• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Kerusakan

HSP Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F

H11 f1 1 75.0000000 75.0000000 4.95 0.0678 (tn) f2 2 730.1666667 365.0833333 24.07 0.0014 (*) f1*f2 2 234.5000000 117.2500000 7.73 0.0219 (*) H14 f1 1 88.6090909 88.6090909 2.93 0.1474 (tn) f2 2 148.1750000 74.0875000 2.45 0.1810 (tn) f1*f2 2 467.1250000 233.5625000 7.73 0.0295 (*)

Uji lanjut perlakuan f2 (pemberian gas) pada H11 Duncan Grouping Mean N perlak A 24.750 4 n2 B 13.500 4 co2 C 5.750 4 tanpa_ga

Uji lanjut perlakuan f1*f2 (pemberian gas dan bahan penjerap) pada H11 Duncan Grouping Mean N perlak

A 37.000 1 tjn A 30.000 1 tkn B 16.000 2 kn B 14.000 2 kc B 13.000 2 tkc B 6.500 2 ktg B 5.000 2 tktg

Uji lanjut perlakuan f1*f2 (pemberian gas dan bahan penjerap) pada H14 Duncan Grouping Mean N perlak

A 40.000 1 tkn A 39.000 1 tjn B A 35.000 2 kc B A C 32.000 2 tktg B A C 27.000 2 kn B C 17.500 2 ktg C 14.750 2 tkc

Kerusakan penyimpanan 2 minggu

HSP Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F

H14 f1 1 768.000000 768.000000 27.27 0.0020 (*) f2 2 1710.166667 855.083333 30.36 0.0007 (*) f1*f2 2 163.500000 81.750000 2.90 0.1313 (tn) H18 f1 1 954.0833333 954.0833333 19.50 0.0045 (*) f2 2 723.5000000 361.7500000 7.40 0.0240 (*) f1*f2 2 725.1666667 362.5833333 7.41 0.0239 (*)

40

Uji lanjut perlakuan f1 (pemberian bahan penjerap) pada H14 Duncan Grouping Mean N f1

A 39.667 6 tanpa_km B 23.667 6 kmn04 Uji lanjut perlakuan f2 (pemberian gas) pada H14 Duncan Grouping Mean N f2

A 44.500 4 tanpa_ga B 34.750 4 n2 C 15.750 4 co2

Uji lanjut perlakuan f1 (pemberian bahan penjerap) pada H18 Duncan Grouping Mean N f1

A 72.667 6 kmn04 B 54.833 6 tanpa_km Uji lanjut perlakuan f2 (pemberian gas) pada H18 Duncan Grouping Mean N f2

A 73.500 4 tanpa_ga B A 63.250 4 n2 B 54.500 4 co2

Keterangan :

HSP : Hari Setelah Perlakuan

(tn) : tidak berbeda nyata tukey taraf 5 % (*) : berbeda nyata tukey taraf 5 %

PERLAKUAN PENDAHULUAN BUAH PISANG CAVENDISH

(Musa cavendishii) UNTUK PENYIMPANAN

Oleh:

Eko Prames Swara

F34062458

2011

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

EKO PRAMES SWARA. F34062458. Perlakuan Pendahuluan Buah Pisang Cavendish (Musa cavendishii) Untuk Penyimpanan. Di bawah bimbingan Krisnani Setyowati dan Sugiarto. 2011.

RINGKASAN

Pisang cavendish (Musa cavendishii) merupakan jenis buah klimakterik yang mengalami kenaikan respirasi dan produksi etilen yang tinggi selama penyimpanan. Produksi etilen yang tinggi dapat menyebabkan daya simpan pisang menjadi singkat, sehingga berakibat cepat menurun kualitasnya. Daerah produksi dengan daerah pemasaran (konsumen) dapat berjarak jauh (antar pulau). Berdasarkan hal tersebut, diperlukan penanganan pasca panen yang tepat. Penanganan pasca panen yang dilakukan pada penelitian ini adalah perlakuan pendahuluan dengan CO

2 dan N2 pada kondisi penyimpanan suhu 10°C. Bahan kimia yang sering digunakan untuk menyerap gas etilen yaitu KMnO4. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pre-treatment, bahan penjerap etilen dan suhu penyimpanan terhadap sifat fisik buah pisang cavendish (Musa cavendishii) segar selama transportasi atau penyimpanan.

Perlakuan pendahuluan merupakan perlakuan pada buah pisang yang bertujuan untuk menekan laju respirasi. Salah satu cara perlakuan pendahuluanyang dapat dilakukan adalah perlakuan dengan gas CO2 dan N2 ke dalam kemasan plastik selama 24 jam pada suhu 10°C. Perlakuan ini diharapkan dapat menekan laju respirasi secara tiba-tiba karena ketidaktersediaan O

2 untuk respirasi sehingga komoditi akan menjadi dorman. Buah pisang cavendish yang telah diberikan perlakuan pendahuluan kemudian dikemas dengan karton gelombang dan disimpan pada suhu 10°C dan suhu ruang selama 1- 2 minggu. Parameter yang diamati adalah indeks skala warna, susut bobot, tingkat kerusakan, kekerasan, dan total padatan terlarut. Analisis dilakukan setiap 2 kali dalam seminggu. Setelah dilakukan penyimpanan buah pisang cavendish dipajang selama 1 minggu pada suhu 15°C.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pisang cavendish yang disimpan pada suhu 10°C mengalami penurunan mutu yang lebih lambat dibandingkan pada suhu ruang, sedangkan secara umum pisang cavendish yang diberikan perlakuan pendahuluan gas N2 atau CO2 lebih kecil penurunan mutunya dibandingkan dengan pisang yang tanpa perlakuan pendahuluan. Perlakuan pemberian gas CO2 berpengaruh nyata terhadap indeks warna kulit buah dengan skor 6-7, kekerasan yaitu 3.33-18.71 mm/gram/10 detik, total padatan terlarut yaitu 8 °Brix, dan kerusakan sebesar 15.75%. Sedangkan perlakuan pemberian gas N2 berpengaruh nyata terhadap kekerasan buah pisang cavendish. Kemudian penggunanaan kombinasi perlakuan bahan penyerap etilen KMnO4 dan N2 juga memiliki pengaruh nyata untuk mempertahankan susut bobot yaitu 0.1%, kerusakan 23.67%, total padatan terlarut 17.70 °Brix, dan kekerasan buah pisang cavendish yaitu 8.23 %.

Suhu terbaik untuk penyimpanan pada penelitian ini adalah pada suhu 10°C. Hal ini terlihat dari nilai skor perubahan warna, susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, dan tingkat kerusakan yang rendah yang merupakan parameter penurunan mutu dari buah pisang. Buah pisang cavendish setelah penyimpanan 1 minggu dan 2 minggu pada suhu 10°C dapat bertahan selama 1 minggu selama pemajangan pada suhu 15°C. Sedangkan kontrol pada suhu ruang sudah mengalami kebusukan pada hari ke-7 penyimpanan.

PRETREATMENT OF FRESH CAVENDISH BANANAS

(Musa cavendishii) TO EXTEND THE SHELF LIFE

Eko Prames Swara, Krisnani Setyowati, and Sugiarto

Departement of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java

Indonesia

Phone 085610665747, e-mail : eko.swara@yahoo.com

ABSTRACT

Cavendish bananas (Musa cavendishii) is a type of fruit vegetables that rich in carbohydrates , vitamin C, minerals, proteins, fats and carbohydrates. Production areas and areas of marketing (consumers) can be located in a long distance apart (inter-island). Under these conditions, transport is needed, so product can be up to the customers in a timely. On the one hand, cavendish bananas transportation (inter-island) usually take time, but on the other hand cavendish bananas are a perishable commodity. The dominant causes of damage are properties of cavendish bananas that are still alive after harvesting. Based on this situation, it needs an appropriate post-harvest handling.

Post-harvest handling that done in this study is pre-treatment with CO2 and N2 and low temperature

of storage. This study aimed to disscover the influence of pre-treatment and temperature of storage

on the physical properties of cavendish bananas fresh during transportation or storage.

Pre-treatment is an introductory treatment on cavendish bananas that aims to reduce the

rate of respiration. One kind of pre-treatment can be done by utilizing CO2 or N2 gas into plastic

containers for 24 hours in 10 ° C temperature. This treatment can reduce the respiration rate due to

sudden unavailability of O2 for respiration so the commodity will dormant. After bring into conducting

preliminary treatment the cavendish bananas then packed with corrugated board and stored at 10 °

C and 27 ° C for 1-2 weeks and with scavenger of etilen calium permanganat 2%. The parameters used were scale index of color, weight loss, the percentage of damage, the hardness of fruits, and

total dissolved solid. Analysis is done twice in week. After finish of storage, the cavendish bananas

displayed during a week at 15 ° C temperature.

Based on analysing, pre-treatment and temperature of storage can provide a good influence

on the physical properties of cavendish bananas. This can be observed on the weight lose value, the

level of damage, hardness, and total dissolved solids. Damage rate on pre-treatment with CO2 gas

that is equal to 15.75%, scale index of color is 6-7, hardness value of 3.33-18.71 mm/g/10seconds, and total dissolved solids of 8 ° Brix. Storage temperature also affect the physical properties of cavendish bananas. A temperature of 10 ° C can keep the physical properties of cavendish bananas

fruit better. And known as the best treatment on cavendish bananas shave pre-treatment with CO2

gas at a temperature of 10 ° C, on this condition of cavendish bananas can be stored for 21 days of storage. And then combination of nitrogen gas and calium permanganat that is 0,1% total dissolved solids, damage rate is 23,67%, and total dissolved solids of 17,70 ° Brix. And at a temperature of 27 ° C, on this condition of cavendish bananas can be stored only for 7 days of storage.

1

I.

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Dalam perdagangan komoditas pertanian khususnya hortikultura, kesegaran merupakan salah satu kriteria mutu. Konsumen menghendaki buah yang dibeli dalam keadaan segar dan tepat matang. Di sisi lain, kematangan buah merupakan satu tahap perkembangan buah sebelum mencapai tahap kelayuan. Buah yang laju respirasinya tinggi umumnya lebih cepat rusak, sedang buah yang laju respirasinya rendah mempunyai umur simpan yang lebih lama. Penghambatan respirasi ini, dapat dilakukan apabila diketahui faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor eksternal merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap laju respirasi yaitu suhu, etilen, oksigen yang tersedia, karbon dioksida, uap air, zat-zat pengatur pertumbuhan dan kerusakan buah (Pantastico, 1989).

Tidak semua daerah dapat menghasilkan buah dan sayur dalam jumlah yang cukup dan jenis yang memadai dengan kebutuhan penduduk daerah tersebut. Beberapa daerah bahkan tidak menghasilkan jenis buah dan sayur tertentu, sementara daerah lain menghasilkannya dalam jumlah yang besar. Dengan demikian buah dan sayur perlu ditransportasikan dari daerah penghasil ke daerah lain yang memerlukannya.

Transportasi produk termasuk buah dan sayur memerlukan waktu, sementara buah dan sayur merupakan komoditi yang mudah rusak bahkan beberapa jenis sangat mudah rusak. Untuk mencapai daerah pemasaran yang jauh, antar pulau misalnya, diperlukan alat transportasi yang cepat agar tingkat kerusakan selama transportasi cukup rendah, yaitu menggunakan jasa angkutan pesawat terbang. Biaya transportasi menggunakan pesawat terbang relatif mahal. Untuk menekan laju kerusakan yang tinggi saat transportasi dan penyimpanan diperlukan penanganan pasca panen yang tepat.

Pisang merupakan jenis buah klimakterik yang mengalami kenaikan respirasi dan produksi etilen yang tinggi selama penyimpanan. Produksi etilen yang tinggi dapat menyebabkan daya simpan pisang menjadi singkat, sehingga berakibat cepat menurun kualitasnya. Daerah produksi dengan daerah pemasaran (konsumen) dapat berjarak jauh (antar pulau). Berdasarkan hal tersebut, diperlukan penanganan pasca panen yang tepat. Dalam penelitian ini dipilih pisang cavendish (Musa cavendishii) yang sedang menjadi perhatian konsumen dikarenakan penampakan fisiknya yang lebih segar dan menarik dibandingkan jenis pisang-pisang lainnya. Kerusakan buah pisang cavendish dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Penyebab kerusakan yang dominan adalah sifat pisang cavendish yang masih hidup saat dipanen. Penanganan pasca panen yang dilakukan yaitu perlakuan pendahuluan dengan gas CO2 atau N2 dengan kondisi penyimpanan pada suhu rendah. Perlakuan pendahuluan merupakan perlakuan awal yang diberikan kepada buah dengan tujuan mendormankan respirasi buah sampai pada batas pematangan dan pembusukan dapat dihambat.

Penghambatan respirasi dilakukan dengan memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh pada proses respirasi. Penghambatan penyimpanan buah pada suhu rendah dapat menghambat respirasi buah, sehingga kematangan dapat dihambat (Tranggono dan Sutardi, 1989). Namun penyimpanan dengan suhu yang terlalu rendah juga dapat menyebabkan kerusakan pada buah terutama jika tidak tepat.

Penyimpanan dingin merupakan cara yang paling umum dan ekonomis untuk penyimpanan jangka panjang bagi produk hortikultura. Pendinginan akan mengurangi kelayuan karena kehilangan air, menurunnya laju reaksi kimia dan laju pertumbuhan mikroba pada

2

bahan yang disimpan (Pantastico, 1986). Kombinasi perlakuan pendahuluan dengan penyimpanan dingin dilakukan agar didapatkan hasil yang maksimal dalam mempertahankan kualitas dan kesegaran dari buah pisang.

B. TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian gas CO2 dan N2 untuk proses perlakuan pendahuluan, suhu penyimpanan selama penyimpanan buah pisang cavendish (Musa cavendishii) segar, bahan penyerap etilen dan menentukan umur simpan selama masa transportasi serta lama waktu pada saat pemajangan.

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.PISANG CAVENDISH

Pisang cavendish (Musa cavendishii) merupakan komoditas buah tropis yang sangat popular di dunia. Di Indonesia, pisang ini lebih dikenal dengan sebutan pisang ambon putih. Pisang cavendish banyak dikembangbiakkan menggunakan metode kultur jaringan. Keunggulan bibit pisang hasil kultur jaringan dibandingkan dengan bibit dari anakan adalah bibit kultur jaringan terbebas dari penyakit seperti layu moko akibat Pseudomonas solanacearum dan layu panama akibat Fusarium oxysporum cubense (Rodinah, 2005). Secara sistematis tanaman pisang cavedish dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae Sub Divisi : Angiospermae Divisi : Spermatophyta Kelas : Monocotyledonae Famili : Musaceae Genus : Musa

Species : Musa cavendishii Sumber : BPPT (2000)

Berikut disajikan ilustrasi pisang cavendish yang banyak beredar di pasaran.

Gambar 1. Pisang Cavendish (BIOTROP, 2000)

Pisang dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan sifat pohon pisang itu tersendiri. Pembagian pisang tersebuat adalah sebagai berikut:

1. Pisang yang dimakan buahnya tanpa dimasak yaitu M. paradisiaca var Sapientum, M. nana atau disebut juga M. cavendishii, M. sinensis. Misalnya pisang ambon, susu, raja, cavendish, barangan dan mas.

2. Pisang yang dimakan setelah buahnya dimasak yaitu M. paradisiaca forma tipikal atau disebut juga M. paradisiaca normalis. Misalnya pisang nangka, tanduk dan kepok.

3. Pisang berbiji yaitu M. brachycarpa yang di Indonesia dimanfaatkan daunnya. Misalnya pisang batu dan klutuk.

4. Pisang yang diambil seratnya misalnya pisang manila (abaca) (Stover, 1987). Berikut adalah gambar berbagai tingkat kematangan buah pisang cavendish dapat dilihat pada gambar 2.

4

Gambar 2. Berbagai Tingkat Kematangan Buah Pisang (Satuhu dan Supriyadi, 2000)

Secara Umum, tingkat kematangan buah pisang dapat dilihat dari perubahan warna kulitnya. Perubahan tersebut dimulai dari warna hijau bagi pisang yang baru panen. Kemudian berubah menjadi kuning bahkan menjadi kuning dengan bercak cokelat yang banyak disaat kualiatasnya menurun. Tingkat kematangan buah pisang cavendish dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Tingkat Kematangan Buah Pisang Cavendish Tingkat

Kematangan Warna Kulit Buah

Persen Pati

Persen

Gula Keterangan

1 Hijau 20 0.5 Keras

2 Hijau Mulai Kuning 18 2.5 -

3 Hijau lebih banyak dari

Kuning 16 4.5 -

4 Kuning lebih banyak dari

Hijau 13 7.5 -

5

Kuning lebih banyak namun ujung buah masih hijau

7 13.5 -

6 Seluruhnya kuning 2.5 18 Mudah dikupas

7 Kuning sedikit bintik

coklat 1.5 19 Masak penuh aroma

8 Kuning dengan banyak

bintik coklat 1 19

Lewat masak, daging buah gelap, aroma tinggi sekali

Sumber : Satuhu dan Supriyadi, (2000)

5

Tabel 3. Komposisi Kimia Pisang Per 100 g Bahan

Komposisi Kimia Jumlah

Kalori (kal) 120 Protein (gr) 1.2 Lemak (gr) 0.2 Karbohidrat (gr) 31.8 Kalsium (mg) 10 Fosfor (mg) 22 Besi (mg) 0.8 Vitamin A (S.I) 950 Vitamin B1 (mg) 0.06 Vitamin C (mg) 10 Air (gr) 65.8

Bagian yang dapat dimakan (%) 70

Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan R.I, (1996)

B. FISIOLOGI PASCA PANEN PISANG

Buah-buahan yang berada di pohon melangsungkan hidupnya dengan melakukan pernapasan (respirasi), ternyata setelah buah dipetik (panen) juga masih melangsungkan proses respirasi. Respirasi adalah proses biologis dimana oksigen diserap untuk digunakan pada proses pembakaran yang menghasilkan energy dan diikuti oleh pengeluaran sisa pembakaran dalam bentuk CO2 dan air (Phan et al. 1986). Reaksi kimia sederhana untuk respirasi adalah sebagai berikut :

C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6H2O + Energi

Laju respirasi merupakan indeks untuk menentukan umur simpan buah-buahan setelah dipanen. Besarnya laju respirasi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal seperti: tinkat perkembangan organ, susunan kimia jaringan, ukuran produk, adanya pelapisan alami, dan karbon dioksida, senyawa pengatur pertumbuhan dan adanya luka pada buah (Phan et al. 1986).

Menurut Phan et al. (1986) di dalam Pantastico (1986), besar kecilnya respirasi pada buah dan sayuran dapat diukur dengan cara menentukan jumlah substrat yang hilang, oksigen yang diserap, karbon dioksida yang dikeluarkan, panas yang dihasilkan dan energi yang timbul. Untuk menentukan laju respirasi, cara yang umum digunakan adalah dengan pengukuran laju penggunaan O2 atau dengan penentuan laju pengeluaran CO2. Berdasarkan pola respirasinya, buah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu buah klimakterik dan buah non-klimakterik.

Buah klimakterik mengalami kenaikan CO2 secara mendadak dan mengalami penurunan dengan cepat setelah proses pematangan terjadi, sedangkan buah non-klimakterik tidak terjadi kenaikan CO2 dan diikuti dengan penurunan CO2 dengan cepat. Klimakterik ditandai dengan adanya proses waktu pematangan yang cepat dan peningkatan respirasi yang mencolok serta perubahan warna, citarasa, dan teksturnya (Rhodes, 1970).

Menurut Rhodes (1970), pada awal perkembangan buah, kandungan pati meningkat terus dan setelah mencapai maksimum, makin tua buah kandungan pati makin menurun. Penurunannya disebabkan oleh perubahan pati menjadi gula yang digunakan untuk kegiatan respirasi.

6

Rasa manis setelah buah masak, ditentukan oleh adanya gula hasil degradasi pati yang menjadi gula yang lebih sederhana yaitu sukrosa, glukosa, dan fruktosa (Paul dan Palmer, 1981). Daging buah yang masih mentah memiliki rasa sepet yang disebabkan oleh senyawa tanin. Selama proses pemasakan buah rasa sepet berangsur-angsur kurang, hal ini disebabkan kandungan tannin aktif menurun pada buah yang masak (Stover, 1987).

Timbulnya aroma yang khas pada buah pisang disebabkan terbentuknya senyawa kompleks dari senyawa yang mudah menguap dan beberapa minyak esensial yang ada. Di samping timbulnya aroma terbentuk juga gula selama pemasakan buah. Bertambahnya senyawa mudah menguap pada saat pemasakan buah pisang sangat erat hubungannya dengan pembentukan aroma buah pisang (Stover, 1987). Komponen penyusun aroma pada buah pisang adalah iso–amil asetat, amil asetat, amil propionat, amil butirat, heksil asetat, metil asetat, pentanol, butil alkohol, amil alkohol, dan heksil alkohol (Hulme, 1981).

C.PERLAKUAN PENDAHULUAN

Perlakuan pendahuluan merupakan perlakuan awal yang diberikan kepada buah dengan tujuan mendormankan respirasi buah sampai pada batas pematangan dan pembusukan dapat dihambat. Salah satu cara perlakuan pendahuluan yang dapat dilakukan adalah perlakuan dengan gas N2 atau dengan gas CO2. Perlakuan pendahuluan yang digunakan untuk penelitian buah pisang cavendish adalah perlakuan dengangas N2 atau CO2 karena prosesnya yang lebih mudah pada saat transportasi dilakukan.

Kandungan CO2 dalam sel yang tinggi mengarah ke perubahan-perubahan fisiologi berikut : (a) penurunan reaksi-reaksi sintesis pematangan (misalnya protein, zat warna), (b) penghambatan beberapa kegiatan enzimatis, (c) penurunan senyawa atsiri, (d) gangguan metabolisme asam organik terutama penimbunan asam suksinat (Ulrich, 1989).

Konsentrasi CO2 yang sesuai dapat memperpanjang umur simpan buah-buahan dan sayur- sayuran karena terjadinya gangguan pada respirasi (Pantastico, 1986). Konsentrasi CO2 yang tinggi dapat menghambat daya pemacuan etilen terhadap pemasakan. Gas ini menghambat aksi etilen sehingga buah tidak merespon perlakuan etilen (Burg, 2004). Pantastico (1975) menyebutkan konsentrasi CO2 yang tinggi dalam kemasan akan mengakibatkan matinya sel-sel buah akibat terhambatnya aktifitas enzim pada proses respirasi dan asam organik, gagalnya buah mengalami pemasakan sehingga proses metabolisme yang merombak pati menjadi gula akan terhambat.

Konsentrasi CO2 di atas 1-2 % CO2 mengurangi kepekaan jaringan tubuh terhadap hormon pemasakan etilen. Menaikkan CO2 memberi pengaruh seperti mengurangi O2 yaitu memperlambat proses respirasi dengan demikian akan memperpanjang umur simpan. CO2 konsentrasi tinggi (>10%) telah menekan pertumbuhan jamur dan bakteri perusak (Farber et al., 1995).

D.BAHAN PENYERAP ETILEN

Etilen adalah hormon tanaman yang dihasilkan selama pematangan buah dan sayuran. Etilen dapat memberikan pengaruh yang negatif terhadap produk segar, karena etilen akan mempercepat proses pematangan pada produk seperti pisang dan tomat, sehingga produk menjadi cepat busuk, tetapi jika digunakan pada produk seperti jeruk, maka dapat menghilangkan warna hijau (degreening) sehingga dihasilkan jeruk dengan warna kuning yang

7

merata, dan penampilannya lebih baik. Secara umum, etilen merupakan bahan yang tidak diinginkan untuk penyimpanan produk segar, sehingga etilen harus disingkirkan dari lingkungan penyimpanan, hal ini disebabkan karena :

a. Pada jumlah sedikit sudah dapat menurunkan mutu dan masa simpan produk

b. Dapat meningkatkan laju respirasi sehingga akan mempercepat pelunakan jaringan dan kebusukan buah

c. Mempercepat degradasi klorofil yang kemudian akan menyebabkan kerusakan- kerusakan pasca panen lainnya (Yulianti dan Nurminah, 2006).

Menurut Yulianti dan Nurminah (2006), bahan penyerap etilen yang dapat digunakan adalah kalium permanganat (KMnO4), karbon aktif dan mineral-mineral lain, yang dimasukkan ke dalam sachet. Bahan yang paling banyak digunakan adalah kalium permanganat yang diserapkan pada silika gel.

Senyawa KMnO4 dapat merusak etilen karena merupakan zat pengoksidasi yang kuat. Menurut Hein dalam Diennazola (2008), senyawa kalium permanganat merupakan oksidator kuat yang dapat memecah ikatan rangkap etilen dan membentuk etilen glikol dan mangan oksida.

Menurut Dumadi (2001) menyatakan bahwa kalium permanganat merupakan senyawa yang memiliki sifat sebagai oksidator kuat. Senyawa ini digunakan sebagai bahan penunda kematangan karena kemampuannya mengoksidasi etilen yang merupakan hormon pematangan menjadi etilen glikol. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa kondisi optimum dari pemakaian adsorben untuk memperpanjang buah pisang adalah 2% KMnO4, serbuk besi 1.5%, dan 3% arang aktif akan memperpanjang umur simpan buah pisang sampai 12 minggu.

E. PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN

Pengemasan komoditi hortikultura adalah suatu usaha menempatkan komoditi segar ke dalam suatu wadah yang memenuhi syarat sehingga mutunya tetap atau hanya mengalami sedikit penurunan pada saat diterima oleh konsumen akhir dengan nilai pasar yang tetap tinggi. Dengan pengemasan, komoditi dapat dilindungi dari kerusakan, benturan mekanis, fisik, kimia dan mikrobiologis selama pengangkutan, penyimpanan dan pemasaran (Sacharow dan Griffin, 1980).

Menurut Purwadaria (1997), perancangan kemasan selama transportasi ditujukan untuk meredam goncangan dalam perjalanan yang dapat mengakibatkan kememaran dan penurunan kekerasan. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan meliputi jenis, sifat, tekstur dan dimensi bahan kemasan; komoditas yang diangkut, sifat fisik, bentuk, ukuran, struktur; dan pola susunan biaya transportasi dibandingkan dengan harga komoditas, waktu permintaan dan keadaan jalan yang akan dilintasi.

Menurut Triyanto (1991), karton gelombang merupakan bahan kemasan transpor yang paling umum dan paling banyak digunakan untuk berbagai jenis produk, dari buah-buahan sampai peralatan untuk industri. Hal ini disebabkan oleh harganya yang relatif murah dan daya tahan yang dapat diatur sesuai dengan jenis produk yang dikemas dan jenis transportasi yang dipergunakan.

Karton gelombang adalah karton yang dibuat dari satu atau beberapa lapisan keras medium bergelombang dengan kertas lainer sebagai penyekat dan pelapisnya. Kertas medium adalah kertas yang dipergunakan sebagai lapisan bergelombang pada karton gelombang.

8

Sedangkan kertas lainer adalah kertas yang dipergunakan untuk lapisan datar, baik pada bagian luar maupun bagian dalam karton gelombang (Haryadi, 1994).

Kemasan untuk produk hasil-hasil pertanian (holtikultura) perlu dilubangi sebagai ventilasi. Adanya ventilasi ini menyebabkan sirkulasi udara yang baik dalam kemasan sehingga akan menghindarkan kerusakan komoditas akibat akumulasi CO2 pada suhu tinggi (Haryadi, 1994). Hardenberg (1986) menyatakan bahwa umumnya karton menjadi dingin dengan lambat bila dimasukkan ke dalam ruang pendingin. Tetapi dengan adanya penambahan lubang

Dokumen terkait