• Tidak ada hasil yang ditemukan

Application of Bacteria Lactobacillus plantarum 1B1 on the fermented sausage of Catfish (Pangasius sp)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Application of Bacteria Lactobacillus plantarum 1B1 on the fermented sausage of Catfish (Pangasius sp)"

Copied!
160
0
0

Teks penuh

(1)

RITA MARSUCI HARMAIN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Aplikasi Bakteri

Lactobacillus plantarum 1B1 Pada Sosis Fermentasi Ikan Patin (Pangasius sp.) adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2011

(4)
(5)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang – Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah;

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(6)
(7)

the fermented sausage of Catfish (Pangasius sp.). Supervised by Linawati Hardjito and Winarti Zahiruddin.

Catfish (Pangasius sp.) is a potential commodity for local and export market. Fermented sausage provides health benefit, aroma specific and highly flavor product. This study aimed to produce fermented sausage of catfish (Pangasius sp.). The experiment applied storage period as a treatment. It was done by completely randomized design with single factor. The results of intensity rating sensory test was analyzed by Randomized Complete Block Design, and hedonic test by non parametric Kruskall Wallis method. The result showed the best formulation to produce fermented sausage was the addition of carageenan of 2%, Soy Isolate Protein of 0,1%, angkak of 0,5%, tapioca flour of 1,25% and Lactic Acid Bacteria Lactobacillus plantarum 1B1 of 10 mL at OD 600 nm of 1,5. Storage periode effected the sensory hedonic value and total microorganisms, the number of lactic acid bacteria, Escherichia coli, Salmonella sp., Staphylococcus sp., yeast/mould, pH and water activity. The product that was storaged for four days was the best interm of lactic acid bacteria and hedonic sensory value. Fermentation process influenced on amino acid, free amino acid, fatty acid content. Those compound resulted aromatic and flavor enhancement.

(8)
(9)

fermentasi ikan patin (Pangasius sp.). Dibimbing oleh Linawati Hardjito dan Winarti Zahiruddin.

Produksi ikan patin (Pangasius sp.) pada tahun 2010 sebesar 273,554 ton, berpotensi sebagai komoditas ekspor. Salah satu diversifikasi produk olahan berbahan baku ikan patin yaitu produk sosis fermentasi menggunakan bakteri asam laktat L.plantarum 1B1. Penggunaan bakteri asam laktat L. plantarum berperan penting dalam pengawetan daging dan proses fermentasi. Fermentasi berperan dalam penurunan pH dan memproduksi bacteriocin yang dapat mencegah pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan.

Berdasarkan hal tersebut, tujuan umum penelitian adalah untuk membuat sosis fermentasi ikan patin. Tujuan khusus adalah mendapatkan formula terpilih untuk menghasilkan sosis fermentasi ikan patin yang dapat diterima konsumen dari segi sensori (rating intensitas dan hedonik), analisis mikrobiologi total koloni mikroba (Total Plate Count), bakteri asam laktat, Escherichia coli, Salmonella sp. kapang/khamir, Staphylococcus sp. dan analisis kimia (aw

Hipotesis penelitian ini adalah (1) formula berpengaruh terhadap sensori (rating intensitas dan hedonik) sosis fermentasi ikan patin, (2) lama penyimpanan berpengaruh terhadap sensori hedonik (tekstur, warna, aroma dan rasa), mikrobiologi dan kimia dari sosis fermentasi ikan patin formula terpilih, (3) fermentasi berpengaruh terhadap kandungan asam amino, asam amino bebas dan asam lemak dari sosis fermentasi ikan patin dengan waktu penyimpanan terpilih.

dan pH) selama waktu penyimpanan 16 hari serta analisis kandungan asam amino, asam amino bebas dan asam lemak dilakukan pada sosis fermentasi ikan patin dengan waktu penyimpanan terpilih.

Penelitian terbagi dalam dua tahap yaitu tahap pendahuluan meliputi preparasi ikan patin, kultur bakteri asam laktat L .plantarum dan penentuan formula bahan sosis A1, A2 dan A3

Penelitian dilakukan berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal dengan perlakuan waktu penyimpanan (hari ke-0, ke- 4, ke-8, ke-12 dan ke-16) pada suhu ruang. Uji sensori rating intensitas menggunakan Rancangan Blok Acak Lengkap (Randomized Complete Block Design) dan uji lanjutnya menggunakan uji Duncan. Uji sensori hedonik, menggunakan statistik non parametrik metode Kruskal Wallis. Data statistik diolah melalui progam SPSS 16,00.

dan pembuatan sosis fermentasi ikan patin. Tahap lanjutan meliputi reformulasi bahan sosis dan pembuatan sosis fermentasi ikan patin formula terpilih serta tahap penyimpanan sosis fermentasi ikan patin formula terpilih pada suhu ruang.

Analisis yang dilakukan terdiri atas uji proksimat, uji sensori (rating intensitas dan hedonik), uji mikrobiologi dan uji kimia. Analisis kimia meliputi asam amino, asam amino bebas dan asam lemak dilakukan pada sosis fermentasi ikan patin dengan waktu penyimpanan terpilih (hari ke-4).

(10)

fermentasi ikan patin yakni 10-6-10-9

Hasil analisis menunjukkan koloni bakteri asam laktat L. plantarum dengan waktu penyimpanan hari ke-4 adalah 8,8 x 10

CFU/mL. Hasil proksimat sosis ikan patin sesudah fermentasi yaitu kadar air 59,52%, kadar abu 1,7%, kadar lemak 0,8%, kadar protein 16,3% dan kadar karbohidrat 21,7%. Hasil analisis sensori rating intensitas dan hedonik sosis fermentasi ikan patin menunjukkan bahwa formula terpilih yaitu formula dengan pemakaian tepung tapioka 1,25%, Isolat Soy Protein (ISP) 0,1%, karagenan 2%, angkak 0,5% serta bakteri asam laktat L. plantarum sebanyak 10 mL dengan OD 1,5 pada λ 600 nm. Atribut sensori hedonik secara keseluruhan meliputi tekstur ,warna, aroma dan rasa adalah agak suka-netral dan telah memenuhi syarat sosis daging menurut SNI 01-3820-1995.

8

Hasil analisis kimia menunjukkan bahwa nilai pH sosis fermentasi ikan patin mengalami penurunan selama waktu penyimpanan yaitu 6,0 pada hari ke-0 menjadi 4,70 pada hari ke-16. Nilai a

CFU/gr. Koloni bakteri Escherichia coli, Staphylococcus sp. dan Salmonella sp. tidak ditemukan pada sosis fermentasi ikan patin formula terpilih selama penyimpanan hari ke-4, ke-8, ke-12 dan ke-16. Namun kapang/khamir ditemukan pada sosis fermentasi ikan patin dengan waktu penyimpanan hari ke-8 dan selanjutnya menurun jumlahnya hingga waktu penyimpanan hari ke-16.

w

Proses fermentasi berpengaruh terhadap kandungan asam amino, asam amino bebas dan asam lemak yang berperan dalam pembentukan senyawa flavor pada sosis fermentasi ikan patin formula terpilih. Bakteri asam laktat L. plantarum yang diaplikasikan pada sosis fermentasi ikan patin pada penyimpanan hari ke-4, merupakan produk sosis yang terbaik untuk dikonsumsi dan sebagai salah satu produk diversifikasi pangan berbahan baku ikan.

(11)
(12)
(13)

Rita Marsuci Harmain

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Hasil Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(14)
(15)

Nama : Rita Marsuci Harmain

NRP : C351070011

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Linawati Hardjito, M.Sc

Ketua Anggota

Ir. Winarti Zahiruddin, M.S

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Teknologi Hasil Perairan

Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc,Agr

(16)

sehingga tesis dengan judul aplikasi bakteri Lactobacillus plantarum 1B1 sosis fermentasi ikan patin (Pangasius sp.) telah diselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr.Ir Ruddy Suwandi, M.S,

M.Phil selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan, Ibu Dr. Tati

Nurhayati, S.Pi, M.Si selaku Ketua Program Studi Pascasarjana Teknologi Hasil

Perairan, Ibu Dr.Ir.Linawati Hardjito, M.Sc dan Ibu Ir. Winarti Zahiruddin, M.S

selaku pembimbing I dan II yang telah memberikan arahan, bimbingan, saran dan

motivasi kepada penulis, Ibu Dr.Ir.Lilis Nuraida, M.Sc selaku penguji atas

pengetahuan yang diberikan dan masukan dalam tesis ini. Ucapan terima kasih

juga disampaikan kepada seluruh staf pengajar, staf pegawai, staf laboratorium,

dan staf perpustakaan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.

Terima kasih dan penghargaan kepada Bapak Rektor Universitas Negeri

Gorontalo (UNG) Dr.Ir.Syamsu Qamar Badu, M.Si, seluruh staf pengajar dan

pegawai Fakultas Ilmu – Ilmu Pertanian UNG. Ucapan terima kasih juga yang

sebesar-besarnya kepada kedua orang tua, mertua, suami, anak – anak, saudara

dan seluruh keluarga Harmain-Camaru, keluarga Huntoyungo-Saripi atas atas

bantuan moril dan materil, doa dan kesabarannya, sahabat, teman – teman yang

tergabung dalam Ririungan Mahasiswa Gorontalo di Bogor (RMGB) atas

dukungan dan bantuan yang telah diberikan selama menempuh studi di IPB.

Penulis juga menyampaikan terima kasih dan kerjasama yang baik kepada

Ibu Dr.Ir.Irma Isnafia Arief, M.Si, para staf pegawai dan laboratorium Produksi

dan Mikrobiologi Ruminansia Besar dan Mikrobiologi Susu Departemen Produksi

Ternak Fakultas Peternakan, IPB, mba Ari, pak Danu, Ibu Rubiah, Pak Sobirin,

dan ibu Ani atas bantuan selama penelitian ini. Terima kasih kepada teman-teman

Pascasarjana angkatan 2005 s/d 2010 atas dukungan dan kerjasamanya.

Semoga tesis ini dapat bermanfaat.

Bogor, September 2011

(17)

Harmain (Alm) dan ibu Hj. Ruba Camaru (Almh). Penulis adalah putri ketiga

dari tiga bersaudara. Tahun 2003 penulis menikah dengan Ir. Sastri Huntoyungo

dan dikaruniai dua orang putra, Fitran Huntoyungo dan Abdul Nabhan Rizqullah

Huntoyungo.

Tahun 1993 penulis lulus dari SMA Negeri I Limboto Kabupaten

Gorontalo, dan pada tahun yang sama diterima masuk di Universitas Sam

Ratulangi (UNSRAT) di Manado melalui jalur UMPTN, dengan memilih

Program Studi Ilmu Kelautan Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan, UNSRAT.

Penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Fakultas Ilmu –

Ilmu Pertanian, Jurusan Teknologi Perikanan, Program Studi Teknologi

Pengolahan Hasil Perikanan, Universitas Negeri Gorontalo (UNG) sejak tahun

2002 hingga sekarang. Tahun 2007 penulis diterima di Program Studi Teknologi

Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil Perairan, Sekolah Pascasarjana

Institut Pertanian Bogor (IPB) dan dibiayai melalui Beasiswa Pendidikan Pasca

(18)
(19)

Halaman

2.8 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroorganisme ...17

2.9 Sosis Fermentasi...18

2.10 Bahan Penyusun Sosis Fermentasi Ikan Patin ...21

2.10.1 Tepung tapioka ...22

2.10.8 Isolate Soy Protein (Isolat Protein Kedelai) ...28

(20)

3.3 Tahapan Penelitian ... 37

3.3.1 Tahap pendahuluan ... 37

3.3.2 Tahap lanjutan ... 42

3.4 Prosedur Analisis... 44

3.4.1 Analisis sensori ... 44

3.4.2 Analisis mikrobiologi (BAM 2009) ... 45

3.4.3 Analisis proksimat (AOAC 2005) ... 50

3.4.4 Analisis kimia ... 53

3.5 Rancangan dan Analisis Data ... 57

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 61

4.1 Penelitian Pendahuluan ... 61

4.1.1 Kultur starter bakteri asam laktat Lactobacillus plantarum ... 61

4.1.2 Pembuatan sosis fermentasi ikan patin dengan formula bahan A1, A2 dan A3 4.2 Penelitian Lanjutan ... 68

... 62

4.2.1 Pembuatan sosis fermentasi dengan reformulasi formula... bahan A1, A2 dan A3 4.2.2 Karakteristik sosis fermentasi ikan patin formula terpilih ... 69

... 69

4.2.3 Sosis fermentasi ikan patin formula terpilih selama penyimpanan suhu ruang ... 70

5. KESIMPULAN DAN SARAN... ..97

5.1 Simpulan ... ..97

5.2 Saran ... ..97

DAFTAR PUSTAKA ... ..99

LAMPIRAN ... 109

(21)

Halaman

1 Kandungan asam amino pada beberapa ikan air tawar ...7

2 Perbedaan antara genus dalam bakteri asam laktat ...11

3 Mikroba sebagai kultur starter pada proses pengolahan daging fermentasi ...19

4 Formula bahan sosis fermentasi daging sapi ...39

5 Formula bahan sosis fermentasi ikan patin...40

6 Hasil reformulasi bahan formula terpilih sosis fermentasi ikan patin ...42

7 Hasil analisis proksimat sosis ikan patin formula terpilih sebelum dan sesudah fermentasi ...38

8 Hasil pengamatan koloni bakteri Staphylococcus sp. pada sosis fermentasi ikan patin formula terpilih ...82

9 Hasil analisis kualitatif bakteri Salmonella sp. pada sosis fermentasi ikan patin formula terpilih selama penyimpanan 16 hari ...86

10 Hasil uji asam amino sosis fermentasi ikan patin formula terpilih sebelum dan sesudah fermentasi dari penyimpanan hari ke - 4 ...90

11 Hasil analisis kuantitatif amino bebas pada sosis fermentasi ikan patin formula terpilih pada penyimpanan hari ke - 4 ...93

(22)
(23)

Halaman

1 Morfologi ikan patin (Pangasius sp.)(http://images.google.co.id) ... 7 2 Jalur Embden-Meyerhof-Parnas pada bakteri asam laktat

homofermentatif dan heterofermentatif (Capliec & Fitzgerald 1999) ...11

3 Skema pembuatan sosis fermentasi kering (dry fermented sausage)

secara tradisional dari berbagai jenis sosis Jerman (Hammes et al. 2003) ...20 4 Struktur kimia pigmen dari kapang Monascus sp (Pattanagul et al. 2007). ..25 5 Angkak (beras merah cina) sebagai pewarna alami (Astawan 2008) ...25

6 Skema keseluruhan mekanisme turunan senyawa flavor selama

fermentasi sosis (Hammes et al. 2003) ...30 7 Diagram alir kultur starter bakteri asam laktat

(Adams & Moss 2008; Arief at al 2008) ...38 8 Proses pembuatan sosis fermentasi ikan patin formula terpilih ...41

9 Diagram alir sosis fermentasi ikan patin formula terpilih selama

penyimpanan suhu ruang ...43

10 Histogram nilai sensori rating intensitas sosis fermentasi ikan patin ...62

11 Histogram nilai sensori hedonik sosis fermentasi ikan patin formula A1, A2 dan A3

12 Histogram sensori hedonik sosis fermentasi ikan patin formula terpilih ...69 ...67

13 Histogram sensori hedonik sosis fermentasi ikan patin formula terpilih selama 16 hari penyimpanan pada suhu ruang ...71

14 Pertumbuhan total koloni mikroba (TPC) selama 16 hari

penyimpanan sosis fermentasi ikan patin formula terpilih ...77

15 Jumlah koloni bakteri asam laktat L. plantarum 1B1 selama 16 hari

penyimpanan pada sosis fermentasi ikan patin formula terpilih...79

16 Pertumbuhan kapang/khamir sosis fermentasi ikan patin formula terpilih selama penyimpanan 16 hari ...85

17 Nilai pH pada sosis fermentasi ikan patin formula terpilih selama

(24)

19 Hasil analisis kualitatif asam amino bebas sosis fermentasi

(25)

Halaman

1 Lembar kerja uji rating intensitas sosis fermentasi ikan patin... 109

2 Lembar kerja uji hedonik secara keseluruhan sosis fermentasi ikan patin .. 110

3 Lembar kerja uji hedonik meliputi tekstur, warna, aroma dan rasa

sosis fermentasi ikan patin... 111

4 Komposisi media Plate Count Agar (PCA) ... 112 5 Komposisi media de Man Rogosa Sharpe (MRS) Agar ... 112 6 Komposisi media Lauryl Sulfate Tryptose Broth (LSTB) ... 112 7 Komposisi media Escherichia coli Broth (ECB) ... 113 8 Komposisi media Levine-Eosin Methylene Blue (L-EMB) Agar ... ..113 9 Komposisi media Lactose Broth (LB) ... 113 10 Komposisi media Rappaport-Vassiliadis (RV) ... 114 11 Komposisi media Tetrathionate (TT) Broth ... 114 12 Komposisi media Bismuth Sulfite (BS) Agar ... 114 13 Komposisi mediaXylose Lysine Desoxycholate (XLD) Agar

dan komposisi media Hectoen Enteric (HE) Agar ... 115 14 Komposisi media Triple Sugar Iron (TSI) Agar ... 116 15 Komposisi media Lysine Iron Agar (LIA) ... 116 16 Komposisi media Baird Parker Agar (BPA) ... .116 17 Komposisi Egg-yolk Tellurite Emulsion 20% (steril) ... 117 18 Komposisi media Potato Dextros Agar (PDA)... 117 19 Kultur starter bakteri asam laktat L. plantarum pada pembuatan sosis

fermentasi ikan patin ... 117

20 Persyaratan mutu sosis daging menurut SNI 01-3820-199 ... 118

21 Hasil analisis ragam hedonik tekstur sosis fermentasi ikan patin

terpilih selama 16 hari penyimpanan dan uji lanjut Duncan ... 119 22 Hasil analisis ragam rating intensitas warna dan uji lanjut Duncan sosis

fermentasi ikan patin………....119

23 Hasil analisis ragam uji hedonik rasa sosis fermentasi ikan patin

(26)

25 Hasil analisis ragam bakteri asam laktat L. plantarum sosis fermentasi ikan patin terpilih selama 16 hari penyimpanan suhu ruang

dan uji lanjut Duncan ... 121 26 Pertumbuhan bakteri Staphylococcus sp. pada media BPA ... 121 27 Pertumbuhan bakteri Salmonella sp. pada media XLD Agar,

BS Agar dan HE Agar (negatif)……….122 28 Pertumbuhan bakteri Salmonella sp. pada media TSI Agar ... 122 Dan LIA (negatif)... 122

29 Hasil analisis ragam kapang/khamir sosis fermentasi ikan patin

16 hari penyimpanan dan uji lanjut Duncan ... 122 26 Hasil analisis ragam uji hedonik rasa sosis fermentasi ikan patin 16 hari

(27)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai negara bahari memiliki luas lahan untuk akuakultur

sebesar 28,5 juta hektar. Salah satu komoditas akuakultur di Indonesia adalah ikan

patin (Pangasius sp.), dengan produksi pada tahun 2010 sebesar 273,554 ton (KKP 2011). Menurut Hutagalung (2009) ikan patin merupakan komoditas yang

prospektif untuk dikembangkan dan berpotensi sebagai komoditas ekspor.

Ikan patin sebagai sumber pangan berprotein juga mengandung asam amino,

asam lemak, vitamin dan mineral, dapat dikonsumsi dalam bentuk segar. Namun

produk yang diolah dalam bentuk segar berbahan baku ikan, mudah mengalami

pembusukan (perishable food). Salah satu teknologi pengolahan yang dilakukan adalah mengubah daging yang mudah rusak menjadi produk yang memiliki masa

simpan yang lebih lama dari produk olahan daging segar biasa, lebih aman dan

menghasilkan karakteristik sensori yang khas, yaitu melalui produk fermentasi

daging.

Sosis fermentasi berupa daging mentah yang dimasukkan ke dalam casing, ditambahkan kultur starter bakteri asam laktat dari genus Lactobacillus dan Pediococcus, serta dilakukan proses fermentasi dan pematangan (Leroy et al. 2006). Produk sosis fermentasi ini dikenal dengan nama dry sausage atau semi dry sausage yang biasanya terdapat di Italia, Jerman, Perancis, Spanyol, Netherland dan Scandinavia dan jarang ditemukan di pasaran Indonesia.

Umumnya jenis yang dipasarkan di Indonesia adalah sosis emulsi segar (fresh sausage) tanpa melalui proses fermentasi, terbuat dari olahan daging sapi dan ayam (Anonim 2007).

Sosis fermentasi yang memanfaatkan bakteri asam laktat digunakan untuk

menghasilkan produk yang dapat meningkatkan keamanan pangan. Rantsiou et al. (2005) mengemukakan bahwa bakteri asam laktat yang terdapat pada sosis

fermentasi, berperan sebagai bioproteksi dan biopreservasi dalam meningkatkan

keamanan pangan pada produk tersebut. Hal ini disebabkan bakteri asam laktat

(28)

dan sayuran disebabkan mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan

pembusukan makanan.

Produk sosis fermentasi salah satunya menggunakan bahan Nitrat Poelken

Salts (NPS). Norman (1988) diacu dalam Husni et al. (2007) mengatakan bahwa penggunaan NPS pada produk sosis fermentasi dapat bersifat sebagai pengawet,

pewarna sosis dan mencegah pertumbuhan mikroba. Namun penggunaan NPS ini

bila berikatan dengan asam amino dan amida yang terdapat pada protein daging,

dapat membentuk nitrosamin yaitu senyawa yang bersifat toksis.

Penggunaan nitrat dan nitrit pada makanan mulai dibatasi sejak diperoleh

senyawa N-nitrosamin pada tahun 1950, dimana senyawa tersebut terbentuk dari

reaksi nitrit dengan senyawa amin sekunder, khususnya pada pH rendah yang

bersifat karsinogenik (Adams & Moss 2008). Hal ini didukung oleh Peters et al. (1994) dan Pattanagul et al. (2007) yang mengemukakan bahwa sejak tahun 1970 penggunaan nitrat dan nitrit sebagai pewarna dan pengawet mulai dibatasi. Hal ini

berkaitan dengan timbulnya penyakit leukemia dan kanker otak yang berdasarkan

studi epidemiologi pada tahun 1990 akibat penggunaan makanan yang

mengandung nitrit yang menjadi konsumsi harian.

Angkak atau beras merah cina adalah pewarna pada makanan sebagai

pengganti nitrit. Pattanagul et al. (2007) melaporkan bahwa angkak adalah produk hasil fermentasi kapang Monascus spp, yang digunakan sebagai pewarna alami yang digunakan pada ikan, keju cina, anggur merah dan sosis. Kapang Monascus spp menghasilkan pigmen merah monascorubramine (C23H27NO4) dan rubropuntamine (C21H23NO4

Peranan bakteri asam laktat bagi kesehatan manusia mulai diteliti sejak

tahun 1908, oleh ilmuwan Rusia peraih nobel Ellie Metchnikoff. Dia mengaitkan

antara kesehatan dan umur panjang orang Bulgaria dengan kebiasaan

mengkonsumsi susu fermentasi yang berisi mikroorganisme penghasil asam laktat

(Nuraida 2008). Bakteri asam laktat yang digunakan pada produk fermentasi ikan

patin berupa kultur starter. Bakteri asam laktat dapat digunakan sebagai kultur ). Sosis fermentasi ikan patin pada penelitian ini

menggunakan pewarna alami angkak yang diharapkan menghasilkan warna sosis

(29)

starter apabila telah mencapai jumlah koloni bakteri 107-108

Pembuatan produk olahan sosis fermentasi ikan patin perlu dilakukan

dengan aplikasi bakteri asam laktat dari spesies Lactobacillus plantarum sebagai salah satu diversifikasi produk berbahan baku ikan.

CFU/mL (Ishibashi

& Shimamura (1993) ; Rebucci et al. (2007) ; Adams & Moss (2008).

1.2 Perumusan Masalah

Konsumsi ikan nasional di Indonesia tahun 2009 yaitu 30,17 kg/perkapita.

Hal ini belum memenuhi target konsumsi ikan menurut pola pangan harapan yaitu

31,40 kg/perkapita (KKP 2010). Diversifikasi pangan berbahan baku ikan perlu

dilakukan untuk memenuhi target tersebut.

Produk diversifikasi pangan salah satunya adalah produk olahan sosis

fermentasi ikan patin. Produk sosis yang berkembang saat ini lebih didominasi

oleh produk sosis berbahan baku ayam dan sapi. Selain itu, sosis segar yang

dikonsumsi di pasaran umumnya menggunakan nitrit atau NPS sebagai pengawet

dan penstabil warna yang berpengaruh negatif pada kesehatan. Coughlin (2006)

menyatakan bahwa menurut International Agency for Research on Cancer (IARC), penggunaan nitrat atau nitrit yang menghasilkan nitrosasi endogen

(endogenous nitrosation) dapat bersifat karsinogenik pada manusia. Berdasarkan hal tersebut, maka pada sosis fermentasi berbahan baku ikan patin ini digunakan

pewarna alami berupa angkak, sehingga dihasilkan sosis yang bermanfaat bagi

kesehatan dan aman dikonsumsi.

Bakteri asam laktat paling banyak diaplikasikan pada produk yoghurt,

daging, sereal dan produk nabati. Namun fermentasi dengan menggunakan bakteri

asam laktat pada produk olahan ikan dalam bentuk sosis, masih belum banyak

dikenal di masyarakat. Sampai saat ini produk fermentasi berbahan baku ikan

yang dikenal di masyarakat adalah terasi, kecap ikan, ikan peda dan bekasam.

Penelitian produk olahan sosis fermentasi ikan patin dengan penambahan

bakteri asam laktat L. plantarum 1B1 perlu dilakukan, mengingat produk tersebut merupakan satu produk diversifikasi berbahan baku ikan yang bermanfaat bagi

kesehatan dengan ditunjang komponen bahan tambahan alami dan aman untuk

(30)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk membuat sosis fermentasi ikan

patin formula terpilih.

Tujuan khusus penelitian ini adalah :

Mendapatkan formula terpilih untuk menghasilkan sosis fermentasi ikan

patin yang dapat diterima konsumen dari segi sensori (rating intensitas dan

hedonik) ; melakukan analisis sensori hedonik (kesukaan), analisis mikrobiologi

(total koloni mikroba (Total Plate Count), bakteri asam laktat L. plantarum 1B1, Escherichia coli, Staphylococcus sp., Salmonella sp., kapang/khamir) dan analisis kimia (pH dan aw

1.4 Manfaat Penelitian

) dari sosis fermentasi ikan patin formula terpilih selama waktu

penyimpanan ; menganalisis kandungan asam amino, asam amino bebas dan asam

lemak dari sosis fermentasi ikan patin dengan waktu penyimpanan terpilih.

Memberikan informasi produk olahan fermentasi hasil perikanan berupa

sosis fermentasi ikan patin sebagai salah satu produk diversifikasi.

1.5 Hipotesis

a) Formula berpengaruh terhadap sensori (rating intensitas dan hedonik) sosis

fermentasi ikan patin.

b) Lama penyimpanan berpengaruh terhadap sensori hedonik (tekstur, warna,

aroma dan rasa), mikrobiologi dan kimia dari sosis fermentasi ikan patin

formula terpilih.

c) Fermentasi berpengaruh terhadap kandungan asam amino, asam amino

bebas dan asam lemak dari sosis fermentasi ikan patin waktu penyimpanan

(31)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Patin (Pangasius sp.)

Ikan patin memiliki bentuk tubuh memanjang dengan dominan warna putih

berkilauan seperti perak dan punggung berwarna kebiru – biruan. Panjang tubuh

ikan patin dewasa dapat mencapai 120 cm dan tidak bersisik. Kepala relatif kecil

dengan mulut terletak di ujung kepala sebelah bawah. Pada sudut mulut terdapat

dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai alat peraba saat berenang

ataupun mencari makan (Khairuman & Sudenda 2009).

Klasifikasi ikan patin menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phyllum : Chordata

Sub Phyllum : Vertebrata

Kelas : Pisces

Sub Kelas : Teleostei

Ordo : Ostariophysi

Sub Ordo : Siluroidea

Famili : Pangasidae

Genus : Pangasius

Spesies : Pangasius sp.

Ikan patin di alam bebas biasanya selalu bersembunyi di dalam liang – liang

di tepi sungai dan keluar pada malam hari sesuai dengan sifat hidupnya yang

nocturnal. Ikan patin tergolong ikan demersal yang dibuktikan dengan bentuk mulut yang melebar dan termasuk omnivora (Khairuman & Sudenda 2009). Morfologi ikan patin dapat dilihat pada Gambar 1.

(32)

Komposisi kimia ikan bervariasi tergantung dari spesies, jenis kelamin,

umur, musim penangkapan, kondisi ikan dan habitat. Komposisi kimia ikan patin

per 100 g daging ikan yaitu terdiri dari air sebanyak 74,4 %, protein 17%, lemak

6,6% dan abu 0,9%. Dilihat dari kandungan komposisi protein dan lemaknya,

ikan patin tergolong ikan berprotein tinggi dan berlemak sedang (KEMENKES RI

2001). Bobot ikan patin yang disiangi sebesar 79,7% dari bobot awal dan berat

fillet sekitar 61,7% dari bobot ikan patin (Khairuman & Sudenda 2009).

2.2 Protein dan Asam Amino Pada Ikan

Protein pada daging ikan dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu protein

sarkoplasma, protein myofibril dan protein stroma. Protein myofibril adalah

protein yang terdapat pada benang daging (myofibril dan myofilamen). Protein ini

termasuk tipe protein globulin, seperti myosin, aktin dan tropomyosin, dan

berperan penting pada kontraksi dan relaksasi daging ikan. (Xiong 1997). Park

(2005) mengemukakan bahwa protein myofibril sangat berperan dalam

penggumpalan dan pembentukan gel pada daging ikan yang diolah. Menurut

Samejima et al. (1981) myosin memiliki kemampuan mempengaruhi gelasi akibat pemanasan. Sano et al. (1988) mengatakan bahwa ada dua tahap gelasi myosin selama pemanasan yaitu tahap pertama terjadi pada suhu 4-41 oC dan tahap kedua

terjadi pada suhu 51-80 o

Pada daging lumat dilakukan pencucian yang merupakan tahap penting

untuk menghilangkan protein larut air yakni protein sarkoplasma yang dapat

mempengaruhi kemampuan pembentukan gel. Protein sarkoplasma akan

menganggu cross-linking myosin selama pembentukan matriks gel sebab protein ini tidak dapat membentuk gel dan memiliki kapasitas pengikatan yang rendah

(Hall & Ahmad 1992). C.

Daging lumat yang telah mengalami proses pencucian dinamakan surimi.

Menurut Lanier (1992) surimi adalah hancuran daging ikan yang dicuci berulang

kali dan dicampur dengan cryoprotectant untuk mencegah terjadinya denaturasi protein selama penyimpanan beku. Surimi memiliki tekstur, gel dan sifat pengikat

yang baik. Surimi mentah yang tidak mengalami proses pembekuan disebut

(33)

Mutu surimi yang berasal dari ikan air tawar lebih baik daripada surimi

yang berasal dari ikan laut. Hal ini disebabkan kandungan daging berwarna gelap

di dalam ikan laut lebih banyak. Daging ikan yang berwarna gelap sangat rentan

kestabilan mutunya karena tingginya kandungan histidin yang dengan cepat dapat

berubah menjadi histamin setelah ikan mati. Selain itu di dalam daging berwarna

gelap banyak terdapat hemoglobin dan myoglobin yang dapat mempengaruhi

kualitas mutu surimi yang dihasilkan (Suzuki 1981).

Protein pada daging ikan cukup tinggi yakni mencapai 20% dan tersusun

atas sejumlah asam amino esensial maupun non esensial (Adawyah 2008). Asam amino esensial terdiri dari leusin, isoleusin, valin, triptofan, fenilalanin, metionin, treonin, lisin dan histidin. Sedangkan asam amino tidak esensial yakni glutamat, alanin, aspartat dan glutamin. Asam amino non esensial tidak bersyarat yaitu prolin, serin, arginin, tirosin, sistein, trionin dan glisin. Dikatakan asam amino

esensial tidak bersyarat karena asam amino ini diperlukan dalam makanan sehari – hari, kecuali bila prekusornya berada dalam jumlah banyak dalam tubuh

sehingga memungkinkan sintesisnya pada saat dibutuhkan (Almatsier 2006).

Komposisi asam amino pada beberapa ikan tawar dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Kandungan asam amino pada beberapa ikan air tawar

(34)

2.3 Asam Amino Bebas

Asam amino bebas memproduksi senyawa volatil yang berperan dalam

karakteristik flavor pada dry sausage. Toldra (2006) mengemukakan bahwa selama proses ripening, aktivitas enzim endopeptidase (catepcin) terlibat dalam pemecahan sarkoplasma dan protein myofibril, sedangkan exopeptidase (di dan

tri-peptidyl peptidase, amino peptidase) melakukan degradasi protein yang

umumnya menghasilkan peptida dan asam amino bebas. Cordoba et al. (1994) dan Martuscelli et al. (2009) mengatakan bahwa dari sudut pandang sensori, asam amino bebas berpengaruh terhadap rasa produk daging yang telah matang, sebab

senyawa tersebut bertindak sebagai prekusor yang berkontribusi terhadap

pembentukan rasa asam, manis dan pahit.

Martuscelli et al. (2009) mengatakan bahwa asam amino bebas utama yang merupakan hasil dari proses curing diantaranya adalah alanin, leusin, valin, arginin, lisin, glutamin dan asam aspartat. Nilai asam amino bebas tergantung

pada aktivitas aminopeptidase dan tipe dari produk daging. Senyawa ini tidak

hanya langsung berhubungan dengan atribut karakteristik flavor dan rasa pada

produk daging, tetapi juga sebagai prekusor flavor yang terlarut dalam air.

2.4 Asam Lemak

Asam lemak adalah senyaw

dengan

merupakan bahan baku untuk semua lipida pada makhluk hidup. Asam lemak bisa

berbentuk bebas (lemak yang terhidrolisis) maupun terikat sebagai

Asam lemak terdiri dari asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Asam

lemak jenuh memilik

sedangkan asam lemak tak jenuh memiliki paling sedikit sat

antara atom karbon penyusunny

Asam stearat atau asam oktadekanoat adalah asam lemak jenuh yang

terdapat dalam lemak dan minyak dari hewan. dengan rumus kimia C18H36O2,

mudah diperoleh dari lemak hewani. Asam stearat diproses dengan

memperlakukan lemak hewan dengan air pada suhu dan tekanan tinggi. Asam ini

dapat pula diperoleh dari hidrogenasi minyak nabati. Reduksi asam stearat

(35)

palmitat adalah

(CH3(CH2)14COOH). Asam palmitat merupakan produk awal dalam proses

biosintesis asam lemak

Asam lemak oleat tersusun dari 18 atom C dengan satu ikatan rangkap di

antara atom C ke-9 dan ke-10, rumus kimia CH3(CH2)7CHCH(CH2)7)COOH,

dihasilkan dari fraksinasi asam lemak yang diperoleh dari proses pengubahan

minyak menjadi asam lemak. Dalam hal ini proses yang digunakan adalah proses

hidrolisa. Asam Oleat dapat juga dihasilkan dari fraksinasi asam lemak yang

diperoleh dari hidrolisis lemak. Asam oleat mudah terhidrogenisasi, bersifat

hidrolisis dan memiliki aroma yang khas. Sedangkan asam linoleat adalah asam

lemak tak jenuh omega-6. secara fisiologis disebut 18:2 (n-6). Secara kimiawi

asam linoleat adalah asam yang berantai karbon 18 pada rantai karbon dan 2 cis

ikatan rangkap. Rumus Kimia Asam Linoleat : C18H32O2

Mikroba yang terdapat pada bahan pangan berlemak termasuk jenis mikroba

non patogen. Bahan pangan yang mengalami perubahan dengan menghasilkan

citarasa tidak enak, disebabkan mikroba tersebut menghasilkan enzim yang dapat

memecahkan protein dalam bahan pangan berlemak, seperti senyawa indol,

skatol, hydrogen sulfit, metilamin dan ammonia. Selain itu pada bahan pangan

tersebut juga dapat mengalami perubahan warna (discoloration) (Ketaren 2005). Sosis fermentasi umumnya mengandung lemak tinggi sekitar 50% dari

bahan kering. Beberapa produk sosis fermentasi lainnya mempunyai kandungan

lemak yang rendah yaitu sekitar 5%. Penggunaan lemak yang berasal dari pangan

hewani dan nabati pada sosis fermentasi sebaiknya masih dalam keadaan segar,

sebab bila terjadi proses oksidasi akan sangat mempengaruhi masa simpan dan

menyebabkan ketengikan awal pada produk berbahan lemak tersebut apabila tidak

dalam keadaan segar (Hammes et al. 2003).

Pada sosis fermentasi menggunakan minyak jagung yang termasuk pada

asam lemak tidak jenuh salah satunya bertujuan untuk memperbaiki tekstur dan

citarasa. Asam lemak tidak jenuh seperti asam oleat banyak terkandung pada

(36)

lemak jenuh yang menyusun trigliserida minyak jagung adalah asam palmitat dan

asam stearat yakni sekitar 13% (Ketaren 2005).

Asam lemak tidak jenuh seperti minyak jagung mudah mengalami oksidasi.

Menurut Gordon (2001) asam lemak tidak jenuh sangat berpotensi mengalami

dekomposisi secara autooksidasi (Gordon 2001). Zhang et al. (2010) mengatakan bahwa oksidasi lemak pada produk daging merupakan reaksi yang memperburuk

flavor, warna, tekstur dan nilai nutrisi pada produk tersebut. Salah satu cara

mengantisipasi hal tersebut adalah pemakaian bumbu yang mengandung

antioksidan untuk memperlambat oksidasi lemak.

2.5 Bakteri Asam Laktat

Bakteri asam laktat terdiri dari genus Lactobacillus, Leuconostoc, Pediococcus dan Streptococcus. Bakteri tersebut termasuk bakteri Gram positif, tidak berspora, anaerobik, bentuk coccus (bulat) dan basil (batang) serta umumnya menghasilkan asam laktat selama fermentasi karbohidrat, dapat

berasosiasi dengan bakteri lain pada makanan dan makanan fermentasi, termasuk

dengan bakteri lain yang menempel pada permukaan mukosa di tubuh manusia

dan hewan (Axelsson 2004).

Berdasarkan aktivitas metabolisme, bakteri asam laktat dikelompokkan ke

dalam dua sub grup yaitu homofermentatif dan heterofermentatif. Bakteri asam

laktat homofermentatif melibatkan jalur Embden Meyerhof, yaitu glikolisis, menghasilkan asam laktat, 2 mol Adenosin Tri Phosphate (ATP) dari 1 molekul

glukosa/heksosa dalam kondisi normal, tidak menghasilkan CO2 dan

menghasilkan biomassa dua kali lebih banyak daripada bakteri asam laktat

heterofermentatif. Sedangkan bakteri asam laktat yang termasuk pada sub grup

heterofermentatif menghasilkan asam laktat bersamaan dengan asam asetat,

karbon dioksida dan senyawa diasetil (Surono 2004). Caplice dan Fitzgerald

(1999) mengemukakan bahwa fermentasi melalui jalur Embden–Meyerhof– Parnas menghasilkan dua mol laktat pada bakteri asam laktat homofermentatif dibandingkan dengan bakteri asam laktat heterofermentatif yang hanya

(37)

Jalur Embden–Meyerhof–Parnas pada bakteri asam laktat homofermentatif dan heterofermentatif ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2 Jalur Embden–Meyerhof–Parnas pada bakteri asam laktat

homofermentatif dan heterofermentatif (Caplice & Fitzgerald 1999).

Bakteri asam laktat digolongkan berdasarkan fermentasi yang dilakukan

terdiri dari homofermentatif dan heterofermentatif. Perbedaan genus pada

beberapa bakteri asam laktat dikaitkan dengan sifat fermentasinya dapat dilihat

pada Tabel 2.

Tabel 2 Perbedaan antara genus dalam bakteri asam laktat

Genus Bentuk sel Fermentasi

Streptococcus Leuconostoc Pediococcus Lactobacillus

Enterococcus Lactococcus

bulat berantai bulat berantai bulat dalam empat

batang berantai batang berantai bulat berantai bulat berantai

homofermentatif heterofermentatif

homofermentatif homofermentatif heterofermentatif

homofermentatif homofermentatif

(38)

Bakteri asam laktat dikenal sebagai bakteri yang aman untuk pangan

(Generally Recognised As Safe (GRAS)) dan banyak dimanfaatkan sebagai kultur starter pada produk pangan fermentasi, salah satunya pada produk fermentasi

daging. Bakteri ini berperan penting sebagai pengawet juga berkemampuan

membentuk produk yang bercitarasa khas (Hammes et al. 2003).

Hasil penelitian Todorov et al. (2007) melaporkan bahwa bakteri asam laktat L. plantarum dapat digunakan sebagai kultur starter untuk pembuatan sosis fermentasi daging dengan jumlah koloni bakteri 106 CFU/mL. Selanjutnya

dikatakan bahwa kultur starter selain dari genus Lactobacillus, juga dapat berasal dari genus Pediococcus, Leuconostoc dan Carnobacterium yang bersifat sebagai bakteriosinogenik. Hal ini didukung penelitian sebelumnya oleh Ishibashi dan

Shimamura (1993) diacu dalam Rebucci et al. (2007) yang mengatakan bahwa bakteri asam laktat yang digunakan pada produk daging akan dapat menghambat

bakteri patogen dengan jumlah koloni bakteri ±107

Molin (2003) di Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology mendeskripsikan bakteri L. plantarum berbentuk batang, tumbuh pada suhu 15

CFU/g atau /mL.

o C

sampai pada 45oC, dinding sel mengandung asam teikoat, peptidoglikan tipe

m-diaminopalemik, isomer dari asam laktat (DL asam laktat). Bakteri L. plantarum tidak mampu memproduksi NH3

Menurut Hamm et al. (2008) bakteri L. plantarum berbentuk basil (batang) pendek, Gram positif, katalase negatif, tidak membentuk spora, tidak membentuk

sitokrom, aerotoleran, anaerobik, membutuhkan nutrisi yang kompleks (asam

amino, vitamin B

dari arginin serta memanfaatkan pentosa melalui

induksi dari fosfoketolase. Beberapa jenis strain bakteri L. plantarum yang berbeda, berkemampuan untuk memfermentasi karbohidrat yang berbeda pula.

1, B2, B12, biotin, purin dan pirimidin. Selain itu tergolong homofermentatif dengan memproduksi utama asam laktat (>85% dari glukosa),

tidak menghasilkan gas dari glukosa, mempunyai enzim aldolase, tidak

mempunyai fosfoketolase, mampu tumbuh pada suhu minimum 15oC, maksimum

(39)

pentose dengan memproduksi ± 1 mol laktat, asetat dan CO2

Vries et al. (2006) mengemukakan bahwa beberapa spesies Lactobacillus yang digunakan pada fermentasi pangan, dapat hidup dalam usus manusia,

termasuk bakteri asam laktat spesies L. crispatus, L. gasseri dan L. plantarum. Bakteri L. plantarum mampu hidup pada saluran pencernaan manusia (GI-tract). Misalnya L. plantarum strain WCFSI. Pada beberapa strain L. plantarum dapat berfungsi sebagai probiotik, misalnya pada produk yang sudah dikomersilkan

dalam bentuk kapsul (IFlora Acidophilus Formula, Probiotic Eleven), minuman (Proviva, Lactovitale), dan powder/gel (Probios).

/mol pentosa, namun

juga memanfaatkan beberapa asam organik seperti malat, tartarat dan asam sitrat.

Menurut World Health Organization, probiotik merupakan mikroorganisme hidup yang apabila dikonsumsi dapat memberikan manfaat pada inang (host). Salah satu syarat mikroorganisme dikatakan memiliki fungsi probiotik apabila

berkelangsungan hidup pada saluran pencernaan dan aman dikonsumsi (Gilliland,

Morelli & Reid 2001 diacu dalam Vries et al. (2006).

Molenaar et al. (2005) mengemukakan bahwa bakteri L. plantarum memiliki strain yang berbeda, namun mampu menghasilkan antimikroba plantaricin, non-ribosom peptida atau exopolysakarida yang dapat dideteksi melalui DNA-mikro-array. Misalnya deteksi dengan membandingkan 20 strain L. plantarum yang menunjukkan ada dan tidak terdapatnya DNA yang berbeda.

Saisithi et al. (1986) diacu dalam Riebroy et al. (2008) mengemukakan bahwa bakteri asam laktat L .plantarum selain L. brevis, L. fermentum dan Pediococcus pentosaceus berperan dalam menghambat pertumbuhan bakteri Listeria monocytogenese dan E.coli O157:H7, sebab menghasilkan senyawa antimikroba bacteriocin.

Bakteri L. plantarum strain 299 (DSM 6595) and 299v (DSM 9843) dapat hidup pada mukosa saluran pencernaan, yang diperlihatkan secara in vitro memiliki aktivitas antimikroba, berpotensi menghambat pertumbuhan bakteri

Listeria monocytogenes, Bacillus cereus, E. coli, Yersinia enterocolitica, Citrobacter freundii, Enterobacter cloacae dan Enterococcus faecalis.

Bakteri asam laktat yang ditambahkan pada pembuatan sosis fermentasi

(40)

pertumbuhan bakteri Gram negatif atau bakteri yang termasuk pada kelompok

Enterobacteriaceae (Vuyst & Vandamme 1994 & Charlier et al. (2009). Hasil penelitian Todorrov et al. (2010) melaporkan bakteri L. plantarum menghasilkan bacteriocin bacST202Ch dan bacST216Ch yang diisolasi dari sosis fermentasi Beloura and Chouriço yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk

pada daging berupa bakteri Gram positif dan Gram negatif.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Vuyst dan Leroy (2007) melaporkan

bahwa bacteriocin adalah antimikroba berupa peptida atau protein yang dihasilkan dari bakteri asam laktat yang memiliki kemampuan untuk membunuh atau

menghambat pertumbuhan pada beberapa bakteri. Dalam hal ini termasuk

menghambat mikroba pembusuk seperti Listeria monocytogenes dan mikroba patogen seperti S. aureus, E. coli dan Salmonella sp. Selanjutnya dikatakan bahwa bacteriocin terdiri atas tiga klasifikasi yaitu: kelas I berupa lantibiotik, berukuran kecil (<5kDa), peptida mengandung asam amino lantionin, a-methyl lantionin,

dehydroalanin dan dehydrobutyrin ; kelas II berukuran kecil (<10 kDa), stabil

terhadap panas, non-lantionin, mengandung peptida, pada kelas IIa termasuk

pediocin-bacteriocin aktif, kelas IIb memiliki dua-peptida bacteriocin dan kelas IIc bacteriocin berbentuk bulat; kelas III berukuran besar (>30 kDa), labil terhadap panas, proteolitik, hidrolase murein. Sebagian besar kelas I dan II

merupakan bacteriocin yang aktif berukuran nano yang menyebabkan permeabilisasi membran yang mengarah pada disipasi membran potensial dan

kebocoran ion, ATP dan molekul penting lainnya.

Srionnual et al. (2007) mengatakan bahwa bacteriocin yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat berasal dari genus Lactobacillus, Enterococcus dan Leuconostoc. Bakteri asam laktat L. plantarum strain tertentu dapat menghasilkan antimikroba bacteriocin yaitu plantaricin AS EF dan plantaricin JK.

Rantsiou et al. (2005) mengemukakan bahwa bakteri asam laktat berperan sebagai bioproteksi dan biopreservasi yang dapat meningkatkan keamanan pada

sosis fermentasi daging sebab menghasilkan antimikroba bacteriocin. Hal ini didukung oleh Khan et al. (2010) yang mengemukakan bahwa bacteriocin digunakan untuk pengawetan produk daging dan sayuran dengan cara

(41)

Espinoza dan Navarro (2008) mengemukakan bahwa bakteri asam laktat

L.plantarum selain memanfaatkan karbohidrat untuk melakukan fermentasi, juga memanfaatkan asam amino esensial dan vitamin untuk pertumbuhannya. Rowan

et al. (1998) diacu dalam Visessanguan et al. (2006) menyatakan bahwa hasil metabolism fermentasi bakteri asam laktat ditandai dengan menurunnya pH,

disebabkan oleh senyawa rantai pendek asam organik, karbondioksida, hidrogen

peroksida, diasetil yang berfungsi sebagai senyawa antimikroba.

2.6 Bakteri Patogen

Even et al. (2010) mengemukakan bahwa Staphylococci yang terdiri dari 41 jenis, dikelompokkan ke dalam grup Positif (CPS) dan

Koagulase-Negatif (CNS). Salah satu grup CPS adalah bakteri Staphylococcus aureus, bersifat patogen pada manusia dan menyebabkan terjadinya berbagai penyakit

terutama keracunan makanan yang terkontaminasi oleh bakteri ini, sebab bakteri

tersebut akan memproduksi Staphylococcal Enterotoksin (SEs) yang mencemari bahan makanan. Charlier et al. (2009) mengemukakan bahwa bakteri S. aureus dapat tumbuh pada kisaran pH 4,6-10 dengan pertumbuhan optimum pada pH

netral yaitu 6-7. Bakteri ini dapat tumbuh pada kisaran nilai aw 0,83-0,99 dan

tumbuh optimum pada aw

Sosis fermentasi dapat terkontaminasi dengan bakteri Staphylococcus aureus, misalnya pada jenis salami Genoa, dry sausage dan semi dry sausage. Kaban dan Kaya (2006) dikemukakan bahwa bakteri S. aureus memiliki toleransi hidup pada sosis fermentasi yang mengandung garam dan nitrat serta mampu

tumbuh pada kondisi anaerobik. Pada kondisi demikian, bakteri tersebut dapat

tumbuh dan memproduksi toksin pada makanan, sehingga terjadi keracunan

makanan.

0,99.

Sinergisme asam organik tertentu misalnya asam asetat dan asam laktat

yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat akan menghambat pertumbuhan bakteri

Escherichia coli dan Salmonella sp. Penghambatan ini disebabkan oleh bakteri asam laktat L. plantarum yang menghasilkan senyawa antimikroba hidrogen peroksida. Melalui mekanisme laktoperoksidase, hidrogen peroksida dapat

(42)

2.7 Kapang/Khamir

Kapang/khamir merupakan salah satu mikroorganisme yang dipengaruhi

oleh beberapa faktor pertumbuhan. Menurut Syarief dan Halid (1993) faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan kapang/khamir adalah aktivitas air (aw), suhu

penyimpanan dan suhu pengolahan, ketersediaan oksigen, pH dan kandungan zat

gizi bahan pangan. Khamir pada umumnya menyukai bahan pangan yang

mempunyai kisaran aw

Kapang/khamir dapat tumbuh pada sosis fermentasi selama penyimpanan.

Hal ini didukung oleh hasil penelitian Yin et al. (2002) dan Hu et al. (2008) yang melaporkan bahwa kapang/khamir ditemukan pada sosis fermentasi ikan mackerel

dan silver carp selama penyimpanan.

0,87-0,91, bahan pangan berkadar gula 65% atau

mengandung 15% NaCl.

Mikroflora biasanya yang mendominasi pada produk fermentasi daging

adalah jenis khamir dari genus Saccharomyces, Hansenula, Candida, Torulopsis, Debaryomyces, Pichia, Kluyveromyces dan Cryptococcus. Khamir berkemampuan untuk tumbuh pada aw

Hasil penelitian sebelumnya oleh Abunyewa et al. (2000) melaporkan bahwa jenis khamir yang terdapat pada sosis kering (salami) adalah Candida parapsilosis, C. tropicalis, Debaryomyces hansenii, Rhodotorula mucilaginosa, Yarrowia lipolytica, Cryptococcus albidus dan Crypt. Neoformans ditemukan selama proses pembuatan dan pematangan.

yang rendah pada konsentrasi gula dan garam yang tinggi,

misalnya strain dari Hansenula anomala dan Debaryomyces hansenii yang diisolasi dari produk daging asin dan sosis fermentasi ( Adams & Moss 2008).

Pada fermentasi daging koloni khamir dapat mencapai 2x105 cfu/g pada

pada hari ke-20. Khamir berkontribusi terhadap flavor pada produk tersebut.

Adanya aktivitas proteolisis pada proses fermentasi akan menghasilkan biogenik

amin (terdapat kandungan tiramin, histamin, putresin, kadaverin, feniletilamin dan

triptamin). Apabila pada produk tersebut juga terbentuk alkohol, maka keberadaan

keduanya secara bersamaan akan menyebabkan terjadinya keracunan makanan.

Hal ini disebabkan alkohol berpotensi member fasilitas terjadinya difusi

(43)

histamin. Kandungan histamin pada sosis fermentasi belum diatur dengan Standar Internasional (Pais et al. 1999 & Abunyewa et al. 2000).

Keberadaan khamir yang melebihi 2x105

2.8 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroorganisme

cfu/g (overgrowth) pada produk sosis fermentasi, apabila dikonsumsi manusia dapat menimbulkan alergi, asma,

mudah lelah, berkurangnya daya ingat, gangguan pencernaan, diare, konstipasi

dan kembung (Abbas et al. 2000). Hal ini disebabkan tidak ada keseimbangan antara bakteri di usus dan khamir (terjadi disbiosis), yang mengakibatkan kemampuan penyerapan zat pada usus terganggu. Komponen berbobot molekul

besar yang harusnya tinggal dalam usus menjadi masuk kedalam dinding usus

tanpa hambatan. Potongan molekul yang besar ini dianggap sebagai antigen

(benda asing) oleh tubuh sehingga tubuh memproduksi suatu reaksi pertahanan

yang dikatakan sebagai reaksi alergi (Williamson 1998).

Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme adalah

pH, aw, suhu, suplai makanan, dan ketersediaan oksigen. Mikroorganisme

membutuhkan suplai makanan yang akan menjadi sumber energi dan unsur

lainnya seperti karbon, nitrogen, hidrogen, oksigen, sulfur, fosfor, magnesium, zat

besi untuk pertumbuhan sel. Karbon dapat diperoleh dari jenis gula karbohidrat

sederhana seperti glukosa. Kebutuhan nitrogen dapat diperoleh dari sumber

anorganik seperti (NH4)2SO4 atau NaNO3

Mikroba lebih banyak membutuhkan air yaitu sekitar 70-80% untuk

beraktivitas. Air yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dapat diperoleh melalui

a

atau sumber organik seperti asam

amino dan protein (Buckle et al. 2009).

w (water activity), yaitu rasio antara tekanan uap air dalam larutan disekitar mikroorganisme (kelembaban relatif tertentu) dengan tekanan uap air murni

(Bamforth 2005). Buckle et al. (2009) mengemukakan bahwa aw

Fermentasi salah satunya berfungsi untuk menghambat pertumbuhan bakteri

yang tidak diinginkan.Menurut Hammes et al. (2003) penghambatan oleh bakteri asam laktat terhadap bakteri lain, ditandai dengan pertumbuhannya melalui

aktivitas air (a

adalah jumlah

air yang terdapat dalam bahan pangan atau larutan. Jenis mikroba yang berbeda

membutuhkan jumlah air yang berbeda pula untuk pertumbuhannya.

(44)

0,85-0,95 dan kisaran nilai pH yaitu 4,7-5,6. Hasil penelitian Spaziani et al. (2008) melaporkan bahwa pada sosis fermentasi yang melibatkan bakteri asam laktat,

nilai aw

Mikroorganisme umumnya tumbuh pada pH sekitar 5,0-8,0 dan hanya

beberapa mikroorganisme jenis tertentu yang ditemukan pada bahan pangan yang

hidup pada pH rendah. Bakteri yang tidak tahan asam seperti bakteri proteolitik,

Gram negatif bentuk batang tidak dapat tumbuh pada bahan pangan yang bersifat

asam. Bakteri yang tahan asam dari golongan Lactobacillus dan Streptococcus berperan sangat penting dalam fermentasi produk (Buckle et al. 2009). Hasil penelitian Todorov et al. (2007) melaporkan bahwa pada produk salami (sosis fermentasi daging) dengan aplikasi kultur starter L. plantarum, mengalami penurunan pH dengan kisaran 4,4-4,5.

menurun dengan kisaran 0,87-0,88 yang diamati selama produksi tahun

2006 s/d 2007.

Vuyst et al. (2008) mengemukakan bahwa produk fermentasi daging dengan bakteri tertentu yang menghambat pertumbuhan bakteri patogen, ditandai dengan

menurunnya nilai pH akibat keasaman dan rendahnya nilai aw

2.9 Sosis Fermentasi

. Menurut Bamforth

(2005) untuk dapat mencegah pertumbuhan bakteri patogen salah satu syarat

adalah dengan menurunnya nilai pH harus dibawah 5,8. Hal ini sejalan dengan

laporan Riebroy et al. (2007) bahwa nilai pH yang rendah dapat meminimalkan pertumbuhan mikroorganisme.

Fontana et al. (2005) mengemukakan bahwa sosis fermentasi adalah produk olahan berupa campuran daging dan lemak, garam, bahan pengawet, bumbu dan

lainnya yang dimasukkan ke dalam casing kemudian dilakukan proses fermentasi dan pengeringan.

Pada sosis fermentasi, terjadi keasaman (asidifikasi) yang dilakukan oleh

bakteri asam laktat salah satunya menghasilkan asam laktat. Produk sosis yang

diinginkan (dry atau semi dry) tergantung dari waktu tahapan pematangan (ripening) yang menghasilkan aw yang lebih rendah dan terbentuknya flavor. Pada akhir proses fermentasi dapat juga dilakukan pengasapan atau pemanasan.

Pemanasan dilakukan pada suhu 58,3 oC sebelum produk dijual (Leroy & Vuyst

(45)

Bakteri asam laktat yang digunakan pada sosis fermentasi biasanya berupa

kultur starter. Menurut Hammes (1996) diacu dalam Espinoza dan Navarro (2008)

kultur starter adalah persiapan kultur bagi mikroorganisme untuk hidup dan

berkembang biak agar diperoleh aktivitas metabolisme yang diinginkan. Kultur

starter lebih bermanfaat dibandingkan kultur secara spontan pada proses

fermentasi, sebab dapat meningkatkan dan mengoptimalkan proses fermentasi dan

menghasilkan sosis yang lebih enak, lebih aman dan sehat.

Mikroba yang digunakan sebagai starter pada proses pengolahan fermentasi

daging, ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3 Mikroba sebagai kultur starter pada proses pengolahan daging fermentasi

Bakteri Asam Laktat Lactobacillus acidophilus,

L. alimentarius, L. paracasei, L. ramnosus, L. curvatus, L. plantarum, L. pentosus, L. sakei, Lactococcus lactis, Pediococcus acidilactici, P.pentosaceus

Actinobacteria Kocuria varians, Streptomyces giseus Bifidobacterium spp.

Staphylococci Staphylococcus xylosus, S.carnosus spp., S. Equorum Halomonadaceae Halomonas elongata

Jamur Penicillium nalgiovence, P. chrysogenum,

P.camemberti

Ragi Debaryomyces hanseni, Candida famata

Sumber : Hammes et al. (2003)

Prinsip proses fermentasi berbahan daging sapi dan babi yang telah melalui

pendinginan dan pembekuan selanjutnya dilakukan proses penggilingan. Tahap

berikutnya dilakukan proses pencampuran yang ditambahkan nitrat, glucono-δ- lactone, askorbat dan glutamat. Namun pada proses secara tradisional tidak menggunakan glucono-δ-lactone. Selain itu juga dilakukan penambahan garam, gula, bumbu dan starter bakteri. Setelah tahapan pencampuran tersebut, adonan

dimasukkan ke dalam selongsong (proses stuffing) dan selanjutnya dilakukan fermentasi dan pengasapan. Temperatur pada ruang fermentasi umumnya >20oC

dan <28oC. Namun pada produk semidry sausage menggunakan temperatur berkisar antara 32-38oC misalnya pada sosis fermentasi di Jerman, Netherland dan

(46)

Penggilingan Pencampuran

Gambar 3 Skema pembuatan sosis fermentasi kering (dry fermented sausage) secara tradisional dari berbagai jenis sosis Jerman

(Hammes et al. 2003).

Fermentasi pada daging akan menyebabkan terjadinya perubahan secara

fisik, biokimia dan mikrobiologi yang menghasilkan karakteristik fungsional pada

produk fermentasi. Hamm et al. (2008) mengemukakan bahwa perubahan akibat proses fermentasi termasuk pengasaman (katabolisme karbohidrat), solubilisasi

dan gelasi myofibril dan protein sarkoplasma, degradasi protein dan lemak,

reduksi nitrat menjadi nitrit serta pembentukan nitrosomioglobin dan dehidrasi.

Proses ini terutama disebabkan oleh endogeneous dan aktivitas enzim mikroba. Produk fermentasi berbahan baku daging, bertujuan untuk mengubah daging

yang mudah rusak (highly perishable) menjadi produk fermentasi yang memiliki masa simpan yang lebih lama dan menghasilkan karakteristik sensori dari produk

tersebut (Hammes et al. 2003). Riebroy et al. (2008) mengemukakan bahwa penggunaan bakteri asam laktat salah satunya untuk meningkatkan karakteristik

sensoris (flavor dan rasa), mempersingkat waktu fermentasi, dan mutu mikrobiologi (menghambat pembentukan bakteri patogen).

Daging sapi

Daging sapi

Lemak punggung

Daging babi

Pembekuan

Pendinginan Pembekuan Pembekuan

Garam, Gula Nitrat, Askorbat, Glutamat

Bumbu Glucono- δ-lactone

Stuffing Starter bakteri

(47)

Zhang et al. (2010) mengemukakan bahwa perubahan biokimia yang terjadi selama proses fermentasi salah satunya menghasilkan senyawa flavor. Hal ini

berhubungan dengan proses fermentasi yaitu sangat kompleks dan beragam,

tergantung pada bahan baku (daging, bumbu dan kultur starter) dan teknologi

(penggaraman, fermentasi, ripening drying, proses fermentasi dan drying) yang digunakan pada produk daging.

Vries et al. (2006) mengemukakan bahwa Lactobacillus dapat digunakan sebagai kultur starter pada fermentasi pangan. Pada proses fermentasi

mengkonversi gula yang terdapat pada bahan menjadi asam laktat, menghasilkan

antimikroba, eksopolisakarida dan hasil metabolit lainnya.

2.10 Bahan Penyusun Sosis Fermentasi Ikan Patin

Bahan penyusun yang digunakan dalam pembuatan sosis fermentasi ikan

patin meliputi bahan dasar (bahan baku), bahan pembantu (tambahan) dan bahan

pelengkap yang merupakan bahan penunjang pada produk sosis tersebut. Surimi

mentah ikan patin merupakan bahan dasar pembuatan sosis fermentasi. Bahan

tambahan berupa minyak nabati (minyak jagung), garam, bahan pemanis (gula),

karagenan, bumbu dan bakteri L. plantarum. Bahan penunjang berupa casing (selongsong).

Pembuatan sosis memerlukan bahan pengisi dan bahan pengikat. Bahan

pengisi bertujuan untuk membentuk tekstur yang padat dan kompak, menstabilkan

emulsi, mengikat air dan memperbaiki sifat adonan. Penambahan bahan pengisi

juga dapat menambah volume bahan sehingga dapat mengurangi biaya produksi.

Bahan pengisi yang biasa digunakan adalah tepung tapioka, tepung jagung, tepung

beras dan tepung terigu. Bahan pengikat adalah bahan bukan daging yang dapat

mengemulsi lemak dan meningkatkan kapasitas mengikat air. Air dan lemak akan

terikat oleh protein untuk membentuk suatu emulsi. Bahan pengikat yang umum

digunakan salah satunya adalah susu skim dan Isolate Soy Protein (ISP). USDA membatasi penambahan bahan pengisi dan bahan pengikat pada emulsi daging

(48)

2.10.1 Tepung tapioka

Bahan pengisi yang ditambahkan pada sosis fermentasi umumnya berasal

dari karbohidrat misalnya tepung tapioka. William et al. (2006) mengemukakan bahwa tepung tapioka digunakan pada produk pangan disebabkan mengandung

pati. Pati berbentuk granula terdiri atas amilosa dan amilopektin. Pati tapioka

digunakan pada produk daging, sebab dapat mengikat air dan memiliki suhu

gelatinasi adalah 52-64 o

2.10.2 Garam

C (Winarno 2008).

Garam (sodium klorida) merupakan salah satu bahan pengawet alami yang

telah digunakan masyarakat luas selama bertahun-tahun. Garam selain

mempunyai fungsi sensori yakni sebagai pembentuk citarasa pada produk pangan

juga berfungsi mengawetkan produk olahan daging sebagai bahan pengikat pada

produk berbahan baku daging (nugget, sosis, dan bakso) (Suryanto 2009). Selain

memperbaiki tekstur dan sebagai pengawet pada produk, menurut Nakai dan

Modler (2000) garam dalam pembuatan sosis berfungsi; 1) mengekstraksi protein

myofibril dari serabut daging selama penggilingan, 2) membentuk tekstur produk,

3) memberikan citarasa asin pada produk dan 4) sebagai antimikroba.

Garam berfungsi sebagai ingredient yang terpenting dalam campuran bahan curing daging, untuk 1) pemberi rasa produk, 2) menurunkan aktivitas air dan meningkatkan ionic strength (meningkatnya kekuatan ionik/tekanan osmotik) yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba, 3) membantu solubilisasi protein

otot yang berfungsi sebagai pengikat partikel daging, 4) menurunkan kadar otot

pada konsentrasi tinggi (5-8%), 5) bersinergis dengan sodium nitrit untuk

mencegah pertumbuhan Clostridium botulinum (Suryanto 2009).

2.10.3 Gula

Gula atau disebut dengan sukrosa merupakan karbohidrat golongan

disakarida yang dibentuk dari monomer glukosa dan fruktosa dengan rumus

molekul C12H22O11 (Ophardt 2003). Zhang et al. (2010) mengatakan bahwa dalam pembuatan sosis fermentasi biasanya ditambahkan gula. Gula berfungsi

sebagai salah satu sumber karbohidrat dalam proses fermentasi, oleh bakteri asam

(49)

Bakteri asam laktat yang tergolong homofermentatif seperti Lactobacillus pada fermentasi karbohidrat menggunakan jalur Embden Meyerhof Parnas, menghasilkan dua molekul asam laktat sebagai produk akhir yang diawali dari

penguraian glukosa (Girard & Bucharles 1992). Ross et al. (2002) dan Tamime (2002) diacu dalam Vries et al. (2006) mengemukakan bahwa gula yang ditambahkan pada adonan sosis fermentasi berfungsi untuk mendukung proses

fermentasi yang hasil akhirnya adalah asam laktat, memproduksi antimikroba

peptida, exopolisakarida dan metabolit lainnya.

2.10.4 Bumbu

Hui et al. (2001) mengemukakan bahwa bumbu adalah bahan tambahan pangan yang dihasilkan dari tumbuhan untuk memberikan aroma pada produk

tersebut. Ellmore dan Fieldberg (1994) mengatakan bahwa salah satu bumbu yang

bersifat sebagai antimikroba adalah bawang putih, karena mengandung senyawa

allisin, yang menghambat pertumbuhan Gram positif dan bakteri Gram negatif.

Allisin adalah senyawa enzimatis yang dihasilkan dari aliin sebagai prekusor

melalui produk intermediate asam allylsulfenat.

Yang et al. (2004) mengemukakan bahwa bawang bombay merupakan salah satu tanaman utama di negara Eropa. Bawang bombay mengandung

senyawa flavonol quersetin dan derivatnya. Selain itu, menurut Kim et al. (2006) bawang bombay mengandung senyawa fruktooligosakarida dan sulfur yang

bersifat sebagai antioksidan. Berdasarkan studi epidemiologi menunjukkan bahwa

mengkonsumsi buah dan sayur yang dipadukan dengan bawang bombay dapat

mengurangi penyakit kronis, seperti penyakit jantung dan kanker.

2.10.5 Nitrit dan Angkak

Fungsi utama nitrit dalam pembuatan sosis adalah untuk memperbaiki warna

daging. Perbaikan warna daging dicapai ketika pigmen otot (myoglobin) berikatan

dengan natrium oksida (NO) yang berasal dari nitrit membentuk NO-myoglobin,

sehingga terbentuk warna daging yang khas. Selain itu nitrit berfungsi sebagai

penambah citarasa, mencegah pertumbuhan bakteri dan sebagai antioksidan.

(50)

menghambat pembentukan toksin oleh mikroorganisme Clostridium botulinum (Sebranek & Bacus 2007).

Penggunaan nitrit pada produk pangan berdampak negatif bagi tubuh.

Peters et al. 1994 ; Sebranek dan Bacus (2007) mengemukakan bahwa nitrosamin yang terbentuk dari nitrit untuk mengawetkan daging menimbulkan kanker. Pada

tahun 1990, studi epidemiologi melaporkan bahwa pemakaian nitrit berhubungan

dengan penyakit leukimia dan kanker otak.

Nitrit mulai dibatasi penggunaannya sebab berpotensi membentuk

nitrosamin sebagai pemicu karsinogenik Sebranek dan Bacus (2007) menyatakan

bahwa kadar sodium nitrit yang diizinkan pada produk daging maksimum adalah

200 ppm. Sedangkan menurut USDA 1995 kadar sodium nitrit atau potassium

nitrit yang diijinkan pada produk daging adalah 156 ppm. Menurut Winarno

(1997) Dirjen POM Depkes mensyaratkan penambahan nitrit dalam bahan

makanan maksimum 170 ppm dan nitrit tersisa pada produk akhir adalah 200

ppm.

Pada sosis fermentasi ikan patin dengan memanfaatkan bakteri L. plantarum 1B1 tidak perlu ditambahkan nitrat sebagai pewarna dan pengawet pada sosis. Hal

ini didukung oleh Casaburi et al. (2005) yang mengemukakan bahwa bakteri asam laktat berupa kultur starter yang digunakan pada sosis fermentasi, khususnya

bakteri L. plantarum dan Pediococcus acidilactici, tidak dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit. Bakteri yang mampu mereduksi nitrat adalah bakteri coccus seperti Kocuria (Micrococcus), Staphylococcus xylosus, S.carnosus dan bakteri lainnya.

Angkak atau beras merah cina adalah salah satu bahan pengawet dan

pewarna makanan alami

Menurut Pattanagul et al. (2007) angkak digunakan untuk meningkatkan mutu pada produk daging sebagai pengganti nitrat atau nitrit. Angkak

mengandung pigmen merah monascorubramine dan rubropuntamine yang dihasilkan dari kapang Monascus sp. Kadar optimum penggunaan angkak pada produk daging adalah 1,6% (w/w).

, tidak beracun dan aman dikonsumsi dibandingkan dengan pewarna sintetik. Angkak dapat digunakan sebagai pengganti nitrit pada

(51)

Pattanagul et al. (2007) mengatakan bahwa kapang Monascus sp. menghasilkan 6 jenis pigmen yang dikategorikan terdiri atas 3 jenis warna yaitu

pigmen kuning, orange dan merah. Pigmen kuning terdiri dari monascin (C21H26O5) dan ankaflavin (C23H30O5), pigmen orange terdiri dari monascorubrin (C23H26O5) dan rubropunctatin (C21H22O5) dan pigmen merah terdiri dari monascorubramine (C23H27NO4) dan rubropuntamine (C21H23NO4

Gambar 4 Struktur kimia pigmen dari kapang Monascus sp. (Pattanagul et al. 2007).

Angkak atau beras merah cina yang digunakan sebagai pewarna alami pada

makanan, dapat dilihat pada Gambar 5.

).

Struktur kimia pigmen yang dihasilkan dari Monascus sp. ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar

Gambar 2  Jalur Embden–Meyerhof–Parnas pada bakteri asam laktat
Gambar 3  Skema pembuatan sosis fermentasi kering (dry fermented sausage)                       secara tradisional dari berbagai jenis sosis Jerman
Gambar 4    Struktur kimia pigmen dari kapang Monascus sp.                                       (Pattanagul et al
Gambar 6  Skema keseluruhan mekanisme turunan senyawa flavor selama                                  fermentasi sosis (Hammes et al
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jenis penelitian ini deskriptif kualitatif, metode purposive sampling, observasi, wawancara, dokumentasi yang kemudian dideskripsikan dengan cara reduksi data,

Hasil penelitian di perairan Muara Sungai Rokan Kecamatan Bangko dan Kecamatan Batu Hampar Kabupaten Rokan Hilir dapat menunjukkan tidak ada perbedaan yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh harapan, kenyataan dan komunikasi eksternal mahasiswa terhadap kemelekatan merek (studi kasus pada mahasiswa

Udang windu yang diberi pakan dengan penambahan enzim bromelin sebesar 0,4%/kg pakan (C) memiliki nilai EPP tertinggi, hal ini diduga dosis tersebut paling

Hipotesis penelitian ini adalah pendekatan pembelajaran cara aktif siswa dapat meningkatkan hasil belajar siswa konsep sistem pencernaan manusia pada siswa Kelas V

kekerasan, baik pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan, secara.a. verbal maupun non verbal, bertujuan untuk melukai orang lain

Posyandu Purnama adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang atau