• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemeriksaan Fisik

Keseluruhan anjing yang dipergunakan pada penelitian diperiksa secara klinis dan dinyatakan sehat sesuai dengan klasifikasi status klas I yang telah ditetapkan oleh American Society of Anaesthesiologist (ASA), yaitu anjing yang sehat dan bebas dari penyakit seperti parasit interna maupun eksterna (Lumb dan Jones 1996; Muir et al. 2000; McKelvey dan Hollingshead 2003). Pemeriksaan respirasi, kardiovaskuler, status dehidrasi, dan refleks-refleks secara keseluruhan menunjukkan hasil yang baik dan 18 ekor anjing layak dipergunakan untuk perlakuan penelitian. Hasil pemeriksaan rata-rata 18 ekor anjing yang dipergunakan pada penelitian seperti ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rata-rata Hasil Pemeriksaan 18 ekor Anjing yang Dipergunakan untuk Penelitian

Parameter Pemeriksaan Rata-rata Hasil Pemeriksaan

(18 ekor anjing)

Berat badan 10 ± 1 kg

Umur anjing 19 ± 2 bulan

Denyut jantung 105± 9 kali/menit

Respirasi 20 ± 4 kali/menit

Suhu tubuh 38,4 ± 0,4 0C

Turgor kulit Baik

Refleks-refleks Baik

Pemberian Preanestesi dan Induksi Anestesi

Penelitian tahap pertama dilakukan untuk melihat gambaran elektrokardiogram (EKG) anjing yang diberikan kombinasi preanestesi atropin sulfat–xylazin HCl dan induksi anestesi ketamin HCl, propofol, dan kombinasi ketamin HCl-propofol. Penelitian dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok I, II, dan III yang diberikan preanestesi kombinasi atropin sulfat dosis 0,03 mg/kgBB–xylazin HCl dosis 2 mg/kgBB secara intramuskular (IM) dan 10 menit

kemudian masing-masing diinduksi secara intravena (IV) dengan ketamin HCl dosis 4 mg/kgBB (kelompok I), propofol dosis 4 mg/kgBB (kelompok II), dan kombinasi ketamin HCl dosis 4 mg/kgBB–propofol dosis 4 mg/kgBB (kelompok III). Pengambilan data dilakukan sebelum perlakuan atau menit ke-0 dan setiap 10 menit sampai menit ke-90. Parameter yang diamati adalah amplitudo gelombang P, R, dan T; interval gelombang QRS, PQ, QT masing-masing pada sadapan II; serta denyut jantung dan aksis jantung. Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata- rata ± SD) dari hasil penelitian seperti ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4

Parameter Perlakuan Waktu Pengamatan (menit)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Amplitudo Gelombang P (mV) Klp I 0,16±0,02 0,14±0,03 0,12±0,02 0,15±0,04 0,16±0,05 0,18±0,06 0,19±0,05 0,19±0,02 0,19±0,03 0,16±0,04 Klp II 0,14±0,04 0,12±0,04 0,10±0,03 0,12±0,05 0,11±0,06 0,13±0,02 0,12±0,03 0,14±0,02 0,11±0,03 0,11±0.05 Klp III 0,08±0,02 0,06±0,04 0,04±0,05 0,10±0,03 0,14±0,01 0,15±0,03 0,12±0,05 0,13±0,05 0,12±0,04 0,09±0,03 Amplitudo Gelombang R (mV) Klp I 1,63±0,14 1,39±1,00 1,63±0,51 1,72±0,53 1,73±0,48 1,69±0,53 1,80±0,41 1,81±0,34 1,77±0,29 1,80±0,30 Klp II 1,62±0,60 1,46±0,73 1,25±0,68 1,13±0,60 1,21±0,69 1,20±0,72 1,23±0,72 1,31±0,76 1,34±0,74 1,48±0,72 Klp III 1,48±0,86 1,08±0,58 1,19±0,66 1,62±0,61 1,29±0,43 1,31±0,54 1,13±0,79 1,06±0,82 1,25±0,61 1,24±0,61 Amplitudo Gelombang T (mV) Klp I -0,36±0,17 -0,23±0,17 -0,13±0,24 -0,12±0,23 -0,07±0,31 -0,08±0,34 -0,13±0,29 -0,04±0,32 -0,08±0,27 -0,22±0,17 Klp II -0,25±0,20 -0,23±0,14 -0,09±0,20 -0,10±0,19 -0,11±0,18 -0,19±0,12 -0,10±0,15 -0,11±0,15 -0,11±0,16 -0,22±0,16 Klp III -0,08±0,12 -0,03±0,20 -0,08±0,19 0,13±0,26 0,13±0,27 0,12±0,26 -0,06±0,13 -0,04±0,13 -0,07±0,12 -0,08±0,11 Interval Gelombang QRS (detik) Klp I 0,05±0,01 0,04±0,02 0,04±0,00 0,04±0,01 0,05±0,01 0,04±0,01 0,04±0,01 0,05±0,00 0,05±0,01 0,05±0,00 Klp II 0,05±0,00 0,05±0,00 0,05±0,00 0,05±0,01 0,04±0,00 0,04±0,01 0,05±0,01 0,05±0,01 0,05±0,00 0,05±0,00 Klp III 0,04±0,01 0,04±0,01 0,04±0,00 0,04±0,00 0,04±0,01 0,04±0,01 0,05±0,00 0,05±0,01 0,04±0,01 0,04±0,01 Interval PQ (detik) Klp I 0,09±0,06 0,08±0,05 0,09±0,06 0,10±0,07 0,10±0,07 0,12±0,02 0,11±0,01 0,11±0,01 0,12±0,01 0,11±0,02 Klp II 0,11±0,01 0,09±0,01 0,12±0,02 0,14±0,04 0,13±0,01 0,13±0,01 0,13±0,01 0,13±0,02 0,12±0,01 0,12±0,01 Klp III 0,07±0,05 0,05±0,06 0,06±0,07 0,06±0,06 0,08±0,06 0,11±0,01 0,10±0,00 0,13±0,01 0,08±0,06 0,08±0,05 Interval QT (detik) Klp I 0,15±0,01 0,15±0,01 0,22±0,01 0,24±0,06 0,23±0,01 0,17±0,01 0,23±0,02 0,18±0,01 0,23±0,01 0,22±0,03 Klp II 0,19±0,01 0,20±0,01 0,21±0,01 0,19±0,02 0,20±0,00 0,22±0,01 0,21±0,01 0,21±0,02 0,20±0,02 0,19±0,01 Klp III 0,22±0,04 0,22±0,03 0,20±0,01 0,21±0,01 0,21±0,01 0,22±0,02 0,22±0,02 0,22±0,02 0,23±0,04 0,22±0,05 Denyut Jantung (kali/menit) Klp I 107±14,24 87±11,20 95±12,28 97±18,04 98±17,26 111±12,62 93±18,34 85±16,91 84±11,96 81±19,28 Klp II 112±11,25 93±17,10 83±16,77 105±18,50 95±15,13 114±16,50 96±12,39 87±11,41 85±16,44 91±7,09 Klp III 105±16,88 67±12,43 106±15,99 105±17,33 118±14,45 94±9,98 90±12,07 81±14,85 84±12,26 91±7,80 Aksis Jantung (derajat) Klp I 72±4,76 66±4,62 72±8,16 76±9,22 75±9,60 75±10,78 76±6,13 75±5,68 76±4,57 78±5,35 Klp II 67±12,36 62±15,00 62±12,77 62±12,26 62±13,48 62±14,45 62±14,90 63±12,39 63±13,18 65±12,23 Klp III 74±8,81 76±5,45 74±7,72 77±9,11 76±5,97 76±8,04 76±8,29 79±3,00 79±2,99 79±2,36 Nilai rata-rata dan simpangan baku (rata-rata±SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II amplitudo gelombang P, amplitudo gelombang R, amplitudo gelombang T, interval gelombang QRS, interval PQ, interval QT, denyut jantung, dan aksis jantung sebelum teranestesi; preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl; induksi anestesi ketamin HCl, propofol, dan kombinasinya

Amplitudo Gelombang P

Gelombang P merupakan gambaran perubahan arus listrik jantung pada saat terjadi depolarisasi atrium. Rangsangan normal untuk depolarisasi atrium berasal dari nodus sinus. Besarnya arus listrik yang berhubungan dengan eksitasi nodus sinus terlalu kecil untuk dapat terlihat pada EKG. Gelombang P dalam keadaan normal berbentuk melengkung dan arahnya ke atas pada kebanyakan hantaran. Nilai normal amplitudo gelombang P pada anjing adalah maksimum 0,4 mV (Nelson 2003; Tilley et al. 2008). Gambaran hasil pengamatan seperti ditunjukkan pada Gambar 13.

Gambar 13

Pada kelompok I, setelah pemberian preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl terjadi penurunan amplitudo P dari 0,16±0,02 mV ke 0,14±0,03 mV, begitu pula pada kelompok II dari 0,14±0,04 mV ke 0,12±0,04 mV, dan pada kelompok III dari 0,08±0,02 mV ke 0,06±0,04 mV. Secara umum penurunan amplitudo pada 10 menit pertama relatif sama yaitu 0,02 mV. Penurunan masih berlanjut setelah pemberian anestesi pada menit ke-10. Pada kelompok I turun sampai 0,12±0,02 mV, pada kelompok II sampai 0,10±0,03 mV, dan kelompok III sampai 0,04±0,05 mV pada menit ke-20. Penurunan gelombang P pada preanestesi berlangsung

0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1 0,12 0,14 0,16 0,18 0,2 0,22 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Ge lo m b an g P (m V) Waktu (menit)

Kelompok I Kelompok II Kelompok III

Perubahan rata-rata gelombang P sadapan II sebelum teranestesi, setelah diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl dan induksi anestesi ketamin HCl (kelompok I), propofol (kelompok II), dan kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III)

selama 20 menit pertama dengan pola dan kekuatan yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl memberikan pengaruh terhadap depolarisasi atrium. Xylazin HCl yang merupakan golongan alpha-2 adrenergic receptor agonist bekerja melalui mekanisme penghambatan tonus syaraf simpatik yang dapat menyebabkan relaksasi otot, konduksi impuls dan denyut jantung, relaksasi saluran cerna, dan sedasi. Pemberian xylazin HCl seolah-olah dapat menyebabkan terjadinya penghambatan konduksi listrik pada atrioventrikular (AV block). Terjadinya AV block dapat menyebabkan keterlambatan penyebaran konduksi listrik di atrium (Avdosko et al. 2010). Pemberian atropin sulfat yang merupakan antimuskarinik, digunakan untuk mengurangi sekresi bronkial serta mencegah kejadian aritmia terutama bradikardia karena prosedur anestesi. Pemakaian atropin sulfat dosis tinggi dapat mengakibatkan peningkatan frekuensi jantung. Atropin sulfat dapat mencegah terjadinya penghambatan konduksi listrik di atrium (Conti-Patara et al. 2009;

O’Grady dan O’Sullivan 2004).

Perubahan gelombang P tiap tahap anestesi terlihat setelah menit ke-20. Pada kelompok I, setelah pemberian anestesi ketamin HCl terjadi kenaikan menjadi 0,15±0,04 mV pada menit ke-30 dengan kenaikan tertinggi terjadi pada menit ke-60 sampai dengan menit ke-80 sebesar 0,19±0,05 mV, 0,19±0,02 mV, dan 0,19±0,03 mV. Rata-rata peningkatan pada kelompok I adalah sebesar 0,07 mV dan pada menit ke-90 amplitudo gelombang P kelompok I sebesar 0,16±0,04 mV. Pada kelompok II, setelah pemberian anestesi ketamin HCl mengalami peningkatan menjadi 0,12±0,05 mV menit ke-30 dengan kenaikan tertinggi pada menit ke-70 sebesar δ 0,04 mV (0,14±0,02 mV) dan pada saat anjing siuman sebesar 0,11±0.05 mV. Pada kelompok III, setelah pemberian anestesi terjadi kenaikan yang tajam pada menit ke-30 sebesar 0,06 mV (0,10±0,03 mV) dengan kenaikan tertinggi pada menit ke-50 sebesar 0,09 mV(0,15±0,03 mV), kemudian terjadi penurunan sampai dengan anjing siuman pada menit ke-90 sebesar 0,09±0,03 mV (0,05 mV).

Setelah dianestesi dengan ketamin HCl dan kombinasi ketamin HCl– propofol, terjadi kenaikan amplitudo gelombang P. Ketamin HCl dapat menstimulasi pelepasan norepineprin pada syaraf simpatik dan menghambat

perangsangan pada syaraf vagus (Adams 2001). Perangsangan syaraf simpatik dan penghambatan pada syaraf vagus dapat mengakibatkan peningkatan denyut jantung (kronotropik positif), peningkatan konduksi impuls (dromotropik positif), dan peningkatan kontraksi otot jantung (inotropik positif). Pemberian anestesi propofol memberikan sedikit pengaruh terhadap kenaikan amplitudo gelombang P. Pemberian anestesi kombinasi ketamin HCl-propofol perlu diwaspadai pengaruhnya terhadap kenaikan gelombang P yang tajam dibandingkan pemberian anestesi ketamin HCl maupun propofol segera setelah menit ke-20 terlampaui. Perbedaan potensial aksi pada syaraf akibat pengaruh pemberian anestesi kombinasi ketamin HCl-propofol seolah-olah mengakibatkan terjadinya AV block menyebabkan terkumpulnya impuls listrik dan akan segera mencetuskan impuls listrik cukup besar yang akan menyebar ke seluruh dinding atrium. Kekuatan impuls listrik atrium yang berasal dari nodus sinoatrial (NSA) lebih besar dibandingkan pengaruh anestesi yang diberikan, setelah menit ke-30 terlampaui. Ini berarti bahwa stabilitas EKG pada ketiga kelompok dapat terlihat setelah pemberian anestesi baik dengan ketamin HCl, propofol, maupun kombinasinya.

Amplitudo Gelombang R

Amplitudo gelombang R menunjukkan kekuatan listrik saat terjadi depolarisasi ventrikel. Kekuatan listrik pada dinding ventrikel berasal dari nodus atrioventrikular (NAV), berkas His, dan serabut Purkinje. Amplitudo gelombang R juga merupakan amplitudo gelombang QRS, yang dibentuk bersama-sama oleh gelombang Q, R, dan gelombang S. Amplitudo gelombang R cukup besar karena banyak massa otot yang harus dilalui oleh impuls listrik.Hasil yang diperoleh dari pengamatan penelitian seperti ditunjukkan pada Gambar 14.

Gambar 14

HCl dan induksi anestesi ketamin HCl, propofol, dan kombinasi in Cl

Pada kelompok I, setelah preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl terjadi penurunan amplitudo gelombang R dari 1,63±0,14 mV ke 1,39±1,00 mV, begitu pula pada kelompok II dari 1,62±0,60 mV ke 1,46±0,73 mV, dan pada kelompok III dari 1,48±0,86 mV ke 1,08±0,58 mV. Setelah pemberian anestesi masing- masing kelompok memberikan gambaran yang berbeda, kelompok I mengalami peningkatan menjadi 1,63±0,51 mV dengan kenaikan tertinggi terjadi pada menit ke-70 (1,81±0,34 mV) sampai anjing siuman pada menit ke-90 dengan amplitudo gelombang R sebesar 1,80±0,30 mV. Begitu pula dengan kelompok III terjadi peningkatan pada menit ke-20 (1,19±0,66 mV) sampai menit ke-50 (1,31±0,54 mV), dan menit ke-90 dengan amplitudo gelombang R sebesar 1,48±0,72 mV. Sedangkan pada kelompok II, setelah pemberian anestesi propofol, penurunan amplitudo gelombang R masih berlanjut sampai dengan menit ke-30 (1,13±0,60 mV), yang kemudian perlahan meningkat sampai anjing siuman pada menit ke-90 dengan amplitudo gelombang R sebesar 1,48±0,72 mV.

Penurunan amplitudo gelombang R pada menit ke-0 sampai menit ke-10 disebabkan pemberian preanestesi atropin sulfat–xylazin HCl. Atropin sulfat– xylazin HCl dapat menghambat konduksi listrik pada ventrikel jantung dan serabut Purkinje. Penghambatan konduksi listrik diventrikel digambarkan dengan

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 2 2,2 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Ge lo m b an g R ( m V) Waktu (menit)

Kelompok I Kelompok II Kelompok III

Perubahan rata-rata amplitudo gelombang R sadapan II sebelum teranestesi dan sesudah diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl dan induksi anestesi ketamin HCl (kelompok I), propofol (kelompok II), dan kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III)

menurunnya kekuatan impuls listrik di ventrikel (Carareto et al. 2008). Kestabilan EKG mulai terlihat pada menit ke-20 terlampaui, yaitu pada saat pemberian induksi anestesi, terutama pada pemberian anestesi ketamin HCl dan kombinasi ketamin HCl-propofol. Kestabilan amplitudo gelombang R diperoleh setelah menit ke-30 terlampaui dengan induksi anestesi propofol. Penghambatan konduksi listrik tidak terlalu berpengaruh karena besarnya kekuatan impuls listrik yang bersumber dari NSA dan nodus atrioventrikuler (NAV), sehingga berkas His dan serabut Purkinje tidak terpengaruh oleh perbedaan potensial aksi pada sistem syaraf yang menginervasi jantung akibat pengaruh pemberian anestesi. Otot jantung mampu berkontraksi sendiri akibat aliran listrik dari NSA sebagai pacemaker, NAV, berkas His, dan serabut Purkinje. Sedangkan sistem syaraf hanya dapat memodifikasi aliran listrik pada jantung, sehingga perubahan potensial aksi pada sistem syaraf akibat perlakuan anestesi belum mampu memodifikasi aliran listrik pada ventrikel jantung yang bersumber dari NAV, berkas His, dan serabut Purkinje.

Interval Gelombang QRS

Gelombang QRS dibentuk bersama-sama oleh gelombang Q, R, dan S. Standar penamaan kompleks QRS adalah jika defleksi pertama ke bawah (defleksi negatif) disebut gelombang Q, defleksi pertama ke atas (defleksi positif) disebut sebagai gelombang R, dan defleksi ke bawah pertama yang mengikuti defleksi ke atas disebut sebagai gelombang S (Thaler 2009).

Interval gelombang QRS menggambarkan adanya depolarisasi yang terjadi pada ventrikel. Impuls listrik di ventrikel menyebar cukup cepat dengan lamanya interval gelombang QRS pada anjing normal adalah antara 0,04 sampai 0,05 detik (Nelson 2003; Tilley et al. 2008). Repolarisasi atrium terjadi selama masa depolarisasi ventrikel. Tetapi besarnya gelombang QRS tersebut akan menutupi gambaran pemulihan atrium yang tercatat pada sadapan EKG. Hasil pengamatan interval gelombang QRS seperti ditunjukkan pada Gambar 15.

Gambar 15

Pada kelompok I, setelah preanestesi terjadi penurunan interval gelombang QRS dari 0,05±0,01 detik ke 0,04±0,02 detik. Sedangkan pada kelompok II tidak terjadi perubahan interval gelombang QRS sampai dengan menit ke-30, begitu pula pada kelompok III tidak terjadi perubahan interval gelombang QRS sampai dengan menit ke-50. Hal ini berarti pemberian preanestesi kombinasi atropin sulfat-xylazin HCl tidak mempengaruhi waktu depolarisasi pada ventrikel.

Pada kelompok I dan II setelah menit ke-30 sampai dengan menit ke-60 terjadi ketidakstabilan interval gelombang QRS dan baru mencapai kestabilan setelah menit ke-60 sampai dengan anjing siuman pada menit ke-90 dengan interval gelombang QRS masing-masing 0,05±0,00 detik (kelompok I) dan 0,05±0,00 detik (kelompok II). Sedangkan pada kelompok III terjadi peningkatan interval gelombang QRS pada menit ke-60 dari 0,04±0,01 ke 0,05±0,00 detik dan turun kembali ke 0,04±0,01 detik pada menit ke-80. Perubahan interval gelombang QRS pada kelompok I dan II menunjukkan bahwa pemberian anestesi ketamin HCl dan propofol dapat memberikan ketidakstabilan gambaran interval gelombang QRS terlihat pada menit ke-30. Setelah menit ke-60 terlampaui, gambaran interval gelombang QRS terlihat kembali stabil. Pada kelompok III,

0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0 20 40 60 80 In te rv al K o m p le ks QR S ( d e tik) Waktu (menit)

Kelompok I Kelompok II Kelompok III

Perubahan rata-rata interval gelombang QRS sadapan II sebelum teranestesi dan sesudah diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl dan induksi anestesi ketamin HCl (kelompok I), propofol (kelompok II), dan kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III)

ketidakstabilan gambaran interval gelombang QRS terlihat pada menit ke-60 dan kembali stabil setelah menit ke-70 terlampaui. Gambaran interval gelombang QRS dapat dipengaruhi oleh kondisi teranestesi sempurna baik dengan induksi ketamin HCl, propofol, dan kombinasinya. Namun karena impuls listrik yang dihasilkan oleh NSA begitu kuat dan sangat cepat dilewatkan ke NAV melalui berkas His menuju ke serabut Purkinje yang akan mengadakan kontak dengan seluruh sel-sel ventrikel untuk dialiri impuls listrik maka kestabilan gambaran interval gelombang QRS dapat tercapai. Di ventrikel sendiri juga tersebar sel-sel Pacemaker yang dapat menghasilkan impuls listrik sendiri.

Interval Gelombang PQ

Interval gelombang PQ atau kadang disebut interval gelombang PR diukur dari permulaan gelombang P hingga awal kompleks QRS. Dalam interval ini mencakup penghantaran impuls listrik melalui atrium (depolarisasi atrium) dan hambatan impuls melalui nodus atrioventrikular (NAV). Interval gelombang PQ pada anjing normal adalah berkisar antara 0,06 sampai 0,13 detik (Nelson 2003; Tilley et al. 2008). Perpanjangan interval gelombang PQ yang abnormal menandakan adanya gangguan hantaran impuls (AV block). Gambaran hasil pengamatan pada interval PQ seperti pada Gambar 16.

Gambar 16 0 0,03 0,06 0,09 0,12 0,15 0,18 0 20 40 60 80 In te rv al PR (d e tik) Waktu (detik)

Kelompok I Kelompok II Kelompok III

Perubahan rata-rata interval PQ sadapan kedua sebelum teranestesi dan sesudah diberikan preanestesi atropin sulfat sulfat-xylazin HCl dan induksi anestesi ketamin HCl (kelompok I), propofol (kelompok II), dan kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III)

Pada kelompok I, setelah preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl terjadi penurunan interval gelombang PQ dari 0,09±0,06 detik ke 0,08±0,05 detik, begitu pula pada kelompok II dari 0,11±0,01 detik ke 0,09±0,01 detik, dan pada kelompok III dari 0,07±0,05 detik ke 0,05±0,06 detik. Rata-rata penurunan interval gelombang PQ pada 10 menit pertama adalah 0,01-0,02 detik. Pemberian xylazin HCl dapat menyebabkan terjadinya penghambatan pada NAV dan menyebabkan terjadinya keterlambatan konduksi listrik di atrium dan perpanjangan interval gelombang PQ. Seolah-olah terjadi AV block setelah pemberian xylazin HCl yang menyabkan terjadinya penurunan interval gelombang PQ (Avdosko et al. 2010; Conti-Patara et al. 2009).

Setelah 10 menit pertama terlampaui, yaitu setelah dianestasi dengan ketamin HCl (kelompok I), propofol (kelompok II), dan kombinasinya (kelompok III) terjadi peningkatan interval gelombang PQ pada ketiga kelompok, yaitu masing-masing 0,01 detik pada kelompok I, 0,02 detik pada kelompok II, dan 0,01 detik pada kelompok III. Peningkatan interval gelombang PQ masih terjadi pada kelompok I dan II sampai dengan anjing siuman pada menit ke-90. Pada kelompok III, terjadi peningkatan interval gelombang PQ yang tajam pada menit ke-70 sebesar 0,13±0,01 detik, dan menit ke-80 kembali turun 0,05 detik sampai dengan anjing siuman pada menit ke-90 dengan interval gelombang PQ sebesar 0,08±0,05 detik. Peningkatan interval gelombang PQ terjadi setelah pemberian anestesi baik dengan ketamin HCl, propofol, maupun kombinasinya yang terjadi pada ketiga kelompok pengamatan. Anjing yang teranestesi dengan kombinasi ketamin HCl-propofol, setelah menit ke-70 akan berusaha memperoleh kestabilan terhadap waktu depolarisasi atrium yang ditunjukkan dengan kembali menurunnya nilai interval gelombang PQ sesuai dengan kondisi sebelum induksi anestesi. Ini menunjukkan pemberian induksi anestesi baik dengan ketamin HCl, propofol, maupun kombinasi ketamin HCl-propofol cenderung dapat meningkatkan durasi interval gelombang PQ walaupun masih pada kisaran normal. Aktivitas ketamin HCl dapat secara langsung menstimulasi pusat adrenergik dan secara tidak langsung menghambat pengambilan catecholamine terutama norepineprin. Ketamin HCl dapat mengubah aktivitas listrik jantung dengan memperpanjang interval gelombang PQ, tetapi tidak mempengaruhi

bentuk gelombang EKG (Adams 2001). Hal ini berarti bahwa pemberian induksi anestesi belum menyebabkan perubahan yang signifikan terhadap waktu depolarisasi atrium dan perlambatan impuls listrik yang melalui NAV. Perubahan potensial aksi pada sistem syaraf akibat anestesi tidak mampu memodifikasi aliran listrik pada dinding atrium jantung.

Interval Gelombang QT

Interval gelombang QT diukur dari awal kompleks QRS sampai akhir gelombang T yang merupakan lamanya waktu depolarisasi dan repolarisasi oleh ventrikel. Interval gelombang QT bervariasi sesuai dengan frekuensi jantung. Rata-rata interval gelombang QT pada anjing normal adalah 0,15–0,25 detik (Nelson 2003; Tilley et al. 2008). Gambaran hasil dari pengamatan seperti ditunjukkan pada Gambar 17.

Gambar 17

Pada kelompok I, setelah preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl sampai dengan menit ke-10 tidak terjadi perubahan yaitu 0,15±0,01 detik, begitu pula dengan kelompok III sebesar 0,22±0,04 detik. Sedangkan pada kelompok III terjadi sedikit peningkatan interval gelombang QT dari 0,19±0,01 detik ke

0 0,03 0,06 0,09 0,12 0,15 0,18 0,21 0,24 0,27 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 In te rv al QT ( d e tik) Waktu (menit)

Kelompok I Kelompok II Kelompok III

Perubahan rata-rata interval QT sadapan II sebelum teranestesi dan sesudah diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl dan induksi anestesi ketamin HCl(kelompok I), propofol (kelompok II), dan kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III).

0,20±0,01 detik. Hal ini menunjukkan bahwa preanestesi dengan atropin sulfat- xylazin HCl tidak memberikan pengaruh terhadap lamanya waktu depolarisasi dan repolarisasi ventrikel.

Perubahan interval gelombang QT tiap tahap anestesi terlihat setelah menit ke-20. Pada kelompok I setelah dianestesi dengan ketamin HCl terjadi peningkatan interval gelombang QT menjadi 0,22±0,01 detik sampai dengan menit ke-40 (0,23±0,01 detik) dan setelah menit ke-40 terlihat ketidakstabilan interval gelombang QT sampai dengan anjing siuman pada menit ke-90 sebesar 0,22±0,03 detik. Pada kelompok II setelah dianestesi dengan propofol terjadi penurunan interval gelombang QT pada menit ke-30 sebesar 0,21±0,01 detik dan setelah menit ke-30 terlampaui, gambaran interval gelombang QT relatif stabil sampai dengan anjing siuman pada menit ke-90 sebesar 0,19±0,01 detik. Begitu pula dengan kelompok III, setelah dianestesi terjadi sedikit penurunan interval gelombang QT pada menit ke-20 sebesar 0,21±0,01 detik, kemudian gambaran interval gelombang QT relatif stabil sampai dengan anjing siuman pada menit ke- 90 dengan interval gelombang QT sebesar 0,22±0,05 detik. Peningkatan interval gelombang QT setelah dianestesi dengan ketamin HCl berarti bahwa ketamin HCl menyebabkan terjadinya perlambatan repolarisasi ventrikel sedangkan perlakuan dengan anestesi propofol dan kombinasi ketamin HCl-propofol tidak menyebabkan perubahan repolarisasi ventrikel. Perlakuan anestesi dengan ketamin HCl dapat mempengaruhi waktu yang dibutuhkan jantung untuk berdenyut terutama pada saat terjadinya repolarisasi ventrikel (interval gelombang QT), sedangkan kemampuan atau kekuatan jantung untuk berdenyut tidak terpengaruh.

Perpanjangan interval gelombang QT dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain obat-obatan antiaritmia, hipnotik dan penenang; gangguan keseimbangan elektrolit seperti hipokalemia, hipomagnesemia, dan hipokalsemia; serta oleh penyakit seperti gagal jantung kongestif, infark, dan miokarditis; dan lain-lainnya seperti hipertensi dan hipotermia (Karim dan Kabo 2002).

Amplitudo Gelombang T

Amplitudo gelombang T menggambarkan kekuatan impuls listrik pada saat repolarisasi ventrikel. Gelombang T berkaitan dengan kejadian iskemia miokardium serta hiperkalemia (peningkatan kadar kalium serum) yang akan mempertinggi dan mempertajam puncak gelombang T. Tinggi gelombang T pada anjing normal adalah tidak lebih dari 1/3 R (Nelson 2003; Tilley et al. 2008). Pada anjing defleksi gelombang T dapat ke bawah (defleksi negatif), ke atas (defleksi positif), maupun bifasik (Tilley et al. 2008). Hasil pengamatan terhadap tinggi gelombang T terlihat seperti pada Gambar 18.

Gambar 18

Pada kelompok I, setelah pemberian preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl terjadi kenaikan amplitudo gelombang T dari -0,36±0,17 mV ke -0,23±0,17 mV pada menit ke-10. Demikian pula halnya dengan kelompok II terjadi kenaikan amplitudo gelombang T dari -0,25±0,20 mV ke -0,23±0,14 mV, dan kelompok III terjadi kenaikan amplitudo gelombang T dari -0,08±0,12 mV ke -0,03±0,20 mV. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian preanestesi kombinasi atropin sulfat- xylazin HCl dapat mempengaruhi kekuatan impuls listrik pada saat repolarisasi ventrikel sehingga menyebabkan kenaikan amplitudo gelombang T.

-0,5 -0,4 -0,3 -0,2 -0,1 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Ge lo m b an g T ( m V) Waktu (menit)

Kelompok I Kelompok II Kelompok III

Perubahan rata-rata amplitudo gelombang T sadapan kedua sebelum teranestesi dan sesudah diberikan preanestesi atropin sulfat-xylazin HCl dan induksi anestesi ketamin HCl (kelompok I), propofol (kelompok II), dan kombinasi ketamin HCl-propofol (kelompok III)

Setelah pemberian anestesi ketamin HCl, pada kelompok I, kenaikan amplitudo gelombang T masih berlanjut sampai dengan menit ke-40 sebesar -0,07±0,31 mV. Dari menit ke-50 (-0,08±0,34 mV) perlahan terjadi penurunan amplitudo gelombang T sampai dengan menit ke-70 sebesar -0,04±0,32 mV. Pada menit ke-80 terjadi kenaikan gelombang T -0,08±0,27 mV dan terjadi penurunan kembali pada menit ke-90 sebesar -0,22±0,17 mV. Pada kelompok II, setelah pemberian anestesi propofol, kenaikan amplitudo gelombang T masih berlanjut sampai dengan menit ke-20 sebesar -0,09±0,20 mV. Setelah menit ke-20 terlampaui, perlahan terjadi penurunan amplitudo gelombang T sampai dengan menit ke-50 sebesar -0,19±0,12 mV, kemudian terjadi peningkatan amplitudo gelombang T pada menit ke-60 sebesar -0,10±0,15 mV, dan perlahan mengalami penurunan setelah menit ke-60 terlampaui sampai dengan menit ke-90 sebesar -0,22±0,16 mV. Sedangkan pada kelompok III, setelah pemberian induksi anestesi kombinasi ketamin HCl-propofol terjadi penurunan amplitudo gelombang T pada menit ke-20 sebesar -0,08±0,19 mV, kemudian terjadi kenaikan amplitudo gelombang T setelah menit ke-20 terlampaui sebesar 0,13±0,26 mV. Penurunan amplitudo gelombang T kembali terjadi setelah menit ke-50 terlampaui sebesar -0,06±0,13 mV sampai dengan hewan siuman pada menit ke-90 dengan amplitudo gelombang T sebesar -0,08±0,11 mV.

Setelah induksi anestesi, terlihat bahwa pemberian anestesi baik dengan ketamin HCl maupun propofol dan kombinasi ketamin HCl-propofol memberikan gambaran amplitudo gelombang T yang relatif stabil. Pada pemberian anestesi dengan kombinasinya perlu diwaspadai setelah menit ke-20 terlampaui sampai dengan menit ke-50. Kekuatan impuls listrik pada saat repolarisasi ventrikel tidak dipengaruhi oleh pemberian induksi anestesi ketamin HCl, propofol, dan kombinasi ketamin HCl-propofol.

Denyut Jantung

Denyut jantung merupakan jumlah denyut per menit (beat per minute - bpm). Jumlah denyut jantung dapat diperoleh dari EKG dengan menghitung jumlah gelombang R selama satu menit. Jumlah rata-rata denyut jantung pada

anjing normal adalah 70–160 bpm (Nelson 2003; Tilley et al. 2008). Hasil pengamatan dapat digambarkan seperti ditunjukkan pada Gambar 19.

Dokumen terkait