• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penutupan Lahan DTA Cipopokol

Penutupan lahan merupakan sebuah istilah yang berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi atau sebuah gambaran konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan. Konstruksi tersebut akan tampak jelas, apabila dilihat secara langsung dari citra penginderaan jauh. Lo (1995) menjelaskan bahwa hasil pengamatan penutupan lahan, diharapkan dapat menduga kegiatan manusia serta penggunaan lahan. Data mengenai penutupan lahan DTA Cipopokol diperoleh dengan melakukan klasifikasi citra ASTER (Advanced Space Borne Thermal Emission and Reflection Radiometer) tahun 2004. Klasifikasi dilakukan berdasarkan pada kenampakan bentuk penutupan lahan yang dapat dilihat secara jelas dari perbedaan warna piksel pada citra ASTER dengan menggunakan kombinasi band 2-3-1. Subsistem yang digunakan adalah VNIR atau Visible and Near Infrared yang memiliki resolusi 15x15 meter. Fungsi utama dari VNIR adalah mendeskripsikan sumberdaya air, tanah serta kerapatan tanaman. Metode yang digunakan adalah klasifikasi terbimbing (supervised classification) dimana klasifikasi dilakukan setelah kegiatan cek lapangan dengan data pendukung hasil cek lapangan untuk selanjutnya menjadi pedoman dalam pengklasifikasian.

Hasil kegiatan survey lapangan untuk kelas penutupan lahan menunjukan bahwa DTA Cipopokol dapat dikelompokan menjadi enam kelas penutupan lahan yaitu hutan, perkebunan, pertanian lahan kering, pemukiman, sawah dan semak belukar. Keterbatasan pembagian kelas penutupan lahan disebabkan oleh kecilnya luas wilayah yang akan diklasifikasi, karena pada dasarnya, dengan semakin kecil luas wilayah yang akan diklasifikasi maka akan semakin baik jika citra yang digunakan untuk klasifikasi adalah citra dengan resolusi tinggi. Sebagai contoh untuk kelas penutupan lahan berupa badan air (sungai) wilayah DTA Cipopokol tidak dapat diklasifikasikan, hal ini disebabkan oleh adanya keterbatasan resolusi citra ASTER dalam merekam bentuk penutupan yang pada kenyataannya di lapangan lebar badan air/sungai tersebut kurang dari 15 meter (lebih kecil dari resolusi citra ASTER).

Hasil klasifikasi citra ASTER tahun 2004, menunjukan bahwa DTA Cipopokol terbagi menjadi 6 kelas penutupan lahan yaitu hutan, pertanian lahan

kering, perkebunan, sawah, pemukiman dan semak/belukar. Penutupan lahan berupa pertanian lahan kering memiliki luas terbesar diikuti dengan kelas penutupan lahan berupa perkebunan. Berikut ini disajikan tabel luas penutupan lahan yang ada di DTA Cipopokol.

Tabel 7. Luas DTA Cipopokol berdasarkan penutupan lahan

No. Jenis penutupan lahan Luas (Ha) Luas (%)

1. Hutan 8,80 5,56

2. Perkebunan 41,12 25,83

3. Pertanian lahan kering 75,20 47,24

4. Pemukiman 4,48 2,81

5. Sawah 3,84 2,41

6. Semak/belukar 25,76 16,15

Luas total 159,20 100,00

Hutan

Citra ASTER dengan kombinasi band 2-3-1 menunjukan kenampakan warna piksel untuk kelas penutupan lahan berupa hutan adalah berwarna hijau tua sampai hitam. Warna hitam menunjukan semakin rapatnya penutupan lahan oleh tajuk pohon. Berikut ini merupakan gambar kelas penutupan lahan berupa hutan yang dapat ditemukan di DTA Cipopokol.

Gambar 9. Tipe penutupan lahan berupa hutan

Hutan didefinisikan sebagai suatu ekosistem tumbuh-tumbuhan yang didominasi oleh pepohonan. Kelas penutupan lahan berupa hutan di DTA Cipopokol sebagian besar didominasi oleh jenis pinus (Pinus merkusii) yang pada awalnya merupakan hutan produksi dibawah pengelolaan Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Kelas penutupan lahan hutan dengan luas 8,80 Ha ini tersebar di sepanjang sempadan Sungai Cipopokol dan di sekitar mata air Cikutu. Keberadaan hutan pinus di sepanjang sungai Cipopokol dipertahankan oleh masyarakat sebagai kawasan lindung yang berfungsi utama sebagai pelindung tanah dari erosi. Selain disebabkan oleh letaknya yang sebagian besar berada pada kelerengan diatas 40%, keberadaan hutan lindung juga berfungsi untuk menjaga ketersediaan air untuk digunakan oleh masyarakat, diantaranya

keperluan irigasi, penyediaan air bersih, perikanan dan pertanian. Kawasan hutan di sepanjang sungai dan mata air di DTA Cipopokol memiliki penyebaran vegetasi yang tidak merata sehingga terdapat daerah yang tidak bervegetasi dan perlu segera dilakukan kegiatan rehabilitasi.

Perkebunan

Kawasan perkebunan didefinisikan sebagai suatu kawasan yang secara khusus diperuntukkan untuk budidaya tanaman perkebunan. Kenampakan kelas penutupan lahan untuk perkebunan pada citra ASTER dengan kombinasi band 2- 3-1 adalah hijau kekuningan sampai merah muda. Warna hijau kekuningan menunjukan bahwa penutupan lahan didominasi oleh jenis vegetasi yang hampir rapat menutup tanah, misalnya kebun pepaya dan kebun palem. Sedangkan untuk warna merah muda menunjukan semakin jarang penutupan tanah oleh vegetasi, misalnya kebun pepaya muda dan perkebunan nilam. Berikut ini merupakan gambar kelas penutupan lahan berupa perkebunan yang ditemukan di DTA Cipopokol.

Gambar 10. Tipe penutupan lahan berupa perkebunan

Kelas penutupan lahan berupa perkebunan menempati luas terbesar ke dua setelah pertanian lahan kering yaitu sebesar 41,12 Ha. Jenis tanaman perkebunan yang banyak ditemukan di daerah ini adalah tanaman buah-buahan dan tanaman pertanian, diantaranya pepaya, pisang, palem, nilam, salak, kopi dan lidah buaya. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan jenis tanaman perkebunan terluas adalah perkebunan pepaya. Status penguasaan lahan untuk kawasan perkebunan adalah lahan milik (perorangan maupun kelompok). Sebagian besar kawasan perkebunan dimiliki oleh orang-orang yang berasal dari luar daerah. Keberadaan kawasan perkebunan ini telah memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar untuk bekerja sebagai penggarap lahan.

Pertanian Lahan Kering dan Lahan Basah

Kelas penutupan lahan berupa lahan pertanian di DTA Cipopokol dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu pertanian lahan kering dan lahan basah. Kenampakan warna piksel pada citra untuk kelas penutupan lahan berupa pertanian lahan kering adalah merah muda sampai putih, sedangkan untuk kelas pertanian lahan basah berwarna biru tua sampai coklat.

Pertanian lahan kering lebih mendominasi dengan luas mencapai 47,14% dari luas total DTA. Pertanian lahan kering didefinisikan sebagai daerah pertanian yang biasanya tidak mendapatkan air pengairan. Sistem penanaman yang dilakukan untuk pertanian lahan kering adalah sistem rotasi, dimana penanamannya dilakukan secara bergantian dengan jenis tanaman lain setelah panen. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, sebagian besar masyarakat melakukan penanaman campuran yang terdiri dari beberapa jenis tanaman pertanian dalam satu lahan. Pola pergiliran tanaman dilakukan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya serangan hama penyakit dan petani pada umumnya cenderung menanam jenis tanaman yang harganya diperkirakan akan naik di pasaran. Jenis tanaman yang ditanam pada lahan kering diantaranya adalah jagung, ketela, talas, kacang tanah dan tanaman sayur-sayuran seperti buncis, timun, terong, cabai, tomat, kacang panjang dan lain sebagainya.

Pola penggunaan lahan di kawasan hulu dari suatu Daerah Aliran Sungai sebagain besar merupakan lahan pertanian yang berupa sistem pertanian lahan kering. Secara biofisik, lahan kering dicirikan sebagai lahan yang memiliki tingkat kesuburan rendah, sumber pengairan yang terbatas dan hanya bersumber pada curah hujan, tersebar di daerah lereng dan perbukitan, serta pada umumnya memiliki tingkat erosi yang cenderung tinggi. Kerusakan ekosistem yang terjadi di kawasan hulu akibat penanganan tindakan konservasi lahan dan sumberdaya alam yang salah akan dapat memperbesar peluang terjadinya kekeringan pada musim kemarau dan banjir pada musim hujan, sehingga timbulnya masalah lingkungan tidak hanya akan menyangkut di kawasan hulu saja tetapi juga akan menyangkut kawasan hilir. (Anonimus, 2004). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum-Ciliwung pada tahun 2003 menunjukan bahwa areal lahan kering di DTA Cipopkol merupakan penyumbang erosi terbesar untuk DTA Cipopokol.

Pertanian lahan basah didefinisikan sebagai kawasan yang digunakan untuk budidaya pertanian yang memiliki sistem pengairan tetap, terus-menerus

sepanjang tahun, musiman atau bergilir dengan tanaman utama padi. Pertanian lahan basah di DTA Cipopokol berupa sawah dengan luas 3,84 Ha yang tersebar di daerah dengan topografi yang relatif datar dan dekat dengan pemukiman penduduk. Berdasarkan hasil overlay dengan peta ketinggian tempat, pertanian lahan basah berada pada ketinggian 500 sampai dengan 600 mdpl. Sistem penanaman untuk pertanian lahan basah adalah sawah irigasi. Berikut ini merupakan gambar kelas penutupan lahan berupa pertanian lahan kering dan pertanian lahan basah yang ditemukan di DTA Cipopokol.

Gambar 11. Tipe penutupan lahan berupa lahan pertanian

Pemukiman

Kenampakan warna piksel pada citra ASTER untuk kelas penutupan lahan berupa pemukiman adalah merah muda. Secara visual hampir sama dengan kenampakan penutupan lahan berupa pertanian lahan kering, sehingga untuk memudahkan dalam membedakan antara pemukiman dan pertanian lahan kering, selain menggunakan data referensi dari lapangan berupa titik ground truth juga menggunakan metode NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) sebagai pendukung. NDVI merupakan suatu metode penilaian kelas penutupan lahan berdasarkan ada tidaknya penutupan lahan berupa vegetasi. Semakin kecil nilai NDVI, maka semakin sedikit vegetasi yang terdapat pada penutupan lahan tersebut. Nilai NDVI untuk pemukiman dan lahan kosong bernilai negatif.

Pemukiman didefinisikan sebagai suatu areal yang digunakan oleh manusia dan tertutup oleh struktur bangunan. Pemukiman meliputi seluruh tempat tinggal yang kadang-kadang dipetakan sekaligus dengan pekarangan yang terdapat tanaman. Pola pemukiman di suatu kawasan hulu akan sangat berbeda dengan pola pemukiman di daerah tengah dan hilir pada suatu kawasan DAS. Kawasan pemukiman di wilayah DTA Cipopokol dengan luas sebesar 4,64 Ha atau 2,81% dari luas wilayah daerah tangkapan, tidak hanya berfungsi

sebagai tempat tinggal atau hunian saja tetapi juga berfungsi sebagai tempat peristirahatan yang hanya dihuni pada saat-saat tertentu saja. Kawasan pemukiman penduduk setempat di wilayah ini masih mencerminkan sistem tipe pemukiman pedesaan yaitu tempat tinggal tergabung dengan kebun atau pekarangan dan kolam ikan atau kandang ternak. Pada lahan pekarangan dan kebun, oleh masyarakat biasanya ditanam dengan tanaman buah-buahan berupa nangka, durian, pisang dan sebagainya. Berikut ini disajikan gambar kelas penutupan lahan berupa pemukiman di DTA Cipopokol.

Gambar 12. Pemanfaatan lahan untuk peternakan dan pemukiman

Semak/belukar

Semak belukar merupakan jenis penutupan lahan yang biasanya didominasi oleh tanaman perdu dan keberadaannya tidak dikelola oleh manusia. Semak dan belukar dapat terjadi dari sisa lahan pertanian dan budidaya yang tidak dimanfaatkan dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga banyak ditumbuhi rumput-rumputan, alang-alang dan tanaman semak belukar. Semak belukar di DTA Cipopokol lebih banyak didominasi oleh jenis bambu, rumput- rumputan dan jenis tanaman kaliandra. Sebagian besar tanaman tersebut memiliki tinggi rata-rata antara 5-10 meter. Kelas penutupan lahan berupa semak dan belukar banyak ditemukan di sekitar kanan kiri sungai dan berada dekat dengan kelas penutupan berupa hutan dengan luas mencapai 16,15% atau sebesar 25,76 Ha.

Purnama (2005) menjelaskan bahwa kedua tipe vegetasi semak dan belukar pada umumnya tidak dapat dipisahkan menjadi dua kelas yang berbeda karena memiliki kenampakan yang sama pada citra. Stratifikasi dan penutupan tajuk yang relatif rata menyebabkan tingginya nilai pantul dari radiasi matahari yang diterima sensor satelit. Kenampakan warna piksel pada Citra ASTER DTA Cipopokol untuk kelas penutupan lahan berupa semak belukar adalah hijau

muda sampai hijau kekuningan. Gambar penutupan lahan berupa semak belukar di Daerah Tangkapan Air Cipopokol dapat dilihat sebagai berikut.

Gambar 13. Kelas penutupan lahan berupa semak belukar

Uji akurasi tidak dapat diabaikan dari pengolahan data digital. Penilaian akurasi terhadap hasil klasifikasi dilakukan dengan tujuan untuk menyatakan tingkat kesesuaian citra hasil klasifikasi dengan kondisi aktual di lapangan. Lillesand dan Kiefer (1994) menyatakan bahwa penilaian akurasi hasil klasifikasi menggunakan matrik kesalahan (eror matrix/confusion matrix) yaitu dengan membandingkan hubungan antara data referensi yang diketahui (ground truth data) dengan hasil klasifikasi. Hasil analisis akurasi dapat diketahui dari nilai akurasi secara keseluruhan atau overall accuracy dan akurasi kappa atau overall kappa statistic. Nilai akurasi yang dihasilkan dari proses klasifikasi citra ASTER adalah 81,82% untuk akurasi total, sedangkan untuk akurasi kappa diperoleh nilai sebesar 72,45%. Semakin tinggi nilai akurasi, maka hasil klasifikasi citra akan mendekati kondisi sebenarnya di lapangan. Sumber kesalahan dalam proses klasifikasi salah satu diantaranya adalah dalam proses geoprocesing, dimana kesalahan penempatan titik pada satu piksel akan berakibat adanya perbedaan 225 meter di lapangan untuk citra ASTER. Tabel 8 merupakan tabel nilai akurasi hasil klasifikasi citra ASTER, sedangkan hasil klasifikasi penutupan lahan citra ASTER tahun 2004 dengan enam kelas penutupan lahannya dapat dilihat pada Gambar 13.

Tabel 8. Akurasi total (Overall Clasification Accuracy) Reference Data

Classified data

Unclassified Hutan Perkebunan Pertanian

lahan kering Sawah Pemukiman

Semak/

belukar Row total

Unclassified 0 0 1 1 0 1 0 3

Hutan 0 3 0 0 0 0 0 3

Perkebunan 0 0 9 4 0 1 3 14

Pertanian lahan kering 0 0 1 43 0 2 3 49

Sawah 0 0 0 0 3 0 1 4

Pemukiman 0 0 0 0 0 5 0 5

Semak/belukar 0 0 0 1 0 0 9 10

Column total 0 3 11 46 3 9 16 88

Producer’s Accuracy User’s Accuracy

Unclassified - -

Hutan 100,00% 100,00%

Perkebunan 81,82% 64,29%

Pertanian lahan kering 93,48% 87,76%

Sawah 100,00% 75,00%

Pemukiman 55,56% 100,00% Overall Clasification Accuracy = 81,82%

Semak/belukar 56,25% 90,00%

Tabel 9. Akurasi Kappa (Overall Kappa Statistic) Conditional Kappa for each category

Class name Kappa

Unclassified 0,0000

Hutan 1,0000

Perkebunan 0,5918

Pertanian lahan kering 0,7434

Sawah 0,7412

Pemukiman 1,0000 Overall Kappa Statistic = 72,45%

Parameter penutupan lahan DTA Cipopokol

Selain kelas penutupan lahan, data input/masukan yang diperlukan oleh model hidrologi ANSWERS adalah nilai parameter penutupan/penggunaan lahan. Nilai parameter penggunaan/penutupan lahan diperoleh dari buku manual ANSWERS dan data sekunder. Berikut ini merupakan tabel nilai parameter penutupan lahan untuk Daerah Tangkapan Cipopokol.

Tabel 10. Parameter tata guna lahan DTA Cipopokol

No. Penutupan lahan PIT PER RC HU N C

1. Hutan 2,00 0,65 0,40 110 0,20 0,40

2. Perkebunan 1,50 0,50 0,43 126 0,13 0,40

3. Pertanian lahan kering 1,00 0,60 0,40 130 0,24 0,70

4. Pemukiman 1,00 0,87 0,10 110 0,09 0,60

5. Sawah 3,00 0,82 0,31 115 0,05 0,01

6. Semak belukar 2,00 0,70 0,40 110 0,13 0,01

Keterangan: PIT :Tampungan intersepsi potensial

PER : Persentase penutupan lahan

RC : Koefisien kekasaran atau faktor bangun HU : Tinggi kekasaran maksimum

N : Koefisien Manning’s C : Erosivitas relatif USLE

Parameter-parameter penutupan/penggunaan lahan terdiri dari intersepsi potensial, persen penutupan lahan, faktor bangun, tinggo kekasaran maksimum, koefisien Manning’s dan erosivitas relatif. Intersepsi merupakan proses ketika air hujan yang jatuh pada permukaan vegetasi di atas permukaan tanah, tertahan beberapa saat untuk kemudian diuapkan kembali atau hilang ke atmosfer atau diserap oleh vegetasi yang bersangkutan. Proses intersepsi terjadi selama berlangsungnya curah hujan dan setelah hujan berhenti sampai permukaan tajuk vegetasi menjadi kering kembali. Tampungan Intersepsi potensial atau PIT dinyatakan sebagai volume yang dapat dipindahkan jika seluruh area tertutupi oleh jenis tanaman atau penggunaan lahan tertentu. Tabel 10 diatas menjelaskan bahwa nilai tampungan potensial intersepsi (PIT) terbesar dimiliki oleh penggunaan lahan berupa sawah yaitu sebesar 3 mm. Hal ini diduga disebabkan oleh rapatnya daun pada kelas penutupan sawah, sehingga semakin rapat daun, jumlah air hujan yang diuapkan kembali oleh vegetasi menjadi semakin besar. Nilai PIT pada semak/belukar lebih rendah dibandingkan dengan sawah.

PER atau persentase penutupan lahan menjelaskan berapa persen lahan yang tertutupi oleh suatu jenis penggunaan atau penutupan lahan tertentu. Persen penutupan lahan terbesar dimiliki oleh pemukiman yaitu sebesar 87%.

Dimana diperkirakan lahan yang tertutupi oleh pemukiman hampir 87% dari luas lahan. Nilai N (Koefisien Manning’s) dinyatakan sebagai nilai kekasaran permukaan atau hambatan aliran dengan mengamati kondisi penggunaan lahan. Nilai kekasaran terbesar dimiliki oleh penutupan lahan berupa pemukiman sebesar 0,90. Nilai C atau erosivitas relatif ditunjukkan sebagai angka perbandingan yang berhubungan dengan tanah hilang tahunan pada areal yang bervegetasi dengan areal yang sama jika areal tersebut kosong dan ditanami secara teratur. Semakin baik perlindungan permukaan tanah oleh vegetasi maka akan semakin rendah tingkat erosinya. Nilai faktor C berkisar antara 0,001 pada hutan yang tidak terganggu sampai dengan 1,00 pada tanah kosong (Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, 1998). Tabel di atas menunjukan bahwa hutan mempunyai nilai faktor C sebesar 0,40 hal ini disebabkan oleh penutupan lahan oleh tajuk pohon dalam hal ini pinus tidak merata, berbeda dengan semak/belukar yang memiliki nilai C sebesar 0,01 dengan penutupan tanah yang sangat rapat.

Pembagian peta penutupan lahan menjadi elemen-elemen bujursangkar/gridisasi atau piksel dengan ukuran 40 x 40 meter dilakukan dengan merubah peta menjadi bentuk raster sehingga setiap piksel memiliki nilai. Berikut ini disajikan tabel jumlah elemen untuk masing-masing kelas penggunaan lahan.

Tabel 11. Jumlah elemen untuk masing-masing penggunaan lahan

No. Jenis penutupan lahan Jumlah elemen

1. Hutan 55

2. Perkebunan 257

3. Pertanian lahan kering 470

4. Pemukiman 28

5. Sawah 24

6. Semak/belukar 161

Luas total 995

Jenis dan Parameter Tanah

Peta tanah Kabupaten Bogor menunjukan bahwa Sub DAS Cisadane Hulu didominasi oleh dua jenis tanah yaitu Latosol coklat dan Latosol Coklat Kemerahan. DTA Cipopokol hanya memiliki satu jenis tanah yaitu Latosol Coklat. Jenis tanah Latosol Coklat merupakan jenis tanah yang agak peka terhadap erosi, memiliki permeabilitas sedang sampai lambat, mudah menyerap dan menahan air, serta memiliki produktivitas tanah sedang sampai tinggi. Jenis tanah Latosol Coklat biasanya ditemukan pada medan berombak hingga

bergunung dengan solum dalam yaitu 90 cm dengan kandungan bahan organik berkisar antara 1,24 – 6,93%, memiliki tekstur liat, stuktur gumpal.

Pembuatan grid untuk peta jenis tanah DTA Cipopokol dilakukan dengan merubah peta tanah dalam bentuk vektor menjadi bentuk raster dengan masing- masing piksel berukuran 40 x 40 meter atau 0,16 Ha sehingga diperoleh jumlah seluruh elemen/piksel adalah 995. Selain nilai jenis tanah, input data yang diperlukan untuk model ANSWERS adalah nilai parameter tanah. Nilai parameter untuk masukan model ANSWERS sebagian besar merupakan sifat fisik tanah yang diperoleh dari buku manual ANSWERS, data sekunder serta pengukuran. Berikut ini disajikan tabel nilai parameter jenis tanah Latosol Coklat untuk DTA Cipopokol.

Tabel 12. Parameter tanah DTA Cipopokol

No. Parameter tanah Nilai

1. Porositas total (TP) 70%

2. Kelembaban tanah (ASM) 60%

3. Kapasitas lapang (FP) 54%

4. Laju infiltrasi konstan (FC) 13,50 mm/jam

5. Selisih laju infiltrasi maksimum dan laju infiltrasi konstan (A) 3,70

6. Nilai eksponen infiltrasi (P) 0,75

7. Kedalaman zona kontrol infiltrasi (DF) 300

8. Erodibilitas tanah (K) 0,12

Nilai parameter tanah yang diukur diantaranya adalah nilai Porositas Tanah Total (TP) yaitu dengan mengukur sifat tanah berupa kerapatan limbak atau Bulk Density serta kerapatan jenis partikel atau Particle Density dan Kapasitas Lapang (FP). Pengambilan sampel tanah berupa sampel tanah utuh dengan menggunakan ring sample dengan tiga kali ulangan. Untuk selanjutnya sampel tanah yang diambil dianalisis di laboratorium. Parameter yang tidak dapat diukur adalah koefisien pelepasan air tanah (groundwater release fraction). Koefisien tersebut menunjukan besarnya air tanah yang dilepaskan ke sungai sehingga dapat menambah besarnya aliran sungai. Beasley dan Huggins (1981) menyatakan bahwa besarnya koefisien pelepasan air tanah berkisar 0-0,01. Hasil optimal yang diperoleh pada kalibrasi model untuk kejadian hujan pada tanggal 8 Januari 2005 sebesar 0,0073.

Kondisi Saluran

DTA Cipopokol memiliki tiga saluran atau sungai yaitu satu sungai utama dan dua anak sungai. Saluran pertama merupakan sungai utama yaitu Sungai Cipopokol yang merupakan anak sungai Cinagara. Sungai Cipopokol memiliki

lebar kurang lebih 1,8 meter dengan panjang mencapai 2 Km, sedangkan dua sungai lainnya yang merupakan anak sungai dari Sungai Cipopokol memiliki lebar masing-masing kurang lebih 0,8 meter dan 1,3 meter. Kedalaman sungai pada waktu musim kemarau sekitar 30 cm, namun pada waktu hujan ketinggian air mencapai 0,5 sampai 0,7 meter.

Koefisien kekasaran saluran yang diperoleh sebesar 0,04 yang berarti merupakan sungai alami, tebing lurus, penuh, tidak ada lubang atau lubuk yang dalam dan terdapat sejumlah batu, rumput atau gulma (Arsyad, 1989). Pada musim kemarau kondisi anak Sungai Cipopokol biasanya kering, berbeda dengan sungai utamanya yang selalu berair walau pada musim kemarau. Berikut ini disajikan tabel jumlah elemen saluran yang melewati DTA Cipopokol.

Tabel 13. Jumlah elemen saluran

No. Jenis saluran Jumlah elemen Luas (ha)

1. Saluran 1 68 10,88

2. Saluran 2 30 4,80

3. Saluran 3 33 5,28

Jumlah 131 20.96

Corak dan karakteristik daerah pengaliran Cipopokol berbentuk paralel, yang memiliki corak dimana dua jalur pengaliran bersatu di bagian hilir. Banjir pada umumnya terjadi di sebelah hilir titik pertemuan sungai-sungai. Berikut ini merupakan gambar salah satu anak Sungai Cipopokol.

Gambar 15. Sungai di DTA Cipopokol Gambar 16. Kondisi sungai pada waktu hujan

Ketinggian Tempat/Elevasi

Data elevasi atau ketinggian tempat diperoleh dari hasil pengolahan peta kontur digital dengan interval 12,5 meter, yang kemudian dirubah ke dalam bentuk DEM atau Digital Elevasi Model melalui proses surfacing. DEM merupakan peta dalam bentuk data raster yang mampu menggambarkan ketinggian tempat dalam bentuk tiga dimensi. Data masukan atau input model yang dibutuhkan oleh model ANSWERS adalah nilai ketinggian/elevasi dari masing-masing piksel/elemen/grid dengan ukuran masing-masing grid adalah 40 x 40 meter. Sedangkan dari hasil pengkelasan data ketinggian tempat diperoleh bahwa Daerah Tangkapan Air Cipopokol terletak pada ketinggian 500 sampai lebih dari 800 meter dari permukaan laut (mdpl). Ketinggian tempat untuk wilayah ini didominasi oleh ketinggian 700 sampai 800 mdpl yang menempati areal seluas 79,63 Ha atau sebesar 49,85% dari luas total wilayah. Diikuti dengan 600 sampai dengan 700 mdpl seluas 56,32 Ha dan lebih dari 800 mdpl seluas 13,77% atau 21,92 Ha. Data jumlah elemen dan kelas ketinggian selengkapnya dapat dilihat pada tabel 14 dibawah ini.

Tabel 14. Luas DTA Cipopokol berdasarkan kelas ketinggian Luas

No. Ketinggian tempat

(mdpl) Ha % Jumlah elemen 1. 500 – 600 1,60 1,004 10 2. 600 – 700 56,32 35,34 352 3. 700 – 800 79,36 49,85 496 4. > 800 21,92 13,77 137 Total 159,20 100,00 995

Hasil pengamatan di lapangan dan overlay antara peta ketinggian dan penutupan lahan diperoleh bahwa ketinggian tempat antara 500 sampai dengan 700 mdpl lebih banyak digunakan untuk pemukiman penduduk dan sawah.

Dokumen terkait