• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Analisis Status Hara Fosfor pada Tanah Sawah di Pulau Jawa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3. Hasil Analisis Status Hara Fosfor pada Tanah Sawah di Pulau Jawa

Berdasarkan hasil analisis jumlah P-potensial tanah sawah di Tabel 6 menunjukkan bahwa ratar-rata kadar P-potensial yang tertinggi terdapat di Provinsi Jawa Tengah sebesar 1.320 ppm, lalu Jawa Timur sebesar 784 ppm, dan Jawa Barat menjadi yang terendah yaitu sebesar 721 ppm. Rata-rata keseluruhan kadar P-potensial di Pulau Jawa adalah sebesar 1.021 ppm, sementara untuk daerah dengan kadar P-potensial tertinggi adalah Jekulo di Jawa Tengah sebesar 3.273 ppm dan yang terkecil adalah daerah Karawang di Jawa Barat sebesar 153 ppm . Untuk status hara P-potensial pada tanah sawah, dari 23 lokasi yang diambil di Pulau Jawa, 19 lokasi berstatus sangat tinggi, dua lokasi berstatus tinggi yaitu Pamanukan di Jawa Barat dan Kutuarjo di Jawa Tengah, serta dua lokasi berstatus rendah yaitu Karawang dan Palimanan di Jawa Barat. Status yang diperoleh dari rata-rata ke-3 provinsi dan Pulau Jawa ialah sangat tinggi. Secara umum sangat tingginya nilai-nilai P-potensial pada tanah sawah di Pulau Jawa, baik di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur (PPT 1983) diduga

23 adalah akibat adanya fiksasi P yang berasal dari akumulasi pemupukan P yang berlangsung secara terus-menerus akibat dari pertanian yang sangat intensif.

Seperti yang ditunjukkan oleh beberapa hasil penelitian pada lahan sawah intensifikasi di Pulau Jawa menunjukkan bahwa pemupukan P yang terus-menerus dan berlebih selama ini telah mengakibatkan terjadinya akumulasi residu P yang tinggi serta tidak diikuti dengan peningkatan hasil dan efisiensinya sangat rendah. Hal ini terjadi karena hara P mempunyai mobilitas yang kecil dan efisiensinya hanya sekitar 10 - 15% pada lahan kering dan 15 - 20% pada lahan sawah, sementara sisanya tinggal di dalam tanah sebagai residu dalam bentuk senyawa P (Adiningsih 2004; Rochayati et al. 1990). Menurut Moersidi et al. (1989), menyatakan bahwa hasil penelitian pada lahan sawah di Jawa-Madura, data analisis tahun 1974 dibandingkan dengan tahun 1988, menunjukkan bahwa pemupukan terus-menerus menyebabkan terjadinya akumulasi fosfor.

Selain pemupukan yang intensif, pH juga sangat berpengaruh terhadap daya fiksasi fosfor, pada tanah sawah bereaksi masam, ketersediaan hara P sangat rendah karena tingginya kandungan Al dalam kondisi kering (tidak tergenang) dan tingginya kandungan Fe dalam kondisi basah (tergenang), sehingga terjadinya fiksasi P oleh Al dan Fe dalam bentuk Al-P dan Fe-P (Ardjasa et al. 2000), sedangkan Leiwakabessy et al. (2003), mengungkapkan bahwa ketersediaan fosfat yang tertinggi terjadi pada selang pH 6,0 – 6,5 di atas pH ini akan diretensi oleh ion-ion Ca dan Mg maupun CaCO3.

Faktor yang paling menentukan lainnya adalah tipe dan kadar liat dalam tanah. Tanah-tanah dengan mineral liat tipe 1:1 meretensi P lebih banyak daripada tanah-tanah dengan tipe 2:1 (Leiwakabessy et al. 2003). Faktor-faktor tersebut selaras dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh ke-3 jenis tanah pada tanah-tanah sawah tersebut. Ultisols adalah tanah yang memiliki pH tergolong masam, terjadi penimbunan liat di horizon bawah (Rachim dan Suwardi 1999), serta liat tanah ini tergolong tipe 1:1 (Soepardi 1983). Vertisols adalah tanah dengan kandungan liat yang tinggi >30% (Hardjowigeno 2007), pH tanah yang cukup tinggi yaitu (7 - 8.5), mengandung unsur-unsur Ca dan Mg yang tinggi serta memiliki kandungan liat tipe 1:2 yaitu montmorilonit, sementara Inceptisols adalah tanah yang mulai

24 berkembang tetapi belum matang yang ditandai oleh perkembangan profil yang lebih lemah (Rachim dan Suwardi, 1999).

Tabel 6. Hasil Analisis Status Hara Fosfor pada Tanah Sawah di Pulau Jawa

Nama Lokasi Ordo Tanah

P2O5 potensial Harkat*) P2O5 tersedia Harkat*) (USDA 2010) (ppm) (ppm) Jawa Barat Karawang Inceptisols 153 R 31,4 T Jatisari Inceptisols 1.092 ST 50,1 ST Pamanukan Inceptisols 523 T 52,7 ST Indramayu Inceptisols 817 ST 62,3 ST Palimanan Inceptisols 185 R 10,6 R Cicalengka Inceptisols 1.126 ST 83,8 ST Cikarawang Ultisols 1.146 ST 121 ST

Rata-rata Jawa Barat 721 ST 58,8 ST

Jawa Tengah Brebes Inceptisols 1.155 ST 84,8 ST Suradadi Inceptisols 633 ST 69,0 ST Batang Ultisols 1.349 ST 54,8 ST Kendal Inceptisols 1.765 ST 82,9 ST Demak Vertisols 1.127 ST 115 ST Jekulo Vertisols 3.273 ST 154 ST Jogjakarta Vertisols 1.595 ST 121 ST Borobudur Inceptisols 1.366 ST 107 ST Kutoarjo Inceptisols 500 T 89,6 ST Karanganyar Inceptisols 639 ST 92,6 ST Buntu Inceptisols 1.118 ST 110 ST

Rata-rata Jawa Tengah 1.320 ST 98,3 ST

Jawa Timur

Bojonegoro Vertisols 707 ST 186 ST

Tambak Rejo Vertisols 612 ST 149 ST

Nganjuk Vertisols 615 ST 169 ST

Jombang Inceptisols 702 ST 89,6 ST

Ponorogo Vertisols 1.283 ST 100 ST

Rata-rata Jawa Timur 784 ST 139 ST

Rata-rata Keseluruhan 1.021 ST 95,1 ST

Keterangan: *) Harkat berdasarkan PPT (1983). SR = Sangat Rendah, R = Rendah, S = Sedang T = Tinggi, ST = Sangat Tinggi

25 4.3.2. P-tersedia pada Tanah Sawah

Provinsi yang memiliki kadar rata-rata P-tersedia tertinggi seperti yang disajikan pada Tabel 6 adalah Jawa Timur yaitu sebesar 139 ppm, selanjutnya adalah Jawa Tengah sebesar 98,3 ppm dan kadar P-tersedia yang terendah adalah Jawa Barat yaitu sebesar 58,8 ppm. Secara keseluruhan rata-rata kadar P-tersedia

di Pulau Jawa adalah sebesar 95,1 ppm, sementara daerah yang memiliki P-tersedia tertinggi adalah daerah Bojonegoro di Jawa Timur dengan nilai sebesar

186 ppm dan daerah dengan P-tersedia terendah adalah Palimanan sebesar 10,6 ppm di Jawa Barat. Berdasarkan kriteria PPT (1983), untuk hasil status hara P pada tanah sawah dari total 23 daerah yang diambil di Pulau Jawa, 21 daerah memiliki status P-tersedia sangat tinggi dan dua daerah lainnya yaitu Karawang dan Palimanan yang berada di Jawa Barat berstatus tinggi dan rendah. Berdasarkan rata-ratanya, status hara P-tersedia di Pulau Jawa maupun di ke-3 provinsi berstatus sangat tinggi.

Sangat tingginya kadar P-tersedia yang dihasilkan dari 21 lokasi di Pulau Jawa ini diduga adalah berasal dari pemupukan P yang berlangsung secara terus-menerus akibat dari pertanian yang sangat intensif. Hal ini mengingat bahwa P pada tanah-tanah masam akan terfiksasi oleh Al, Fe, dan Mn atau oleh Ca serta Mg pada tanah alkalis (Hardjowigeno 2007).

Rochayati dan Adiningsih (2002), mengemukakan bahwa jumlah yang digunakan untuk tanaman pangan hingga tahun 1995 mencapai 75% dari total pupuk untuk sektor pertanian. Sekitar 72% pupuk untuk tanaman pangan digunakan dalam program intensifikasi padi sawah. Penggunaan pupuk meningkat pesat setelah perencanaan program intensifikasi yang dimulai tahun 1969 (Adiningsih et al., 1989; Moersidi et al., 1991). Rochayati dan Adiningsih (2002) juga mengungkapkan bahwa ditinjau dari segi pendistribusian, sekitar 70% pupuk untuk padi sawah dengan luas panen 5,40 juta ha dialokasikan di Jawa, sedangkan di Luar Jawa dengan luas panen 5,10 juta ha hanya menggunakan pupuk sekitar 30% dari alokasi total.

26 4.3.3. Korelasi Hara P di Tanah Sawah Terhadap Sifat-sifat Tanah Lainnya

Tabel 7. Korelasi P-tersedia dan P-potensial pada Tanah Sawah Terhadap Sifat-sifat Tanah Lainnya

P-tersedia P-potensial C-total N-total C/N Cadd Mgdd KTK EC pH (H2O)

P-potensial 0,359 C-Total -0,218 0,044 N-Total -0,297 0,061 0,984 C/N 0,457* -0,160 0,027 -0,142 Cadd 0,425* -0,270 -0,269 -0,372 0,688 Mgdd -0,194 -0,223 -0,118 -0,086 -0,219 0,268 KTK 0,250 -0,291 0,079 -0,015 0,615 0,754 0,212 EC -0,012 -0,008 -0,176 -0,167 -0,047 0,380 0,617 -0,081 pH (H2O) 0,432* -0,120 -0,687 -0,747 0,361 0,677 0,355 0,330 0,366 Ketinggian 0,014 0,114 0,342 0,360 -0,063 -0,372 -0,409 -0,369 -0,230 -0,411 Keterangan: * Berbeda nyata, ** Berbeda Sangat Nyata

27 Hasil uji korelasi P-potensial dan P-tersedia di tanah sawah terhadap sifat-sifat kimia tanah seperti C-total, N-total, C/N, Cadd, Mgdd, KTK, EC, dan pH disajikan pada Tabel 7. Dari analisis menunjukkan bahwa untuk P-tersedia memiliki korelasi positif dengan Cadd dan pH, sehingga semakin tinggi Cadd dan pH maka makin tinggi pula kadar P-tersedia. Fosfor paling mudah diserap (tersedia) oleh tanaman pada pH netral kisaran 6,0 – 7,0. Meningkatnya pH menyebabkan juga meningkatnya kadar Ca dalam tanah, sedangkan bentuk P yang terfiksasi oleh Ca seperti monokalsium fosfat lebih mudah larut daripada yang terfiksasi oleh Fe maupun Al (Hardjowigeno 2007).

4.3.4. Kadar Hara P-potensial dan P-tersedia Tanah Sawah Berdasarkan Perbedaan Lokasi

Perbedaan kadar P-potensial dan P-tersedia tanah sawah berdasarkan lokasi disajikan pada Tabel 8. Untuk P-potensial (ppm) menghasilkan nilai sebagai berikut: pada Jawa Barat 721 ± 436 (n=7), Jawa Tengah 1.320 ± 762 (n=11), dan Jawa Timur 784 ± 283 (n=5). Dilihat dari nilai standar deviasinya, diduga hal ini disebabkan oleh keragaman antar lokasi maupun antar provinsi yang tinggi satu dengan yang lain. Selain itu dapat pula disebabkan oleh pemupukan P yang sangat bervariasi pada setiap lokasi.

Untuk nilai P-tersedia (ppm) menunjukkan bahwa Jawa Barat adalah 58,8 ± 35,8 (n=7), Jawa Tengah 98,3 ± 27,2 (n=11), dan Jawa Timur adalah 139 ± 42,4 (n=5). Dilihat dari nilai standar deviasinya diduga hal ini disebabkan oleh pemupukan P yang sama-sama intensif di setiap lokasi serta juga iklim yang tidak terlalu berbeda antar lokasi dalam satu provinsi.

Tabel 8. Rata-rata dan Standar Deviasi Kadar Hara P di Tanah Sawah Berdasarkan Lokasi

Lokasi P-tersedia P-potensial Rata-rata StDev Rata-rata StDev

Jawa Barat 58,8 35,8 721 436

Jawa Tengah 98,3 27,2 1.320 762

28 4.3.5. Kadar Hara P-potensial dan P-tersedia Tanah Sawah Berdasarkan

Perbedaan Jenis Tanah

Perbedaan kadar P-potensial dan P-tersedia tanah sawah berdasarkan jenis tanah disajikan pada Tabel 9. Untuk P-potensial (ppm) menghasilkan nilai sebagai berikut: Inceptisols 841 ± 454 (n=14), Ultisols 1.248 ± 144 (n=2), dan Vertisols 1.316 ± 940 (n=7). Dilihat dari nilai standar deviasinya, diduga hal ini disebabkan oleh keragaman antar jenis tanah yang tinggi. Selain itu dapat pula disebabkan oleh pemupukan P yang sangat bervariasi pada setiap jenis tanah.

Untuk nilai P-tersedia (ppm) tanah sawah menunjukkan bahwa Inceptisols adalah 72,6 ± 28,5 (n=14), Ultisols adalah 87,9 ± 46,9 (n=2), dan Vertisols adalah 142 ± 31,1 (n=7). Dilihat dari nilai standar deviasinya diduga hal ini disebabkan dari pemupukan P yang sama-sama intensif serta daya fiksasi P yang sama-sama tinggi pada setiap jenis tanah.

Tabel 9. Rata-rata dan Standar Deviasi Kadar Hara P di Tanah Sawah Berdasarkan Jenis tanah

Lokasi P-tersedia P-potensial Rata-rata StDev Rata-rata StDev

Inceptisols 72,6 28,5 841 454

Ultisols 87,9 46,9 1.248 144

Vertisols 142 31,1 1.316 940

4.4. Hasil Analisis Status Hara Fosfor pada Tanah Pertanian Lahan

Dokumen terkait