas umum hukum Uni Eropa43. Pembuatan peraturan perundang-undangan diserahkan kepada badan legislatif Uni Eropa yang terdiri dari parlemen Eropa dan dewan Uni Eropa. Kedua badan tersebut membuat Regulations, Directives, Decisions, Recommendations and Opinions44 serta memastikan instrument hukum tersebut dapat mencapai tujuan yang ditetapkan
dalam traktat pendirian Uni Eropa45. Peraturan hukum Uni Eropa diterapkan oleh
pengadilan-pengadilan negara anggota dan mahkamah Eropa merupakan pengadilan tertinggi46.
Meskipun Uni Eropa menjadi acuan pembentukan AEC, pada dasarnya
keduanya berbeda mengingat latar belakang berdirinya AEC dan UE itu berbeda,
AEC dibentuk merefleksikan konsep integrasi antar negara ASEAN dengan tetap mempertahankan kedaulatan masing-masing negara artinya kebijakan-kebijakan
dan keputusan ekonomi diambil oleh masing-masing negara anggota AEC, oleh
karena itu kesepakatan yang dibuat oleh negara AEC akan diimplementasikan
dengan hati-hati agar tidak kehilangan kedaulatan negaranya. Sedangkan Uni Eropa integrasi ekonomi antar negara Eropa yang dilandaskan perjanjian- perjanjian mengikat dengan membangun institusi-institusi yang menyerahkan kedaulatan pada integrasi ekonomi, dimana kedaulatan negara UE diserahkan oleh para anggota UE dalam institusi dibidang politik dengan membangun parlemen dan dewan Uni Eropa sedang dalam bidang hukum dengan membentuk lembaga
43
Ibid. 44
http://www.politics.co.uk/reference/secondary-legislation-eu diakses pada tanggal 11 Januari 2015
45 Ibid.
46
hukum (Mahkamah Eropa) yang mengikat seluruh negara Eropa47. Selain
perbedaan latar belakang didirikannya Uni Eropa dan AEC juga terdapat
perbedaan budaya dan kesenjangan ekonomi antar anggota. Negara-negara Eropa yang tergabung dalam Uni Eropa secara umum memiliki kesamaan budaya, tingkat perekonomian, kesejahteraan, dan pendapatan per kapita yang tidak jauh
berbeda. Sementara bagi ASEAN mayoritas memiliki kebudayaan yang berbeda-
berbeda dan negaranya masih berkembang, secara perekonomian terdapat ketimpangan antara beberapa negara. Sebagai contoh Singapura dan Brunei Darussalam, memiliki pendapatan per kapita yang sangat tinggi, diikuti dengan kesejahteraan rakyatnya yang baik, sementara untuk beberapa negara lain masih
jauh dibawahnya48. Jadi antara Uni Eropa dan ASEAN Economic Community
merupakan 2 hal yang berbeda dan tidak bisa disamakan, masing-masing memiliki ciri dan tujuan masing-masing.
Berkaitan dengan harmonisasi dalam rangka AEC 2015, harmonisasi yang
telah dibahas adalah harmonisasi di bidang standar yaitu49:
1. Agro based products (prepared foodstuff) 2. Automotive
3. Healthcare products (cosmetics, medical device, pharmaceutical, tradisional medicines and health supplements)
4. Rubber-based
5. Electrical and electronic equipment 6. Wood based products
7. Building and construction materials.
47
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt517103c4896bd/sisi-lain-yang- mengkhawatirkan-dari-aec-2015 diakses pada tanggal 30 Desember 2014
48
http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/13/05/26/mne3k6-kadin-mea- berbeda-dengan-masyarakat-ekonomi-eropa diakses pada tanggal 30 Desember 2014
49
Wawancara dengan Direktur Perlindungan Konsumen kementerian perdagangan, Ganef Judawati melalui email, 16 Desember 2014
Saat ini pembahasan yg telah selesai mengenai harmonisasi standar adalah
kosmetik dan electrical and electrical equipment, namun yang telah pada tahap
pelaksanaan baru kosmetik. Dimana setiap produsen kosmetik yang akan memasarkan produknya harus menotifikasikan produk tersebut terlebih dahulu
kepada pemerintah dilingkup negara ASEAN dimana produk tersebut akan
dipasarkan. Dalam hal ini terjadi harmonisasi standard dan cara pemasaran kosmetik.