• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kandungan nutrien kenikir yang dianalisis di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan (INTP, Fakultas Peternakan, IPB) tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Nutrient Kenikir (As Feed)

Kandungan Zat Nutrisi Jumlah

Bahan Kering (%) 88,38 Abu (%) 10,56 Protein Kasar (%) 22,81 Serat Kasar (%) 22 Lemak Kasar (%) 1,92 Beta-N (%) 31,09

Energi Bruto (kkal/kg)

Saponin (%)

2844,97 2,2

Kenikir mengandung saponin, flavonoida, polifenol dan minyak atsiri. Saponin bersifat hipokolesterolemik, imunostimulator, dan antikarsinogenik. Sifat hipokolesterolemik dimulai ketika saponin yang dicerna yang berasal dari makanan kemudian membentuk molekul besar yang disebut micelles dan bersama garam empedu secara signifikan mereduksi kolesterol serum dan terjadi peningkatan ekskresi kolesterol feses dan garam empedu sejalan dengan penghambatan absorbsi kolesterol.

Pakan sangat dibutuhkan oleh ternak untuk memenuhi kebutuhan zat-zat makanan yang diperlukan untuk hidup pokok, produksi, reproduksi dan pertumbuhan. Tabel 2 menunjukkan bahwa kandungan bahan kering, abu, protein kasar, serat kasar dan lemak kasar relatif sama pada setiap perlakuan. Hasil ini menjadikan penambahan kenikir tidak mengubah kandungan nutrisi pakan. Hal tersebut disebabkan level pemberian kenikir yang rendah, yaitu 1%, 2% dan 3% saja. Namun penambahan CPO pada pembuatan pakan penelitian membuat kandungan lemak kasar menjadi meningkat.

16 Kandungan nutrien pakan diperoleh dari analisis proksimat. Hasil analisis proksimat pakan penelitian tercantum pada Tabel 2.

Kebutuhan protein kasar, serat kasar, lemak kasar dan energi untuk ayam kampung umur 0-8 minggu masing-masing 18%-19%, 4%-5%, 4%-5% dan 2900 kkal/kg. Kebutuhan protein kasar, serat kasar, lemak kasar dan energi untuk ayam kampung umur 8-12 minggu masing-masing 16%-17%, 4%-5%, 4%-7% dan 2900 kkal/kg (Zainuddin, 2006). Tabel 2 menunjukkan bahwa kandungan nutrisi pakan yang diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan ayam kampung menurut Zainuddin (2006). Rendahnya kadar protein kasar dan tingginya kadar serat kasar disebabkan pemberian dedak sebesar 50%. Pemberian 50% dedak mengacu pada kondisi di masyarakat dengan pemeliharaan semi intensif.

Pemberian Kenikir terhadap Bobot Relatif Hati, Pankreas, Rempela dan Organ Pencernaan Ayam Kampung Umur 9 Minggu

Kabir et al. (2004) mengatakan bahwa perhitungan bobot relatif suatu organ dilakukan untuk mengetahui fungsi suatu organ. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan organ pencernaan adalah proventikulus, kantong empedu, pankreas, rempela, duodenum, jejunum, ileum dan seka. Semua dikonversi dalam persen dari bobot hidup dan dapat dilihat pada Tabel 3.

Pada Tabel 3 tampak bahwa pemberian kenikir sampai 3% dalam ransum tidak mempengaruhi bobot relatif organ pencernaan. Bobot organ pencernaan setiap perlakuan secara keseluruhan masih dalam batas bobot normal. Bobot organ-organ Tabel 2. Hasil Analisis Proksimat Pakan Penelitian (As Feed)

Perlakuan BK Abu PK SK LK Beta-N Energi Bruto

(%) (%) (%) (%) (%) (%) (kkal/kg)

P0 86,77 8,41 16,39 10,59 6,56 44,84 2828,64

P1 86,84 8,39 16,42 10,75 6,79 44,49 2855,57

P2 86,92 8,38 16,46 10,91 7,03 44,15 2882,49

P3 87,00 8,36 16,50 11,07 7,26 43,80 2909,42

Keterangan : P0 = Pakan kontrol tanpa pemberian kenikir, P1 = Pakan mengandung 1 g kenikir dalam 100 g ransum, P2 = Pakan mengandung 2 g kenikir dalam 100 g ransum, P3 = Pakan mengandung 3 g kenikir dalam 100 g ransum

BK= Bahan Kering, PK= Protein Kasar, SK= Serat Kasar, LK= Lemak Kasar, Beta-N= Bahan ekstrak tanpa Nitrogen

17 dalam tersebut dapat bervariasi dan dapat dipengaruhi oleh jenis, umur, besar dan aktivitas hewan (Ressang, 1984).

Persentase Bobot Hati

Hati merupakan organ tubuh yang paling penting sebagai penyaring zat-zat makanan sebelum makanan tersebut dialirkan ke seluruh tubuh dan diserap kembali oleh darah, selain itu hati juga sebagai tempat cadangan glikogen, memproduksi cairan empedu dan menyaring zat yang bersifat racun. Rataan bobot hati berkisar (2,18%-3,17%) dan menunjukkan perbedaan. Menurut Putnam (1991) persentase hati ayam berkisar antara 1,70%-2,80% dari bobot hidup.

Menurut McLelland (1990), hati yang mengalami kelainan diperlihatkan dengan ukuran hati yang membesar, pembentukan empedu yang gagal dan kadar lemak yang tinggi. Bobot hati meningkat apabila terdapat benda asing yang masuk ke dalam tubuh sehingga hati bekerja lebih keras dalam upaya untuk menyerang benda asing tersebut. Spector (1993) menyatakan bahwa kelainan hati biasanya ditandai dengan pembengkakan dan penebalan salah satu lobi pada hati dan hal tersebut dapat menyebabkan peningkatan bobot hati. Saponin yang terkandung dalam pakan membantu kerja hati dalam detoksifikasi racun dengan menghambat dan membunuh bakteri penghasil racun di saluran pencernaan, sehingga darah yang membawa Tabel 3. Pengaruh Pemberian Kenikir Terhadap Bobot Relatif Hati, Pankreas,

Rempela dan Organ Pencernaan Ayam Kampung Umur 9 Minggu

Perlakuan Peubah P0 P1 P2 P3 hati (%) 3,17 ±0,96 2,37 ±0,33 2,18 ±0,42 2,63 ±0,65 kantong empedu (%) 0,08 ±0,02 0,06 ±0,03 0,06 ±0,05 0,08 ±0,05 pankreas (%) 0,29 ±0,01 0,26 ±0,04 0,29 ±0,04 0,26 ±0,02 rempela (%) proventrikulus (%) 3,08 ±0,27 0,58 ±0,08 3,33 ±0,25 0,61 ±0,03 3,28 ±0,39 0,49 ±0,05 3,15 ±0,54 0,55 ±0,11 duodenum (%) 0,81 ±0,06 0,82 ±0,16 0,76 ±0,11 0,69 ±0,09 jejenum (%) 1,33 ±0,31 1,04 ±0,18 1,14 ±0,11 1,09 ±0,23 ileum (%) 0,76 ±0,14 0,71 ±0,13 0,68 ±0,09 0,73 ±0,20 seka (%) 0,50 ±0,07 0,46 ±0,04 0,44 ±0,06 0,42 ±0,08 Keterangan : P0 = Pakan kontrol tanpa pemberian kenikir, P1 = Pakan mengandung 1 g

kenikir dalam 100 g ransum, P2 = Pakan mengandung 2 g kenikir dalam 100 g ransum, P3 = Pakan mengandung 3 g kenikir dalam 100 g ransum

18 nutrien yang mengalir dari saluran pencernaan melewati hati sudah tidak mengandung racun. Saponin merupakan zat yang dapat meningkatkan permeabilitas membran sehingga terjadi hemolisis sel bakteri. Dinding sel bakteri akan pecah atau lisis apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri (Robinson, 1995).

Persentase Bobot Proventrikulus

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian kenikir tidak memberikan pengaruh terhadap persentase bobot proventikulus (P>0,05). Rataan persentase bobot proventikulus yang dihasilkan berkisar antara 0,49%-0,61%. Pemberian kenikir dalam ransum tidak meningkatkan kerja proventrikulus dalam mengekskresikan enzim-enzim pencernaan karena adanya zat aktif saponin. Proventikulus berukuran lebih kecil, jauh lebih tebal dibanding esopagus dengan pH lebih rendah dan mensekresikan enzim-enzim pencernaan lebih banyak. Disini berlangsung pencernaan enzimatis (Amrullah, 2004).

Persentase Bobot Kantong Empedu

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian kenikir tidak memberikan pengaruh terhadap persentase bobot kantong empedu (P>0,05). Rataan persentase bobot kantong empedu yang dihasilkan berkisar antara 0,06%-0,08% dari bobot hidup.

Pemberian tepung kenikir yang mengandung saponin dalam ransum tidak berpengaruh terhadap fungsi kerja empedu dalam mengekskresikan kolesterol dan membentuk emulsi lemak dengan bantuan asam-asam empedu yang disekresikan oleh hati. Cairan empedu adalah suatu cairan garam berwarna kuning kehijauan yang mengandung kolesterol, fosfolipid, lesitin serta pigmen empedu. Garam-garam empedu (garam natrium dan kalium) adalah unsur-unsur terpenting dari cairan empedu, karena unsur-unsur itulah yang berperan dalam pencernaan dan penyerapan kolesterol.

Persentase Bobot Pankreas

Bobot pankreas hasil penelitian berkisar 0,26%-0,29% dari bobot hidup, dan tidak menunjukkan adanya perbedaan antar perlakuan (P>0,05). Bobot pankreas ini masih berada pada kisaran normal sekitar 0,25%-0,40% dari bobot hidup (Sturkie,

19 2000). Salah satu fungsi pankreas adalah menghasilkan enzim-enzim lipolitik, amilolitik dan proteolitik (Pilliang dan Djojosoebagio, 2006).

Pemberian tepung kenikir yang mengandung saponin dalam ransum tidak menurunkan fungsi pankreas dalam mensekresikan enzim pencernaan. Organ ini adalah sebuah kelenjar yang mensekresikan sari cairan yang kemudian masuk ke dalam duodenum melewati saluran pankreas dimana enzim-enzimnya membantu pencernaan pati, lemak dan protein.

Persentase Bobot Rempela (Gizzard)

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian kenikir tidak memberikan pengaruh terhadap persentase bobot rempela (P>0,05). Rataan persentase bobot rempela yang dihasilkan berkisar antara 3,08%-3,33% dari bobot hidup. Hasil ini lebih tinggi daripada yang dilaporkan Putnam (1991) yaitu 1,6%-2,3% dari bobot hidup. Amrullah (2004) menyatakan bahwa bobot rempela dipengaruhi oleh modifikasi ukuran, pengaturan jenis ransum, dan fase pemberian pakan. Apabila ransum yang diberikan memiliki kandungan serat kasar yang tinggi, maka kerja rempela akan semakin berat dan dapat memperbesar ukuran dan bobot rempela. Dalam hal ini, penambahan dedak dengan konsentrasi yang tinggi sebesar 50% tesebut yang menyebabkan kandungan serat kasar dalam ransum tinggi.

Dedak padi mengandung serat yang sulit untuk dicerna (20% atau lebih silika). Bila dedak padi mengandung banyak kulit, maka kadar protein berkurang dan kadar serat kasarnya bertambah.

Persentase Bobot Usus Halus dan Seka

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian kenikir tidak memberikan pengaruh terhadap persentase bobot usus halus dan seka (P>0,05).

Rataan persentase bobot duodenum yang dihasilkan berkisar antara 0,69%-0,82% dari bobot hidup. Rataan persentase bobot jejunum yang dihasilkan berkisar antara 1,04%-1,33% dari bobot hidup. Rataan persentase bobot ileum yang dihasilkan berkisar antara 0,68%-0,76% dari bobot hidup. Amrullah (2004) menyatakan bahwa perubahan usus yang semakin berat dan panjang diikuti juga dengan jumlah vili usus dan kemampuan sekresi enzim-enzim pencernaan. Berdasarkan pernyataan tersebut, diduga bahwa pemberian kenikir tidak menyebabkan adanya gangguan fungsi usus halus dalam penyerapan nutrisi. Daya

20 serap nutrisi pada usus halus dipengaruhi oleh luas permukaan bagian usus halus (lipatan, vili, dan mikrovili) (Ensminger, 1992).

Rataan persentase bobot seka yang dihasilkan berkisar antara 0,42%-0,50% dari bobot hidup. Pemberian kenikir tidak mempengaruhi bobot seka ayam kampung. Menurut Zubair et al. (1996) bahwa seka mempunyai fungsi yang beragam diantaranya mendegradasi serat (selulosa) dengan bantuan mikroorganisme, sintesis vitamin dengan bantuan mikroorganisme dan meningkatkan respon imunologi ayam kampung yang mengakibatkan meningkatnya bobot organ tersebut.

Pemberian Kenikir terhadap Bobot Badan Akhir, Bobot Karkas dan Kadar Kolesterol Ayam Kampung Umur 9 Minggu

Bobot badan akhir, bobot karkas, persentase karkas dan kadar kolesterol pada ayam kampung setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.

Bobot Badan Akhir

Salah satu dari ukuran keberhasilan suatu usaha peternakan adalah bobot badan akhir karena akan menentukan harga jual ternak yang juga akan mempengaruhi pendapatan peternak.

Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa semua perlakuan menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan (P>0,05) terhadap bobot badan akhir ayam kampung. Perlakuan P3 (pakan mengandung 3 g kenikir dalam 100 g ransum) memperlihatkan nilai bobot badan akhir yang lebih tinggi 720,05±27,84g/ekor dengan standar deviasi yang rendah diantara perlakuan P1, P2 dan P3. Ditinjau dari segi biologis, hal ini Tabel 4. Pengaruh Pemberian Kenikir Terhadap Bobot Akhir, Bobot Karkas dan Kadar

Kolesterol Ayam Kampung Umur 9 Minggu

Peubah Perlakuan P0 P1 P2 P3 Bobot akhir(g/ekor) Bobot karkas (g) Persentase karkas (%) Kolesterol karkas (mg/100 g) 742,37±37,70 466,0±56,51 62,63±4,47 38,14±0,81c 713,36±36,60 430,67±45,79 60,59±8,44 34,98±0,38b 673,65±14,08 384,0±17,69 56,99±2,11 32,16±0,42a 720,05±27,84 444,33±53,46 61,70±7,12 31,86±1,17a

Keterangan : P0 = Pakan kontrol tanpa pemberian kenikir, P1 = Pakan mengandung 1 g kenikir dalam 100 g ransum, P2 = Pakan mengandung 2 g kenikir dalam 100 g ransum, P3 = Pakan mengandung 3 g kenikir dalam 100 g ransum

Nilai dengan superskrip yang berbeda pada baris yang sama dari masing-masing peubah, berbeda nyata (P<0,05).

21 dapat disebabkan oleh saponin dalam kenikir sebagai senyawa antibakteri. Menurut Robinson (1995), saponin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen, sehingga penyerapan zat-zat makanan menjadi lebih sempurna dan saluran pencernaan ayam kampung dapat bekerja secara optimal.

Bobot Karkas dan Persentase Karkas

Kecepatan pertumbuhan merupakan faktor yang penting dalam menilai mutu suatu ransum yang dimanfaatkan oleh seekor ayam, akan tetapi pada akhirnya yang lebih penting lagi adalah berapa banyak daging dapat dihasilkan dari sejumlah ransum yang dikonsumsi itu. Persentase bobot karkas merupakan gambaran dari produksi daging seekor ternak.

Pemberian kenikir seperti yang tertera pada Tabel 4 memperlihatkan pengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap bobot karkas dan persentase karkas. Namun demikian bobot karkas dan persentase karkas tertinggi dicapai oleh perlakuan P3 (penambahan kenikir 3%) sebesar 444,33±53,46g/ekor dan 61,70±7,12%. Bobot karkas dan persentase terendah diperoleh pada perlakuan P2 (pakan mengandung 2 g kenikir dalam 100 g ransum) yaitu sebesar 384,0±17,69 g dan 56,99±2,11%. Persentase bobot karkas cenderung semakin kecil dengan semakin rendahnya bobot badan akhir sedangkan semakin tinggi bobot badan maka semakin besar pula persentase karkas yang diperoleh. Data ini mengindikasikan bahwa penambahan kenikir cenderung mengurangi pemanfaatan bahan makanan untuk pertumbuhan bulu, kaki dan kepala ayam dimana bagian tersebut dihilangkan untuk mendapat karkas.

Koleterol Karkas

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan kenikir memberikan pengaruh yang signifikan (P<0,05) terhadap kadar kolesterol karkas. Setiap perlakuan yang mendapatkan penambahan kenikir, nilai kolesterol karkas berada dibawah kadar kolesterol kontrol (P0). Perlakuan P3 (pakan mengandung 3 g kenikir dalam 100 g ransum) memperlihatkan pengaruh nyata (P<0,05) dengan kandungan kolesterol karkas yang paling rendah diantara perlakuan yang lain yaitu 31,86±1,17 mg/100g, sedangkan yang tertinggi pada perlakuan yang tidak menerima tambahan kenikir (kontrol) sebesar 38,14±0,81 mg/100g diikuti oleh perlakuan P1 (pakan

22 mengandung 1 g kenikir dalam 100 g ransum) dan perlakuan P2 (pakan mengandung 2 g kenikir dalam 100 g ransum).

Penurunan kolesterol karkas pada perlakuan P3 yang cukup besar dikarenakan penambahan kenikir yang mengandung saponin. Saponin mampu menurunkan konsentrasi kolesterol serum darah dengan mengikat dan mencegah absorbsi kolesterol karena interaksi saponin dengan kolesterol merupakan kompleks yang tidak larut. Saponin dapat menghambat pembentukan micelle di usus tempat terjadinya penyerapan asam empedu yang salah satu fungsinya untuk melarutkan kolesterol melalui saluran empedu ke dalam usus, sehingga pada akhirnya kolesterol tubuh menurun. Ukurannya yang besar sehingga tidak dapat diserap oleh saluran pencernaan dan langsung dikeluarkan melalui feses (Francis et al, 2002).

Keterangan :P0 = Pakan kontrol tanpa pemberian kenikir, P1 = Pakan mengandung 1 g kenikir dalam 100 g ransum, P2 = Pakan mengandung 2 g kenikir dalam 100 g ransum, P3 = Pakan mengandung 3 g kenikir dalam 100 g ransum Gambar 2. Kadar kolesterol ayam kampung umur 9 minggu yang diberi kenikir

Proses pencernaan lemak pada ternak nonruminansia dimulai di usus halus oleh lipase pankreas dan garam empedu. Trigliserida didehidrogenasi menjadi asam lemak bebas, 2-monigliserida dan gliserol. Monigliserida dan asam lemak serta garam empedu membentuk micelle untuk dapat diserap melalui brush border pada dinding usus halus. Walaupun garam empedu dipakai pada pembentukan micelle, ternyata diserap tidak dalam waktu yang sama dengan penyerapan lemak. Garam empedu diserap di daerah ileum sedangkan micelle (lemak) diserap di duodenum dan

28 30 32 34 36 38 40 P0 P1 P2 P3 Kandungan Kolesterol Karkas (mg/100g) Perlakuan 34,98±0,38b 32,16±0,42a 38,14±0,81c 31,86±1,17a

23 jejunum bagian atas. Gliserol dan asam lemak rantai pendek diserap langsung dan tersalurkan melewati vena portal. Micelle yang terserap selanjutnya mengalami pemecahan lagi menjadi asam lemak yang rantainya 10 dan 2-monogliserida. Melalui jalur monogliserida zat ini diresintesis lagi di usus halus menjadi trigliserida. Sebelum melalui membran basal untuk diteruskan ke sistem limphatikus, dibentuk kilomikron yang merupakan gabungan trigliserida (86%), protein, kolesterol, phospholipida dan vitamin larut lemak. Bentuk ini disebut Low Density Lipoprotein yang merupakan bentuk transportasi lemak dalam tubuh (Mayes, 2003).

Penelitian tentang penggunaan senyawa saponin atau tanin dari bahan tanaman untuk menurunkan kolesterol juga telah banyak dilaporkan. Dong et al. (2007) melaporkan bahwa pemberian polysavone (ekstrak alfafa), yang merupakan senyawa sejenis saponin, efektif mengurangi deposisi lemak abdominal dan meningkatkan imunitas tanpa berpengaruh negatif terhadap performa ayam broiler. Mekanisme kerja tanin atau saponin dalam menurunkan kolesterol diketahui melalui beberapa cara antara lain dengan menghambat absorpsi kolesterol atau dengan meningkatkan ekresi kolesterol melalui feses.

24

Dokumen terkait