• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Data Bulanan merupakan analisis tentang pola curah hujan, penentuan bulan basah dan kering serta keterkaitannya dengan pola atau profil vertikal angin pada saat hujan berkelanjutan (kontinu). Kototabang, Pontianak, dan Biak merupakan kota-kota yang letaknya sama-sama berada di ekuator, dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Lokasi Penelitian, yaitu Kototabang, Pontianak, dan Biak (Syamsudin 2006) Berdasarkan distribusi curah hujan bulanan periode Maret 2007-Februari 2008 yang ditunjukkan pada Gambar 9 terlihat adanya perbedaan yang signifikan antara curah hujan Kototabang, Pontianak, dan Biak. Curah hujan rata-rata maksimum dimiliki oleh Pontianak sebesar 282.033 mm. Curah hujan rata-rata Biak sebesar 238.33 mm sedangkan Kototabang sebesar 177.18 mm.

Gambar 9 Distribusi Curah Hujan Bulanan Daerah Kototabang, Pontianak, dan Biak Periode Maret 2007-Februari 2008

Daerah di sekitar ekuator, umumnya memiliki pola curah hujan equatorial atau Semi Annual Oscillation (SAO). Ciri khas pola curah hujan Equatorial adalah memiliki dua puncak musim hujan. Berdasarkan data curah hujan periode Maret 2007 – Februari 2008 yang ditunjukkan pada Gambar 9, Pontianak dan Biak mempunyai pola curah hujan equatorial. Puncak musim hujan di Pontianak terjadi pada bulan Mei dan Oktober 2007. Sedangkan Biak mengalami puncak musim hujan pada bulan Juli 2007 dan Januari 2008.

Berbeda dengan daerah Kototabang, memiliki pola curah hujan monsoonal. Pola curah hujan Monsoonal atau Annual Oscillation (AO) dicirikan oleh adanya perbedaan yang tegas antara musim hujan dan musim kemarau yaitu enam bulan musim hujan dan enam bulan berikutnya musim kemarau. Puncak musim hujan atau bulan basah di Kototabang terjadi pada bulan Desember 2007 sehingga diduga bulan kering terjadi pada bulan Juni. Bulan basah dan kering daerah Kototabang dijadikan bahan analisis untuk daerah Pontianak dan Biak.

Berdasarkan data NCEP/NCAR Re-analysis yang menunjukkan pola angin dan curah hujan, pada bulan Desember tampak basah di berbagai daerah di Indonesia dengan dominan adalah angin baratan. Angin ini yang membawa massa uap air sehingga dijadikan indikator terjadinya hujan. Sedangkan untuk bulan Juni curah hujan yang terjadi sangat rendah dengan angin yang terjadi adalah angin timuran. Angin ini sangat terkait erat dengan musim kemarau, dapat dilihat pada Gambar 10 dan 11.

Gambar 10 Pola Angin yang dioverlay dengan Curah Hujan di Atas Indonesia bulan Desember 2007

Gambar 11 Pola Angin yang dioverlay dengan Curah Hujan di Atas Indonesia bulan Juni 2007 Secara umum curah hujan pada bulan Desember terjadi secara kontinu atau terus menerus dengan rata-rata curah hujan di ketiga tempat tersebut 10.8 mm. Sebaliknya curah hujan di bulan Juni terjadi secara diskontinu atau terputus-putus dengan rata-rata curah hujan 9.8 mm. Curah hujan kontinu atau berkelanjutan di daerah Kototabang terjadi pada tanggal 5-13 Desember 2007 dan 14-17 Juni 2007, dapat dilihat pada Gambar 12 dan 13.

Gambar 12 Curah Hujan Harian di Atas Kototabang, Pontinak, dan Biak Bulan Desember 2007

Gambar 13 Curah Hujan Harian di Atas Kototabang, Pontinak, dan Biak Bulan Juni 2007

Berdasarkan Gambar 14 menunjukkan kontur anomali angin zonal di Kototabang Tanggal 5-13 Desember 2007. Warna merah menunjukkan angin baratan yang terjadi sampai ketinggian 4 km. Berdasarkan kontur tersebut terlihat adanya osilasi atau embutan 3 harian dengan angin baratan maksimum terjadi pada tanggal 7 dan 12 Desember 2007.

Gambar 14 Kontur Anomali Angin Zonal di Kototabang pada Tanggal 5-13 Desember 2007

Pontianak tampak adanya osilasi angin baratan sekitar 4-5 harian dengan angin baratan maksimum terjadi pada tanggal 7 dan 13 Desember 2007 . Angin baratan ini terjadi di bawah ketinggian 2 km. Sedangkan pada ketinggian lebih dari 2 km terjadi angin timuran, tetapi tidak membentuk pola tertentu. Pembelokan angin atau angin reversal terjadi pada ketinggian sekitar 1.3 km, dapat dilihat pada Gambar 15. Sedangkan untuk daerah Biak angin yang mendominasi pada tanggal 5 -13 Desember adalah angin timuran, lihat Gambar 16.

Gambar 15 Kontur Anomali Angin Zonal di Pontianak pada Tanggal 5-13 Desember 2007

Gambar 16 Kontur Anomali Angin Zonal di Biak pada Tanggal 5-13 Desember 2007

Pada saat bulan kering yaitu bulan Juni bukan berarti tidak ada hujan. Namun curah hujan yang terjadi sangat rendah dibandingkan pada saat bulan basah. Angin yang mendominasi pada saat bulan kering adalah angin timuran baik di Kototabang maupun di Biak, lihat Gambar 17 dan 19. Akan tetapi beda dengan Pontianak, angin yang mendominasi di daerah ini adalah angin baratan dengan tidak memiliki osilasi, tampak pada Gambar 18.

Gambar 17 Kontur Anomali Angin Zonal di Kototabang pada Tanggal 14-17 Juni 2007

Gambar 18 Kontur Anomali Angin Zonal di Pontianak pada Tanggal 14-17 Juni 2007

Gambar 19 Kontur Anomali Angin Zonal di Biak pada Tanggal 14-17 Juni 2007

4.2 Analisis Data Tahunan

Analisis jangka panjang dilakukan untuk menganalisis variasi angin yang terjadi dari periode Maret 2007-Februari 2008 sehingga diketahui apakah ada keterkaitan dengan fenomena global yang mempengaruhi curah hujan di Indonesia yaitu Madden Julian Oscillation (MJO). MJO merupakan osilasi atau gelombang tekanan (pola tekanan tinggi-tekanan rendah) dengan periode 30-60 harian yang menjalar dari barat ke timur. Sepanjang ekuator. MJO mempengaruhi variabilitas hujan di Indonesia yang melibatkan variasi angin, suhu permukaan laut (sea surface temperature, SST), perawanan, dan hujan.

Berdasarkan data angin zonal yang terukur dari data Equatorial Atmospheric Radar (EAR) periode Maret 2007-Februari 2008 menunjukkan di Kototabang terlihat adanya propagasi atau penjalaran arah dan kecepatan angin zonal, lihat Gambar 20. Propagasi atau pola pengulangan angin zonal tersebut menunjukkan adanya MJO. Hal ini menunjukkan bahwa fenomena MJO melewati daerah Kototabang.

Gambar 20 Kontur Anomali Angin Zonal di Kototabang Periode 2 Maret 2007-29 Februari 2008

Angin zonal membawa massa uap air dari barat ke timur sehingga akan terkait erat dengan fenomena konvergen atau divergen. Berdasarkan Gambar 20, angin reversal atau pembelokan angin di Kototabang terjadi pada ketinggian 5.1 km dan angin dominan terjadi pada ketinggian 2.9 km.

Angin yang dominan bergerak di bawah ketinggian 5.1 km adalah angin baratan. Sedangkan di lapisan atas lebih dari 5.1 km angin dominan bergerak ke timur. Hal ini sesuai dengan teori skema perpotongan MJO sepanjang ekuator yang menunjukkan aktivitas konvergen atau kenaikan massa udara pada lapisan bawah dan pada lapisan atasnya terjadi divergen atau penurunan massa udara di sepanjang ekuator. Aktivitas konvergen akan membentuk awan-awan konvektif seperti awan-awan besar (Super Cloud Cluster atau SCC) yang bergerak ke arah timur. Pergerkan SCC berkaitan dengan pusat tekanan rendah yang akan diikuti pola perubahan pola angin. Kejadian MJO yang ditandai dengan penjalaran pertumbuhan gugus awan selalu diikuti dengan curah hujan yang tinggi.

Pontianak dan Biak menggunakan data Wind Profiler Radar (WPR). Berdasarkan Gambar 21 menunjukkan di daerah Pontianak terjadi angin reversal pada ketinggian 4.9 km sedangkan angin dominan pada ketinggian 2.6 km. Angin yang dominan bergerak di bawah ketinggian 4.9 km adalah angin baratan dan di atasnya terjadi angin timuran. Propagasi angin zonal di Pontianak tidak terlalu tampak kelihatan seperti di Kototabang. Akan tetapi fenomena MJO tetap sampai di daerah Pontianak sekitar bulan Desember 2007-Februari 2008 meskipun nampak tidak terlalu jelas.

Gambar 21 Kontur Anomali Angin Zonal di Pontianak Periode 1 Maret 2007-29 Februari 2008

Fenomena MJO dipengaruhi oleh posisi matahari yang relatif terhadap garis ekuator. Secara umum dapat dikatakan bahwa ketika matahari berada di ekuator, MJO bergerak lurus ke arah timur sehingga fenomena MJO terasa sampai daerah Indonesia bagian timur seperti Biak. Selain itu, topografi Indonesia sebagai benua maritim juga mempengaruhi penjalaran MJO.

Berdasarkan kontur anomali angin zonal di daerah Biak yang ditunjukkan pada Gambar 22, angin baratan terkuat yang ditunjukkan dengan warna merah terjadi pada bulan Maret 2007 dan mulai akhir November sampai Desember 2007. Angin baratan pada periode tersebut mendominasi sampai pada ketinggian 7.8 km. Angin reversal di daerah Biak terjadi pada ketinggian 1.6 km sedangkan angin dominan pada ketinggian 0.5 km. Biak mengalami kenaikkan massa udara atau konvergen di bawah ketinggian 1.6 km dan di atasnya terjadi penurunan massa udara yang disebut divergen. Sehingga lebih membuktikan di daerah Biak juga mengalami fenomena MJO. Apalagi tampak penjalaran atau propagasi angin zonal sebagai indikasi terjadinya awan super cluster.

Gambar 22 Kontur Anomali Angin Zonal di Biak Periode 11 Maret 2007-13 Februari 2008

Pada saat sekitar bulan kering yang diduga sekitar Mei-Juli 2007, angin yang dominan bergerak adalah angin timuran (lihat Gambar 23). Angin timuran membawa massa udara kering dan bertepatan waktunya dengan monsun panas asia (Summer Monsoon). Angin timuran lebih terasa di daerah Biak karena massa uap yang bergerak dari barat ke timur telah berkurang pada saat sampai di Biak sehingga dirasakan daerah Biak lebih kering dibandingkan daerah-daerah lain.

Gambar 23 Kecepatan Angin di Sekitar Bulan Kering di Kototabang, Pontianak, dan Biak

.

Sekitar bulan basah yaitu November 2007-Januari 2008 angin yang dominan bergerak adalah angin baratan, seperti terlihat pada Gambar 24 (a). Angin baratan bertepatan dengan Monsun Dingin Asia dan cenderung membawa massa udara dingin yang lembab, sehingga menimbulkan banyak hujan. Pada periode ini pula menunjukkan adanya pembentukan awan-awan besar yang bergerak dari arah barat, lihat Gambar 24 (b). Analisis ini sesuai dengan yang telah dilakukan Hashiguchi et al (1995) dan Nurhayati (2006) bahwa radar dapat menunjukkan pembentukan awan-awan besar terlihat bergerak dari arah barat pada bulan November dan akan melewati nya sampai pada bulan Desember.

(a) (b)

Gambar 24 Kecepatan Angin pada Ketinggian 5.1 km (a); Propagasi awan (b); Bulan November 2007-Januari 2008 di Kototabang, Pontianak, dan Biak MJO merupakan bergesernya pusat-pusat konveksi secara periode harian ke arah timur di ekuatorial dengan osilasi yang ditimbulkan adalah osilasi 30-60 harian. Osilasi ini dapat diketahui dari nilai Power Spectral Density (PSD) dan wavelet.

Berdasarkan analisis PSD dan wavelet, osilasi maksimum kecepatan angin zonal harian pada ketinggian 5.1 km di Kototabang menunjukkan 45 harian. Artinya apabila osilasi ini berjalan dengan sempurna, tidak ada faktor lain yang

mengganggunya, dalam waktu 45 harian akan terjadi peningkatan kecepatan angin di kawasan-kawasan yang dilaluinya. Hal ini menunjukkan fenomena MJO terasa di Kototabang. Hasil analisis PSD dapat dilihat pada Gambar 25.

Gambar 25 Power Spectral Density Kecepatan Angin Zonal pada Ketinggian 5.1 km di Kototabang

Analisis yang sama dengan menggunakan teknik wavelet menunjukkan periodisistas dari data angin zonal pada ketinggian 5.1 km adalah terjadi 45 harian, lihat Gambar 26. Berdasarkan wavelet power spectrum menunjukkan puncak angin baratan terjadi sekitar bulan Juli.

Gambar 26 Wavelet Kecepatan Angin Zonal pada Ketinggian 5.1 km di Kototabang

Pada ketinggian yang sama, dianalisis osilasi kecepatan angin zonal harian di Pontianak menghasilkan 55 harian (lihat Gambar 27). Artinya apabila osilasi ini berjalan dengan sempurna, tidak ada faktor lain yang mengganggunya, dalam waktu 55 harian akan terjadi peningkatan kecepatan angin di daerah Pontianak. Hal ini menunjukkan fenomena MJO juga mempengaruhi curah hujan di Pontianak.

Berdasarkan analisis wavelet pun sama, periodisitas kecepatan angin pada ketinggian 5.1 km di Pontianak terjadi 55 harian. Puncak kecepatan angin zonal harian mengalami pergeseran menjadi sekitar bulan Desember, lihat Gambar 28. Hal ini menunjukkan aktivitas awan konveksi bergerak dari barat menuju timur Indonesia.

Gambar 27 Power Spectral Density Kecepatan Angin Zonal pada Ketinggian 5.1 km di Pontianak

Gambar 28 Wavelet Kecepatan Angin Zonal pada Ketinggian 5.1 km di Pontianak

MJO bergerak lurus ke arah timur. Berdasarkan analisis angin zonal pada ketinggian 5.1 km di daerah Biak mengalami osilasi 45 harian, lihat Gambar 29. Artinya apabila osilasi ini berjalan dengan sempurna, tidak ada faktor lain yang mengganggunya, dalam waktu 45 harian akan terjadi peningkatan kecepatan angin. Hasil analisis Power Spectral Density dipertegas dengan analisis wavelet yang menghasilkan osilasi yang sama, yaitu 45 harian. Analisis wavelet dapat dilihat pada Gambar 30. Berdasarkan analisis wavelet kecepatan angin di Biak menunjukkan kecepatan angin zonal harian terjadi sama pada bulan Desember.

55 harian

45 harian

55 harian

Gambar 29 Power Spectral Density Kecepatan Angin Zonal pada Ketinggian 5.1 km di Biak

Gambar 30 Wavelet Kecepatan Angin Zonal pada Ketinggian 5.1 km di Biak

4.3 Analisis Statistika

Analisis statistik ini dilakukan untuk membuktikan hubungan antara kecepatan angin dan curah hujan dengan teknik korelasi silang (cross correlation). Software yang digunakan adalah SPSS versi 13.0 for windows.

Korelasi silang merupakan ukuran hubungan atau measure of association yang telah distandarkan antara satu deret berkala dengan nilai-nilai masalah, saat ini dan yang akan datang dari deret berkala lainnya. Data-data yang digunakan adalah data kecepatan angin pada ketinggian 5.1 km dan curah hujan (CH) periode bulan basah yaitu dari 1 November 2007-29 Februari 2008 dengan jumlah data (n) sebanyak 121. Nilai selang kepercayaan dari kedua variabel tersebut adalah 2/n0.5 yaitu -0.18 sampai 0.18, dapat dilihat Gambar 31.

Gambar 31 Grafik Korelasi Silang Kecepatan Angin dengan CH di Kototabang

Tabel 5 Nilai korelasi silang Kecepatan angin dengan CH di Kototabang Periode November 2007-Februari 2008 Lag Cross Correlation Std. Error -7 0.006 0.094 -6 -0.030 0.093 -5 0.014 0.093 -4 0.151 0.092 -3 0.175 0.092 -2 0.049 0.092 -1 -0.005 0.091 0 0.116 0.091 1 0.234 0.091 2 0.255 0.092 3 0.240 0.092 4 0.240 0.092 5 0.143 0.093 6 0.059 0.093 7 0.068 0.094

Berdasarkan Gambar 31 menunjukkan signifikanantara kecepatan angin dan curah hujan di Kototabang. Nilai koefisien korelasi tertinggi adalah 0.234 pada selang satu hari (lag 1), lihat Tabel 5. Hal ini menunjukkan semakin tinggi kecepatan angin zonal maka curah hujan yang terjadi tinggi pula dengan angin baratan yang mendominasi daerah Kototabang.

Kecepatan angin dan curah hujan di Pontianak menunjukkan hubungan yang signifikan diantara kedua variabel tersebut dengan nilai maksimum yaitu 0.182 berada pada lag -6, lihat pada Gambar 32. Hal ini menunjukkan angin yang mendominasi adalah angin baratan namun curah hujan yang turun di atas Pontianak terjadi karena adanya intervensi atau pengaruh dari daerah lain.

45 harian

Gambar 32 Grafik korelasi silang kecepatan angin dengan CH di Pontianak Tabel 6 Nilai korelasi silang Kecepatan

angin dengan CH di Pontianak Periode November 2007-Februari 2008 Lag Cross Correlation Std. Error -7 0.147 0.094 -6 0.182 0.093 -5 0.105 0.093 -4 -0.068 0.092 -3 0.051 0.092 -2 0.015 0.092 -1 0.035 0.091 0 -0.050 0.091 1 0.047 0.091 2 0.097 0.092 3 0.037 0.092 4 -0.064 0.092 5 -0.039 0.093 6 -0.109 0.093 7 0.018 0.094

Hubungan kecepatan angin dengan curah hujan di Biak menunjukkan signifikan atau adanya korelasi silang dengan nilai maksimum 0.199 dengan selang waktu 1 hari (lag -1), lihat pada Gambar 33 dan Tabel 7. Hal ini pula menunjukkan curah hujan di daerah Biak terjadi karena adanya pengaruh dari daerah lain.

Gambar 33 Grafik korelasi silang kecepatan angin dengan CH di Biak

Tabel 7 Nilai korelasi silang Kecepatan angin dengan curah hujan di Biak pada tanggal 1 November 2007-29 Februari 2008 Lag Cross Correlation Std. Error -7 -0.023 0.094 -6 -0.037 0.093 -5 -0.031 0.093 -4 -0.040 0.092 -3 -0.124 0.092 -2 -0.072 0.092 -1 0.199 0.091 0 0.103 0.091 1 -0.078 0.091 2 -0.073 0.092 3 -0.036 0.092 4 -0.078 0.092 5 -0.058 0.093 6 0.076 0.093 7 0.084 0.094

KESIMPULAN

1. Pada saat bulan Desember, angin yang mendominasi daerah Kototabang adalah angin baratan sampai pada ketinggian 4 km sehingga curah hujan pun tinggi. di permukaan. Sedangkan pada bulan Juni angin yang mendominasi adalah angin timuran sehingga curah hujan rendah. Daerah Pontianak baik bulan Desember maupun Juni angin yang mendominasi adalah angin baratan karena Pontianak memiliki osilasi setengah tahunan yang sempurna dan dipengaruhi oleh efek regional, efek pegunungan tidak mempengaruhi daerah ini. Daerah Biak baik bulan Desember maupun Juni terjadi angin timuran sehingga curah hujannya rendah. Hal ini disebabkan semakin ke timur Indonesia uap air semakin berkurang.

2. Berdasarkan data kecepatan angin zonal periode Maret 2007-Februari 2008, Kototabang, Pontianak, dan Biak terlihat adanya propagasi atau penjalaran arah dan kecepatan angin zonal, serta aktivitas konvergen dan divergen. Angin reversal di Kototabang terjadi pada ketinggian 5.1 km, Pontianak 4.9 km, dan Biak 1.6 km. 3. Osilasi kecepatan angin zonal harian

untuk daerah Kototabang dan Biak terjadi 45 harian sedangkan untuk daerah Pontianak 55 harian. Hal ini

menunjukkan fenomena MJO

mempengaruhi curah hujan di ketiga tempat tersebut.

4. Keterkaitan curah hujan dengan kecepatan angin di Kototabang menunjukkan signifikan dengan nilai korelasi silang tertinggi sebesar 0.234 pada selang 1 hari. Semakin tinggi angin baratan di Kototabang maka curah hujannya semakin tinggi pula. Di Daerah Pontianak signifikan pada nilai korelasi silang tertinggi sebesar 0.182, selang 6 hari. Sedangkan Biak signifikan dengan nilai korelasi tertinggi sebesar 0.199 pada selang 1 hari. Curah hujan di Pontianak dan Biak disebabkan karena adanya pengaruh atau intervensi dari daerah lain.

Dokumen terkait