• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Analisis Data Simpanan Karbon

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1.10. Hasil Analisis Data Simpanan Karbon

5.1.9 Potensi Simpanan Karbon Total di atas Permukaan

Potensi simpanan karbon total di atas permukaan merupakan hasil penjumlahan dari potensi simpanan karbon pada tegakan,tumbuhan bawah, dan serasah pada masing-masing tegakan. Akumulasi tersebut menunjukkan bahwa potensi simpanan karbon total di atas permukaan pada tegakan jenis akasia lebih besar dibandingkan dengan tegakan sengon. Potensi simpanan karbon total di atas permukaan tegakan akasia sebesar 22,96 ton/ha sedangkan pada tegakan sengon sebesar 5,30 ton/ha (Tabel 4).

Tabel 4 Potensi karbon total di atas permukaan lahan

Jenis Tegakan

Potensi karbon (ton/ha) Tegakan Tumbuhan

Bawah Serasah Total Akasia 20,79 0,42 1,75 22,96 Sengon 3,43 0,88 0,99 5,30

5.1.10 Hasil Analisis Data Simpanan Karbon

Pengujian model yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan uji statistic ANOVA dengan respon simpanan karbon. Hasil analisis model tersebut didapatkan nilai p-value 0,0001 dimana nilai tersebut lebih kecil dari taraf nyata 5% sehingga hipotesis yang terima H1 (model nyata) dan tolak H0. Dengan

29

demikian dapat disimpulkan bahwa model berpengaruh nyata terhadap simpanan karbon.

Hasil analisis data yang diperoleh menunjukan tingkat keterandalan yang nyata yaitu dibuktikan dengan nilai R-Sq = 0.987007%. Nilai koefisien keragaman tersebut menunjukan bahwa keragaman dipengaruhi oleh faktor hutan dan faktor vegetasi pada hutan sebesar 98,70% sedangkan sisanya sebesar 1,3% dipengaruhi oleh faktor di luar model.

Selanjutnya untuk menguji hipotesis pertama yaitu faktor hutan, dapat dilihat pada p-value sumber keragaman hutan. Nilai p-value <.0001dimana nilai tersebut lebih kecil dari taraf nyata 5% yang berarti terima Hipotesis satu (H1) yaitu H1 : setidaknya ada satu αi ≠ 0 (faktor hutan berpengaruh). Dengan demikian dapat disimpulkan hutan akasia dan hutan sengon memberikan pengaruh yang berbeda terhadap nilai simpanan karbon pada taraf nyata 5%.

Pengujian hipotesis yang kedua yaitu pengujian hipotesis terhadap faktor vegetasi yang terdapat di dalam hutan akasia dan hutan sengon, dimana di dalam hutan akasia sendiri terdapat vegetasi akasia, serasah, dan tumbuhan bawah, sedangkan untuk hutan sengon terdiri dari vegetasi sengon, serasah, dan tumbuhan bawah. Dari hasil tabel sidik ragam di atas didapatkan hasil p-value untuk pengujian hipotesis ini sebesar kurang dari 0,0001 (p-value<0,0001), dimana nilai tersebut lebih kecil daripada nilai taraf nyata 5%, sehingga hipotesis nol ditolak yaitu H0 : βj(i) = 0 untuk semua i, j (vegetasi pada hutan tertentu tidak berpengaruh). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pada hipotesis kedua terdapat vegetasi pada hutan tertentu yang berpengaruh terhadap respon nilai simpanan karbon.

Karena pada hipotesis kedua terjadi penolakan hipotesis nol (vegetasi pada hutan tertentu memberikan pengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5%), maka dapat dilakukan Uji lanjut yaitu dengan uji lanjut Least Significant

Differences (Beda Nyata Terkecil/BNT). Bila selisih mutlaknya melebihi nilai

BNT, maka dikatakan dua perlakuan tersebut berbeda pada taraf nyata 5%. Berdasarkan hasil output SAS 9.1 untuk uji BNT didapatkan nilai BNT sebesar 0.1282. Nilai mutlak dari selisih rata-rata (simpanan karbon) dapat dilihat pada Tabel 5.

30

Tabel 5 Nilai mutlak selisih rata-rata (simpanan karbon) antara dua vegetasi

Vegetasi Akasia Sengon

Akasia Serasah TBawah Sengon Serasah TBawah Akasia Akasia - Serasah 3,243181 - TBawah 3,910308 0,6671278 - Sengon Sengon 2,724104 0,5190766 1,1862044 - Serasah 3,572980 0,3297992 0,3373286 0,8488758 - TBawah 3,628717 0,385536 0,2815918 0.9046126 0,05574 -

Dari tabel di atas diketahui bahwa vegetasi yang memiliki nilai lebih kecil dari BNT yaitu vegetasi serasah sengon dengan tumbuhan bawah sengon, sehingga dapat disimpulkan vegetasi tersebut tidak berbeda nyata pada taraf 5% atau memberikan pengaruh yang sama terhadap nilai simpanan karbon.

5.2 Pembahasan

Pada PT. Arutmin Batu Licin Kalimantan Selatan wilayah kegiatan penambangan beserta segala kegiatan pendukungnya tersebar dalam 6 Daerah Usaha (DU) yakni Setangga, Ata, Mereh, Mangkalapi, Saring, dan Serongga. Namun, saat ini kegiatan produksi baru dilakukan padat 3 lokasi yakni Pit Mangkalapi, Mereh, dan Ata. Daerah deposit Ata memanjang dari utara ke selatan 14 km dan wilayah tersebut merupakan bekas areal HPH PT Kodeko.

Penelitian lapang dilakukan di wilayah Ata. Pada wilayah tersebut terdapat lahan reklamasi yang ditanami oleh tegakan akasia dan sengon pada umur dan jarak tanam yang sama. Namun kandungan yang diserap oleh kedua tegakan kemungkinan memiliki perbedaan, sehingga perlu dilakukan perhitungan kandungan karbon pada kedua tegakan tersebut.

Wilayah tambang yang dilakukan reklamasi tidak hanya mencakup areal lubang tambang (In pit dump) melainkan juga pada areal di luar lubang tambang (Out pit dump) seperti pada areal timbunan batuan galian tambang (over burden), timbunan tanah pucuk (Stock top soil) serta timbunan batubara (ROM stockpile). Tegakan sengon (Paraserienthes falcataria) dan akasia (Acacia mangium) yang menjadi objek penelitian sebelumnya merupakan areal ROM stockpile tambang

31

Ata yaitu tempat penimbunan batubara sementara sebelum diangkut ke pelabuhan. Pada tahun 2005 areal tersebut kemudian direklamasi dan direvegetasi menggunakan jenis sengon dan akasia di blok tanam yang berbeda.

Pendugaan kandungan karbon yang dilakukan pada tegakan akasia dan sengon di lahan reklamasi memerlukan beberapa parameter pendukung seperti tegakan, tumbuhan bawah dan serasah. Mengacu pada UU RI No.23 Bab IX pasal 41 ayat 1 tentang pihak perusahaan melarang adanya aktifitas yang dapat merusak lahan reklamasi tambang. Hal tersebut yang menjadi landasan penelitian ini tidak menggunakan metode destruktif dalam pendugaan kandungan karbon pada kedua tegakan yang menjadi objek penelitian. Alternatif pendugaan karbon yang dilakukan yaitu dengan pengukuran volume tegakan untuk mendapatkan nilai biomassa yang kemudian dikonversi menjadi nilai karbon tegakan.

Pengambilan data primer yang dilakukan di lapangan menunjukan adanya perbedaan antara jumlah pohon pada tegakan sengon dan akasia. Individu pohon sengon yang ditanam di PT. Arutmin Satui mencapai daya hidup 80% dan sebagian besar (90%) berbatang ganda (multistem) yaitu pohon yang memiliki jumlah 2 sampai tiga batang, kondisi percabangan tersebut sangat mendukung penutupan tanah kritis, serta dengan adanya pertautan cabang maka curahan air hujan terjadi tidak langsung ke tanah, namun disisi lain batang tanaman tersebut berkualitas rendah (Akbar et al. 2005). Selain hal tersebut, pada tegakan akasia ditemukan beberapa titik tanam yang kosong karena individu tersebut mati dan setelah dilakukan penyulaman tanaman tersebut gagal bertahan hidup.

Potensi volume tegakan akasia pada lahan reklamasi lebih besar dibandingkan tegakan sengon. Potensi volume tegakan akasia adalah 68,16 m3/ha, sedangkan pada tegakan sengon memiliki potensi volume 20,78 m3/ha. Hal tersebut dapat disebabkan oleh kemampuan adaptasi jenis akasia lebih baik dibandingkan dengan jenis sengon pada lahan reklamasi tambang yang cenderung memiliki pH tanah yang rendah. Yunus (2011) mengatakan bahwa pH tanah lahan reklamasi PT. Arutmin Batulicin berkisar antara 3,6 sampai 4,16. Tanaman sengon dapat tumbuh baik pada tanah regosol, aluvial, dan latosol yang bertekstur lempung berpasir atau lempung berdebu dengan kemasaman tanah sekitar pH 6-7 (Toni 2010). Tanaman Acacia mangium dapat tumbuh baik pada lahan yang

32

mengalami erosi, berbatu dan tanah Alluvial serta tanah yang memiliki pH rendah (4,2) (LITBANG 1994).

Berdasarkan data yang diperoleh yaitu volume tegakan, berat kering tumbuhan bawah dan serasah dapat dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai biomassa yang kemudian dikonversi menjadi nilai karbon. Biomassa merupakan jumlah total dari bahan organik hidup yang dinyatakan dalam berat kering oven per ton per unit area (Brown 1997). Biomassa juga didefinisikan sebagai total berat atau volume organisme dalam suatu area atau volume tertentu (a glossary by the IPCC 1995 dalam Dandun 2009). Biomassa dapat dikategorikan menjadi dua macam yaitu biomassa biomassa di atas permukaan tanah (below ground biomass) dan di bawah permukaan tanah (above ground

biomass).

Hasil pendugaan biomassa tegakan diperoleh hasil potensi biomassa pada tegakan akasia adalah 41.58 ton/ha, sedangkan pada tegakan sengon potensi biomassa tegakannya adalah 6,86 ton/ha. Potensi biomassa pada tegakan akasia memiliki biomassa yang lebih besar dibandingkan potensi biomassa pada tegakan sengon. Hal ini disebabkan karena kemampuan akasia dalam beradaptasi lebih baik daripada sengon pada lahan reklamasi yang memiliki tanah dengan pH rendah yaitu 3,6 sampai 4,16 dan akasia dapat tumbuh baik pada lahan dengan pH 4,2. Kemampuan adaptasi tersebut mempengruhi pertumbuhan vertikal maupun horizontal pada tegakan akasia dan sengon sehingga adanya perbedaan kemampuan adaptasi tersebut juga menyebabkan pertumbuhan akasia lebih besar dibandingkan sengon.

Biomassa tumbuhan bertambah karena tumbuhan menyerap karbondioksida (CO2) dari udara dan mengubah zat tersebut menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis. Biomassa tegakan dipengaruhi oleh beberapa faktor iklim seperti curah hujan, umur tegakan, sejarah perkembangan vegetasi, komposisi dan struktur tegakan (Kusmana 1993). Selain itu jumlah pohon dan kerapatan juga mempengaruhi potensi volume dan biomassa, namun pada hasil pengolahan data penelitian menunjukkan potensi volume dan biomassa pada tegakan akasia lebih besar dibandingkan tegakan sengon walaupun jumlah pohon dan kerapatannya lebih besar tegakan sengon dibandingkan tegakan akasia.

33

Pada pendugaan potensi tumbuhan bawah pada kedua tegakan tersebut menunjukkan hasil yang berkebalikan antara potensi biomassa tegakan dengan potensi biomassa tumbuhan bawah. Potensi biomassa tumbuhan bawah pada tegakan akasia lebih kecil dibandingkan dengan tumbuhan bawah pada tegakan sengon. Potensi biomassa tumbuhan bawah pada tegakan akasia adalah 0.85 ton/ha, sedangkan potensi biomassa pada tegakan sengon adalah 1.76 ton/ha. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan berat kering dari tumbuhan bawah pada tegakan akasia dan sengon. Selain itu jumlah tumbuhan bawah pada masing-masing tegakan juga mempengaruhi jumlah potensi biomassa tumbuhan bawah.

Hasil perhitungan potensi biomassa serasah pada penelitian ini diperoleh potensi biomassa serasah pada tegakan akasia adalah 3.51 ton/ha, sedangkan potensi biomassa serasah pada tegakan sengon adalah 1.99 ton/ha. Serasah pada penelitian ini adalah bahan organik mati yang berada di atas tanah mineral yang belum atau sedikit terdekomposisi. Potensi biomassa serasah pada tegakan akasia menunjukkan hasil biomassa yang lebih besar dibandingkan dengan potensi biomassa serasah pada tegakan sengon. Hal ini terjadi karena pengaruh dekomposisi serasah pada tegakan akasia yang lebih lambat menyebabkan keberadaan bahan organik akan terakumulasi dan jumlahnya menjadi tinggi, sedangkan dekomposisi serasah pada tegakan sengon berlangsung lebih cepat sehingga bahan organik yang terakumulasi lebih sedikit jumlahnya. Dekomposisi serasah yang lambat pada tegakan akasia disebabkan oleh rasio C/N yang tinggi dibandingkan dengan serasah sengon (Munawar 1997 dan Maftu’ah 2002 dalam Denny 2004). Selain itu tanaman akasia juga memiliki kandungan lignin yang tinggi dibandingkan dengan tanaman sengon (Hardiyanto et al. 2004).

Hasil penjumlahan biomassa yang terdapat di atas permukaan tanah yang terdiri dari tegakan, tumbuhan bawah dan serasah menunjukkan bahwa potensi biomassa total pada tegakan akasia lebih besar dibandingkan potensi biomassa total tegakan sengon. Potensi biomassa total pada tegakan akasia adalah 45,93

ton/ha, sedangkan potensi biomassa total pada tegakan sengon adalah 10,61

ton/ha. Potensi biomassa total dipengaruhi oleh ketiga potensi biomassa pada masing-masing tegakan yaitu potensi biomassa tegakan, tumbuhan bawah dan

34

serasah. Potensi biomassa total tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi serapan karbon pada masing-masing tegakan.

Besarnya potensi simpanan karbon pada masing-masing tegakan dapat ditentukan dengan besarnya biomassa yang terdapat pada maisng-masing tegakan. Pendugaan potensi simpanan karbon dalam suatu tegakan dapat dilihat dari besarnya potensi biomassa yang ada. Biomassa hutan dapat memberikan dugaan sumber karbon pada vegetasi hutan, oleh karena 50% dari biomassa adalah karbon (Brown dan Gaton 1996 dalam Salim 2005). Sumber karbon berdasarkan IPCC guideline (2006) yaitu terdiri dari biomassa atas tanah dan bawah tanah, bahan organik mati dan tanah. Perhitungan simpanan karbon yang dilakukan pada penelitian ini yaitu bersumber dari biomassa atas tanah yang terdiri dari tegakan, tumbuhan bawah dan serasah. Oleh sebab itu, potensi simpanan karbon yang dimiliki oleh masing-masing tegakan adalah setengah dari potensi biomassanya yang berarti juga bahwa peningkatan jumlah biomassa akan meningkatkan jumlah potensi simpanan karbon.

Pada tegakan akasia diperoleh potensi simpanan karbon tegakan yaitu 20,79 ton/ha dan pada tegakan sengon potensi simpanan karbon tegakannya adalah 3,43 ton/ha. Hasil pendugaan potensi simpanan karbon tegakan tersebut menunjukkan bahwa potensi simpanan karbon tegakan akasia lebih besar dibandingkan dengan potensi simpanan karbon tegakan sengon. Hal tersebut dipengaruhi oleh jumlah volume tegakan akasia lebih besar dibandingkan volume tegakan sengon sehingga akan mempengaruhi pula potensi biomassa serta simpanan karbon pada masing-masing tegakan.

Hasil pengolahan data potensi simpanan karbon tumbuhan bawah pada masing-masing tegakan menunjukkan hasil yang berkebalikan dengan perhitungan potensi simpanan karbon tegakan pada masing-masing tegakan. Pada tegakan akasia diperoleh perhitungan potensi simpanan karbon tumbuhan bawah adalah 0.42 ton/ha, sedangkan pada tegakan sengon didapatkan potensi simpanan karbon tumbuhan bawahnya adalah 0.88 ton/ha. Seperti halnya dengan potensi simpanan karbon pada tegakan, potensi simpanan karbon pada tumbuhan bawah juga dipengruhi oleh potensi biomassa tumbuhan bawah pada masing-masing

35

tegakan, dimana potensi biomassa tumbuhan bawah pada tegakan akasia lebih rendah dibandingkan potensi biomassa tumbuhan bawah pada tegakan sengon.

Menurut IPCC guideline (2006) dalam Solichin (2010) selain memperhitungkan jumlah potensi simpanan karbon tegakan dan tumbuhan bawah pada masing tegakan, potensi simpanan karbon serasah pada masing-masing tegakan juga perlu diperhitungkan, karena serasah juga merupakan salah satu sumber simpanan karbon diatas permukaan tanah. Hasil pengolahan data penelitian menunjukkan potensi simpanan karbon serasah pada tegakan akasia lebihS besar dibandingkan dengan potensi simpanan karbon serasah pada tegakan sengon. Potensi simpanan karbon serasah pada tegakan akasia adalah 1.75 ton/ha, sedangkan potensi simpanan karbon serasah pada tegakan sengon adalah 0.99 ton/ha. Hal tersebut menunjukkan bahwa dekomposisi serasah pada tegakan Akasia lebih lambat dibandingkan dengan tegakan sengon yang mempengaruhi jumlah akumulasi serasah dan potensi biomassa serasah pada masing-masing tegakan.

Hasil perhitungan potensi simpanan karbon total di atas permukaan tanah (above ground) merupakan penjumlahan simpanan karbon pada pohon atau tegakan, tumbuhan bawah dan serasah. Pada penelitian ini perhitungan simpanan karbon total dilakukan pada dua tegakan yang berbeda yaitu pata tegakan akasia dan tegakan sengon. Berdasarkan hasil penjumlahan dari tiap-tiap bagian pada masing-masing tegakan diperoleh potensi simpanan karbon total pada tegakan akasia lebih besar dibandingkan dengan potensi simpanan karbon total pada tegakan sengon. Potensi simpanan karbon total pada tegakan akasia adalah 22,96

ton/ha dan potensi simpanan karbon total pada tegakan sengon adalah 5,30 ton/ha. Besarnya potensi simpanan karbon total pada masing-masing tegakan bergantung pada potensi simpanan karbon pada tiap-tiap bagian seperti simpanan karbon pada tegakan, tumbuhan bawah dan serasah. Berdasarkan hasil pengolahan data sebelumnya pada penelitian ini didapatkan potensi simpanan karbon tumbuhan bawah pada tegakan akasia lebih rendah dibandingkan potensi simpanan karbon pada tegakan sengon. Meskipun demikian potensi simpanan karbon total pada tegakan akasia lebih besar dibandingkan dengan potensi simpanan karbon total pada tegakan sengon. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor

36

lainya seperti jumlah potensi simpanan karbon yang terkandung pada tegakan dan potensi simpanan karbon serasah pada masing-masing tegakan.

Pengujian keaktualan data pada hasil potensi simpanan karbon baik pada tegakan akasia maupun tegakan sengon dilakukan dengan menggunakan pengujian hipotesis yang telah dibuat. Hasil analisis data yang diperoleh menunjukkan tingkat keterandalan yang nyata dengan nilai R-Sq = 0.987007%. Sedangkan hasil uji hipotesis pertama pada taraf nyata 5% menunjukkan bahwa antara hutan akasia dan hutan sengon berbeda nyata sehingga memberikan simpanan karbon yang berbeda. Berbeda dengan pengujian hipotesis pertama, pada pengujian hipotesis kedua dilakukan pengujian hipotesis terhadap faktor vegetasi yang terdapat di dalam tegakan akasia dan tegakan sengon yaitu vegetasi pohon atau tegakan, serasah dan tumbuhan bawah. Hasil pengujian hipotesis tersebut menunjukkan bahwa terdapat vegetasi pada hutan tertentu yang berpengaruh terhadap respon nilai simpanan karbon.

Berdasarkan pengujian hipotesis yang kedua, maka digunakan uji lanjut dengan Least Significant Difference (Beda Nyata Kecil) untuk mengetahui untuk mengetahui faktor vegetasi mana diantara hutan akasia dan sengon yang memberikan pengaruh yang berbeda. Pengujian Least Significant Difference membandingkan sepasang perlakuan demi perlakuan dengan mengurangkan rataan dari perlakuan tersebut (Montgomery 1996). Hasil uji Least Significant

Difference menunjukkan terdapat satu pasangan vegetasi dalam hutan yang

menghasilkan kadar karbon sama yaitu vegetasi serasah sengon dengan tumbuhan bawah sengon, sedangkan pasangan yang lainnya menghasilkan kadar karbon yang berbeda.

Pengujian statistik yang digunakan dalam penelitian ini mampu membuktikan hipotesis yang telah dibuat yaitu terdapat perbedaan potensi pada salah satu variabel pengamatan yang terdiri dari tegakan, tumbuhan bawah dan serasah pada hutan akasia dan hutan sengon. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa vegetasi akasia menghasilkan karbon paling tinggi di antara vegetasi lainnya. Pada dasarnya hasil analisis menunjukkan hasil yang sama dengan kondisi di lapangan.

Dokumen terkait