BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN
A. Kajian Teori
3. Hasil Belajar
a. Pengertian Belajar
Belajar atau yang disebut dengan learning, adalah perubahan yang secara relatif berlangsung lama pada perilaku yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman. Belajar merupakan salah satu bentuk perilaku yang amat penting bagi kelangsungan hidup manusia. belajar membantu manusia menyesuaikan diri (adaptasi) dengan lingkungan, dan dengan adanya proses belajar inilah manusia dapat bertahan hidup (survived). 20
19
Ibid, h. 165
20
Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan, (Jakarta:Kisi Brother’s, 2006), h. 76
Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi.21 Salah satu ciri bahwa seseorang dikatakan sudah atau telah belajar ialah adanya suatu perubahan tingkah laku pada diri seseorang tersebut. Perubahan itu menyangkut perubahan dalam pengetahuan dan keterampilan atau juga perubahan dalam sikap.
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.22 Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.23 Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik sifat maupun jenisnya karena itu sudah tentu tidak setiap perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar. Definisi dari belajar di atas mengandung pengertian bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah perubahan tingkah laku seseorang secara keseluruhan atas apa yang didapat dari suatu pengalamannya baik dari suatu penglihatan, pengamatan ataupun meniru dari seseorang yang ia anggap paling baik.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang dengan serangkaian kegiatan dalam mencapai perubahan tingkah laku, pengetahuan, kepribadian, keterampilan yang diakibatkan oleh terjadinya interaksi antara seseorang dengan
21
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2002), h 10-11
22
Slameto, Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, (Jakarta: PT: Rineka Cipta, 2003), Cet. Ke 4, h. 2
23
seseorang, seseorang dengan kelompok dan seseorang dengan lingkungannya sebagai hasil dari pengalaman.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: faktor yang datangnya dari dalam diri siswa (faktor internal) dan faktor yang datangnya dari luar diri siswa (faktor eksternal). Faktor internal yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah sebagai berikut:
1) Faktor jasmani (fisiologis), baik yang bersifat bawaan ataupun yang diperolehnya, contohnya penglihatan, pendengaran, struktur tubuh dan lain sebagainya.
2) Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan maupun yang diperolehnya. Faktor ini terdiri atas faktor:
a)Faktor intelektif yang meliputi: faktor potensial yaitu kecerdasan, bakat dan faktor kecakapan nyata yaitu prestasi yang telah dan pernah dimiliki.
b)Faktor non intelektif adalah unsur-unsur kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosional dan penyesuaian diri.
3) Faktor kematangan fisik maupun psikis
Faktor eksternal yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah sebagai berikut:
a) Faktor sosial yang terdiri dari: lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat dan lingkungan kelompok.
b) Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian.
c) Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar dan iklim.
Faktor-faktor tersebut di atas saling berinteraksi secara langsung maupun tidak langsung dalam mencapai prestasi belajar siswa.24
c. Hasil Belajar sebagai Objek Penilaian
Proses belajar mengajar terdiri dari empat unsur utama yakni tujuan, bahan, metode dan alat penilaian. Tujuan sebagai arah dari proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah rumusan tingkah laku yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa setelah menerima atau menempuh pengalaman belajarnya. Bahan adalah seperangkat pengetahuan ilmiah yang dijabarkan dalam kurikulum untuk disampaikan atau dibahas dalam proses belajar mengajar agar sampai kepada tujuan yang telah ditetapkan. Metode dan alat adalah cara atau teknik yang digunakan dalam mencapai tujuan. Sedangkan penilaian adalah upaya atau tindakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai atau tidak. Dengan kata lain, penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa.
Proses adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai tujuan pengajaran, sedangkan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Horward Kingsley membagi tiga macam hasil belajar yakni: (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian dan (c) sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan Gagne membagi lima kategori hasil belajar, yakni: (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) strategi kognitif, (d) sikap dan (e) keterampilan motoris. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler
24
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, PsikologiBelajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 130
maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor.
d. Pengukuran Hasil Belajar 1. Pengukuran Ranah Kognitif
Penilaian terhadap hasil belajar penguasaan materi bertujuan untuk mengukur penguasaan dan pemilihan konsep dasar keilmuan berupa materi-materi esensial sebagi konsep fungsi dan prinsip utama. Konsep kunci dan prinsip utama keilmuan tersebut harus dimiliki dan dikuasai siswa secara tuntas, bukan hanya dalam bentuk hapalan. Ranah kognitif ini merupakan ranah yang lebih banyak melibatkan kegiatan mental. Pada ranah ini terdapat enam jenjang berpikir mulai dari yang tingkat rendah sampai tinggi, yakni: (1) pengetahuan/ingatan (knowledge), (2) pengetahuan (comprehension), (3) penerapan (application), (4) analisis (analysis), (5) sintesis (synthesis) dan (5) evaluasi (evaluation). Pada tahun 2001 Anderson dan Krathwohl melakukan revisi terhadap taksonomi Bloom menjadi: (1) Remember, (2) understand, (3) apply, (4) analyze, (5) evaluate, dan (6) create.
Kemampuan-kemampuan yang termasuk domain kognitif oleh Bloom dkk dikategorikan lebih terinci secara hierarkis kedalam enam jenjang kemampuan yakni hapalan/ingatan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), sintetis (C5) dan evaluasi (C6).25
2. Pengukuran Ranah Afektif
Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang yang memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Penilaian hasil belajar afektif kurang mendapat perhatian dari guru.
25
Ahmad Sofyan, et all., Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h 15
Para guru lebih banyak menilai ranah kogntif semata-mata. Tipe belajar hasil afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar dan hubungan sosial.
Pengukuran ranah afektif tidaklah semudah mengukur ranah kognitif. Pengukuran ranah afektif tidak dapat dilakukan setiap saat karena perubahan tingkah laku siswa tidak dapat berubah sewaktu-waktu. Pengubahan sikap seseorang memerlukan waktu yang relatif lama, demikian juga pengembangan minat dan penghargaan serta nilai-nilai.
Ranah afektif ini dirinci oleh Kathwohl dkk, menjadi lima jenjang, yakni: (1) perhatian atau penerimaan (receiving), (2) tanggapan (responding), (3) penilaian atau penghargaan (valuing), (4) pengorganisasian (organization) dan (5) karakterisasi terhadap suatu atau beberapa nilai (characterization by a value or value complex). Tujuan-tujuan instruksional yang termasuk domain afektif diklasifikasikan oleh David Kathwohl ke dalam jenjang secara hierarkis, yaitu: "Receiving" meliputi penerimaan secara pasif terhadap suatu nilai dan keyakinan. "Responding" meliputi keinginan dan kesenangan menanggapi atau merealisasikan sesuatu yang sesuai dengan nilai-nilai yang dianut masyarakat. "Valuing" meliputi pemilikan serta pelekatan pada suatu nilai tertentu. "Organization" meliputi konseptualisasi nilai-nilai menjadi suatu sistem nilai. "Characterization" mencakup pengembangan nilai-nilai menjadi karakter pribadi.26
Kategori ranah afektif sebagai hasil belajar, kategorinya dimulai dari tingkat yang dasar atau sederhana sampai tingkat yang kompleks, yaitu:
26
a) Receiving/attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Tipe ini contohnya kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, kontrol dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar.
b) Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya.
c) Valuing (penilaian) berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tadi. Evaluasi ini termasuk di dalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut.
d) Organisasi, yakni pengembangaan diri dari nilai ke dalam suatu sistem dan prioritas nilai yang telah dimilikinya, yang termasuk ke dalam organisasi adalah konsep tentang nilai dan organisasi sistem nilai.
e) Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Kedalamnya termasuk keseluruhan nilai dan karakteristiknya.27
Sehubungan dengan tujuan penilaiannya ini maka yang menjadi sasaran penilaian kawasan afektif adalah perilaku anak didik, bukan pengetahuannya. Pertanyaan afektif tidak menuntut jawaban benar atau salah, tetapi jawaban yang khusus tentang dirinya mengenai minat, sikap dan internalisasi nilai.
27
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990), h 30
3. Pengukuran Ranah Psikomotor
Pengukuran ranah psikomotor dilakukan terhadap hasil-hasil belajar yang berupa penampilan. Namun demikian biasanya pengukuran ranah ini disatukan atau dimulai dengan pengukuran ranah kognitif sekaligus. Hasil belajar ini merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skiil) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Simpson (1956) menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan afektif, akan tampak setelah siswa menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung pada kedua ranah tersebut dalam kehidupan siswa sehari-hari.28
Proses belajar mengajar di sekolah saat ini, tipe belajar hasil belajar kognitif lebih dominan jika dibandingkan dengan tipe hasil belajar bidang afektif dan psikomotoris. Sekalipun demikian tidak berarti bidang afektif dan psikomotoris diabaikan sehingga tak perlu lagi diberikan penilaian. Tipe hasil belajar ranah psikomotoris berkenaan dengan keterampilan atau kemampuan bertindak setelah ia menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar ini sebenarnya tahap lanjutan dari hasil belajar afektif yang baru tampak dalam kecenderungan-kecenderungan untuk berperilaku.
Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa yang menjadi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa yaitu secara garis besarnya berasal dari faktor internal (diri siswa sendiri) dan eksternal (dari luar siswa sendiri). Adapun faktor yang datang dari diri sendiri bisa diakibatkan oleh kemampuan dan keinginan yang kurang atau boleh dibilang mempunyai IQ yang pas-pasan sehingga dapat menyebabkan penurunan dalam belajarnya. Sedangkan faktor yang dari luar diri siswa yaitu bisa disebabkan oleh
28
keadaan keluarganya ataupun lingkungannya yang kurang mendukung dalam proses belajarnya.
4. Hukum Newton