• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam dokumen ALEYRODIDAE) PADA TANAMAN TOMAT (Halaman 24-36)

Siklus Hidup

Perbedaan siklus hidup serangga menurut Morgan et al. (2001), dipengaruhi oleh spesies serangga, suhu, tanaman inang, serta metode perbanyakan serangga yang digunakan. Menurut Schoonhoven et al. (2005), faktor dari tanaman yang dapat mempengaruhi serangga dalam proses pemilihan dan penentuan inang diantaranya adalah bentuk daun, trikoma pada daun, serta senyawa-senyawa kimia hasil proses metabolisme sekunder tanaman tersebut. B. tabaci misalnya, lebih menyukai tanaman yang mempunyai banyak trikoma dan mengandung kelenjar atau getah sebagai tanaman inangnya.

Siklus hidup B. tabaci pada suhu 25 °C pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan berturut-turut adalah 27,30; 24,96; dan 21,17 hari (Tabel 1). Siklus hidup B. tabaci pada setiap tanaman hasilnya masing-masing berbeda nyata, dimana pada gulma babadotan siklus hidup B. tabaci lebih singkat 6,13 hari dibandingkan tanaman tomat dan 3,79 hari lebih singkat dibandingkan tanaman cabai. Siklus hidup B. tabaci pada suhu 29 °C pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan masing-masing adalah 20,71; 21,04; dan 22,67 hari (Tabel 1). Siklus hidup B. tabaci pada tanaman tomat lebih singkat 0,33 hari dibandingkan tanaman cabai dan 1,96 hari lebih singkat dibandingkan gulma babadotan, namun hasil antara tanaman tomat dan tanaman cabai pada suhu ini tidak berbeda nyata.

Siklus hidup B. tabaci pada umumnya lebih singkat pada tanaman tomat dan gulma babadotan dibandingkan pada tanaman cabai. Salah satu faktor yang mempengaruhi hal ini adalah banyaknya trikoma pada tanaman tomat dan gulma babadotan. Menurut Shivanathan (1983), tanaman cabai bukan inang yang sesuai bagi pertumbuhan B. tabaci, sehingga di lapang jarang terlihat koloni B. tabaci pada tanaman cabai. Faktor fisik dan kimia tanaman memegang peranan penting dalam pemilihan dan penentuan inang, karena setiap tanaman mengandung nutrisi yang berbeda bagi keberlangsungan hidup suatu individu. Faktor ini umumnya tidak bekerja secara tunggal, melainkan secara bersama-sama membentuk suatu sistem pertahanan (Kogan 1982).

Tabel 1 Siklus hidup, lama hidup, dan keperidian B. tabaci pada suhu 25 °C pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan

Parameter populasi

25 oC

Tomat Cabai Babadotan

Siklus Hidup

(hari) 27,30±2,05c 24,96±2,22b 21,17±1,61a

Lama Hidup

(hari) 33,71±2,61c 31,21±3,79b 28,08±3,51a

Keperidian

(butir telur) 45,96±10,13ab 37,71±18,11a 48,50±17,01b Keterangan: Angka-angka pada baris yang sama dan suhu yang sama serta diikuti oleh huruf yang

sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan Uji Selang Berganda Duncan pada taraf α = 5%.

Tabel 2 Siklus hidup, lama hidup, dan keperidian B. tabaci pada suhu 29 °C pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan

Parameter populasi

29 oC

Tomat Cabai Babadotan

Siklus Hidup

(hari) 20,71±1,63a 21,04±0,91a 22,67±1,01b

Lama Hidup

(hari) 26,83±2,96a 27,00±2,62a 29,04±1,68b

Keperidian

(butir telur) 41,30±13,28b 31,96±10,65a 43,83±9,64b

Keterangan: Angka-angka pada baris yang sama dan suhu yang sama serta diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan Uji Selang Berganda Duncan pada taraf α = 5%.

Menurut Wang & Tsai (1996), semakin meningkatnya suhu maka siklus hidup serangga akan semakin singkat, tetapi pada suhu di atas 30 oC waktu yang diperlukan serangga untuk menyelesaikan siklus hidupnya akan menurun secara drastis. Penurunan lamanya siklus hidup seiring meningkatnya suhu pada tanaman tomat adalah 6,59 hari dan pada tanaman cabai adalah 3,92 hari.

Penurunan lamanya siklus hidup seiring peningkatan suhu tidak terjadi pada gulma babadotan. Siklus hidup B. tabaci pada gulma babadotan pada suhu 25 °C lebih singkat 1,5 hari dibandingkan pada suhu 29 oC. Hal ini dikarenakan kisaran suhu optimum bagi gulma babadotan itu sendiri adalah 16 oC sampai 24 oC (Moenandir 1988), sehingga pada suhu 29 oC setelah dua minggu pengujian beberapa helai daun bagian bawah gulma babadotan terlihat mengering (Gambar 6c).

(a) (b) (c)

Gambar 5 Tanaman pada suhu 25 oC pada (a) tanaman tomat umur 14 MST (b) tanaman cabai umur 13 MST dan (c) gulma babadotan umur 5 MST.

(a) (b) (c)

Gambar 6 Tanaman pada suhu 29 oC pada (a) tanaman tomat umur 14 MST (b) tanaman cabai umur 14 MST dan (c) gulma babadotan umur 7 MST.

Lama Hidup

Lama hidup menentukan karakteristik kelangsungan hidup suatu organisme dalam suatu populasi. Setiap organisme memiliki variasi jangka hidup yang terbatas. Hasil pengamatan harian menunjukkan bahwa lama hidup atau kemampuan bertahan hidup B. tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 °C berturut-turut adalah 33,71; 31,21; dan 28,08

hari (Tabel 1). Lama hidup B. tabaci pada setiap tanaman hasilnya masing-masing berbeda nyata, dimana pada gulma babadotan lama hidup B. tabaci lebih singkat 5,63 hari dibandingkan tanaman tomat dan 3,13 hari dibandingkan tanaman cabai.

Lama hidup B. tabaci pada suhu 29 °C pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan masing-masing adalah 26,83; 27,00; dan 29,04 hari (Tabel 1). Lama hidup B. tabaci pada tanaman tomat lebih singkat 0,17 hari dibandingkan tanaman cabai dan 2,21 hari dibandingkan gulma babadotan, tetapi hasil antara tanaman tomat dan tanaman cabai pada suhu ini tidak berbeda nyata.

Menurut Wang & Tsai (1996), suhu dapat mempengaruhi lama hidup imago betina B. tabaci. Pada suhu 20 °C imago betina B. tabaci dapat hidup sampai 44,36 hari, sedangkan pada suhu 30 °C dan 35 °C, imago betina hanya dapat hidup selama 12,47 dan 10,43 hari.

Kemampuan bertahan hidup atau lama hidup B. tabaci pada suhu 30 oC sampai 34 oC akan lebih singkat dibandingkan lama hidup B. tabaci pada suhu 18 o

C sampai 22 oC (Gameel 1977). Hasil pengamatan harian juga menunjukkan bahwa peningkatan suhu sebesar 4 °C (dari 25 °C menjadi 29 °C) akan mempersingkat waktu lama hidup B. tabaci pada tanaman tomat sebesar 6,88 hari dan pada tanaman cabai sebesar 4,21 hari. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Purbosari (2008), yang menyatakan bahwa lama hidup B. tabaci pada tanaman tomat membutuhkan waktu yang lebih lama pada suhu 23 oC dibandingkan pada suhu ruang dan suhu 29 oC. Namun, penurunan lama hidup seiring peningkatan suhu tidak terjadi pada gulma babadotan. Lama hidup B. tabaci pada gulma babadotan pada suhu 25 °C lebih singkat 0,96 hari dibandingkan pada suhu 29 oC. Hal ini dikarenakan gulma babadotan pada suhu 29 oC mengalami penurunan kondisi secara fisik, ditandai dengan mengeringnya beberapa helai daun bagian bawah setelah dua minggu masa pengujian.

Laju kematian B. tabaci pada suhu 25 °C pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan mulai terjadi pada stadia telur, yang ditunjukkan dengan penurunan jumlah masing-masing pada hari ke-8, ke-12, dan ke-9 (Gambar 7,8, dan 9). Sementara itu, pada suhu 29 °C laju kematian B. tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan mulai terjadi pada stadia

telur, yang ditunjukkan dengan penurunan jumlah masing-masing pada hari ke-9, ke-6, dan ke-12 (Gambar 7, 8, dan 9).

Persentase keberhasilan telur untuk menetas dapat dilihat dari data kematian pada stadia telur. Keberhasilan telur untuk menetas pada suhu 25 °C pada tanaman tomat dan gulma babadotan sebesar 98,67%, sedangkan pada tanaman cabai sebesar 99,33%. Sementara itu, persentase keberhasilan telur menetas pada suhu 29 °C pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan secara berurutan sebesar 95,33%; 91,33%; dan 94,67%.

Keperidian

Banyaknya individu betina dalam suatu populasi dapat mempengaruhi nilai keperidian. Semakin banyaknya betina maka telur yang dihasilkan juga akan semakin banyak, dan hal ini akan sangat merugikan bila serangga tersebut berperan sebagai hama. Banyaknya telur yang dihasilkan imago betina memperlihatkan tingkat kesesuaian individu tersebut pada tanaman inangnya.

Keperidian imago betina B. tabaci pada suhu 25 °C pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan secara berurutan adalah 45,96; 37,71; dan 48,50 butir telur (Tabel 1). Puncak nilai mx pada tanaman tomat terjadi diawal peneluran atau pada hari ke-23, dengan rata-rata 8 butir telur yang diletakkan pada hari tersebut. Sedangkan puncak mx pada tanaman cabai terjadi pada hari ke-25, dengan rata-rata 6,53 butir telur, dan puncak mx pada gulma babadotan terjadi pada hari ke-22, dengan rata-rata 8,34 butir telur yang diletakkan imago betina pada hari tersebut.

Keperidian imago betina B. tabaci pada suhu 29 °C pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan secara berurutan adalah 41,30; 31,96; dan 43,83 butir telur. Puncak nilai mx pada tanaman tomat terjadi pada hari ke-32, dengan rata-rata 8 butir telur yang diletakkan betina pada hari tersebut. Puncak mx pada tanaman cabai terjadi pada hari ke-21, dengan rata-rata 6,89 butir telur per betina. Sedangkan puncak mx pada gulma babadotan terjadi pada hari ke-22, dengan rata-rata 7,80 butir telur per betina.

Gambar 7 Kurva individu B. tabaci yang hidup pada umur ke-x (lx) dan rataan keperidian individu B. tabaci pada umur ke-x (mx) pada tanaman tomat pada suhu 25 °C dan 29 °C.

Gambar 8 Kurva individu B. tabaci yang hidup pada umur ke-x (lx) dan rataan keperidian individu B. tabaci pada umur ke-x (mx) pada tanaman cabai pada suhu 25 °C dan 29 °C.

Gambar 9 Kurva individu B. tabaci yang hidup pada umur ke-x (lx) dan rataan keperidian individu B. tabaci pada umur ke-x (mx) pada gulma babadotan pada suhu 25 °C dan 29 °C.

Menurut Wang & Tsai (1996), keperidian imago betina B. tabaci akan menurun seiring meningkatnnya suhu. Imago betina B. tabaci yang dipelihara pada suhu 20 oC sampai 25 oC dapat meletakkan telur rata-rata 324,41 dan 223,67 butir per imago, sedangkan pada suhu 35 oC imago betina B. tabaci hanya dapat meletakkan 21,67 butir telur per imago.

Hasil penelitian Purbosari (2008), memperlihatkan bahwa keperidian imago betina B. tabaci pada suhu 23 oC lebih tinggi dibandingkan pada suhu ruang dan suhu 29 oC, yaitu berturut-turut adalah 93,38; 62,75; dan 32,17 butir. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan harian yang menunjukkan adanya penurunan keperidian imago betina pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan seiring dengan meningkatnya suhu, secara berurutan penurunannya sebesar 4,66; 5,75 dan 4,67 butir telur.

Peningkatan suhu juga berpengaruh pada pergeseran kurva mx, yaitu kurva mx akan bergeser kesebelah kiri seiring dengan peningkatan suhu, kecuali pada gulma babadotan yang memang mengalami penurunan kondisi secara fisik pada suhu 29 °C sehingga berdampak lain. Hal ini berarti peningkatan suhu 4 oC (dari 25 oC ke 29 oC) akan mempercepat waktu peneluran dan mempersingkat lamanya peneluran.

Laju Reproduksi

Nilai R0 atau laju reproduksi bersih pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan untuk masing-masing tanaman adalah 28,20; 28,94; dan 57,28 individu per induk per generasi. Nilai R0 yang tinggi memperlihatkan tingkat kesesuian hidup B. tabaci pada suatu tanaman. Nilai R0 paling tinggi pada suhu 25 °C terdapat pada gulma babadotan, sehingga dapat disimpulkan bahwa B. tabaci pada suhu 25 °C lebih sesuai hidup pada gulma babadotan, dibandingkan pada tanaman tomat dan tanaman cabai.

Pada suhu 29 °C nilai R0 pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan secara berurutan adalah 25,14; 15,77; dan 23,09 individu per induk per generasi. Nilai R0 paling tinggi pada suhu 29 °C terdapat pada tanaman tomat, sehingga dapat disimpulkan bahwa B. tabaci pada suhu 29 °C lebih sesuai hidup pada tanaman tomat, dibandingkan pada tanaman cabai dan gulma babadotan.

Tabel 3 Neraca kehidupan B. tabaci pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan pada suhu 25 °C dan 29 oC

Parameter populasi

25 oC 29 oC

Tomat Cabai Babadotan Tomat Cabai Babadotan

Ro 28,20 28,94 57,28 25,14 15,77 23,09

r 0,12 0,13 0,18 0,14 0,12 0,13

T 28,47 25,68 22,74 22,47 22,97 24,45

DT 5,78 5,33 3,85 4,95 5,78 5,33

Keterangan :

Ro = laju reproduksi bersih (individu/induk/generasi) r = laju pertambahan intrinsik (individu/induk/hari)

T = rataan masa generasi (hari)

DT = waktu untuk populasi berlipat ganda (hari)

Seiring peningkatan suhu dari 25 °C ke 29 °C terjadi penurunan nilai R0 pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan, secara berurutan besarnya adalah 3,06; 13,17; dan 34,19 individu per induk per generasi. Penurunan nilai R0 pada tanaman tomat pada suhu 29 °C tidak akan merubah kesimpulan bahwa B. tabaci lebih sesuai hidup pada tanaman tomat pada suhu tersebut. Hal ini dikarenakan singkatnya waktu untuk populasi berlipat ganda (DT) pada tanaman tomat dibandingkan tanaman lainnya. Nilai DT yang tinggi dapat meningkatkan nilai R0 dalam satuan waktu tertentu (Birch 1948). Jika nilai R0 < 1 artinya populasi serangga akan menurun menuju kepunahan, sedangkan bila R0 > 1 artinya populasi serangga akan meningkat.

Laju pertambahan intrinsik (r) merupakan pertambahan populasi pada lingkungan konstan dan sumberdaya yang tidak terbatas. Nilai r B. tabaci pada suhu 25 °C pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan berturut-turut adalah 0,12; 0,13; dan 0,18 individu per induk per hari. Pada suhu 29 °C nilai r pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan adalah 0,14; 0,12; dan 0,13 individu per induk per hari. Terlihat nilai r tertinggi pada suhu 25 °C terdapat pada gulma babadotan dan pada suhu 29 °C pada tanaman tomat. Tingginya nilai r ini disebabkan oleh tingginya keperidian, rendahnya mortalitas pradewasa dan masa dewasa B. tabaci pada gulma babadotan dan tanaman tomat pada suhu tersebut. Tetapi nilai laju pertambahan intrinsik (r) yang tinggi pada suatu spesies tidak selalu diartikan sebagai tingkat keberhasilan dalam suatu habitat. Hal ini dikarenakan adanya proses seleksi dari spesies tersebut agar nilai r

nya menjadi relatif tinggi, sehingga dapat berkompetisi dengan spesies yang lain (Birch 1948).

Nilai r pada tanaman tomat meningkat sebesar 0,2 individu per induk per hari seiring dengan meningkatnya suhu. Sementara itu, pada tanaman cabai dan gulma babadotan menurun seiring meningkatnya suhu, besarnya penurunan nilai r secara berurutan adalah 0,1 dan 0,5 individu per induk per hari. Adanya perbedaan nilai r ini dikarenakan adanya perbedaan tingkat kematian, kelahiran, dan waktu perkembangan B. tabaci pada masing-masing tanaman tersebut disetiap tahap pengujian. Menurut Birch (1948), jika nilai r lebih kecil dari nilai r yang minimum maka spesies tersebut gagal dalam bertahan hidup. Suatu populasi akan mencapai nilai r yang tinggi apabila suatu individu mencapai fase dewasa dengan tingkat reproduksi yang lebih awal.

Rataan masa generasi (T) adalah rataan waktu yang dibutuhkan sejak telur diletakkan hingga saat imago betina menghasilkan separuh keturunannya. Spesies pada suatu populasi yang mempunyai nilai T yang rendah akan tumbuh lebih cepat dibandingkan spesies pada populasi yang mempunyai nilai T yang tinggi. Rataan masa generasi B. tabaci pada suhu 25 °C pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan masing-masing adalah 28,47; 25,68; dan 22,74 hari. Waktu yang dibutuhkan B. tabaci untuk menghasilkan separuh keturunannya pada gulma babadotan lebih singkat dibandingkan pada tanaman tomat dan tanaman cabai.

Nilai r B. tabaci pada suhu 29 °C pada tanaman tomat, tanaman cabai, dan gulma babadotan secara berurutan adalah 22,47; 22,97; dan 24,45 hari. Waktu yang dibutuhkan B. tabaci untuk menghasilkan separuh keturunannya pada suhu 29 °C pada tanaman tomat lebih singkat dibandingkan pada tanaman cabai dan gulma babadotan. Hal ini berarti populasi B. tabaci pada gulma babadotan pada suhu 25 °C dan pada tanaman tomat pada suhu 29 oC, akan tumbuh lebih cepat dibandingkan B. tabaci pada tanaman lainnya pada suhu yang sama.

Rataan masa generasi pada tanaman tomat dan tanaman cabai seiring meningkatnya suhu mengalami penurunan, secara berurutan besarnya penurunan masing-masing adalah 6 dan 2,71 hari. Sementara itu, pada gulma babadotan seiring meningkatnya suhu masa generasi bertambah 1,71 hari. Hal ini berarti,

pada tanaman tomat dan tanaman cabai populasi B. tabaci tumbuh lebih cepat pada suhu 29 °C dibandingkan suhu 25 oC, sedangkan pada gulma babadotan populasi B. tabaci tumbuh lebih cepat pada suhu 25 °C dibandingkan suhu 29 °C.

Waktu yang dibutuhkan B. tabaci untuk berlipat ganda (DT) terlama pada suhu 25 °C terdapat pada tanaman tomat yaitu 5,78 hari dan tersingkat pada gulma babadotan yaitu 3,85 hari. Sedangkan nilai DT pada tanaman cabai adalah 5,33 hari. Sementara itu, nilai DT terlama pada suhu 29 °C terdapat pada tanaman cabai sebesar 5,78 hari dan tersingkat pada tanaman tomat sebesar 4,95 hari. Sedangkan nilai DT pada gulma babadotan adalah 5,33 hari. Menurut Birch (1948), nilai populasi berlipat ganda yang tinggi pada suatu individu dapat menyebabkan penurunan sumber daya lingkungan dan mempengaruhi nilai laju pertambahan intrinsik (r).

Nilai DT pada tanaman cabai dan gulma babadotan mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya suhu dari 25 °C ke 29 oC, secara berurutan nilai penurunannya adalah 0,45 dan 1,48 hari. Sementara itu, pada tanaman tomat nilai DT mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya suhu, yaitu selama 0,83 hari. Hal ini menandakan perkembangan populasi B. tabaci pada tanaman tomat lebih baik pada suhu 29 °C dibandingkan pada suhu 25 oC.

Dalam dokumen ALEYRODIDAE) PADA TANAMAN TOMAT (Halaman 24-36)

Dokumen terkait