• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1 Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan meliputi kultur bakteri asam laktat L. plantarum 1B1 yaitu untuk mendapatkan jumlah koloni bakteri asam laktat L. plantarum 1B1, pembuatan sosis fermentasi ikan patin dengan menggunakan formula bahan A1, A2 dan A3

4.1.1 Kultur starter bakteri asam laktat Lactobacillus plantarum

yang bertujuan untuk mendapatkan satu formula bahan sosis fermentasi ikan patin terpilih serta preparasi ikan patin untuk memperoleh nilai proksimat dari fillet ikan patin.

Kultur starter bakteri asam laktat L. plantarum 1B1 dalam bentuk kultur kerja yang terdapat dalam media susu skim steril 10%, selanjutnya ditumbuhkan pada media de Man Rogosa Sharpe (MRS) Agar, hal ini untuk mengetahui jumlah koloni bakteri asam laktat L. plantarum 1B1 yang memenuhi syarat sebagai kultur starter yang ditambahkan pada pembuatan sosis fermentasi ikan patin. Penghitungan dilakukan dengan menggunakan Quebec Colony Counter pada metode tuang (pour plate) berdasarkan pengenceran yang dikehendaki (Lampiran 10). Hasil jumlah koloni bakteri asam laktat L. plantarum 1B1 berupa kultur starter yang digunakan pada penelitian ini adalah 1,45 x 1010 CFU/mL, yang berasal dari larutan pengenceran 10-8

Hasil penelitian Ishibashi dan Shimamura (1993) dan Rebucci et al. (2007) dilaporkan bahwa jumlah bakteri asam laktat sebagai kultur starter dari genus Lactobacillus, Pediococcus, Leuconostoc dan Carnobacterium dapat digunakan pada produk pangan yaitu pada jumlah koloni bakteri 10

CFU/mL.

7

CFU/mL. Adams dan Moss (2008) dan Arief et al. (2008) menyatakan bahwa bakteri asam laktat yang dapat digunakan sebagai kultur starter adalah 107-108

Pengendalian bakteri patogen pada produk pangan dapat dilakukan melalui teknologi fermentasi dan aplikasi kultur starter bakteri tertentu, selain penggunaan pangan berbahan baku daging yang masih segar serta dengan proses penanganan yang higienis (Hammes et al. 2003).

4.1.2 Pembuatan Sosis Fermentasi Ikan Patin dengan Formula Bahan A1, A2 dan A

Sosis fermentasi ikan patin dengan formula bahan A

3

1, A2 dan A3

a) Nilai sensori rating intensitas

selanjutnya dilakukan uji sensori yang terdiri dari uji rating intensitas dan hedonik untuk menentukan formula bahan terpilih. Bahan tambahan utama yang digunakan adalah bakteri asam laktat L. plantarum 1B1 pada produk fermentasi berbahan baku ikan patin dengan tujuan untuk menghasilkan produk fermentasi ikan patin yang menyerupai produk fermentasi daging lainnya dari segi sensori yang meliputi tekstur, warna, aroma dan rasa dan mikrobiologi.

Analisis sensori pada sosis fermentasi ikan patin diawali dengan uji rating intensitas sebagai uji pembedaan. Hal ini untuk menentukan formula terpilih dari ketiga formula bahan yang berbeda (A1, A2, A3) meliputi tekstur, warna, aroma dan rasa. Hasil uji sensori rating intensitas untuk memperoleh formula terpilih ditunjukkan pada Gambar 10.

Gambar 10 Histogram nilai sensori rating intensitas sosis fermentasi ikan patin. Formula A1, Formula A2, Formula A3.

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5

Tekstur Warna Aroma Rasa

N il ai r ati n g in te n si tas

Sosis fermentasi ikan patin formula bahan A1 mempunyai nilai warna dan rasa tertinggi (4,33). Formula bahan A2 mempunyai nilai aroma tertinggi (4,08) dan formula bahan A3 memiliki nilai tekstur tertinggi (3,25) (Gambar 10). Formula bahan A1 dipilih untuk pembuatan sosis fermentasi pada tahap penelitian lanjutan. Hasil penilaian sensori rating intensitas dari ketiga formula bahan A1, A2, A3

Tekstur

meliputi tekstur, aroma, warna dan rasa adalah sebagai berikut:

Nilai tekstur sosis fermentasi ikan patin formula bahan A1, A2 dan A3 berkisar 2,75-3,25 dengan atribut sensori agak kenyal dan agak padat (Gambar 10). Penggunaan komponen bahan formula yang berpengaruh pada tekstur adalah tepung tapioka, Isolate Soy Protein (ISP), karagenan dan susu skim. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa formula bahan A1, A2 dan A3

Nilai tekstur tertinggi terdapat pada formula A

tidak berpengaruh nyata terhadap tekstur sosis fermentasi ikan patin. Hal ini disebabkan sosis dengan ketiga bahan formula tersebut memiliki nilai rating intensitas tekstur yang tidak jauh berbeda.

3 yaitu sosis fermentasi ikan patin dengan menggunakan ISP 0,2%, sedangkan pada formula A1 tidak menggunakan ISP namun menggunakan karagenan 2%. ISP berfungsi sebagai bahan untuk mengikat air dan lemak serta pengemulsi (Zhang et al. 2010). Ayadi et al. (2009) mengemukakan bahwa karagenan berfungsi sebagai bahan pengikat air dan pembentuk gel. Berdasarkan hal tersebut, maka pada tahap penelitian selanjutnya dipilih formula A1 dengan penambahan karagenan 2%, dan penambahan ISP 0,2% (formula A3

Komponen bahan yang juga berpengaruh pada tekstur sosis fermentasi ikan patin adalah pemakaian tepung tapioka dan susu skim. Formula bahan A

) yang akan berfungsi untuk memperbaiki tekstur.

1 dan A2 ditambahkan 10% tepung tapioka, sedangkan pada formula bahan A3 penambahan tepung tapioka 12,5%. Formula bahan A1 dipilih dengan penambahan tepung tapioka 10% sebab lebih ekonomis. Penggunaan tepung tapioka pada sosis berfungsi untuk mengikat air. Menurut William et al. (2006) fungsi tepung tapioka yaitu sebagai pengikat air yang akan mempengaruhi pembentukan tekstur pada produk.

Susu skim yang digunakan pada formula bahan A1 dan A3 sebanyak 5% dan pada formula bahan A2 sebanyak 7,5%. Tekstur sosis fermentasi ikan patin formula bahan A1, A2 dan A3 tidak berbeda nyata, sehingga dipilih formula A1 dengan penambahan susu skim 5% (lebih ekonomis). Susu skim sebagai komponen bahan yang digunakan pada sosis fermentasi ikan patin juga bertujuan untuk membantu dalam proses pembentukan gel oleh karagenan. Susu skim akan menyumbang ion Ca2+ yang dibutuhkan karagenan untuk pembentukan gel. Menurut Chaplin (2007) yang menyatakan bahwa kappa dan iota karagenan memiliki kemampuan untuk pembentukan gel dengan adanya ion kation seperti Kalium (K+) dan Kalsium (Ca2+

Pencampuran adonan pada sosis fermentasi ikan patin ditambahkan es batu. Hui et al. (2001) mengemukakan bahwa es batu berfungsi untuk menurunkan suhu selama proses cuttering (pencacahan), memperbaiki sifat fluiditas emulsi sehingga mudah diisikan ke dalam selongsong serta mempengaruhi tekstur dan kekuatan produk akhir.

).

Warna

Nilai warna sosis fermentasi ikan patin tertinggi (4,33) terdapat pada sosis formula bahan A1. Sedangkan nilai terendah (3,42) yaitu sosis formula bahan A3

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan angkak pada ketiga formula bahan A

(Gambar 10). Hal ini disebabkan penggunaan konsentrasi angkak yang berbeda pada ketiga formula tersebut. Semakin banyak angkak yang ditambahkan pada sosis, maka semakin merah warna sosis fermentasi ikan patin tersebut.

1, A2 dan A3 berpengaruh nyata terhadap warna sosis fermentasi ikan patin. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa warna sosis fermentasi ikan patin formula bahan A1 tidak berbeda nyata dengan formula bahan A2. Namun formula bahan A1 dan A2 berbeda nyata dengan formula bahan A3 (Lampiran 4). Berdasarkan hal tersebut, formula bahan A1

Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Shehata et al. (1998) diacu dalam Pattanagul et al. (2007) dilaporkan bahwa angkak telah digunakan sebagai pewarna alami pada sosis segar di negara Mesir. Produk ini disukai dengan penggunaan angkak sebanyak 0,5%, digunakan pada reformulasi bahan sosis fermentasi ikan patin pada tahap selanjutnya.

konsumen sebab menghasilkan warna pada sosis tersebut. Pattanagul et al. (2007) mengemukakan bahwa pemakaian angkak yang mengandung pigmen merah monascorubramine dan rubropuntamine digunakan pada sosis fermentasi untuk meningkatkan warna sebagai pengganti nitrat atau nitrit. Kadar optimum penggunaan angkak pada produk daging adalah 1,6% (w/w).

Aroma

Nilai aroma tertinggi pada sosis fermentasi ikan patin adalah formula bahan A2 (4,08) dan terendah pada formula bahan A3 (3,83) (Gambar 10), dengan atribut sensori rating intensitas adalah normal aroma asap. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa ketiga perlakuan formula bahan A1, A2 dan A3 tidak berpengaruh nyata terhadap aroma sosis fermentasi ikan patin. Hal ini disebabkan penggunaan bumbu dan proses pengasapan yang sama dilakukan pada ketiga formula bahan sosis tersebut (A1, A2, A3

Komponen bahan yang ditambahkan pada ketiga formula bahan A

) sehingga memberikan nilai sensori rating intensitas yang tidak jauh berbeda.

1, A2 dan A3

Aroma yang terdapat pada sosis fermentasi ikan patin salah satunya juga berasal dari proses pengasapan yang dilakukan. Bahan asap yang ditambahkan berupa serbuk gergaji, sabut dan tempurung kelapa dengan jumlah dan waktu pengasapan yang sama yaitu selama 3 hari (masing-masing 3 jam per hari). Menurut Ellis (2001 salah satu yang menyebabkan aroma asap pada produk pangan yang diasap yaitu terbentuknya senyawa fenol berupa syringol.

berupa bumbu bawang putih, bawang bombay dan lada. Hal tersebut dilakukan selain sebagai pemberi citarasa pada produk sosis fermentasi ikan patin juga sebagai pemberi aroma. Hal ini sejalan yang dikemukakan oleh Hui et al. (2001) bahwa penggunaan bumbu pada produk pangan bertujuan untuk memberikan aroma pada produk pangan tersebut.

Rasa

Sosis fermentasi ikan patin dengan nilai tertinggi yaitu formula A1 bahan (4,33) dan nilai terendah pada formula bahan A3 (3,23) (Gambar 10). Produk tersebut memperlihatkan atribut sensori rating intensitas yaitu asam dan agak asam. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa ketiga perlakuan formula bahan

A1, A2 dan A3 tidak berpengaruh nyata terhadap rasa sosis fermentasi ikan patin. Hal ini disebabkan penambahan kultur starter bakteri asam laktat L. plantarum dengan jumlah yang sama pada ketiga formula A1, A2 dan A3

Rasa sosis fermentasi ikan patin selain dipengaruhi penambahan bakteri asam laktat L. plantarum, juga dipengaruhi oleh pemakaian komponen bahan lain seperti garam, gula, minyak nabati, bawang putih, bawang bombay dan lada halus. Bumbu berupa lada halus, bawang putih dan bawang bombay berkontribusi terhadap rasa yang berperan terhadap sensori produk pangan yang meliputi rasa manis, asam, pahit, asin dan umami.

yaitu sebanyak 10 mL. Setelah melalui proses fermentasi akan menghasilkan rasa asam yang relatif sama. Hasil ini didukung oleh Zhang et al. (2010) yang mengemukakan bahwa penggunaan bakteri asam laktat tidak akan menyebabkan perbedaan yang signifikan dari atribut sensori secara keseluruhan termasuk rasa.

Fungsi garam selain penghasil citarasa pada produk pangan juga mengawetkan produk olahan daging dan juga sebagai bahan pengikat salah satunya pada produk sosis (Suryanto 2009). Menurut Nakai dan Modler (2000) fungsi garam dalam pembuatan sosis salah satunya adalah memberikan citarasa asin pada produk.

Sosis fermentasi ikan patin dengan rasa yang asam salah satunya disebabkan hasil fermentasi oleh bakteri asam laktat L. plantarum 1B1 yang memanfaatkan gula sebagai nutrisi untuk pertumbuhannya. Zhang et al. (2010) menyatakan bahwa gula ditambahkan dalam pembuatan sosis fermentasi agar dapat dimanfaatkan oleh bakteri asam laktat tertentu untuk menghasilkan asam laktat. Menurut Brown (2009) gula yang ditambahkan ke dalam produk olahan pangan, turut memberikan rasa pada produk tersebut.

Penambahan minyak nabati berupa minyak jagung pada produk pangan salah satunya sebagai pemberi citarasa enak (Winarno 2008). Bumbu berupa lada putih turut memberikan rasa pada produk pangan disebabkan mengandung senyawa piperine dan chavicine, pada bawang putih dan bombay mengandung senyawa diallysulfide (Lewis 1984 diacu dalam Brown 2009). Rasa pada produk tersebut selain disebabkan oleh penambahan komponen bahan pangan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya senyawa kimia, suhu, konsentrasi,

dan interaksi dengan komponen bahan. Produk pangan dapat terdeteksi rasa apabila pangan tersebut larut dalam air liur dan berhubungan dengan mikrovilus dan impuls untuk diteruskan ke pusat susunan syaraf (Winarno 2008).

b) Nilai sensori hedonik

Sosis fermentasi ikan patin dengan formula A1, A2 dan A3 selanjutnya dilakukan uji hedonik untuk menentukan formula bahan terpilih berdasarkan kesukaan secara keseluruhan yang meliputi tekstur, warna, aroma dan rasa. Hasil nilai sensori hedonik sosis fermentasi ikan patin dari formula A1, A2, A3 disajikan pada Gambar 11.

Gambar 11 Histogram nilai sensori hedonik sosis fermentasi ikan patin formula A1, A2 dan A3

Sosis fermentasi ikan patin formula bahan A1 dan A3 memiliki nilai sensori hedonik yang sama (5) dengan atribut agak suka. Sedangkan pada formula bahan A2 memiliki nilai sensori hedonik yang rendah (4) dibandingkan dengan formula bahan A1 dan A3

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa ketiga formula A

dengan atribut sensori hedonik netral (Gambar 11). 1, A2 dan A3 tidak berpengaruh nyata terhadap nilai sensori hedonik sosis fermentasi ikan patin secara keseluruhan yang meliputi tekstur, warna, aroma dan rasa. Penambahan komponen bahan yang sama yaitu bumbu, bakteri asam laktat L. plantarum serta

0 1 2 3 4 5 6 A1 A2 A3 Ni lai he do ni k Formula

bahan asap dan proses pengasapan yang sama pada ketiga formula A1, A2, A3

Pada Gambar 11 formula bahan sosis fermentasi ikan patin yang dilakukan untuk reformulasi bahan adalah formula bahan A

, menyebabkan rasa dan aroma sosis fermentasi ikan patin relatif sama.

1 dan A3

Reformulasi bahan sosis fermentasi ikan patin berdasarkan penelitian pendahuluan dari formula bahan. Reformulasi bahan yang dilakukan adalah tepung tapioka (formula A

. Hal ini berdasarkan formula bahan penyusun yang mempengaruhi sensori yaitu meliputi tekstur, warna, aroma, rasa dan kesukaan, sehingga dilakukan kombinasi bahan penyusun pada kedua formula bahan sosis tersebut untuk menghasilkan satu formula bahan terpilih melalui reformulasi bahan sosis fermentasi ikan patin.

3), ISP (formula A3), karagenan (formula A1) dan angkak (formula A1

Nilai sensori hedonik sosis fermentasi ikan patin berkisar antara agak suka dan netral (4-5), sesuai standar persyaratan mutu sosis daging SNI 01-3820-1995. Persyaratan mutu sosis daging menurut SNI 01-3820-1995 adalah memiliki atribut sensori hedonik normal (netral).

).

4.2 Penelitian Lanjutan

Penelitian lanjutan meliputi pembuatan sosis fermentasi ikan patin dengan reformulasi bahan dari formula bahan A1, A2 dan A3, analisis penyimpanan sosis fermentasi ikan patin formula terpilih pada suhu ruang yang meliputi analisis sensori hedonik, mikrobiologi (total koloni mikroba (Total Plate Count (TPC), bakteri asam laktat L. plantarum 1B1, bakteri E. coli, Staphylococcus sp., Salmonella sp.,kapang/khamir), kimia (pH dan aw

4.2.1 Pembuatan Sosis Fermentasi Ikan Patin dengan Reformulasi Formula Bahan A

). Analisis kimia (asam amino, asam amino bebas dan asam lemak) sosis fermentasi ikan patin dengan waktu penyimpanan terpilih.

1, A2 dan A

Reformulasi bahan sosis fermentasi ikan patin berdasarkan penelitian pendahuluan dari formula bahan A

3

1, A2 dan A3. Reformulasi bahan yang dilakukan adalah tepung tapioka (formula A3), ISP (formula A3), karagenan (formula A1) dan angkak (formula A1). Reformulasi bahan tersebut kemudian

diuji sensori hedonik untuk menghasilkan formula terpilih. Nilai sensori hedonik sosis fermentasi ikan patin formula terpilih disajikan pada Gambar 12.

Gambar 12 Histogram sensori hedonik sosis fermentasi ikan patin formula terpilih.

Nilai sensori hedonik sosis fermentasi ikan patin formula terpilih berkisar antara 5,57-4,63 dengan atribut sensori hedonik agak suka dan netral (Gambar 12). Persyaratan mutu sosis daging menurut SNI 01-3820-1995 adalah atribut normal (netral). Sosis fermentasi ikan patin formula terpilih dengan atribut agak suka-netral telah memenuhi syarat mutu sosis daging menurut SNI 01-3820-1995 (Lampiran 40).

4.2.2 Karakteristik sosis fermentasi ikan patin formula terpilih

Sosis fermentasi ikan patin formula terpilih selanjutnya dianalisis secara proksimat. Hasil analisis proksimat sosis ikan patin formula terpilih sebelum dan sesudah fermentasi ditampilkan pada Tabel 7.

Tabel 7 Hasil analisis proksimat sosis ikan patin formula terpilih sebelum dan sesudah fermentasi

Proksimat Fillet ikan patin Sosis sebelum fermentasi

(%) Sosis sesudah fermentasi (%) Kadar air 82,4 63,4 59,5 K. abu 1,2 1,4 1,7 K.lemak 0,65 2 0,8 K. protein 14,8 13,1 16,3 Karbohidrat 0,95 20,1 21,7 0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00

Tekstur Warna Aroma Rasa

Ni lai he do ni k

Kadar air dan kadar lemak pada sosis fermentasi ikan patin formula terpilih mengalami penurunan setelah proses fermentasi (Tabel 7). Hal ini disebabkan selama fermentasi, terjadi perubahan fisik, biokimia dan mikrobiologi termasuk terjadinya degradasi lemak dan dehidrasi. Hamm et al. (2008) mengemukakan bahwa fermentasi pada daging akan menyebabkan terjadi perubahan secara fisik, biokimia dan mikrobiologi yang menghasilkan karakteristik fungsional pada produk fermentasi. Perubahan tersebut termasuk degradasi protein, lemak dan dehidrasi. Proses ini terutama disebabkan oleh endogeneous dan aktivitas enzim dari mikroba.

Syarat mutu sosis daging menurut SNI 01-3820-1995 adalah kadar air maksimum 67,0 %, kadar abu 3,0 %, kadar protein 13,0 %, dan kadar karbohidrat 8,0 %. Berdasarkan pernyataan tersebut, kadar zat gizi pada sosis fermentasi ikan patin formula terpilih sebelum dan sesudah fermentasi, telah memenuhi syarat mutu sosis daging menurut SNI 01-3820-1995.

4.2.3 Sosis fermentasi ikan patin formula terpilih selama penyimpanan suhu ruang

Sosis fermentasi ikan patin formula terpilih selanjutnya disimpan pada suhu ruang dan dianalisis dengan sensori hedonik, mikrobiologi dan kimia. Hal ini untuk mendapatkan sosis fermentasi ikan patin dengan waktu penyimpanan terpilih berdasarkan sensori hedonik dengan nilai tertinggi yang meliputi tekstur, warna, aroma dan rasa, dari analisis mikrobiologi meliputi total bakteri asam laktat L. plantarum 1B1 dengan jumlah koloni bakteri tertinggi. Selain itu untuk mengetahui adanya penghambatan pada bakteri E.coli, Staphylococcus sp., Salmonella sp. dan keberadaan kapang/khamir selama waktu penyimpanan oleh bakteri asam laktat L. plantarum. Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui waktu penyimpanan sosis fermentasi ikan patin yang masih dapat dikonsumsi selama penyimpanan suhu ruang dan masih memenuhi syarat mutu sosis daging menurut SNI 01-3820-1995.

a) Sensori hedonik

Sosis fermentasi ikan patin formula terpilih selanjutnya disimpan selama 16 hari pada suhu ruang. Histogram nilai sensori hedonik sosis fermentasi ikan patin

formula terpilih yang meliputi tekstur, warna aroma dan rasa selama penyimpanan suhu ruang disajikan pada Gambar 12.

Gambar 12 Histogram sensori hedonik sosis fermentasi ikan patin formula terpilih selama 16 hari penyimpanan pada suhu ruang.

0 hari, 4 hari, 8 hari, 12 hari, 16 hari.

Tekstur

Nilai tekstur sosis fermentasi ikan patin formula terpilih selama 16 hari penyimpanan berkisar 6,23-4,03 dengan atribut suka-netral (Gambar 12). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan waktu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap tekstur sosis fermentasi ikan patin formula terpilih. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa sensori hedonik tekstur sosis fermentasi ikan patin formula terpilih selama waktu penyimpanan hari ke-0 berbeda nyata dengan tekstur sosis penyimpanan hari ke-4, ke-8, ke-12 dan ke-16. Namun tekstur sosis fermentasi ikan patin formula terpilih pada hari ke-12, tidak berbeda nyata pada hari ke-16 (Lampiran 5).

Komponen bahan sosis fermentasi ikan patin formula terpilih yang berkontribusi terhadap tekstur adalah pemakaian tepung tapioka, ISP, karagenan dan susu skim. Penambahan ISP pada sosis fermentasi ikan patin sebagai sumber protein nabati berbahan kedelai dan tepung tapioka sebagai sumber karbohidrat (golongan polisakarida), berperan dalam membentuk tekstur sosis fermentasi ikan patin. Menurut Winarno & Kartawidjajaputra (2007) ISP digunakan sebagai campuran produk olahan daging termasuk sosis. ISP secara fisiologis dapat menurunkan trigliserida darah (68%) bila dikonsumsi 7,3 g/hari setelah satu

0 1 2 3 4 5 6 7

Tekstur Warna Aroma Rasa

Ni lai he do ni k

bulan. Konsumsi sosis yang menggunakan ISP sebanyak 9,9 g/hari selama 2 minggu dapat menurunkan kolesterol dan meningkatkan High Density Lipoprotein (HDL) serta menurunkan trigliserida.

Ayadi et al. (2009) mengemukakan bahwa interaksi antara protein dan polisakarida pada bahan pangan berperan penting terhadap struktur dan stabilitas produk olahan. Sifat fungsional protein seperti solubilitas, pembentukan gel dan pembentukan emulsi akan dipengaruhi oleh interaksi dengan polisakarida. Komponen bahan tambahan fungsional seperti karagenan juga berhubungan dengan tekstur. Penambahan karagenan pada produk olahan bertujuan untuk mengikat air dan membentuk gel.

Salah satu perubahan yang diakibatkan oleh fermentasi adalah perubahan secara fisik. Perubahan tersebut menyangkut solubilisasi dan gelasi myofibril (Hamm et al. 2008). Xu et al. (2010) mengemukakan bahwa kekerasan (hardness) pada sosis ikan carp disebabkan adanya cross-linking protein. Hal ini didukung oleh Riebroy et al. (2008) menyatakan bahwa kekerasan pada sosis diukur dari kematangan (maturasi) yang diakibatkan terjadi denaturasi protein, gelasi jaringan protein dan kehilangan air. Fretheim et al. (1985) dan Xu et al. (2010) mengemukakan bahwa penurunan pH secara lambat secara berangsur – angsur mempengaruhi agregasi protein yang mengarah pada pembentukan jaringan protein dan kepadatan. Hasil penelitian Riebroy et al. (2007) dilaporkan bahwa penurunan pH dapat meningkatkan kepadatan dan mouthfeel disebabkan adanya asam dan denaturasi protein.

Warna

Nilai tertinggi warna sosis fermentasi ikan patin formula terpilih yaitu waktu penyimpanan hari ke-0 dan ke-4 (6), dan nilai terendah pada waktu penyimpanan hari ke-12 dan ke-16 (4) (Gambar 12). Atribut sensori hedonik warna sosis fermentasi ikan patin formula terpilih adalah netral-suka.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa waktu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap warna sosis fermentasi ikan patin formula terpilih. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa warna waktu penyimpanan hari ke-8 berbeda nyata dengan hari ke-0, ke-4, ke-12 dan ke-16. Warna pada penyimpanan hari ke-0 dan

hari ke-4, tidak berbeda nyata dengan hari ke-12 dan ke-16, namun berbeda nyata dengan hari ke-8 (Lampiran 6).

Selama penyimpanan, terjadi perubahan warna sosis fermentasi ikan patin formula terpilih yaitu pada penyimpanan hari ke-8 produk sosis tersebut telah berubah menjadi merah agak kecoklatan, dibandingkan dengan pada penyimpanan hari ke-0 dan hari ke-4. Perubahan warna selama fermentasi berlangsung juga pada sosis fermentasi ikan patin. Warna pada sosis fermentasi ikan patin salah satunya terbentuk dari proses pengasapan yang diberikan. Rozum (2009) mengemukakan bahwa senyawa yang terbentuk dari hasil proses pengasapan yang berasal dari pyrolisis selulosa dan hemiselulosa adalah senyawa aldehid (terutama glicoalaldehid dan pyruvalaldehid), berkontribusi dalam pembentukan warna pada permukaan daging. Selanjutnya dikatakan bahwa pencoklatan pada produk yang diasap merupakan salah satu dari reaksi Maillard, yaitu senyawa karbonil dari proses asap bereaksi dengan asam amino yang berasal dari pangan tersebut. Warna yang terbentuk pada produk pangan yang diasap berhubungan dengan suhu, humaditas, kandungan protein dan sumbernya serta waktu. Reaksi ini berlangsung selama suhu ruang namun sangat lambat.

Nitrit mulai dibatasi penggunaannya sebab berpotensi membentuk nitrosamin sebagai pemicu karsinogenik. Sebranek dan Bacus (2007) menyatakan bahwa kadar sodium nitrit yang diizinkan pada produk daging maksimum adalah 200 ppm. Sedangkan menurut USDA 1995 kadar sodium nitrit atau potassium nitrit yang diijinkan pada produk daging adalah 156 ppm. Menurut Winarno (1997) Dirjen POM Depkes mensyaratkan penambahan nitrit dalam bahan makanan maksimum sebanyak 170 ppm dan nitrit tersisa pada produk akhir adalah 200 ppm.

Pada sosis fermentasi ikan patin dengan memanfaatkan bakteri L. plantarum 1B1 tidak menggunakan nitrat sebagai pewarna dan pengawet pada sosis. Hal ini didukung oleh Casaburi et al. (2005) yang mengemukakan bahwa bakteri asam laktat berupa kultur starter yang digunakan pada sosis fermentasi, khususnya

Dokumen terkait