• Tidak ada hasil yang ditemukan

Σ : determinan dari matriks ragam/ koragam dari sisaan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Eksplorasi Data

Eksplorasi data dilakukan untuk melihat pergerakan umum dari IHK dan IHK inti. Pada plot (Lampiran 1) terlihat pergerakan IHK dan IHK inti di Indonesia terus menunjukkan tren meningkat dari bulan ke bulan. IHK inti bergerak hampir berimpit dengan IHK asalkan tidak terjadi kejadian luar biasa seperti kenaikan BBM Oktober 2005 yang mengakibatkan terjadinya kenaikan harga-harga barang dan jasa yang tidak wajar. Dengan pergerakan yang saling beriringan tersebut dapat dikatakan bahwa IHK inti mampu menangkap sinyal pergerakan dari IHK sehingga perubahan IHK atau inflasi inti dapat dijadikan indikator yang layak untuk inflasi.

Plot inflasi (Lampiran 1) memperlihatkan inflasi cenderung stabil pada awal tahun 2002 hingga pertengahan tahun 2005. Tingkat in-flasi akhir tahun 2005 melonjak tinggi mencapai angka 15% disebabkan oleh ke-naikan BBM yang memberikan sumbangan sebesar 3.4% terhadap inflasi pada bulan Oktober 2005 yang mencapai 8.7% sementara naiknya tarif angkutan umum memberikan kontribusi sebesar 2.08%. Tentu saja adanya hari raya Idul Fitri pada akhir tahun 2005 juga ikut memicu kenaikan harga-harga sehingga menyebabkan naiknya inflasi.

Inflasi IHK terlihat sangat sensitif me-nanggapi gejolak-gejolak temporer semacam itu sehingga inflasi IHK kurang tepat meng-gambarkan suatu kecenderungan jangka menengah-panjang terhadap pergerakan harga-harga. Hal tersebut sangat mempengaruhi putusan pemerintah dalam melakukan ke-bijakan moneter dan ekspektasi masyarakat terhadap angka inflasi. Sementara itu, inflasi inti menanggapi kejutan dengan tegar se-hingga inflasi inti sangat baik untuk meng-gambarkan pergerakan harga dalam jangka panjang dan dapat dijadikan dasar penentuan kebijakan moneter.

Plot data deret waktu indeks masing-masing peubah memperlihatkan tidak kon-stannya rataan dan ragam yang

mengindi-kasikan ketidakstasioneran. Sedangkan plot data inflasi menunjukkan kestasioneran.

Uji Kestasioneran

Untuk melakukan uji terhadap ke-stasioneran data dilakukan uji Dickey Fuller.

Tabel 1 Uji Dickey Fuller

Uji DF Inflasi Inti Inflasi IHK

Uji t -5.2045 -6.6182

p-value 0.0004 0.0000

Nilai kritis α=5%

-3.4953 -3.4953

Dari hasil uji Dickey Fuller, t statistik pada peubah inflasi IHK dan inflasi inti yang masing-masing sebesar -6.6182 dan -5.2045 lebih besar dari nilai kritisnya pada taraf nyata 5% = -3.4953. Sehingga dapat ditarik ke-simpulan bahwa data deret waktu inflasi IHK dan inflasi inti telah stasioner pada data dasarnya atau terintegrasi pada tingkat 0.

Karena data telah stasioner maka tidak perlu dilakukan uji kointegrasi sehingga model yang akan digunakan adalah model VAR.

Uji Lag

Panjang lag yang diikutkan pada pengujian adalah 12 lag. Panjang lag tersebut cukup menggambarkan periode data bulanan pada setahun pengamatan.

Berdasarkan kriteria AIC didapatkan minimum log likelihood sebesar 3.6791 terda-pat pada lag 1. Dengan demikian panjang lag yang akan digunakan untuk analisis berikutnya hanya sampai lag 1. Panjang lag mengindi-kasikan pengaruh antar kedua peubah tidak terlalu terpaut jauh waktunya

.

Berikut hasil perhitungan AIC.

Tabel 2 Uji Lag

Lag AIC 0 3.7826 1 3.6791* 2 3.7298 3 3.8753 4 3.9880 5 4.1547 6 4.3061 7 4.4278 8 4.5058 9 4.5927 10 4.2891 11 4.3454 12 4.3655

Selanjutnya dilakukan analisis regresi biasa.

7. Melakukan analisis respon impuls.

Pada penelitian ini pengolahan data deret waktu menggunakan perangkat lunak Eviews 5 dan Microsoft Excel.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Eksplorasi Data

Eksplorasi data dilakukan untuk melihat pergerakan umum dari IHK dan IHK inti. Pada plot (Lampiran 1) terlihat pergerakan IHK dan IHK inti di Indonesia terus menunjukkan tren meningkat dari bulan ke bulan. IHK inti bergerak hampir berimpit dengan IHK asalkan tidak terjadi kejadian luar biasa seperti kenaikan BBM Oktober 2005 yang mengakibatkan terjadinya kenaikan harga-harga barang dan jasa yang tidak wajar. Dengan pergerakan yang saling beriringan tersebut dapat dikatakan bahwa IHK inti mampu menangkap sinyal pergerakan dari IHK sehingga perubahan IHK atau inflasi inti dapat dijadikan indikator yang layak untuk inflasi.

Plot inflasi (Lampiran 1) memperlihatkan inflasi cenderung stabil pada awal tahun 2002 hingga pertengahan tahun 2005. Tingkat in-flasi akhir tahun 2005 melonjak tinggi mencapai angka 15% disebabkan oleh ke-naikan BBM yang memberikan sumbangan sebesar 3.4% terhadap inflasi pada bulan Oktober 2005 yang mencapai 8.7% sementara naiknya tarif angkutan umum memberikan kontribusi sebesar 2.08%. Tentu saja adanya hari raya Idul Fitri pada akhir tahun 2005 juga ikut memicu kenaikan harga-harga sehingga menyebabkan naiknya inflasi.

Inflasi IHK terlihat sangat sensitif me-nanggapi gejolak-gejolak temporer semacam itu sehingga inflasi IHK kurang tepat meng-gambarkan suatu kecenderungan jangka menengah-panjang terhadap pergerakan harga-harga. Hal tersebut sangat mempengaruhi putusan pemerintah dalam melakukan ke-bijakan moneter dan ekspektasi masyarakat terhadap angka inflasi. Sementara itu, inflasi inti menanggapi kejutan dengan tegar se-hingga inflasi inti sangat baik untuk meng-gambarkan pergerakan harga dalam jangka panjang dan dapat dijadikan dasar penentuan kebijakan moneter.

Plot data deret waktu indeks masing-masing peubah memperlihatkan tidak kon-stannya rataan dan ragam yang

mengindi-kasikan ketidakstasioneran. Sedangkan plot data inflasi menunjukkan kestasioneran.

Uji Kestasioneran

Untuk melakukan uji terhadap ke-stasioneran data dilakukan uji Dickey Fuller.

Tabel 1 Uji Dickey Fuller

Uji DF Inflasi Inti Inflasi IHK

Uji t -5.2045 -6.6182

p-value 0.0004 0.0000

Nilai kritis α=5%

-3.4953 -3.4953

Dari hasil uji Dickey Fuller, t statistik pada peubah inflasi IHK dan inflasi inti yang masing-masing sebesar -6.6182 dan -5.2045 lebih besar dari nilai kritisnya pada taraf nyata 5% = -3.4953. Sehingga dapat ditarik ke-simpulan bahwa data deret waktu inflasi IHK dan inflasi inti telah stasioner pada data dasarnya atau terintegrasi pada tingkat 0.

Karena data telah stasioner maka tidak perlu dilakukan uji kointegrasi sehingga model yang akan digunakan adalah model VAR.

Uji Lag

Panjang lag yang diikutkan pada pengujian adalah 12 lag. Panjang lag tersebut cukup menggambarkan periode data bulanan pada setahun pengamatan.

Berdasarkan kriteria AIC didapatkan minimum log likelihood sebesar 3.6791 terda-pat pada lag 1. Dengan demikian panjang lag yang akan digunakan untuk analisis berikutnya hanya sampai lag 1. Panjang lag mengindi-kasikan pengaruh antar kedua peubah tidak terlalu terpaut jauh waktunya

.

Berikut hasil perhitungan AIC.

Tabel 2 Uji Lag

Lag AIC 0 3.7826 1 3.6791* 2 3.7298 3 3.8753 4 3.9880 5 4.1547 6 4.3061 7 4.4278 8 4.5058 9 4.5927 10 4.2891 11 4.3454 12 4.3655

Analisis VAR

Dengan demikian model VAR yang akan digunakan adalah model VAR lag 1, yaitu :

yt = 0.3144 - 0.1915yt-1 + 1.0195zt-1

zt = 0.3928 - 0.0349yt-1 + 0.4392zt-1

Dari hasil analisis VAR, dengan meng-amati t statistik dari masing-masing koefisien (Lampiran 2) memperlihatkan hubungan tim-bal tim-balik antara peubah inflasi IHK dan inflasi inti tidak signifikan

.

Uji Kelayakan Model

Untuk menguji kelayakan model di atas terlebih dahulu periksa kestasioneran pada sisaan. Sisaan yang stasioner membuktikan proses white noise pada sisaan. Dari plot (Lampiran 5) dapat dilihat bahwa sisaan untuk masing-masing peubah konstan ragamnya dan rataannya berada di kisaran nol sehingga sisa-an terbukti stasioner.

Hasil uji Portmanteu (Lampiran 6) menyatakan bahwa hingga lag 12 sisaan bebas dari masalah autokorelasi. Kesimpulan ter-sebut mengindikasikan model layak untuk di-gunakan.

Uji Kausalitas

Analisis selanjutnya adalah uji kausalitas untuk mengetahui adanya hubungan kausal (sebab-akibat) antara peubah inflasi IHK dan inflasi inti atau apakah peubah yang satu dapat meningkatkan kinerja peramalan dari peubah yang lain.

Tabel 3 Uji kausalitas Granger

H0 Observasi F-hitung P-value Inflasi inti tidak Granger menyebabkan inflasi IHK 54 1.5117 0.2245 Inflasi IHK tidak Granger menyebabkan inflasi inti 54 0.1573 0.6933

Dari hasil uji kausalitas di atas, kedua hipotesis nol diterima pada tingkat ke-percayaan 95%. Dengan kata lain, peubah inflasi inti tidak Granger menyebabkan pe-ubah inflasi IHK dan begitu pula sebaliknya, peubah inflasi IHK tidak Granger menyebabkan peubah inflasi inti. Hasil uji kausalitas mendukung dugaan awal tidak

adanya hubungan kausalitas antar dua peubah berdasarkan hasil analisis VAR.

Dengan tidak adanya hubungan kausalitas antar dua peubah maka dapat dikatakan bahwa kedua peubah bergerak secara bersamaan. Perubahan yang terjadi pada inflasi IHK dampaknya dirasakan langsung oleh inflasi inti dan begitupun sebaliknya. Hal tersebut mengindikasikan tidak adanya pengaruh lag pada kedua peubah tersebut. Dengan demikian analisis regresi biasa dapat digunakan untuk mengetahui hubungan antar dua peubah.

Analisis Dekomposisi Keragaman

Hasil dekomposisi keragaman dapat di-lihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4 Dekomposisi keragaman inflasi IHK terhadap inflasi inti

Periode (bulan)

SE (Galat Baku)

Inflasi IHK Inflasi Inti 1 1.4923 100.0000 0.0000 2 1.5168 97.6192 2.3808 3 1.5217 97.4891 2.5109 4 1.5222 97.4625 2.5375 5 1.5223 97.4592 2.5408 6 1.5223 97.4587 2.5413 7 1.5223 97.4586 2.5414 8 1.5223 97.4586 2.5414 9 1.5223 97.4586 2.5414 10 1.5223 97.4586 2.5414 11 1.5223 97.4586 2.5414 12 1.5223 97.4586 2.5414

Dari tabel 4 dapat diamati bahwa pada periode pertama, perkiraan keragaman galat sebesar 100% dijelaskan oleh peubah inflasi IHK itu sendiri. Namun pada bulan kedua, peubah inflasi inti sudah mempengaruhi perkiraan keragaman galat peubah inflasi IHK sebesar 2.38%. Pengaruh perkiraan keragaman galat terhadap peubah inflasi IHK pada bulan selanjutnya tetap pada kisaran 2.38%-2.54%. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pe-ubah inflasi inti sangat kecil pengaruhnya dalam menjelaskan keragaman galat dari pe-ubah inflasi IHK.

Sebaliknya, peubah inflasi IHK sangat besar kontribusinya dalam menjelaskan ke-ragaman galat peubah inflasi inti. Hal tersebut dapat terlihat pada periode pertama saja pe-ubah inflasi IHK sudah berpengaruh sebesar 76% terhadap peubah inflasi inti. Akan tetapi pada periode-periode selanjutnya pengaruhnya menurun hingga 74 %.

Peubah inflasi IHK menjelaskan sebagian besar keragaman galat peubah inflasi inti. Hal tersebut mengindikasikan inflasi IHK menjadi

peubah yang dapat menjelaskan inflasi inti, sehingga inflasi IHK merupakan peubah bebas dan inflasi inti sebagai peubah tak bebasnya.

Tabel 5 Dekomposisi keragaman inflasi inti terhadap inflasi IHK

Periode (bulan)

SE (Galat Baku)

Inflasi IHK Inflasi Inti 1 0.4746 76.6092 23.3908 2 0.5025 75.0988 24.9012 3 0.5065 74.9840 25.0160 4 0.5071 74.9645 25.0355 5 0.5071 74.9619 25.0381 6 0.5071 74.9615 25.0385 7 0.5071 74.9615 25.0385 8 0.5071 74.9615 25.0385 9 0.5071 74.9615 25.0385 10 0.5071 74.9615 25.0385 11 0.5071 74.9615 25.0385 12 0.5071 74.9615 25.0385

Persamaan regresi dengan inflasi IHK sebagai peubah bebas dan inflasi inti sebagai peubah tak bebas, adalah :

Inflasi inti = 0.3578 + 0.2889 inflasi IHK Inflasi IHK dan inflasi inti memiliki hubungan yang positif. Setiap naiknya inflasi IHK satu persen mengakibatkan inflasi inti naik sebesar 0.2889 persen.

Analisis Respon Impuls

Analisis respon impuls digunakan untuk melihat perilaku dinamis dari model VAR melalui respon dari setiap peubah tak bebas terhadap kejutan pada peubah tersebut maupun terhadap peubah tak bebas lainnya dalam sistem persamaan VAR.

Analisis respon impuls dilakukan secara dua tahap. Pertama, digunakan untuk melihat pengaruh kontemporer atau perilaku dinamis dari peubah inflasi IHK terhadap peubah inflasi inti. Kedua, untuk melihat pengaruh kontemporer atau perilaku dinamis dari pe-ubah inflasi inti terhadap pepe-ubah inflasi IHK.

Hasil analisis respon impuls pada Tabel 6 menunjukkan bahwa pada periode pertama satu standar deviasi dari peubah inflasi IHK sebesar 1.4923 tidak membawa efek apapun terhadap peubah inflasi inti yang memiliki standar deviasi sama dengan nol. Setelah periode pertama, barulah peubah inflasi IHK dengan standar deviasi sebesar 0.1378 berpengaruh terhadap penambahan standar deviasi peubah inflasi inti sebesar 0.2340.

Tabel 6 Analisis respon impuls inflasi IHK terhadap inflasi inti

Periode (bulan)

Inflasi IHK Inflasi Inti 1 1.4923 0.0000 2 0.1378 0.2340 3 0.1065 0.0580 4 0.0331 0.0257 5 0.0134 0.0092 6 0.0049 0.0035 7 0.0019 0.0013 8 0.0007 0.0005 9 0.0003 0.0002 10 0.0000 0.0000 11 0.0000 0.0000 12 0.0000 0.0000

Tabel 7 Analisis respon impuls inflasi inti terhadap inflasi IHK

Periode (bulan)

Inflasi IHK Inflasi Inti 1 0.4155 0.2296 2 0.1303 0.1008 3 0.0524 0.0361 4 0.0193 0.0138 5 0.0073 0.0052 6 0.0027 0.0019 7 0.0010 0.0007 8 0.0003 0.0003 9 0.0001 0.0001 10 0.0000 0.0000 11 0.0000 0.0000 12 0.0000 0.0000

Sementara itu, pada analisis respon impuls inflasi inti terhadap inflasi IHK dapat dilihat bahwa satu standar deviasi dari inflasi inti sebesar 0.2296 menyebabkan efek positif ter-hadap peubah inflasi IHK sebesar 0.4155 pada periode pertama.

Periode selanjutnya standar deviasi dari inflasi inti sebesar 0.1008 mengakibatkan penurunan standar deviasi peubah inflasi IHK menjadi 0.1303. Standar deviasi pada inflasi IHK terus menurun pada bulan-bulan se-lanjutnya. Hingga periode satu tahun, standar deviasi dari inflasi inti terus menurun yang membawa efek yang sama terhadap inflasi IHK.

Secara grafis (Lampiran 3), inflasi IHK merespon atau menanggapi kejutan yang ter-dapat pada peubah itu sendiri dengan positif dan dampaknya akan hilang pada bulan ke 10. Hal yang hampir sama terjadi ketika peubah inflasi IHK menanggapi kejutan yang terdapat pada inflasi inti. Ini berarti konsumen mem-butuhkan waktu 10 bulan untuk dapat menye-suaikan diri dengan suatu keseimbangan baru.

Dokumen terkait