• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam dokumen budidaya Kappaphycus alvarezii (Halaman 30-50)

4.1 Keadaan Umum Lokasi Kerja Praktek

4.1.1 Sejarah Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung

Balai Budidaya Laut Lampung adalah Unit Pelaksana Teknis Departemen Kelautan dan Perikanan di bidang budidaya laut yang berada di bawah dan bertanggung  jawab kepada direktur Jendral Perikanan Budidaya yang telah ditetapkan secara resmi  berdasarkan SK. Menteri Pertanian No.347/-Kerja Praktekts/OT.210/8/1986 tanggal 5 Agustus 1986 dan SK. Menteri Pertanian No.347/-Kerja Praktekts/OT.210/5/1994 yang disempurnakan lagi dengan SK. Menteri Kelautan dan Perikanan No. KEP. 26 F/MEN/2001.

BBL berubah nama menjadi Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung  pada tanggal 12 Januari 2006 dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 07/MEN/2006. Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 6/PERMEN-KERJA PRAKTEK/2014 tanggal 3 Februari 2014  berubah menjadi Balai Besar Perikanan Budidaya Laut.

4.1.2 Letak Geografis Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung Secara geografis Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung berada pada  posisi 105ᵒ12’45” - 105ᵒ13’00” Bujur Timur dan 5ᵒ31’30” - 5ᵒ33’36” Lintang Selatan. Lokasi Balai Besar Budidaya Laut Lampung berjarak 1 km dari Desa Hanura, 28 km dari Kecamatan Padang Cermin, 17 km dari Kota Bandar Lampung. BBPBL Lampung memiliki luas sekitar 5,9 Ha, adapun batas-batas wilayah sebgai berikut :

1. Sebelah Timur berbatasan dengan Teluk Lampung 2. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Hanura

4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sidodadi

Teluk hurun merupakan sebuah teluk kecil di lampung dengan luas perairan sekitar 1,5

km

2

 dengan panjang 1,5 km dan lebar 1 km. Teluk hurun bagian barat daya dan selatan memiliki dasar yang landai dengan kedalaman 5 m dan perairan terdalam memiliki kedalaman 23 meter.

4.1.3 Stuktur Organisasi BBPBL Lampung

Berdasarkan keputusan menteri kelautan dan Perikanan No: Per.07/MEN/2006, tentang organisasi dan tata kerja BBPBL Lampung terdiri dari kepala BBPBL Lampung, 1 bagian tata usaha, 2 bagian bidang, 4 bagian seksi dan kelompok jabatan fungsional. Stuktur organisasi BBPBL Lampung ditunjukan pada gambar 5.

Gambar 5. Bagan Struktur Organisasi BBPBL Lampung (Sumber : BBPBL)

4.1.4 Sarana dan Prasaranan

Keberhasilan budidaya rumput laut di dukung dengan ketersediaan sarana sebagai  penunjang utama kegiatan budidaya rumput laut. Sebaiknya sarana ini mudah didapat

dan efisien harganya agar dapat menekan biaya produksi budidaya rumput laut. Adapun sarana pokok yang dibutuhkan dalam budidaya rumput laut metode long-line berbingkai yaitu tali jangkar (PE 10 mm), tali utama (PE 10 mm), tali pembantu (PE 6 mm), tali  jalur (4-5 mm), tali titik (PE 1-1,5 mm), jangkar (besi beton, atau karung pasir dengan  berat 50-70 kg), pelampung utama ( styrofoam atau jaring pelastik minimal 25 L),  pelampung pembantu ( styrofoam atau jaring pelastik minimal 15-25 L), dan pelampung

tali jalur (botol pelastik bervolume 600 ml).

Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam usaha budidaya rumput laut yaitu keterjangkauan lokasi budidaya dapat ditempuh menggunakan transportasi. Transportasi yang digunakan di BBPBL Lampung ini menggunakan  speedboat untuk menuju lokasi  budidaya KJA, sedangkan untuk menuju lokasi budidaya rumput laut menggunakan  perahu. Ketersediaan prasarana sangat mendukung kegiatan budidaya rumput laut

terutammembantu dalam pengangkutan rumput laut ke lokasi dan hasil panen. Adapun fasilitas yang ada di BBPBL Lampung adalah sebagai berikut :

1. Kantor, tempat yang terdiri dari bagian ruang tamu, tata usaha, ruang kepala  balai, ruang administrasi dan lain-lain,

2. Pelayanan publik. 3. Auditorium. 4. Masjid.

5. Perpustakaan. 6. Asrama.

7. Ruang kesehatan keamanan dan lingkungan, bertugas mengidentifikasi segala  penyakit yang menyerang pada komoditas yang ada di BBPBL Lampung.

8. Laboratorium pakan alami, terdiri dari laboratorium fitoplankton dan laboratorium zooplankton yang produksinya dalam skala laboratorium, semi masal dan skala masal.

9. Ruang kualitas air. 10. Koperasi dan kantin. 11. Hatchery.

4.2 Pemilihan Lokasi

Faktor utama yang menentukan keberhasilan budidaya rumput laut adalah  pemilihan lokasi yang tepat. Pertumbuhan rumput laut sangat ditentukan oleh kondisi ekologi setempat. Penentuan suatu lokasi harus disesuaikan dengan metode budidaya yang akan digunakan. Penentuan lokasi yang salah berakibah fatal bagi usaha budidaya rumput laut, karena laut yang dinamis tidak dapat diprediksi. Dalam pemilihan lokasi untuk budidaya rumput laut, ada 3 faktor perlu dipertimbangkan yaitu faktor ekologi, faktor kemudahan (aksesibilitas) dan faktor resiko. Ketiga faktor tersebut saling  berkaitan dan saling berpengaruh (Dirjen perikanan budidaya, 2008).

4.2.1 Faktor Ekologis

Parameter ekologis yang perlu diperhatikan antara lain : arus, kondisi dasar  perairan, kedalaman, salinitas kecerahan, pencemaran, dan ketersedian bibit dan tenaga

Tabel 2. Persyaratan Lokasi Budidaya Rumput Laut yang ideal.

No. Parameter Satuan Standar Kelayakan

a. Oseanografi

1. Kedalaman M 1 –  7

2. Arus m/dt 20 –  40

3. Substrat dasar - Pasir berbatu karang

dan tidak berlumpur

4. Keterlindungan

-Terlindung dari gelombang dan angin

kencang

5. Kecerahan M Lebih dari 1 m

b. Kualitas Air

1. Suhu ᵒC 26 –  32

2. Salinitas Ppt 28 –  35

3. pH - 7 –  8,5

4. Bahan Organik Ppm Lebih dari 50

(sumber : Dirjen perikanan budidaya, 2008). 4.2.2 Faktor Kemudahan

Pemilik usaha budidaya rumput laut biasanya memilih lokasi yang berdekatan dengan tempat tinggal sehingga kegiatan monitoring dan penjagaan keamanan dapat dilakukan dengan mudah. Jarak maksimum yang direkomendasikan adalah 1 km. Lokasi diharapkan berdekatan dengan sarana jalan, karena akan memudahkan dalam  pengangkutan bahan, sarana budidaya, bibit dan hasil panen. Hal tersebut akan

mengurangi biaya pengangkutan. 4.2.3 Faktor Resiko

a) Faktor Keterlindungan; untuk menghindari kerusakan fisik sarana budidaya dan tumbuhan rumput laut, maka diperlukan lokasi yang terlindung dari pengaruh angin dan gelombang yang besar. Lokasi yang terlindung biasanya didapatkan diperairan teluk atau perairan terbuka tetapi terlindung (ada penghalang atau pulau didepannya).

 b) Faktor Keamanan; masalah pencurian dan perbuatan sabotase mungkin dapat terjadi, sehingga upaya pengamanan baik secara individual maupun bersama-sama

harus dilakukan. Beberapa pemilik usaha berupaya menjalin hubungan baik dengan masyarakat sekitar juga harus dilakukan.

c) Faktor Sosial;  beberapa kegiatan perikanan (kegiatan penangkapan ikan,  pengumpul ikan hias) dan kegiatan non perikanan (pariwisata, perhubungan laut,

industri, taman nasional laut) dapat berpengaruh negatif terhadap aktivitas usaha rumput laut (Dirjen perikanan budidaya, 2008).

4.3 Penyediaan Bibit

Bibit yang digunakan di BBPBL Lampung merupakan rumput laut G4 (generasi 4) yang melakukan perbanyakan bibit secara vegetatif (tanpa kawin) dengan cara memotong pada bagian thallus rumput laut berumur 25-30 hari. Bibit rumput laut hasil  perbanyakan secara vegetatif sebaiknya bibit yang memiliki kualitas baik. Menurut

Perenrengi et al. (2010), penyediaan bibit sebaiknya berdekatan dengan lokasi budidaya agar tidak memerlukan pengangkutan bibit yang terlalu lama yang bisa menyebabkan kerusakan pada rumput laut. Selain itu BBPBL lampung juga bekerja sama dengan SEAMEO BIOTROP (Southeast Asian Regional Center for Tropical Biology ) sebagai  pengadaan bibit rumput laut hasil kultur jaringan dan bekerja sama dengan para  pembudidaya rumput laut seperti kalianda. Hasil kerja sama dengan SEAMEO BIOTROP selanjutnya akan dilakukan penanaman dan melakukan perbanyakan secara vegetatif.

4.3.1 Kriteria Bibit

Dalam penyediaan bibit sebaiknya diseleksi bibit yang baik dari hasil panen dengan ciri-ciri : (a) Bercabang banyak, rimbun dan runcing; (b) Tidak terdapat bercak dan terkelupas; (c) Warna spesifik (cerah) ; (d) Thallus  tidak berlendir dan layu; (e) Bagian thallus  transparan dan berpigmen; (f) bau alami; (g) Bebas dari penyakit dan

lumut efifit (h) Umur 25-35 hari. Bibit yang ditanam adalah antara 50-100g/rumpun (Dirjen perikanan budidaya, 2008).

4.3.2 Penyakit Bibit

Hal yang harus diperhatikan dalam transportasi bibit antara lain adalah: a) Bibit harus tetap dalam keadaan basah/lembab selama dalam perjalanan.  b) Tidak terkena air tawar

c) Tidak terkena minyak atau kotoran-kotoran lain d) Jauh dari sumber panan (seperti mesin kendaraan) e) Tidak terkena sinar matahari.

Cara pengepakan bibit :

a) Karung plastik lebar sesuai dengan potongan-potongan bibit yang akan dibawa  b)  bibit rumput laut dimasukan kedalam karung pelastik tanpa dipadatkan supaya

tidak rusak, mulut kantong kemudian diikat.

c) Bagian atas kantong dilubangi dengan diameter sekitar 1cm untuk sirkulasi udara. Setelah sampai di tujuan, bibit harus segera dibuka dan direndam dalam air laut yang diberi aerasi kemudian diseleksi selanjutnya siap dilakukan penanaman (Dirjen  perikanan budidaya, 2008).

4.3.3 Penanaman Bibit Rumput Laut

Pengikatan bibit dilakukan dilokasi yang terlindung dari sinar matahari langsung. Pengikatan yang digunakan di BBPBL Lampung menggunakan metode ikat kolong dan ikan pita. Kedua jenis ikat tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pada jenis ikat kolong pemasangan bibit rumput laut lebih cepat dibanding jenis ikat  pita. Sedangkan pada saat pelepasan masa panen jenis ikat pita lebih mudah

dibandingkan ikat kolong. Pada saat pengikatan sebaiknya pengikatan harus kuat agar dapat menghindari lepasnya rumput laut serta hilangnya karena ombak (Inriani, 1997).

Penanaman bibit dilakukan dengan cara memotong thallus yang siap dijadikan  bibit baru. Bibit yang digunakan harus berumur 25-30 hari dimana pada waktu itu kandungan karaginan belum sepenuhnya terbentuk. Berat bibit yang digunakan berkisar 50 gram dengan jarak tali titik satu dengan yang lainnya sekitar 20 cm. Pemotongan  bibit rumput laut harus menggunakan pisau tajam agar bagian rumput laut yang terpotong atau terluka akan sangat cepat sembuhnya dibandingkan jika memotong menggunakan bukan benda tajam. Rumput laut yang terluka biasanya akan sembuh sekitar 1 minggu dengan ditandai munculnya thallus  baru. Menurut Sudjiharno et al, (2001), pemasangan bibit harus segera dilakukan untuk menghindari layu atau busuknya thallus yang dapat menggangu pertumbuhan. Setelah bibit selesai diikat selanjutnya  bibit ditebar dengan menggunakan perahu. Kondisi cuaca juga perlu diperhatikan sebaiknya pada waktu pagi dengan cuaca yang cerah. Rumput laut yang dibawa menggunakan perahu segera dilakukan pengikatan dan pemasangan pelampung pada  bagian tali jalur.

4.4 Metode

Long Line

Berbingkai

Salah satu kunci keberhasilan budidaya rumput laut yaitu metode yang digunakan sesuai dengan kondisi perairan tersebut. Metode tersebut sebaiknya mudah  penerapannya, biaya murah, bahannya mudah didapat, dan dapat memberikan pengaruh  pertumbuhan yang cepat pada rumput laut tersebut. Menurut Atmadja (1996),  pengembangan teknik budidaya rumput laut yang ada di Indonesia sudah banyak di kembangkan salah satunya metode lepas dasar, metode rakit apung dan metode rawai/tali rentang (longline). Metode tersebut dipilih sesuai dengan kondisi perairan lokasi budidaya tersebut.

Metode budidaya yang digunakan di BBPBL Lampung ini adalah metode long line  berbingkai. Metode long line  berbingkai adalah kombinasi dari metode rawai/tali

rentang (longline) dengan metode rakit apung. Kontruksi metode long line hanya dengan menggunakan tali tunggal yang diikat pada kayu patok atau jangkar pada setiap ujungnya serta penambahan botol plastik sebagai pelampung tali tunggal (wijayanto et al., 2011).

Adapun kontruksi metode berbingkai sebagai berikut ; kontruksi terbuat dari tali utama yang disusun membentuk segi empat berukuran 25 m x 50 m, kontruksi tersebut diapungkan di permukaan air, pada keempat sudut masing-masing dipasang duabuah  jangkar utama sebagai pembentuk kontruksi dan pada keempat sudut yang sama di  pasang 4 buah pelampung pembantu, setiap 17 m pada sisi 50 m diberi jangkar  pembantu dan dilengkapi dengan pelampung pembantu, antara pelampung pembantu tersebut dipasang tali pembantu yang berfungsi mempertahankan ukuran kontruksi,  pada tiap tali ris bentang dipasang maksimal 125 titik dengan jarak antara titik minimal 20 cm, tali ris bentang dengan panjang 25 m diikatkan pada tali utama berjumlah 49 tali ris bentang dengan jarak 100 cm ( Runtuboy, 2008).

4.5 Pemeliharaan dan pengontrolan

Lamanya waktu pemeliharaan rumput laut tergantung dari jenis rumput laut dan waktu panennya. Secara umum rumput laut dibudidayakan selama 45 hari/siklus. Dalam satu tahun dapat dilakukan 6-7 kali pemanenan (Tangko, 2008). Selain itu perlu dilakukan pengontrolan bertujuan untuk membersihkan rumput laut dari endapan sedimen ataupun tali yang terlilit. Endapan sedimen dapat mempengaruhi pertumbuhan rumput laut, apabila rumput laut tersebut banyak terdapat endapan sedimen harus sesegera dihilangkan dengan cara menggoyangkan tali jalur tersebut. Laju pertumbuhan rumput laut akan sangan lambat bila endapan sedimen tersebut menutupi seluruh bagian thallus dimana thallus tidak dapat mengambil nutrisi makanan yang dibawa oleh arus. Jika perairan tersebut sedang tidak berarus maka dilakukan pembuatan arus dengan

menggunakan kapal motor mengelilingi lokasi rumput laut tersebut sehingga terjadi arus yang yang dapat membersihkan rumput laut dari sedimen-sedimen. Pengontrolan dilakukan untuk membetulkan tali pelampung pembantu berupa botol plastik yang terlilit dapat mengangkat tali jalur dan yang dapat menyebabkan rumput laut naik kepermukaan air, dimana rumput laut akan langsung terkenan sinar matahari. Tidak hanya membetulkan tali saja, tetapi mengganti botol pelampung yang sudah bocor atau sudah tidak mengapung lagi dengan yang baru juga termasuk pengontrolan, agar tali  jalur tetap pada kedalaman yang seharusnya. Jika dalam kondisi tersebut sesegera untuk

memperbaiki agar tidak menyebabkan dampak yang buruk pada rumput laut tersebut. Adapun kegiatan pengontrolan dapat disajikan pada gambar 4 dan 5.

Gambar 6. Membuat arus buatan (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Gambar 7. Mengganti botol pelampung yang rusak (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Penyulaman tanaman perlu dilakukan bila ada tanaman yang rusak atau terlepas oleh arus atau gelombang atau habis dimangsa oleh penyu hijau dan ikan baronang sehingga jumlah tanaman pada tali jalur tidak berkurang.

Gambar 8. Penyulaman rumput laut (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Keberhasilan suatu usaha rumput laut sangat bergantung pada perawatan. Kegiatan yang harus dilakukan terhadap tanaman rumput laut selama perawatan adalah sebagai  berikut:

a) Tanaman dibersihkan dari tumbuhan pengganggu, dan tanaman yang mati atau terlepas disulam.

 b) Dibersihkan tali tanam dan tanaman dari tumbuhan pengganggu dan hewan  pengganggu yang dapat menghalangi sinar matahari, arus air serta nutrisi bagi

tanaman.

c) Diganti tali yang sudah lapuk atau rusak, atau dikuatkan jangkar yang goyah. d) Dikuatkan tali ikatan tanam, karena tali tanaman yang lepas atau longgar dapat

saling kait satu dengan yang lain dan mengakibatkan tanaman menjadi patah. e) Digoncangkan atau dibersihkan lumpur yang melekat dari tanaman dan tali.

Lumpur yang menempel pada tanaman dapat menurunkan kecepatan tumbuh karena menghalangi tanaman dari sinar matahari dan nutrisi.

f) Diganti tanaman yang sakit atau mengandung penyakit. Tanaman yang sedang sakit akan memutih-lunak (ice-ice), dapat menularkan penyakit kepada tanaman sekelilingnya. Buanglah tanaman yang sakit dari pertanaman secepat mungkin. Pemeliharaan dan pengontrolan dilakukakan setiap hari pada pagi hari bert ujuan sebagai  pupuk untuk rumput laut, semakin sering pemeliharaan dan pengontrolan dilakukan semakin bagus hasil yang didapat pada rumput laut (Ditjen Perikanan Budidaya, 2008). 4.6 Pengendalian hama dan penyakit

Seperti halnya ikan dan udang, rumput laut juga dapat terserang hama dan  penyakit. Hama rumput laut umumnya adalah organisme laut yang memangsa rumput laut sehingga akan menimbulkan kerusakan fisik terhadap thallus, dimana thallus akan mudah terkelupas, patah, ataupun habis dimakan hama. Hama yang menyerang rumput laut di BBPBL diantaranya adalah penyu hijau, ikan baronang, tritip, lumut, dan sargasum. Menurut Doty (1987), hama yang menyerang tanaman budidaya rumput laut  berdasarkan ukurannya hama dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu hama mikro

Hama mikro merupakan organisme laut yang umumnya berukuran panjang kurang dari 2 cm, hidup menempel pada thallus tanaman rumput laut dan biasanya tidak tampak pada thallus yang sehat. Hama mikro yang sering dijumpai pada tanaman  budidaya rumput laut adalah larva bulu babi dan larva tripang. Pada pelaksanaan kerja  praktek yang dilakukan tidak ditemukan hama mikro menurut kohlmeyer. Hal ini dikarenakan hama mikro hidup pada daerah perairan pantai, sedangkan metode tali rentan berada ± 50 meter dari tepi pantai, sehingga hama mikro tidak hidup diperairan tempat budidaya. Tetapi hama mikro yang ditemukan hanya telur ikan yang menempel  pada thallus-thallus rumput laut, belum diketahui secara pasti telur ikan apa yang

menempel, tetapi telur ini sangat mengganggu atau menghalangi bagi masuknya sinar matahari dan nutrisi pada thallus.

Gambar 9. Hama telur ikan bersarang pada rumput laut (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Hama makro pada lokasi budidaya rumput laut dalam keadaan dewasa. Ikan  baronang, bintang laut, bulu babi dan penyu hijau merupakan hama makro yang sering dijumpai dalam budidaya rumput laut. Pada kerja praktek yang dilakukan, hama makro yang menyerang budidaya rumput laut adalah ikan baronang dan penyu hijau. Penyu hijau merupakan hama yang merusak budidaya rumput laut paling besar selain ikan  baronang. Cara penanggulangannya relative sulit karena penyu hijau menyerang di waktu malam hari. Penyu hijau dapat memangsa habis tanaman budidaya.

Penanggulangan yang digunakan dalam budidaya berupa pembuatan jerat pada lokasi yang seing di mangsa oleh penyu hijau.

Gambar 10. Gigitan penyu hijau pada thallus (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Penyakit adalah gangguan fungsi atau terjadinya perubahan anatomi. Penyebab timbulnya penyakit adalah adanya interaksi antara faktor lingkungan dengan jasad  pathogen. Penyakit yang sering timbul pada rumput laut adalah penyakit bakterial,  penyakit jamur, penyakit ice-ice. Pada kerja praktek di BBPBL penyakit yang dijumpai adalah ice-ice.  Ice-ice adalah penyakit yang banyak menyerang tanaman rumput laut  jenis E.cottonii atau K.alvarezii. Pertama kali dilaporkan pada tahun 1974 di Philipina, ditandai dengan timbulnya bintik/bercak-bercak pada sebagian thallus yang lama ke lamaan kehilangan warna dan berangsur-angsur menjadi putih pada akhirnya thallus mudah terputus. Penyakit ice-ice timbul karena adanya mikroba yang menyerang tanaman rumput laut yang lemah. Gejala yang dialami adalah pertumbuhan yang lambat dan terjadinya perubahan warna menjadi pucat atau warna tidak cerah, seluruh thallus  pada beberapa cabang menjadi putih dan membusuk (Doty, 1987).

Gambar 11. Thallus yang terkena penyakit ice-ice (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Jamur dapat menembus daun dari ujung bagian atas dan menyebabkan perubahan warna. Pada  Kappaphycus alvarezii  menyerang bagian gelembung udara yang menyebabkan gelembung berwarna coklat tua, lembek dan mengkerut seperti kismis. Oleh karena itu orang menamakan penyakit ini dengan “penyakit kismis” ( Doty, 1984). Keberadaan jamur erat kaitannya dengan kondisi lingkungan perairan. Pada perairan yang kaya akan bahan organik atau pada perairan yang kotor biasanya banyak tumbuh  jamur. Oleh karena itu untuk menanggulangi penyakit jamur yang dapat dilakukan adalah cara memilih lokasi perairan yang bebas polutan serta dengan pengamatan secara  berkala terhadap tanaman budidaya. Thallus yang sudah terserang jamur dipotong dan

dibuang agar tidak menyebar pada thallus lain (Doty, 1987).

 Namun pada kerja praktek yang dilakukan tidak menemukan penyakit jamur pada  budidaya rumput laur  Kappaphycus alvarezii di BBPBL, hal ini menunjukan bahwa  perairan tidak kotor atau bebas dari polutan.

4.7 Pertumbuhan rumput laut

Selain kegiatan pemeliharaan dan pengontrolan juga dilakukan sampling  pertumbuhan rumput laut. Pada awal penanaman rumput laut ditanam dengan bobot 50 gram. Sampling dilakukan seminggu sekali, sehingga didapat rata-rata pertumbuhan

harian yang dilakukan selama 28 hari. Selain melakukan sampling terhadap berat juga dilakukan sampling pada pertumbuhan dengan cara mengecek bagian rumput laut. Sampling tersebut bertujuan untuk mengetahui bagian-bagian rumput laut yang terkena  penyakit atau mengalami serangan hama. Sampling harus selektif untuk mengetahui  bagian yang terkena penyakit untuk sesegera diambil tindakan sebelum berdampak luas.

Tabel 3. Berat rata-rata pertumbuhan rumput laut Periode pengamatan

(minggu) 0 I II III IV Rata-rata

Berat (g) 50 71,5 111,05 180,8 253,8 154,28 Pertumbuhan berat (g) 0 21,5 39,55 69,75 73 50,95 Pertumbuhan nisbi (g) 0 0,43 1,22 2,62 5,85 2,53

Laju pertumbuhan 0 5.21 5,82 6,22 5,85 5,77

Berdasarkan hasil pengukuran rata-rata pertumbuhan selama 28 hari dengan berat awal 50 gram, minggu pertama sebesar 71,5 gram, minggu kedua sebesar 111,05 gram, minggu ketiga sebesar 180,8 gram dan berat akhir sebesar 253,8 gram.

Analisis data pertumbuhan rumput laut dengan menghitung laju pertumbuhan mingguan digunakan rumus menurut Sudjiharno et al. (2001) adalah sebagai berikut :

=[()]

−   %

Keterangan : α = Laju Pertumbuhan Harian (%) T = Lama waktu pemeliharaan (hari) Wt = Bobot akhir (gram)

Penentuan pertumbuhan nasbi/relatif rumput laut yang diukur pada setiap minggu ( sampling ) pengamatan selama 28 hari menggunakan rumus umum menurut Aji (1991) adalah sebagai berikut :

 = −

Keterangan : h = Pertumbuhan nasbi/relatif (gram) Wn = Berat setelah t hari (gram)

Wo = Berat awal (gram)

Kegiatan budidaya yang telah dilakukan memiliki pertumbuhan yang baik dimana  pada saat kerja praktek kondisi perairan tersebut sesuai dengan lingkungan habitat

aslinya. Menurut Sudjiharno et ai. (2001), faktor lingkungan dapat mempengaruhi  pertumbuhan rumput laut seperti faktor sinar matahari. Adapun grafik pertumbuhan  berat dan nasbi rumput laut disajikan pada gambar 12.

Gambar 12. Grafik pertumbuhan berat dan nasbi rumput laut per minggu

Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui laju pertumbuhan berat pada minggu ke-1 sebesar 21,5 gram, minggu ke-2 sebesar 39,55 gram, minggu ke-3 sebesar 69,75 gram dan minggu ke-4 sebesar 73 gram. Peningkatan pertumbuhan tidak lepas dari

0.43 1.22 2.62 5.85 21.5 39.55 67.75 73 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 1 2 3 4

 pengaruh kualitas suatu perairan dan ketersediaan nutrien untuk pertumbuhan rumput laut. Adapun grafik laju pertumbuhan rumput laut disajikan pada gambar 13.

Gambar 13. Grafik laju pertumbuhan rumput laut per minggu

Berdasarkan data diatas menunjukan pertumbuhan rumput laut sangat baik karena laju pertumbuhan rumput laut diatas 3%. Menurut Aslan (2003), pertumbuhan rumput laut yang baik dengan nilai laju pertumbuhan harian diatas 2-3%. Pada minggu pertama kenaikan laju pertumbuhan sudah mencapai 5,21%. Hasil ini berbeda dengan penelitian Azizah et al.(2000) dan susanto (2000), dimana pada minggu pertama terjadi penurunan laju pertumbuhan dan diduga rumput laut masih dalam proses adaptasi dengan lingkungannya. Menurut Runtuboy (2001), penurunan laju pertumbuhan rumput laut disebabkan perbedaan laju fotosistesis dalam suatu rumpun rumput laut.

4.8 Pengecekan kualitas perairan

Pengukuran kualitas air pada budidaya rumput laut ada yang dilakukan langsung dilapang seperti parameter DO, suhu, salinitas, kecerahan dan arus. Aslan (1998), menyatakan bahwa rumput laut akan tumbuh dengan baik apabila nutrisi yang dibutuhkan dapat tersalur dengan baik namun faktor fisika juga sangat berperan, adapun  baku mutu air yang baik untuk pembudidaya rumput laut adalah sebagai berikut :

Dalam dokumen budidaya Kappaphycus alvarezii (Halaman 30-50)

Dokumen terkait