RITA MARSUCI HARMAIN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Aplikasi Bakteri
Lactobacillus plantarum 1B1 Pada Sosis Fermentasi Ikan Patin (Pangasius sp.) adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, September 2011
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang – Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah;
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
the fermented sausage of Catfish (Pangasius sp.). Supervised by Linawati Hardjito and Winarti Zahiruddin.
Catfish (Pangasius sp.) is a potential commodity for local and export market. Fermented sausage provides health benefit, aroma specific and highly flavor product. This study aimed to produce fermented sausage of catfish (Pangasius sp.). The experiment applied storage period as a treatment. It was done by completely randomized design with single factor. The results of intensity rating sensory test was analyzed by Randomized Complete Block Design, and hedonic test by non parametric Kruskall Wallis method. The result showed the best formulation to produce fermented sausage was the addition of carageenan of 2%, Soy Isolate Protein of 0,1%, angkak of 0,5%, tapioca flour of 1,25% and Lactic Acid Bacteria Lactobacillus plantarum 1B1 of 10 mL at OD 600 nm of 1,5. Storage periode effected the sensory hedonic value and total microorganisms, the number of lactic acid bacteria, Escherichia coli, Salmonella sp., Staphylococcus sp., yeast/mould, pH and water activity. The product that was storaged for four days was the best interm of lactic acid bacteria and hedonic sensory value. Fermentation process influenced on amino acid, free amino acid, fatty acid content. Those compound resulted aromatic and flavor enhancement.
fermentasi ikan patin (Pangasius sp.). Dibimbing oleh Linawati Hardjito dan Winarti Zahiruddin.
Produksi ikan patin (Pangasius sp.) pada tahun 2010 sebesar 273,554 ton, berpotensi sebagai komoditas ekspor. Salah satu diversifikasi produk olahan berbahan baku ikan patin yaitu produk sosis fermentasi menggunakan bakteri asam laktat L.plantarum 1B1. Penggunaan bakteri asam laktat L. plantarum berperan penting dalam pengawetan daging dan proses fermentasi. Fermentasi berperan dalam penurunan pH dan memproduksi bacteriocin yang dapat mencegah pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan.
Berdasarkan hal tersebut, tujuan umum penelitian adalah untuk membuat sosis fermentasi ikan patin. Tujuan khusus adalah mendapatkan formula terpilih untuk menghasilkan sosis fermentasi ikan patin yang dapat diterima konsumen dari segi sensori (rating intensitas dan hedonik), analisis mikrobiologi total koloni mikroba (Total Plate Count), bakteri asam laktat, Escherichia coli, Salmonella sp. kapang/khamir, Staphylococcus sp. dan analisis kimia (aw
Hipotesis penelitian ini adalah (1) formula berpengaruh terhadap sensori (rating intensitas dan hedonik) sosis fermentasi ikan patin, (2) lama penyimpanan berpengaruh terhadap sensori hedonik (tekstur, warna, aroma dan rasa), mikrobiologi dan kimia dari sosis fermentasi ikan patin formula terpilih, (3) fermentasi berpengaruh terhadap kandungan asam amino, asam amino bebas dan asam lemak dari sosis fermentasi ikan patin dengan waktu penyimpanan terpilih.
dan pH) selama waktu penyimpanan 16 hari serta analisis kandungan asam amino, asam amino bebas dan asam lemak dilakukan pada sosis fermentasi ikan patin dengan waktu penyimpanan terpilih.
Penelitian terbagi dalam dua tahap yaitu tahap pendahuluan meliputi preparasi ikan patin, kultur bakteri asam laktat L .plantarum dan penentuan formula bahan sosis A1, A2 dan A3
Penelitian dilakukan berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal dengan perlakuan waktu penyimpanan (hari ke-0, ke- 4, ke-8, ke-12 dan ke-16) pada suhu ruang. Uji sensori rating intensitas menggunakan Rancangan Blok Acak Lengkap (Randomized Complete Block Design) dan uji lanjutnya menggunakan uji Duncan. Uji sensori hedonik, menggunakan statistik non parametrik metode Kruskal Wallis. Data statistik diolah melalui progam SPSS 16,00.
dan pembuatan sosis fermentasi ikan patin. Tahap lanjutan meliputi reformulasi bahan sosis dan pembuatan sosis fermentasi ikan patin formula terpilih serta tahap penyimpanan sosis fermentasi ikan patin formula terpilih pada suhu ruang.
Analisis yang dilakukan terdiri atas uji proksimat, uji sensori (rating intensitas dan hedonik), uji mikrobiologi dan uji kimia. Analisis kimia meliputi asam amino, asam amino bebas dan asam lemak dilakukan pada sosis fermentasi ikan patin dengan waktu penyimpanan terpilih (hari ke-4).
fermentasi ikan patin yakni 10-6-10-9
Hasil analisis menunjukkan koloni bakteri asam laktat L. plantarum dengan waktu penyimpanan hari ke-4 adalah 8,8 x 10
CFU/mL. Hasil proksimat sosis ikan patin sesudah fermentasi yaitu kadar air 59,52%, kadar abu 1,7%, kadar lemak 0,8%, kadar protein 16,3% dan kadar karbohidrat 21,7%. Hasil analisis sensori rating intensitas dan hedonik sosis fermentasi ikan patin menunjukkan bahwa formula terpilih yaitu formula dengan pemakaian tepung tapioka 1,25%, Isolat Soy Protein (ISP) 0,1%, karagenan 2%, angkak 0,5% serta bakteri asam laktat L. plantarum sebanyak 10 mL dengan OD 1,5 pada λ 600 nm. Atribut sensori hedonik secara keseluruhan meliputi tekstur ,warna, aroma dan rasa adalah agak suka-netral dan telah memenuhi syarat sosis daging menurut SNI 01-3820-1995.
8
Hasil analisis kimia menunjukkan bahwa nilai pH sosis fermentasi ikan patin mengalami penurunan selama waktu penyimpanan yaitu 6,0 pada hari ke-0 menjadi 4,70 pada hari ke-16. Nilai a
CFU/gr. Koloni bakteri Escherichia coli, Staphylococcus sp. dan Salmonella sp. tidak ditemukan pada sosis fermentasi ikan patin formula terpilih selama penyimpanan hari ke-4, ke-8, ke-12 dan ke-16. Namun kapang/khamir ditemukan pada sosis fermentasi ikan patin dengan waktu penyimpanan hari ke-8 dan selanjutnya menurun jumlahnya hingga waktu penyimpanan hari ke-16.
w
Proses fermentasi berpengaruh terhadap kandungan asam amino, asam amino bebas dan asam lemak yang berperan dalam pembentukan senyawa flavor pada sosis fermentasi ikan patin formula terpilih. Bakteri asam laktat L. plantarum yang diaplikasikan pada sosis fermentasi ikan patin pada penyimpanan hari ke-4, merupakan produk sosis yang terbaik untuk dikonsumsi dan sebagai salah satu produk diversifikasi pangan berbahan baku ikan.
Rita Marsuci Harmain
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Teknologi Hasil Perairan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Nama : Rita Marsuci Harmain
NRP : C351070011
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Linawati Hardjito, M.Sc
Ketua Anggota
Ir. Winarti Zahiruddin, M.S
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Teknologi Hasil Perairan
Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc,Agr
sehingga tesis dengan judul aplikasi bakteri Lactobacillus plantarum 1B1 sosis fermentasi ikan patin (Pangasius sp.) telah diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr.Ir Ruddy Suwandi, M.S,
M.Phil selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan, Ibu Dr. Tati
Nurhayati, S.Pi, M.Si selaku Ketua Program Studi Pascasarjana Teknologi Hasil
Perairan, Ibu Dr.Ir.Linawati Hardjito, M.Sc dan Ibu Ir. Winarti Zahiruddin, M.S
selaku pembimbing I dan II yang telah memberikan arahan, bimbingan, saran dan
motivasi kepada penulis, Ibu Dr.Ir.Lilis Nuraida, M.Sc selaku penguji atas
pengetahuan yang diberikan dan masukan dalam tesis ini. Ucapan terima kasih
juga disampaikan kepada seluruh staf pengajar, staf pegawai, staf laboratorium,
dan staf perpustakaan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.
Terima kasih dan penghargaan kepada Bapak Rektor Universitas Negeri
Gorontalo (UNG) Dr.Ir.Syamsu Qamar Badu, M.Si, seluruh staf pengajar dan
pegawai Fakultas Ilmu – Ilmu Pertanian UNG. Ucapan terima kasih juga yang
sebesar-besarnya kepada kedua orang tua, mertua, suami, anak – anak, saudara
dan seluruh keluarga Harmain-Camaru, keluarga Huntoyungo-Saripi atas atas
bantuan moril dan materil, doa dan kesabarannya, sahabat, teman – teman yang
tergabung dalam Ririungan Mahasiswa Gorontalo di Bogor (RMGB) atas
dukungan dan bantuan yang telah diberikan selama menempuh studi di IPB.
Penulis juga menyampaikan terima kasih dan kerjasama yang baik kepada
Ibu Dr.Ir.Irma Isnafia Arief, M.Si, para staf pegawai dan laboratorium Produksi
dan Mikrobiologi Ruminansia Besar dan Mikrobiologi Susu Departemen Produksi
Ternak Fakultas Peternakan, IPB, mba Ari, pak Danu, Ibu Rubiah, Pak Sobirin,
dan ibu Ani atas bantuan selama penelitian ini. Terima kasih kepada teman-teman
Pascasarjana angkatan 2005 s/d 2010 atas dukungan dan kerjasamanya.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat.
Bogor, September 2011
Harmain (Alm) dan ibu Hj. Ruba Camaru (Almh). Penulis adalah putri ketiga
dari tiga bersaudara. Tahun 2003 penulis menikah dengan Ir. Sastri Huntoyungo
dan dikaruniai dua orang putra, Fitran Huntoyungo dan Abdul Nabhan Rizqullah
Huntoyungo.
Tahun 1993 penulis lulus dari SMA Negeri I Limboto Kabupaten
Gorontalo, dan pada tahun yang sama diterima masuk di Universitas Sam
Ratulangi (UNSRAT) di Manado melalui jalur UMPTN, dengan memilih
Program Studi Ilmu Kelautan Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, UNSRAT.
Penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Fakultas Ilmu –
Ilmu Pertanian, Jurusan Teknologi Perikanan, Program Studi Teknologi
Pengolahan Hasil Perikanan, Universitas Negeri Gorontalo (UNG) sejak tahun
2002 hingga sekarang. Tahun 2007 penulis diterima di Program Studi Teknologi
Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil Perairan, Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor (IPB) dan dibiayai melalui Beasiswa Pendidikan Pasca
Halaman
2.8 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroorganisme ...17
2.9 Sosis Fermentasi...18
2.10 Bahan Penyusun Sosis Fermentasi Ikan Patin ...21
2.10.1 Tepung tapioka ...22
2.10.8 Isolate Soy Protein (Isolat Protein Kedelai) ...28
3.3 Tahapan Penelitian ... 37
3.3.1 Tahap pendahuluan ... 37
3.3.2 Tahap lanjutan ... 42
3.4 Prosedur Analisis... 44
3.4.1 Analisis sensori ... 44
3.4.2 Analisis mikrobiologi (BAM 2009) ... 45
3.4.3 Analisis proksimat (AOAC 2005) ... 50
3.4.4 Analisis kimia ... 53
3.5 Rancangan dan Analisis Data ... 57
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 61
4.1 Penelitian Pendahuluan ... 61
4.1.1 Kultur starter bakteri asam laktat Lactobacillus plantarum ... 61
4.1.2 Pembuatan sosis fermentasi ikan patin dengan formula bahan A1, A2 dan A3 4.2 Penelitian Lanjutan ... 68
... 62
4.2.1 Pembuatan sosis fermentasi dengan reformulasi formula... bahan A1, A2 dan A3 4.2.2 Karakteristik sosis fermentasi ikan patin formula terpilih ... 69
... 69
4.2.3 Sosis fermentasi ikan patin formula terpilih selama penyimpanan suhu ruang ... 70
5. KESIMPULAN DAN SARAN... ..97
5.1 Simpulan ... ..97
5.2 Saran ... ..97
DAFTAR PUSTAKA ... ..99
LAMPIRAN ... 109
Halaman
1 Kandungan asam amino pada beberapa ikan air tawar ...7
2 Perbedaan antara genus dalam bakteri asam laktat ...11
3 Mikroba sebagai kultur starter pada proses pengolahan daging fermentasi ...19
4 Formula bahan sosis fermentasi daging sapi ...39
5 Formula bahan sosis fermentasi ikan patin...40
6 Hasil reformulasi bahan formula terpilih sosis fermentasi ikan patin ...42
7 Hasil analisis proksimat sosis ikan patin formula terpilih sebelum dan sesudah fermentasi ...38
8 Hasil pengamatan koloni bakteri Staphylococcus sp. pada sosis fermentasi ikan patin formula terpilih ...82
9 Hasil analisis kualitatif bakteri Salmonella sp. pada sosis fermentasi ikan patin formula terpilih selama penyimpanan 16 hari ...86
10 Hasil uji asam amino sosis fermentasi ikan patin formula terpilih sebelum dan sesudah fermentasi dari penyimpanan hari ke - 4 ...90
11 Hasil analisis kuantitatif amino bebas pada sosis fermentasi ikan patin formula terpilih pada penyimpanan hari ke - 4 ...93
Halaman
1 Morfologi ikan patin (Pangasius sp.)(http://images.google.co.id) ... 7 2 Jalur Embden-Meyerhof-Parnas pada bakteri asam laktat
homofermentatif dan heterofermentatif (Capliec & Fitzgerald 1999) ...11
3 Skema pembuatan sosis fermentasi kering (dry fermented sausage)
secara tradisional dari berbagai jenis sosis Jerman (Hammes et al. 2003) ...20 4 Struktur kimia pigmen dari kapang Monascus sp (Pattanagul et al. 2007). ..25 5 Angkak (beras merah cina) sebagai pewarna alami (Astawan 2008) ...25
6 Skema keseluruhan mekanisme turunan senyawa flavor selama
fermentasi sosis (Hammes et al. 2003) ...30 7 Diagram alir kultur starter bakteri asam laktat
(Adams & Moss 2008; Arief at al 2008) ...38 8 Proses pembuatan sosis fermentasi ikan patin formula terpilih ...41
9 Diagram alir sosis fermentasi ikan patin formula terpilih selama
penyimpanan suhu ruang ...43
10 Histogram nilai sensori rating intensitas sosis fermentasi ikan patin ...62
11 Histogram nilai sensori hedonik sosis fermentasi ikan patin formula A1, A2 dan A3
12 Histogram sensori hedonik sosis fermentasi ikan patin formula terpilih ...69 ...67
13 Histogram sensori hedonik sosis fermentasi ikan patin formula terpilih selama 16 hari penyimpanan pada suhu ruang ...71
14 Pertumbuhan total koloni mikroba (TPC) selama 16 hari
penyimpanan sosis fermentasi ikan patin formula terpilih ...77
15 Jumlah koloni bakteri asam laktat L. plantarum 1B1 selama 16 hari
penyimpanan pada sosis fermentasi ikan patin formula terpilih...79
16 Pertumbuhan kapang/khamir sosis fermentasi ikan patin formula terpilih selama penyimpanan 16 hari ...85
17 Nilai pH pada sosis fermentasi ikan patin formula terpilih selama
19 Hasil analisis kualitatif asam amino bebas sosis fermentasi
Halaman
1 Lembar kerja uji rating intensitas sosis fermentasi ikan patin... 109
2 Lembar kerja uji hedonik secara keseluruhan sosis fermentasi ikan patin .. 110
3 Lembar kerja uji hedonik meliputi tekstur, warna, aroma dan rasa
sosis fermentasi ikan patin... 111
4 Komposisi media Plate Count Agar (PCA) ... 112 5 Komposisi media de Man Rogosa Sharpe (MRS) Agar ... 112 6 Komposisi media Lauryl Sulfate Tryptose Broth (LSTB) ... 112 7 Komposisi media Escherichia coli Broth (ECB) ... 113 8 Komposisi media Levine-Eosin Methylene Blue (L-EMB) Agar ... ..113 9 Komposisi media Lactose Broth (LB) ... 113 10 Komposisi media Rappaport-Vassiliadis (RV) ... 114 11 Komposisi media Tetrathionate (TT) Broth ... 114 12 Komposisi media Bismuth Sulfite (BS) Agar ... 114 13 Komposisi mediaXylose Lysine Desoxycholate (XLD) Agar
dan komposisi media Hectoen Enteric (HE) Agar ... 115 14 Komposisi media Triple Sugar Iron (TSI) Agar ... 116 15 Komposisi media Lysine Iron Agar (LIA) ... 116 16 Komposisi media Baird Parker Agar (BPA) ... .116 17 Komposisi Egg-yolk Tellurite Emulsion 20% (steril) ... 117 18 Komposisi media Potato Dextros Agar (PDA)... 117 19 Kultur starter bakteri asam laktat L. plantarum pada pembuatan sosis
fermentasi ikan patin ... 117
20 Persyaratan mutu sosis daging menurut SNI 01-3820-199 ... 118
21 Hasil analisis ragam hedonik tekstur sosis fermentasi ikan patin
terpilih selama 16 hari penyimpanan dan uji lanjut Duncan ... 119 22 Hasil analisis ragam rating intensitas warna dan uji lanjut Duncan sosis
fermentasi ikan patin………....119
23 Hasil analisis ragam uji hedonik rasa sosis fermentasi ikan patin
25 Hasil analisis ragam bakteri asam laktat L. plantarum sosis fermentasi ikan patin terpilih selama 16 hari penyimpanan suhu ruang
dan uji lanjut Duncan ... 121 26 Pertumbuhan bakteri Staphylococcus sp. pada media BPA ... 121 27 Pertumbuhan bakteri Salmonella sp. pada media XLD Agar,
BS Agar dan HE Agar (negatif)……….122 28 Pertumbuhan bakteri Salmonella sp. pada media TSI Agar ... 122 Dan LIA (negatif)... 122
29 Hasil analisis ragam kapang/khamir sosis fermentasi ikan patin
16 hari penyimpanan dan uji lanjut Duncan ... 122 26 Hasil analisis ragam uji hedonik rasa sosis fermentasi ikan patin 16 hari
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai negara bahari memiliki luas lahan untuk akuakultur
sebesar 28,5 juta hektar. Salah satu komoditas akuakultur di Indonesia adalah ikan
patin (Pangasius sp.), dengan produksi pada tahun 2010 sebesar 273,554 ton (KKP 2011). Menurut Hutagalung (2009) ikan patin merupakan komoditas yang
prospektif untuk dikembangkan dan berpotensi sebagai komoditas ekspor.
Ikan patin sebagai sumber pangan berprotein juga mengandung asam amino,
asam lemak, vitamin dan mineral, dapat dikonsumsi dalam bentuk segar. Namun
produk yang diolah dalam bentuk segar berbahan baku ikan, mudah mengalami
pembusukan (perishable food). Salah satu teknologi pengolahan yang dilakukan adalah mengubah daging yang mudah rusak menjadi produk yang memiliki masa
simpan yang lebih lama dari produk olahan daging segar biasa, lebih aman dan
menghasilkan karakteristik sensori yang khas, yaitu melalui produk fermentasi
daging.
Sosis fermentasi berupa daging mentah yang dimasukkan ke dalam casing, ditambahkan kultur starter bakteri asam laktat dari genus Lactobacillus dan Pediococcus, serta dilakukan proses fermentasi dan pematangan (Leroy et al. 2006). Produk sosis fermentasi ini dikenal dengan nama dry sausage atau semi dry sausage yang biasanya terdapat di Italia, Jerman, Perancis, Spanyol, Netherland dan Scandinavia dan jarang ditemukan di pasaran Indonesia.
Umumnya jenis yang dipasarkan di Indonesia adalah sosis emulsi segar (fresh sausage) tanpa melalui proses fermentasi, terbuat dari olahan daging sapi dan ayam (Anonim 2007).
Sosis fermentasi yang memanfaatkan bakteri asam laktat digunakan untuk
menghasilkan produk yang dapat meningkatkan keamanan pangan. Rantsiou et al. (2005) mengemukakan bahwa bakteri asam laktat yang terdapat pada sosis
fermentasi, berperan sebagai bioproteksi dan biopreservasi dalam meningkatkan
keamanan pangan pada produk tersebut. Hal ini disebabkan bakteri asam laktat
dan sayuran disebabkan mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan
pembusukan makanan.
Produk sosis fermentasi salah satunya menggunakan bahan Nitrat Poelken
Salts (NPS). Norman (1988) diacu dalam Husni et al. (2007) mengatakan bahwa penggunaan NPS pada produk sosis fermentasi dapat bersifat sebagai pengawet,
pewarna sosis dan mencegah pertumbuhan mikroba. Namun penggunaan NPS ini
bila berikatan dengan asam amino dan amida yang terdapat pada protein daging,
dapat membentuk nitrosamin yaitu senyawa yang bersifat toksis.
Penggunaan nitrat dan nitrit pada makanan mulai dibatasi sejak diperoleh
senyawa N-nitrosamin pada tahun 1950, dimana senyawa tersebut terbentuk dari
reaksi nitrit dengan senyawa amin sekunder, khususnya pada pH rendah yang
bersifat karsinogenik (Adams & Moss 2008). Hal ini didukung oleh Peters et al. (1994) dan Pattanagul et al. (2007) yang mengemukakan bahwa sejak tahun 1970 penggunaan nitrat dan nitrit sebagai pewarna dan pengawet mulai dibatasi. Hal ini
berkaitan dengan timbulnya penyakit leukemia dan kanker otak yang berdasarkan
studi epidemiologi pada tahun 1990 akibat penggunaan makanan yang
mengandung nitrit yang menjadi konsumsi harian.
Angkak atau beras merah cina adalah pewarna pada makanan sebagai
pengganti nitrit. Pattanagul et al. (2007) melaporkan bahwa angkak adalah produk hasil fermentasi kapang Monascus spp, yang digunakan sebagai pewarna alami yang digunakan pada ikan, keju cina, anggur merah dan sosis. Kapang Monascus spp menghasilkan pigmen merah monascorubramine (C23H27NO4) dan rubropuntamine (C21H23NO4
Peranan bakteri asam laktat bagi kesehatan manusia mulai diteliti sejak
tahun 1908, oleh ilmuwan Rusia peraih nobel Ellie Metchnikoff. Dia mengaitkan
antara kesehatan dan umur panjang orang Bulgaria dengan kebiasaan
mengkonsumsi susu fermentasi yang berisi mikroorganisme penghasil asam laktat
(Nuraida 2008). Bakteri asam laktat yang digunakan pada produk fermentasi ikan
patin berupa kultur starter. Bakteri asam laktat dapat digunakan sebagai kultur ). Sosis fermentasi ikan patin pada penelitian ini
menggunakan pewarna alami angkak yang diharapkan menghasilkan warna sosis
starter apabila telah mencapai jumlah koloni bakteri 107-108
Pembuatan produk olahan sosis fermentasi ikan patin perlu dilakukan
dengan aplikasi bakteri asam laktat dari spesies Lactobacillus plantarum sebagai salah satu diversifikasi produk berbahan baku ikan.
CFU/mL (Ishibashi
& Shimamura (1993) ; Rebucci et al. (2007) ; Adams & Moss (2008).
1.2 Perumusan Masalah
Konsumsi ikan nasional di Indonesia tahun 2009 yaitu 30,17 kg/perkapita.
Hal ini belum memenuhi target konsumsi ikan menurut pola pangan harapan yaitu
31,40 kg/perkapita (KKP 2010). Diversifikasi pangan berbahan baku ikan perlu
dilakukan untuk memenuhi target tersebut.
Produk diversifikasi pangan salah satunya adalah produk olahan sosis
fermentasi ikan patin. Produk sosis yang berkembang saat ini lebih didominasi
oleh produk sosis berbahan baku ayam dan sapi. Selain itu, sosis segar yang
dikonsumsi di pasaran umumnya menggunakan nitrit atau NPS sebagai pengawet
dan penstabil warna yang berpengaruh negatif pada kesehatan. Coughlin (2006)
menyatakan bahwa menurut International Agency for Research on Cancer (IARC), penggunaan nitrat atau nitrit yang menghasilkan nitrosasi endogen
(endogenous nitrosation) dapat bersifat karsinogenik pada manusia. Berdasarkan hal tersebut, maka pada sosis fermentasi berbahan baku ikan patin ini digunakan
pewarna alami berupa angkak, sehingga dihasilkan sosis yang bermanfaat bagi
kesehatan dan aman dikonsumsi.
Bakteri asam laktat paling banyak diaplikasikan pada produk yoghurt,
daging, sereal dan produk nabati. Namun fermentasi dengan menggunakan bakteri
asam laktat pada produk olahan ikan dalam bentuk sosis, masih belum banyak
dikenal di masyarakat. Sampai saat ini produk fermentasi berbahan baku ikan
yang dikenal di masyarakat adalah terasi, kecap ikan, ikan peda dan bekasam.
Penelitian produk olahan sosis fermentasi ikan patin dengan penambahan
bakteri asam laktat L. plantarum 1B1 perlu dilakukan, mengingat produk tersebut merupakan satu produk diversifikasi berbahan baku ikan yang bermanfaat bagi
kesehatan dengan ditunjang komponen bahan tambahan alami dan aman untuk
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk membuat sosis fermentasi ikan
patin formula terpilih.
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
Mendapatkan formula terpilih untuk menghasilkan sosis fermentasi ikan
patin yang dapat diterima konsumen dari segi sensori (rating intensitas dan
hedonik) ; melakukan analisis sensori hedonik (kesukaan), analisis mikrobiologi
(total koloni mikroba (Total Plate Count), bakteri asam laktat L. plantarum 1B1, Escherichia coli, Staphylococcus sp., Salmonella sp., kapang/khamir) dan analisis kimia (pH dan aw
1.4 Manfaat Penelitian
) dari sosis fermentasi ikan patin formula terpilih selama waktu
penyimpanan ; menganalisis kandungan asam amino, asam amino bebas dan asam
lemak dari sosis fermentasi ikan patin dengan waktu penyimpanan terpilih.
Memberikan informasi produk olahan fermentasi hasil perikanan berupa
sosis fermentasi ikan patin sebagai salah satu produk diversifikasi.
1.5 Hipotesis
a) Formula berpengaruh terhadap sensori (rating intensitas dan hedonik) sosis
fermentasi ikan patin.
b) Lama penyimpanan berpengaruh terhadap sensori hedonik (tekstur, warna,
aroma dan rasa), mikrobiologi dan kimia dari sosis fermentasi ikan patin
formula terpilih.
c) Fermentasi berpengaruh terhadap kandungan asam amino, asam amino
bebas dan asam lemak dari sosis fermentasi ikan patin waktu penyimpanan
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Patin (Pangasius sp.)
Ikan patin memiliki bentuk tubuh memanjang dengan dominan warna putih
berkilauan seperti perak dan punggung berwarna kebiru – biruan. Panjang tubuh
ikan patin dewasa dapat mencapai 120 cm dan tidak bersisik. Kepala relatif kecil
dengan mulut terletak di ujung kepala sebelah bawah. Pada sudut mulut terdapat
dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai alat peraba saat berenang
ataupun mencari makan (Khairuman & Sudenda 2009).
Klasifikasi ikan patin menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phyllum : Chordata
Sub Phyllum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub Ordo : Siluroidea
Famili : Pangasidae
Genus : Pangasius
Spesies : Pangasius sp.
Ikan patin di alam bebas biasanya selalu bersembunyi di dalam liang – liang
di tepi sungai dan keluar pada malam hari sesuai dengan sifat hidupnya yang
nocturnal. Ikan patin tergolong ikan demersal yang dibuktikan dengan bentuk mulut yang melebar dan termasuk omnivora (Khairuman & Sudenda 2009). Morfologi ikan patin dapat dilihat pada Gambar 1.
Komposisi kimia ikan bervariasi tergantung dari spesies, jenis kelamin,
umur, musim penangkapan, kondisi ikan dan habitat. Komposisi kimia ikan patin
per 100 g daging ikan yaitu terdiri dari air sebanyak 74,4 %, protein 17%, lemak
6,6% dan abu 0,9%. Dilihat dari kandungan komposisi protein dan lemaknya,
ikan patin tergolong ikan berprotein tinggi dan berlemak sedang (KEMENKES RI
2001). Bobot ikan patin yang disiangi sebesar 79,7% dari bobot awal dan berat
fillet sekitar 61,7% dari bobot ikan patin (Khairuman & Sudenda 2009).
2.2 Protein dan Asam Amino Pada Ikan
Protein pada daging ikan dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu protein
sarkoplasma, protein myofibril dan protein stroma. Protein myofibril adalah
protein yang terdapat pada benang daging (myofibril dan myofilamen). Protein ini
termasuk tipe protein globulin, seperti myosin, aktin dan tropomyosin, dan
berperan penting pada kontraksi dan relaksasi daging ikan. (Xiong 1997). Park
(2005) mengemukakan bahwa protein myofibril sangat berperan dalam
penggumpalan dan pembentukan gel pada daging ikan yang diolah. Menurut
Samejima et al. (1981) myosin memiliki kemampuan mempengaruhi gelasi akibat pemanasan. Sano et al. (1988) mengatakan bahwa ada dua tahap gelasi myosin selama pemanasan yaitu tahap pertama terjadi pada suhu 4-41 oC dan tahap kedua
terjadi pada suhu 51-80 o
Pada daging lumat dilakukan pencucian yang merupakan tahap penting
untuk menghilangkan protein larut air yakni protein sarkoplasma yang dapat
mempengaruhi kemampuan pembentukan gel. Protein sarkoplasma akan
menganggu cross-linking myosin selama pembentukan matriks gel sebab protein ini tidak dapat membentuk gel dan memiliki kapasitas pengikatan yang rendah
(Hall & Ahmad 1992). C.
Daging lumat yang telah mengalami proses pencucian dinamakan surimi.
Menurut Lanier (1992) surimi adalah hancuran daging ikan yang dicuci berulang
kali dan dicampur dengan cryoprotectant untuk mencegah terjadinya denaturasi protein selama penyimpanan beku. Surimi memiliki tekstur, gel dan sifat pengikat
yang baik. Surimi mentah yang tidak mengalami proses pembekuan disebut
Mutu surimi yang berasal dari ikan air tawar lebih baik daripada surimi
yang berasal dari ikan laut. Hal ini disebabkan kandungan daging berwarna gelap
di dalam ikan laut lebih banyak. Daging ikan yang berwarna gelap sangat rentan
kestabilan mutunya karena tingginya kandungan histidin yang dengan cepat dapat
berubah menjadi histamin setelah ikan mati. Selain itu di dalam daging berwarna
gelap banyak terdapat hemoglobin dan myoglobin yang dapat mempengaruhi
kualitas mutu surimi yang dihasilkan (Suzuki 1981).
Protein pada daging ikan cukup tinggi yakni mencapai 20% dan tersusun
atas sejumlah asam amino esensial maupun non esensial (Adawyah 2008). Asam amino esensial terdiri dari leusin, isoleusin, valin, triptofan, fenilalanin, metionin, treonin, lisin dan histidin. Sedangkan asam amino tidak esensial yakni glutamat, alanin, aspartat dan glutamin. Asam amino non esensial tidak bersyarat yaitu prolin, serin, arginin, tirosin, sistein, trionin dan glisin. Dikatakan asam amino
esensial tidak bersyarat karena asam amino ini diperlukan dalam makanan sehari – hari, kecuali bila prekusornya berada dalam jumlah banyak dalam tubuh
sehingga memungkinkan sintesisnya pada saat dibutuhkan (Almatsier 2006).
Komposisi asam amino pada beberapa ikan tawar dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Kandungan asam amino pada beberapa ikan air tawar
2.3 Asam Amino Bebas
Asam amino bebas memproduksi senyawa volatil yang berperan dalam
karakteristik flavor pada dry sausage. Toldra (2006) mengemukakan bahwa selama proses ripening, aktivitas enzim endopeptidase (catepcin) terlibat dalam pemecahan sarkoplasma dan protein myofibril, sedangkan exopeptidase (di dan
tri-peptidyl peptidase, amino peptidase) melakukan degradasi protein yang
umumnya menghasilkan peptida dan asam amino bebas. Cordoba et al. (1994) dan Martuscelli et al. (2009) mengatakan bahwa dari sudut pandang sensori, asam amino bebas berpengaruh terhadap rasa produk daging yang telah matang, sebab
senyawa tersebut bertindak sebagai prekusor yang berkontribusi terhadap
pembentukan rasa asam, manis dan pahit.
Martuscelli et al. (2009) mengatakan bahwa asam amino bebas utama yang merupakan hasil dari proses curing diantaranya adalah alanin, leusin, valin, arginin, lisin, glutamin dan asam aspartat. Nilai asam amino bebas tergantung
pada aktivitas aminopeptidase dan tipe dari produk daging. Senyawa ini tidak
hanya langsung berhubungan dengan atribut karakteristik flavor dan rasa pada
produk daging, tetapi juga sebagai prekusor flavor yang terlarut dalam air.
2.4 Asam Lemak
Asam lemak adalah senyaw
dengan
merupakan bahan baku untuk semua lipida pada makhluk hidup. Asam lemak bisa
berbentuk bebas (lemak yang terhidrolisis) maupun terikat sebagai
Asam lemak terdiri dari asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Asam
lemak jenuh memilik
sedangkan asam lemak tak jenuh memiliki paling sedikit sat
antara atom karbon penyusunny
Asam stearat atau asam oktadekanoat adalah asam lemak jenuh yang
terdapat dalam lemak dan minyak dari hewan. dengan rumus kimia C18H36O2,
mudah diperoleh dari lemak hewani. Asam stearat diproses dengan
memperlakukan lemak hewan dengan air pada suhu dan tekanan tinggi. Asam ini
dapat pula diperoleh dari hidrogenasi minyak nabati. Reduksi asam stearat
palmitat adalah
(CH3(CH2)14COOH). Asam palmitat merupakan produk awal dalam proses
biosintesis asam lemak
Asam lemak oleat tersusun dari 18 atom C dengan satu ikatan rangkap di
antara atom C ke-9 dan ke-10, rumus kimia CH3(CH2)7CHCH(CH2)7)COOH,
dihasilkan dari fraksinasi asam lemak yang diperoleh dari proses pengubahan
minyak menjadi asam lemak. Dalam hal ini proses yang digunakan adalah proses
hidrolisa. Asam Oleat dapat juga dihasilkan dari fraksinasi asam lemak yang
diperoleh dari hidrolisis lemak. Asam oleat mudah terhidrogenisasi, bersifat
hidrolisis dan memiliki aroma yang khas. Sedangkan asam linoleat adalah asam
lemak tak jenuh omega-6. secara fisiologis disebut 18:2 (n-6). Secara kimiawi
asam linoleat adalah asam yang berantai karbon 18 pada rantai karbon dan 2 cis
ikatan rangkap. Rumus Kimia Asam Linoleat : C18H32O2
Mikroba yang terdapat pada bahan pangan berlemak termasuk jenis mikroba
non patogen. Bahan pangan yang mengalami perubahan dengan menghasilkan
citarasa tidak enak, disebabkan mikroba tersebut menghasilkan enzim yang dapat
memecahkan protein dalam bahan pangan berlemak, seperti senyawa indol,
skatol, hydrogen sulfit, metilamin dan ammonia. Selain itu pada bahan pangan
tersebut juga dapat mengalami perubahan warna (discoloration) (Ketaren 2005). Sosis fermentasi umumnya mengandung lemak tinggi sekitar 50% dari
bahan kering. Beberapa produk sosis fermentasi lainnya mempunyai kandungan
lemak yang rendah yaitu sekitar 5%. Penggunaan lemak yang berasal dari pangan
hewani dan nabati pada sosis fermentasi sebaiknya masih dalam keadaan segar,
sebab bila terjadi proses oksidasi akan sangat mempengaruhi masa simpan dan
menyebabkan ketengikan awal pada produk berbahan lemak tersebut apabila tidak
dalam keadaan segar (Hammes et al. 2003).
Pada sosis fermentasi menggunakan minyak jagung yang termasuk pada
asam lemak tidak jenuh salah satunya bertujuan untuk memperbaiki tekstur dan
citarasa. Asam lemak tidak jenuh seperti asam oleat banyak terkandung pada
lemak jenuh yang menyusun trigliserida minyak jagung adalah asam palmitat dan
asam stearat yakni sekitar 13% (Ketaren 2005).
Asam lemak tidak jenuh seperti minyak jagung mudah mengalami oksidasi.
Menurut Gordon (2001) asam lemak tidak jenuh sangat berpotensi mengalami
dekomposisi secara autooksidasi (Gordon 2001). Zhang et al. (2010) mengatakan bahwa oksidasi lemak pada produk daging merupakan reaksi yang memperburuk
flavor, warna, tekstur dan nilai nutrisi pada produk tersebut. Salah satu cara
mengantisipasi hal tersebut adalah pemakaian bumbu yang mengandung
antioksidan untuk memperlambat oksidasi lemak.
2.5 Bakteri Asam Laktat
Bakteri asam laktat terdiri dari genus Lactobacillus, Leuconostoc, Pediococcus dan Streptococcus. Bakteri tersebut termasuk bakteri Gram positif, tidak berspora, anaerobik, bentuk coccus (bulat) dan basil (batang) serta umumnya menghasilkan asam laktat selama fermentasi karbohidrat, dapat
berasosiasi dengan bakteri lain pada makanan dan makanan fermentasi, termasuk
dengan bakteri lain yang menempel pada permukaan mukosa di tubuh manusia
dan hewan (Axelsson 2004).
Berdasarkan aktivitas metabolisme, bakteri asam laktat dikelompokkan ke
dalam dua sub grup yaitu homofermentatif dan heterofermentatif. Bakteri asam
laktat homofermentatif melibatkan jalur Embden Meyerhof, yaitu glikolisis, menghasilkan asam laktat, 2 mol Adenosin Tri Phosphate (ATP) dari 1 molekul
glukosa/heksosa dalam kondisi normal, tidak menghasilkan CO2 dan
menghasilkan biomassa dua kali lebih banyak daripada bakteri asam laktat
heterofermentatif. Sedangkan bakteri asam laktat yang termasuk pada sub grup
heterofermentatif menghasilkan asam laktat bersamaan dengan asam asetat,
karbon dioksida dan senyawa diasetil (Surono 2004). Caplice dan Fitzgerald
(1999) mengemukakan bahwa fermentasi melalui jalur Embden–Meyerhof– Parnas menghasilkan dua mol laktat pada bakteri asam laktat homofermentatif dibandingkan dengan bakteri asam laktat heterofermentatif yang hanya
Jalur Embden–Meyerhof–Parnas pada bakteri asam laktat homofermentatif dan heterofermentatif ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2 Jalur Embden–Meyerhof–Parnas pada bakteri asam laktat
homofermentatif dan heterofermentatif (Caplice & Fitzgerald 1999).
Bakteri asam laktat digolongkan berdasarkan fermentasi yang dilakukan
terdiri dari homofermentatif dan heterofermentatif. Perbedaan genus pada
beberapa bakteri asam laktat dikaitkan dengan sifat fermentasinya dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2 Perbedaan antara genus dalam bakteri asam laktat
Genus Bentuk sel Fermentasi
Streptococcus Leuconostoc Pediococcus Lactobacillus
Enterococcus Lactococcus
bulat berantai bulat berantai bulat dalam empat
batang berantai batang berantai bulat berantai bulat berantai
homofermentatif heterofermentatif
homofermentatif homofermentatif heterofermentatif
homofermentatif homofermentatif
Bakteri asam laktat dikenal sebagai bakteri yang aman untuk pangan
(Generally Recognised As Safe (GRAS)) dan banyak dimanfaatkan sebagai kultur starter pada produk pangan fermentasi, salah satunya pada produk fermentasi
daging. Bakteri ini berperan penting sebagai pengawet juga berkemampuan
membentuk produk yang bercitarasa khas (Hammes et al. 2003).
Hasil penelitian Todorov et al. (2007) melaporkan bahwa bakteri asam laktat L. plantarum dapat digunakan sebagai kultur starter untuk pembuatan sosis fermentasi daging dengan jumlah koloni bakteri 106 CFU/mL. Selanjutnya
dikatakan bahwa kultur starter selain dari genus Lactobacillus, juga dapat berasal dari genus Pediococcus, Leuconostoc dan Carnobacterium yang bersifat sebagai bakteriosinogenik. Hal ini didukung penelitian sebelumnya oleh Ishibashi dan
Shimamura (1993) diacu dalam Rebucci et al. (2007) yang mengatakan bahwa bakteri asam laktat yang digunakan pada produk daging akan dapat menghambat
bakteri patogen dengan jumlah koloni bakteri ±107
Molin (2003) di Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology mendeskripsikan bakteri L. plantarum berbentuk batang, tumbuh pada suhu 15
CFU/g atau /mL.
o C
sampai pada 45oC, dinding sel mengandung asam teikoat, peptidoglikan tipe
m-diaminopalemik, isomer dari asam laktat (DL asam laktat). Bakteri L. plantarum tidak mampu memproduksi NH3
Menurut Hamm et al. (2008) bakteri L. plantarum berbentuk basil (batang) pendek, Gram positif, katalase negatif, tidak membentuk spora, tidak membentuk
sitokrom, aerotoleran, anaerobik, membutuhkan nutrisi yang kompleks (asam
amino, vitamin B
dari arginin serta memanfaatkan pentosa melalui
induksi dari fosfoketolase. Beberapa jenis strain bakteri L. plantarum yang berbeda, berkemampuan untuk memfermentasi karbohidrat yang berbeda pula.
1, B2, B12, biotin, purin dan pirimidin. Selain itu tergolong homofermentatif dengan memproduksi utama asam laktat (>85% dari glukosa),
tidak menghasilkan gas dari glukosa, mempunyai enzim aldolase, tidak
mempunyai fosfoketolase, mampu tumbuh pada suhu minimum 15oC, maksimum
pentose dengan memproduksi ± 1 mol laktat, asetat dan CO2
Vries et al. (2006) mengemukakan bahwa beberapa spesies Lactobacillus yang digunakan pada fermentasi pangan, dapat hidup dalam usus manusia,
termasuk bakteri asam laktat spesies L. crispatus, L. gasseri dan L. plantarum. Bakteri L. plantarum mampu hidup pada saluran pencernaan manusia (GI-tract). Misalnya L. plantarum strain WCFSI. Pada beberapa strain L. plantarum dapat berfungsi sebagai probiotik, misalnya pada produk yang sudah dikomersilkan
dalam bentuk kapsul (IFlora Acidophilus Formula, Probiotic Eleven), minuman (Proviva, Lactovitale), dan powder/gel (Probios).
/mol pentosa, namun
juga memanfaatkan beberapa asam organik seperti malat, tartarat dan asam sitrat.
Menurut World Health Organization, probiotik merupakan mikroorganisme hidup yang apabila dikonsumsi dapat memberikan manfaat pada inang (host). Salah satu syarat mikroorganisme dikatakan memiliki fungsi probiotik apabila
berkelangsungan hidup pada saluran pencernaan dan aman dikonsumsi (Gilliland,
Morelli & Reid 2001 diacu dalam Vries et al. (2006).
Molenaar et al. (2005) mengemukakan bahwa bakteri L. plantarum memiliki strain yang berbeda, namun mampu menghasilkan antimikroba plantaricin, non-ribosom peptida atau exopolysakarida yang dapat dideteksi melalui DNA-mikro-array. Misalnya deteksi dengan membandingkan 20 strain L. plantarum yang menunjukkan ada dan tidak terdapatnya DNA yang berbeda.
Saisithi et al. (1986) diacu dalam Riebroy et al. (2008) mengemukakan bahwa bakteri asam laktat L .plantarum selain L. brevis, L. fermentum dan Pediococcus pentosaceus berperan dalam menghambat pertumbuhan bakteri Listeria monocytogenese dan E.coli O157:H7, sebab menghasilkan senyawa antimikroba bacteriocin.
Bakteri L. plantarum strain 299 (DSM 6595) and 299v (DSM 9843) dapat hidup pada mukosa saluran pencernaan, yang diperlihatkan secara in vitro memiliki aktivitas antimikroba, berpotensi menghambat pertumbuhan bakteri
Listeria monocytogenes, Bacillus cereus, E. coli, Yersinia enterocolitica, Citrobacter freundii, Enterobacter cloacae dan Enterococcus faecalis.
Bakteri asam laktat yang ditambahkan pada pembuatan sosis fermentasi
pertumbuhan bakteri Gram negatif atau bakteri yang termasuk pada kelompok
Enterobacteriaceae (Vuyst & Vandamme 1994 & Charlier et al. (2009). Hasil penelitian Todorrov et al. (2010) melaporkan bakteri L. plantarum menghasilkan bacteriocin bacST202Ch dan bacST216Ch yang diisolasi dari sosis fermentasi Beloura and Chouriço yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk
pada daging berupa bakteri Gram positif dan Gram negatif.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Vuyst dan Leroy (2007) melaporkan
bahwa bacteriocin adalah antimikroba berupa peptida atau protein yang dihasilkan dari bakteri asam laktat yang memiliki kemampuan untuk membunuh atau
menghambat pertumbuhan pada beberapa bakteri. Dalam hal ini termasuk
menghambat mikroba pembusuk seperti Listeria monocytogenes dan mikroba patogen seperti S. aureus, E. coli dan Salmonella sp. Selanjutnya dikatakan bahwa bacteriocin terdiri atas tiga klasifikasi yaitu: kelas I berupa lantibiotik, berukuran kecil (<5kDa), peptida mengandung asam amino lantionin, a-methyl lantionin,
dehydroalanin dan dehydrobutyrin ; kelas II berukuran kecil (<10 kDa), stabil
terhadap panas, non-lantionin, mengandung peptida, pada kelas IIa termasuk
pediocin-bacteriocin aktif, kelas IIb memiliki dua-peptida bacteriocin dan kelas IIc bacteriocin berbentuk bulat; kelas III berukuran besar (>30 kDa), labil terhadap panas, proteolitik, hidrolase murein. Sebagian besar kelas I dan II
merupakan bacteriocin yang aktif berukuran nano yang menyebabkan permeabilisasi membran yang mengarah pada disipasi membran potensial dan
kebocoran ion, ATP dan molekul penting lainnya.
Srionnual et al. (2007) mengatakan bahwa bacteriocin yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat berasal dari genus Lactobacillus, Enterococcus dan Leuconostoc. Bakteri asam laktat L. plantarum strain tertentu dapat menghasilkan antimikroba bacteriocin yaitu plantaricin AS EF dan plantaricin JK.
Rantsiou et al. (2005) mengemukakan bahwa bakteri asam laktat berperan sebagai bioproteksi dan biopreservasi yang dapat meningkatkan keamanan pada
sosis fermentasi daging sebab menghasilkan antimikroba bacteriocin. Hal ini didukung oleh Khan et al. (2010) yang mengemukakan bahwa bacteriocin digunakan untuk pengawetan produk daging dan sayuran dengan cara
Espinoza dan Navarro (2008) mengemukakan bahwa bakteri asam laktat
L.plantarum selain memanfaatkan karbohidrat untuk melakukan fermentasi, juga memanfaatkan asam amino esensial dan vitamin untuk pertumbuhannya. Rowan
et al. (1998) diacu dalam Visessanguan et al. (2006) menyatakan bahwa hasil metabolism fermentasi bakteri asam laktat ditandai dengan menurunnya pH,
disebabkan oleh senyawa rantai pendek asam organik, karbondioksida, hidrogen
peroksida, diasetil yang berfungsi sebagai senyawa antimikroba.
2.6 Bakteri Patogen
Even et al. (2010) mengemukakan bahwa Staphylococci yang terdiri dari 41 jenis, dikelompokkan ke dalam grup Positif (CPS) dan
Koagulase-Negatif (CNS). Salah satu grup CPS adalah bakteri Staphylococcus aureus, bersifat patogen pada manusia dan menyebabkan terjadinya berbagai penyakit
terutama keracunan makanan yang terkontaminasi oleh bakteri ini, sebab bakteri
tersebut akan memproduksi Staphylococcal Enterotoksin (SEs) yang mencemari bahan makanan. Charlier et al. (2009) mengemukakan bahwa bakteri S. aureus dapat tumbuh pada kisaran pH 4,6-10 dengan pertumbuhan optimum pada pH
netral yaitu 6-7. Bakteri ini dapat tumbuh pada kisaran nilai aw 0,83-0,99 dan
tumbuh optimum pada aw
Sosis fermentasi dapat terkontaminasi dengan bakteri Staphylococcus aureus, misalnya pada jenis salami Genoa, dry sausage dan semi dry sausage. Kaban dan Kaya (2006) dikemukakan bahwa bakteri S. aureus memiliki toleransi hidup pada sosis fermentasi yang mengandung garam dan nitrat serta mampu
tumbuh pada kondisi anaerobik. Pada kondisi demikian, bakteri tersebut dapat
tumbuh dan memproduksi toksin pada makanan, sehingga terjadi keracunan
makanan.
0,99.
Sinergisme asam organik tertentu misalnya asam asetat dan asam laktat
yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat akan menghambat pertumbuhan bakteri
Escherichia coli dan Salmonella sp. Penghambatan ini disebabkan oleh bakteri asam laktat L. plantarum yang menghasilkan senyawa antimikroba hidrogen peroksida. Melalui mekanisme laktoperoksidase, hidrogen peroksida dapat
2.7 Kapang/Khamir
Kapang/khamir merupakan salah satu mikroorganisme yang dipengaruhi
oleh beberapa faktor pertumbuhan. Menurut Syarief dan Halid (1993) faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan kapang/khamir adalah aktivitas air (aw), suhu
penyimpanan dan suhu pengolahan, ketersediaan oksigen, pH dan kandungan zat
gizi bahan pangan. Khamir pada umumnya menyukai bahan pangan yang
mempunyai kisaran aw
Kapang/khamir dapat tumbuh pada sosis fermentasi selama penyimpanan.
Hal ini didukung oleh hasil penelitian Yin et al. (2002) dan Hu et al. (2008) yang melaporkan bahwa kapang/khamir ditemukan pada sosis fermentasi ikan mackerel
dan silver carp selama penyimpanan.
0,87-0,91, bahan pangan berkadar gula 65% atau
mengandung 15% NaCl.
Mikroflora biasanya yang mendominasi pada produk fermentasi daging
adalah jenis khamir dari genus Saccharomyces, Hansenula, Candida, Torulopsis, Debaryomyces, Pichia, Kluyveromyces dan Cryptococcus. Khamir berkemampuan untuk tumbuh pada aw
Hasil penelitian sebelumnya oleh Abunyewa et al. (2000) melaporkan bahwa jenis khamir yang terdapat pada sosis kering (salami) adalah Candida parapsilosis, C. tropicalis, Debaryomyces hansenii, Rhodotorula mucilaginosa, Yarrowia lipolytica, Cryptococcus albidus dan Crypt. Neoformans ditemukan selama proses pembuatan dan pematangan.
yang rendah pada konsentrasi gula dan garam yang tinggi,
misalnya strain dari Hansenula anomala dan Debaryomyces hansenii yang diisolasi dari produk daging asin dan sosis fermentasi ( Adams & Moss 2008).
Pada fermentasi daging koloni khamir dapat mencapai 2x105 cfu/g pada
pada hari ke-20. Khamir berkontribusi terhadap flavor pada produk tersebut.
Adanya aktivitas proteolisis pada proses fermentasi akan menghasilkan biogenik
amin (terdapat kandungan tiramin, histamin, putresin, kadaverin, feniletilamin dan
triptamin). Apabila pada produk tersebut juga terbentuk alkohol, maka keberadaan
keduanya secara bersamaan akan menyebabkan terjadinya keracunan makanan.
Hal ini disebabkan alkohol berpotensi member fasilitas terjadinya difusi
histamin. Kandungan histamin pada sosis fermentasi belum diatur dengan Standar Internasional (Pais et al. 1999 & Abunyewa et al. 2000).
Keberadaan khamir yang melebihi 2x105
2.8 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroorganisme
cfu/g (overgrowth) pada produk sosis fermentasi, apabila dikonsumsi manusia dapat menimbulkan alergi, asma,
mudah lelah, berkurangnya daya ingat, gangguan pencernaan, diare, konstipasi
dan kembung (Abbas et al. 2000). Hal ini disebabkan tidak ada keseimbangan antara bakteri di usus dan khamir (terjadi disbiosis), yang mengakibatkan kemampuan penyerapan zat pada usus terganggu. Komponen berbobot molekul
besar yang harusnya tinggal dalam usus menjadi masuk kedalam dinding usus
tanpa hambatan. Potongan molekul yang besar ini dianggap sebagai antigen
(benda asing) oleh tubuh sehingga tubuh memproduksi suatu reaksi pertahanan
yang dikatakan sebagai reaksi alergi (Williamson 1998).
Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme adalah
pH, aw, suhu, suplai makanan, dan ketersediaan oksigen. Mikroorganisme
membutuhkan suplai makanan yang akan menjadi sumber energi dan unsur
lainnya seperti karbon, nitrogen, hidrogen, oksigen, sulfur, fosfor, magnesium, zat
besi untuk pertumbuhan sel. Karbon dapat diperoleh dari jenis gula karbohidrat
sederhana seperti glukosa. Kebutuhan nitrogen dapat diperoleh dari sumber
anorganik seperti (NH4)2SO4 atau NaNO3
Mikroba lebih banyak membutuhkan air yaitu sekitar 70-80% untuk
beraktivitas. Air yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dapat diperoleh melalui
a
atau sumber organik seperti asam
amino dan protein (Buckle et al. 2009).
w (water activity), yaitu rasio antara tekanan uap air dalam larutan disekitar mikroorganisme (kelembaban relatif tertentu) dengan tekanan uap air murni
(Bamforth 2005). Buckle et al. (2009) mengemukakan bahwa aw
Fermentasi salah satunya berfungsi untuk menghambat pertumbuhan bakteri
yang tidak diinginkan.Menurut Hammes et al. (2003) penghambatan oleh bakteri asam laktat terhadap bakteri lain, ditandai dengan pertumbuhannya melalui
aktivitas air (a
adalah jumlah
air yang terdapat dalam bahan pangan atau larutan. Jenis mikroba yang berbeda
membutuhkan jumlah air yang berbeda pula untuk pertumbuhannya.
0,85-0,95 dan kisaran nilai pH yaitu 4,7-5,6. Hasil penelitian Spaziani et al. (2008) melaporkan bahwa pada sosis fermentasi yang melibatkan bakteri asam laktat,
nilai aw
Mikroorganisme umumnya tumbuh pada pH sekitar 5,0-8,0 dan hanya
beberapa mikroorganisme jenis tertentu yang ditemukan pada bahan pangan yang
hidup pada pH rendah. Bakteri yang tidak tahan asam seperti bakteri proteolitik,
Gram negatif bentuk batang tidak dapat tumbuh pada bahan pangan yang bersifat
asam. Bakteri yang tahan asam dari golongan Lactobacillus dan Streptococcus berperan sangat penting dalam fermentasi produk (Buckle et al. 2009). Hasil penelitian Todorov et al. (2007) melaporkan bahwa pada produk salami (sosis fermentasi daging) dengan aplikasi kultur starter L. plantarum, mengalami penurunan pH dengan kisaran 4,4-4,5.
menurun dengan kisaran 0,87-0,88 yang diamati selama produksi tahun
2006 s/d 2007.
Vuyst et al. (2008) mengemukakan bahwa produk fermentasi daging dengan bakteri tertentu yang menghambat pertumbuhan bakteri patogen, ditandai dengan
menurunnya nilai pH akibat keasaman dan rendahnya nilai aw
2.9 Sosis Fermentasi
. Menurut Bamforth
(2005) untuk dapat mencegah pertumbuhan bakteri patogen salah satu syarat
adalah dengan menurunnya nilai pH harus dibawah 5,8. Hal ini sejalan dengan
laporan Riebroy et al. (2007) bahwa nilai pH yang rendah dapat meminimalkan pertumbuhan mikroorganisme.
Fontana et al. (2005) mengemukakan bahwa sosis fermentasi adalah produk olahan berupa campuran daging dan lemak, garam, bahan pengawet, bumbu dan
lainnya yang dimasukkan ke dalam casing kemudian dilakukan proses fermentasi dan pengeringan.
Pada sosis fermentasi, terjadi keasaman (asidifikasi) yang dilakukan oleh
bakteri asam laktat salah satunya menghasilkan asam laktat. Produk sosis yang
diinginkan (dry atau semi dry) tergantung dari waktu tahapan pematangan (ripening) yang menghasilkan aw yang lebih rendah dan terbentuknya flavor. Pada akhir proses fermentasi dapat juga dilakukan pengasapan atau pemanasan.
Pemanasan dilakukan pada suhu 58,3 oC sebelum produk dijual (Leroy & Vuyst
Bakteri asam laktat yang digunakan pada sosis fermentasi biasanya berupa
kultur starter. Menurut Hammes (1996) diacu dalam Espinoza dan Navarro (2008)
kultur starter adalah persiapan kultur bagi mikroorganisme untuk hidup dan
berkembang biak agar diperoleh aktivitas metabolisme yang diinginkan. Kultur
starter lebih bermanfaat dibandingkan kultur secara spontan pada proses
fermentasi, sebab dapat meningkatkan dan mengoptimalkan proses fermentasi dan
menghasilkan sosis yang lebih enak, lebih aman dan sehat.
Mikroba yang digunakan sebagai starter pada proses pengolahan fermentasi
daging, ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3 Mikroba sebagai kultur starter pada proses pengolahan daging fermentasi
Bakteri Asam Laktat Lactobacillus acidophilus,
L. alimentarius, L. paracasei, L. ramnosus, L. curvatus, L. plantarum, L. pentosus, L. sakei, Lactococcus lactis, Pediococcus acidilactici, P.pentosaceus
Actinobacteria Kocuria varians, Streptomyces giseus Bifidobacterium spp.
Staphylococci Staphylococcus xylosus, S.carnosus spp., S. Equorum Halomonadaceae Halomonas elongata
Jamur Penicillium nalgiovence, P. chrysogenum,
P.camemberti
Ragi Debaryomyces hanseni, Candida famata
Sumber : Hammes et al. (2003)
Prinsip proses fermentasi berbahan daging sapi dan babi yang telah melalui
pendinginan dan pembekuan selanjutnya dilakukan proses penggilingan. Tahap
berikutnya dilakukan proses pencampuran yang ditambahkan nitrat, glucono-δ- lactone, askorbat dan glutamat. Namun pada proses secara tradisional tidak menggunakan glucono-δ-lactone. Selain itu juga dilakukan penambahan garam, gula, bumbu dan starter bakteri. Setelah tahapan pencampuran tersebut, adonan
dimasukkan ke dalam selongsong (proses stuffing) dan selanjutnya dilakukan fermentasi dan pengasapan. Temperatur pada ruang fermentasi umumnya >20oC
dan <28oC. Namun pada produk semidry sausage menggunakan temperatur berkisar antara 32-38oC misalnya pada sosis fermentasi di Jerman, Netherland dan
Penggilingan Pencampuran
Gambar 3 Skema pembuatan sosis fermentasi kering (dry fermented sausage) secara tradisional dari berbagai jenis sosis Jerman
(Hammes et al. 2003).
Fermentasi pada daging akan menyebabkan terjadinya perubahan secara
fisik, biokimia dan mikrobiologi yang menghasilkan karakteristik fungsional pada
produk fermentasi. Hamm et al. (2008) mengemukakan bahwa perubahan akibat proses fermentasi termasuk pengasaman (katabolisme karbohidrat), solubilisasi
dan gelasi myofibril dan protein sarkoplasma, degradasi protein dan lemak,
reduksi nitrat menjadi nitrit serta pembentukan nitrosomioglobin dan dehidrasi.
Proses ini terutama disebabkan oleh endogeneous dan aktivitas enzim mikroba. Produk fermentasi berbahan baku daging, bertujuan untuk mengubah daging
yang mudah rusak (highly perishable) menjadi produk fermentasi yang memiliki masa simpan yang lebih lama dan menghasilkan karakteristik sensori dari produk
tersebut (Hammes et al. 2003). Riebroy et al. (2008) mengemukakan bahwa penggunaan bakteri asam laktat salah satunya untuk meningkatkan karakteristik
sensoris (flavor dan rasa), mempersingkat waktu fermentasi, dan mutu mikrobiologi (menghambat pembentukan bakteri patogen).
Daging sapi
Daging sapi
Lemak punggung
Daging babi
Pembekuan
Pendinginan Pembekuan Pembekuan
Garam, Gula Nitrat, Askorbat, Glutamat
Bumbu Glucono- δ-lactone
Stuffing Starter bakteri
Zhang et al. (2010) mengemukakan bahwa perubahan biokimia yang terjadi selama proses fermentasi salah satunya menghasilkan senyawa flavor. Hal ini
berhubungan dengan proses fermentasi yaitu sangat kompleks dan beragam,
tergantung pada bahan baku (daging, bumbu dan kultur starter) dan teknologi
(penggaraman, fermentasi, ripening drying, proses fermentasi dan drying) yang digunakan pada produk daging.
Vries et al. (2006) mengemukakan bahwa Lactobacillus dapat digunakan sebagai kultur starter pada fermentasi pangan. Pada proses fermentasi
mengkonversi gula yang terdapat pada bahan menjadi asam laktat, menghasilkan
antimikroba, eksopolisakarida dan hasil metabolit lainnya.
2.10 Bahan Penyusun Sosis Fermentasi Ikan Patin
Bahan penyusun yang digunakan dalam pembuatan sosis fermentasi ikan
patin meliputi bahan dasar (bahan baku), bahan pembantu (tambahan) dan bahan
pelengkap yang merupakan bahan penunjang pada produk sosis tersebut. Surimi
mentah ikan patin merupakan bahan dasar pembuatan sosis fermentasi. Bahan
tambahan berupa minyak nabati (minyak jagung), garam, bahan pemanis (gula),
karagenan, bumbu dan bakteri L. plantarum. Bahan penunjang berupa casing (selongsong).
Pembuatan sosis memerlukan bahan pengisi dan bahan pengikat. Bahan
pengisi bertujuan untuk membentuk tekstur yang padat dan kompak, menstabilkan
emulsi, mengikat air dan memperbaiki sifat adonan. Penambahan bahan pengisi
juga dapat menambah volume bahan sehingga dapat mengurangi biaya produksi.
Bahan pengisi yang biasa digunakan adalah tepung tapioka, tepung jagung, tepung
beras dan tepung terigu. Bahan pengikat adalah bahan bukan daging yang dapat
mengemulsi lemak dan meningkatkan kapasitas mengikat air. Air dan lemak akan
terikat oleh protein untuk membentuk suatu emulsi. Bahan pengikat yang umum
digunakan salah satunya adalah susu skim dan Isolate Soy Protein (ISP). USDA membatasi penambahan bahan pengisi dan bahan pengikat pada emulsi daging
2.10.1 Tepung tapioka
Bahan pengisi yang ditambahkan pada sosis fermentasi umumnya berasal
dari karbohidrat misalnya tepung tapioka. William et al. (2006) mengemukakan bahwa tepung tapioka digunakan pada produk pangan disebabkan mengandung
pati. Pati berbentuk granula terdiri atas amilosa dan amilopektin. Pati tapioka
digunakan pada produk daging, sebab dapat mengikat air dan memiliki suhu
gelatinasi adalah 52-64 o
2.10.2 Garam
C (Winarno 2008).
Garam (sodium klorida) merupakan salah satu bahan pengawet alami yang
telah digunakan masyarakat luas selama bertahun-tahun. Garam selain
mempunyai fungsi sensori yakni sebagai pembentuk citarasa pada produk pangan
juga berfungsi mengawetkan produk olahan daging sebagai bahan pengikat pada
produk berbahan baku daging (nugget, sosis, dan bakso) (Suryanto 2009). Selain
memperbaiki tekstur dan sebagai pengawet pada produk, menurut Nakai dan
Modler (2000) garam dalam pembuatan sosis berfungsi; 1) mengekstraksi protein
myofibril dari serabut daging selama penggilingan, 2) membentuk tekstur produk,
3) memberikan citarasa asin pada produk dan 4) sebagai antimikroba.
Garam berfungsi sebagai ingredient yang terpenting dalam campuran bahan curing daging, untuk 1) pemberi rasa produk, 2) menurunkan aktivitas air dan meningkatkan ionic strength (meningkatnya kekuatan ionik/tekanan osmotik) yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba, 3) membantu solubilisasi protein
otot yang berfungsi sebagai pengikat partikel daging, 4) menurunkan kadar otot
pada konsentrasi tinggi (5-8%), 5) bersinergis dengan sodium nitrit untuk
mencegah pertumbuhan Clostridium botulinum (Suryanto 2009).
2.10.3 Gula
Gula atau disebut dengan sukrosa merupakan karbohidrat golongan
disakarida yang dibentuk dari monomer glukosa dan fruktosa dengan rumus
molekul C12H22O11 (Ophardt 2003). Zhang et al. (2010) mengatakan bahwa dalam pembuatan sosis fermentasi biasanya ditambahkan gula. Gula berfungsi
sebagai salah satu sumber karbohidrat dalam proses fermentasi, oleh bakteri asam
Bakteri asam laktat yang tergolong homofermentatif seperti Lactobacillus pada fermentasi karbohidrat menggunakan jalur Embden Meyerhof Parnas, menghasilkan dua molekul asam laktat sebagai produk akhir yang diawali dari
penguraian glukosa (Girard & Bucharles 1992). Ross et al. (2002) dan Tamime (2002) diacu dalam Vries et al. (2006) mengemukakan bahwa gula yang ditambahkan pada adonan sosis fermentasi berfungsi untuk mendukung proses
fermentasi yang hasil akhirnya adalah asam laktat, memproduksi antimikroba
peptida, exopolisakarida dan metabolit lainnya.
2.10.4 Bumbu
Hui et al. (2001) mengemukakan bahwa bumbu adalah bahan tambahan pangan yang dihasilkan dari tumbuhan untuk memberikan aroma pada produk
tersebut. Ellmore dan Fieldberg (1994) mengatakan bahwa salah satu bumbu yang
bersifat sebagai antimikroba adalah bawang putih, karena mengandung senyawa
allisin, yang menghambat pertumbuhan Gram positif dan bakteri Gram negatif.
Allisin adalah senyawa enzimatis yang dihasilkan dari aliin sebagai prekusor
melalui produk intermediate asam allylsulfenat.
Yang et al. (2004) mengemukakan bahwa bawang bombay merupakan salah satu tanaman utama di negara Eropa. Bawang bombay mengandung
senyawa flavonol quersetin dan derivatnya. Selain itu, menurut Kim et al. (2006) bawang bombay mengandung senyawa fruktooligosakarida dan sulfur yang
bersifat sebagai antioksidan. Berdasarkan studi epidemiologi menunjukkan bahwa
mengkonsumsi buah dan sayur yang dipadukan dengan bawang bombay dapat
mengurangi penyakit kronis, seperti penyakit jantung dan kanker.
2.10.5 Nitrit dan Angkak
Fungsi utama nitrit dalam pembuatan sosis adalah untuk memperbaiki warna
daging. Perbaikan warna daging dicapai ketika pigmen otot (myoglobin) berikatan
dengan natrium oksida (NO) yang berasal dari nitrit membentuk NO-myoglobin,
sehingga terbentuk warna daging yang khas. Selain itu nitrit berfungsi sebagai
penambah citarasa, mencegah pertumbuhan bakteri dan sebagai antioksidan.
menghambat pembentukan toksin oleh mikroorganisme Clostridium botulinum (Sebranek & Bacus 2007).
Penggunaan nitrit pada produk pangan berdampak negatif bagi tubuh.
Peters et al. 1994 ; Sebranek dan Bacus (2007) mengemukakan bahwa nitrosamin yang terbentuk dari nitrit untuk mengawetkan daging menimbulkan kanker. Pada
tahun 1990, studi epidemiologi melaporkan bahwa pemakaian nitrit berhubungan
dengan penyakit leukimia dan kanker otak.
Nitrit mulai dibatasi penggunaannya sebab berpotensi membentuk
nitrosamin sebagai pemicu karsinogenik Sebranek dan Bacus (2007) menyatakan
bahwa kadar sodium nitrit yang diizinkan pada produk daging maksimum adalah
200 ppm. Sedangkan menurut USDA 1995 kadar sodium nitrit atau potassium
nitrit yang diijinkan pada produk daging adalah 156 ppm. Menurut Winarno
(1997) Dirjen POM Depkes mensyaratkan penambahan nitrit dalam bahan
makanan maksimum 170 ppm dan nitrit tersisa pada produk akhir adalah 200
ppm.
Pada sosis fermentasi ikan patin dengan memanfaatkan bakteri L. plantarum 1B1 tidak perlu ditambahkan nitrat sebagai pewarna dan pengawet pada sosis. Hal
ini didukung oleh Casaburi et al. (2005) yang mengemukakan bahwa bakteri asam laktat berupa kultur starter yang digunakan pada sosis fermentasi, khususnya
bakteri L. plantarum dan Pediococcus acidilactici, tidak dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit. Bakteri yang mampu mereduksi nitrat adalah bakteri coccus seperti Kocuria (Micrococcus), Staphylococcus xylosus, S.carnosus dan bakteri lainnya.
Angkak atau beras merah cina adalah salah satu bahan pengawet dan
pewarna makanan alami
Menurut Pattanagul et al. (2007) angkak digunakan untuk meningkatkan mutu pada produk daging sebagai pengganti nitrat atau nitrit. Angkak
mengandung pigmen merah monascorubramine dan rubropuntamine yang dihasilkan dari kapang Monascus sp. Kadar optimum penggunaan angkak pada produk daging adalah 1,6% (w/w).
, tidak beracun dan aman dikonsumsi dibandingkan dengan pewarna sintetik. Angkak dapat digunakan sebagai pengganti nitrit pada
Pattanagul et al. (2007) mengatakan bahwa kapang Monascus sp. menghasilkan 6 jenis pigmen yang dikategorikan terdiri atas 3 jenis warna yaitu
pigmen kuning, orange dan merah. Pigmen kuning terdiri dari monascin (C21H26O5) dan ankaflavin (C23H30O5), pigmen orange terdiri dari monascorubrin (C23H26O5) dan rubropunctatin (C21H22O5) dan pigmen merah terdiri dari monascorubramine (C23H27NO4) dan rubropuntamine (C21H23NO4
Gambar 4 Struktur kimia pigmen dari kapang Monascus sp. (Pattanagul et al. 2007).
Angkak atau beras merah cina yang digunakan sebagai pewarna alami pada
makanan, dapat dilihat pada Gambar 5.
).
Struktur kimia pigmen yang dihasilkan dari Monascus sp. ditunjukkan pada Gambar 4.