• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Desa Cibatok Satu

Desa Cibatok Satu merupakan salah satu Desa di wilayah Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor, dengan luas wilayah 174,4 Ha, dengan perbandingan 70 persen areal pertanian dan 30 persen pemukiman dan sarana prasarana. Desa Cibatok Satu terdiri 9 rukun warga dan 29 rukun tetangga. Desa Cibatok Satu berbatasan dengan Jalan Raya Provinsi di sebelah utara, sebelah timur berbatasan dengan Sungai Ciaruteun, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Cibatok Dua, dan di sebelah barat berbatasan dengan Sungai Cibungbulang. Jumlah penduduk sebanyak 7.927 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki 4.012, penduduk perempuan 3.915 dan jumlah kepala keluarga sebanyak 1.958. Lokasi Desa Cibatok Satu yang masih di dominasi oleh areal persawahan dan perkebunan, membuat akses ke pusat perbelanjaan cukup jauh, karena jarang ditemukan minimarket atau supermarket. Jumlah supermarket atau minimarket di Desa Cibatok Satu kurang lebih dua sampai tiga buah, dimana untuk mencapai supermarket atau minimarket diperlukan alokasi waktu perjalanan yang cukup lama, lebih banyak ditemukan warung grosir atau pasar tradisional disekitar lokasi penelitian.

Kelurahan Baranangsiang

Kelurahan Baranangsiang merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor, Jawa Barat. Batas Kelurahan Baranangsiang di sebelah utara adalah berbatasan dengan Kecamatan Bogor Utara,

19 sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Bogor Selatan dan Kecamatan Bogor Tengah, dan di sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor. Kelurahan Baranangsiang memiliki luas wilayah 235 H, dengan jumlah penduduk sebanyak 24.079 jiwa. Kelurahan Baranangsiang terbagi dalam 14 rukun warga (RW) dan 68 rukun tetangga (RT). Jumlah kepala keluarga yang ada di Kelurahan Baranangsiang sebanyak 6.066 KK. Lokasi Kelurahan Baranangsiang yang cukup strategis di pusat kota memberikan akses yang mudah ke berbagai pusat perbelanjaan, baik itu minimarket atau supermarket. Jumlah minimarket atau supermarket terdekat berjumlah sekitar tiga sampai empat buah.

Gambaran Umum Produk Makanan Kemasan

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, “makanan dan minuman kemasan adalah makan dan minuman hasil produksi perusahaan yang tergolong industri berskala besar dan tidak termasuk industri berskala kecil dan industri rumahtangga”. Pengemasan dilakukan selain untuk membuat produk makanan lebih menarik juga untuk melindungi produk dari kerusakan, sehingga bahan kemasan yang digunakan ada berbagai macam, selain itu juga untuk memberikan informasi tentang atribut produk (pelabelan). Menurut Undang-Undang RI No. 7 tahun 1996 dalam label kemasan, khususnya untuk makanan dan minuman, sekurang-kurangnya harus mencantumkan nama produk yang dapat ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris, daftar nama bahan yang digunakan, berat bersih atau isi bersih, nama atau pihak yang memproduksi atau nama dan alamat pabrik pembuat/ pengepak/ importir, keterangan halal, tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa, nomor pendaftaran, kode produksi, petunjuk penyimpanan dan nilai gizi. Beberapa produk makanan kemasan diantaranya produk susu cair atau bubuk dalam kemasan, makanan ikan olahan dalam kaleng, makanan ringan seperti biskuit, wafer, keripik, makanan bayi seperti bubur dalam kemasan serta sereal, dan mie instan.

Karakteristik Responden dan Keluarga

Tabel 4 menunjukkan rataan usia responden di wilayah perkotaan dan perdesaan berada pada kategori dewasa awal menurut Papalia dan Old (2009) yaitu pada rentang 18 sampai 40 tahun. Keluarga di perkotaan rata-rata berada di kategori keluarga sedang dengan jumlah anggota keluarga 5-6 orang, sedangkan di perdesaan berada di kategori keluarga kecil dengan jumlah anggota keluarga kurang dari 4 orang (BKKBN 1996). Rata-rata tingkat pendidikan responden di perkotaan ada pada jenjang SMP, sedangkan pendidikan responden di perdesaan adalah SD. Rata-rata pendapatan total keluarga di perkotaan sebesar Rp 1 977 750, sedangkan di perdesaan sebesar Rp 1 452 500. Hasil uji beda independent t-test antara responden di wilayah perkotaan dan perdesaan menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata pada tingkat pendidikan (p=0.000) responden.

20

Tabel 4 Rataan dan standar deviasi serta uji beda karakteristik responden dan keluarga diwilayah perkotaan dan perdesaan

Peubah Perkotaan Perdesaan p-value

Usia istri (tahun) 38.40±9.75 38.55±11.77 0.950

Usia suami (tahun) 42.28±10.28 43.33±13.08 0.691

Besar keluarga (orang) 4.55±0.96 4.05±1.28 0.050

Tingkat pendidikan istri (tahun)

4.17±1.24 3.17±0.71 0.000**

Tingkat pendidikan suami (tahun)

4.75±1.21 3.53±0.90 0.000**

Pendapatan keluarga (Rp/bulan)

1 977 750±1 399 343 1 452 500±1 568 927 0.180 Ket: ** nyata pada p-value<0.01

Perilaku Pembelian Produk Makanan Kemasan

Tabel 5 menunjukkan perilaku pembelian makanan kemasan berdasarkan jenis produk. Sebagian besar (85%) responden di wilayah perkotaan dan perdesaan membeli produk susu dan olahannya setiap bulan, begitu pula dengan produk makanan ringan yang sebagian besar (90%) responden di wilayah perkotaan dan perdesaan (85%) membeli produk tersebut. Seluruh responden (100%) di wilayah perdesaan membeli produk mie instan setiap bulannya. Perilaku belanja makanan kemasan yang hampir sama di kedua wilayah, dikarenakan saat ini perusahaan atau produsen menyesuaikan bauran pemasarannya agar cocok dengan daerah-daerah yang berbeda, sehingga segmentasi pasar makanan kemasan juga sudah meluas dan mudah ditemukan di perdesaan, selain itu adanya juga pengaruh media masa berupa televisi yang memberikan informasi tentang produk-produk makanan kemasan.

Tabel 5 Sebaran jenis produk makanan kemasan yang dikonsumsi oleh responden di wilayah perkotaan dan perdesaan

Jenis produk makanan kemasan Perkotaan (n=40) Perdesaan(n=40) n % n % Susu dan olahannya 34 85.0 34 85.0 Makanan ringan (snack) 36 90.0 34 85.0 Makanan kaleng 18 45.0 19 47.5 Makanan bayi 5 12.5 4 10.0 Mie instan 39 97.5 40 100.0 Saat ini produk makanan kemasan sangatlah mudah untuk diperoleh, tidak hanya di supermarket ataupun minimarket yang menjual produk makanan kemasan. Banyak pula produsen yang telah mendistribusikan hingga ke warung atau pasar tradisional. Tabel 6 menunjukkan tempat membeli produk makanan kemasan yang dipilih oleh responden di wilayah perkotaan dan perdesaan. Responden di perkotaan lebih dominan (44.1%) memilih membeli produk susu dan olahan di supermarket, sedangkan hampir seluruh (85.3%) responden di wilayah perdesaan memilih warung untuk membeli produk susu dan olahannya. Hasil penelitian menunjukkan untuk setiap jenis produk makanan kemasan responden di wilayah perdesaan tidak pernah membeli di supermarket ataupun minimarket, namun lebih sering membeli di warung. Hal tersebut diduga karena

21 jarak supermarket atau minimarket yang kurang lebih 1500 meter dari lokasi tempat tinggal responden sehingga membutuhkan waktu tempuh perjalanan yang cukup lama.

Tabel 6 Sebaran tempat pembelian produk makanan kemasan responden di wilayah perkotaan dan perdesaan (%)

Tempat membeli Susu & olahannya Makanan ringan Makanan kaleng Makanan bayi Mie instan K D K D K D K D K D Supermarket/ hypermarket 44.3 0.0 25.0 0.0 33.3 5.3 40.0 0.0 30.8 0.0 Minimarket 29.4 11.8 25.0 5.9 33.3 5.3 20.0 25.0 20.5 5.0 Pasar tradisonal 17.6 2.9 11.1 2.9 16.7 0.0 0.0 0.0 12.8 2.5 Warung 8.7 85.3 38.9 91.2 16.7 89.4 40.0 75.0 35.9 92.5

Ket: K= Perkotaan ; D= Perdesaan

Kelompok Acuan

Kelompok acuan (reference group) adalah seorang individu atau sekelompok orang yang secara nyata memengaruhi perilaku pembelian (Sumarwan 2011). Berdasarkan Tabel 7 persentase terbesar jumlah kelompok acuan kedua kelompok responden adalah satu kelompok acuan, yaitu lebih dari tiga perlima (62.5%) responden di wilayah perkotaan dan kurang dari tiga perempat (72.5%) responden di perdesaan dimana kelompok acuan tersebut adalah keluarga. Hasil uji beda tidak menunjukkan adanya perbedaan jumlah kelompok acuan dalam pembelian produk makanan kemasan antara responden di wilayah perkotaan dan perdesaan. Peran kelompok acuan tersebut diantaranya memengaruhi pilihan produk, memengaruhi pemilihan tempat belanja, dan memengaruhi keputusan pembelian responden.

Tabel 7 Sebaran jumlah kelompok acuan responden di wilayah perkotaan dan perdesaan

Jumlah Kelompok Acuan* Perkotaan (n=40) Perdesaan (n=40) n % n % Tidak memiliki (0) 2 5.0 0 0.0 Memiliki 1 kelompok acuan 25 62.5 29 72.5 Memiliki 2 kelompok acuan 4 10.0 2 5.0 Memiliki 3 kelompok acuan 4 10.0 7 17.5 Memiliki 4 kelompok acuan 4 10.0 1 2.5 Memiliki 5 kelompok acuan 1 2.5 1 2.5

Uji beda (sig) 0.767

Ket: kelompok acuan terdiri dari keluarga, selebritis, teman, kelompok arisan, tetangga, dan lainnya

Berdasarkan Tabel 7, hampir keseluruhan responden di wilayah perkotaan dan perdesaan memiliki satu jumlah kelompok acuan yaitu keluarga dikarenakan menurut kedua kelompok responden dengan kelompok acuan yang paling dipercaya adalah keluarga. Tabel 8 menunjukkan lebih dari separuh responden di perkotaan dan perdesaan memilih keluarga sebagian kelompok acuan yang palin dipercaya dalam membeli produk makanan kemasan.

22

Tabel 8 Sebaran kelompok acuan yang paling dipercaya oleh kedua kelompok responden

Kelompok acuan yang paling di percaya Perkotaan (n=40) Perdesaan (n=40) n % n % Keluarga 31.0 77.5 28.0 70.0 Selebritis 0.0 0.0 0.0 0.0 Kelompok arisan 0.0 0.0 0.0 0.0 Tetangga 0.0 0.0 0.0 0.0 Teman 0.0 0.0 0.0 0.0 Lainnya (diri sendiri) 9.0 22.5 12.0 30.0

Gaya Hidup

Gaya hidup adalah bagaimana seseorang menggunakan uang dan waktunya melalui aktivitas, minat, dan opini dalam kesehariannya. Dalam penelitian ini gaya hidup diklasifikasikan menjadi dua kategori dengan menggunakan uji Hierarchical Kluster, yaitu teknik untuk mengelompokkan gaya hidup menjadi beberapa kluster yang memiliki kemiripan, yaitu kluster gaya hidup yang didapat adalah aktif dan pasif dilihat dari hasil dendogram yang terbentuk. Tabel 9 menunjukkan bahwa lebih dari setengah (62.5%) responden di perkotaan memiliki gaya hidup aktif, sedangkan hampir seluruh (80%) responden di wilayah perdesaan memiliki gaya hidup pasif.

Gaya hidup aktif merupakan responden yang aktif mencari informasi terkait makanan kemasan, suka mencoba makanan kemasan, sebelum melakukan pembelian terlebih dahulu membandingkan harga, senang mengikuti kegiatan sosial minimal satu bulan sekali, sedangkan responden dengan gaya hidup pasif tidak akan mencari informasi tentang makanan kemasan, tidak akan membandingkan harga sebelum membeli, dan juga tidak sering mengikuti kegiatan sosial. Berdasarkan hasil uji chi-square, terdapat hubungan antara gaya hidup responden dan lokasi geografis (p=0.000) dalam pembelian produk makanan kemasan.

Tabel 9 Sebaran responden berdasarkan kluster gaya hidup di wilayah perkotaan dan perdesaan

Kluster gaya hidup Perkotaan (n=40) Perdesaan (n=40) n % n % Gaya hidup pasif 15.0 37.5 32.0 80.0 Gaya hidup aktif 25.0 62.5 8.0 20.0

Khi-kuadrat (p-value) 0.000**

Ket: **nyata pada p<0.01

Sikap Konsumen terhadap Produk Makanan Kemasan

Schiffman dan Kanuk (2008) mengatakan sikap terdiri dari tiga aspek utama yaitu kognitif, afektif, dan konatif. Menurut Sumarwan (2011) kognitif adalah pengetahuan dan persepsi terhadap suatu objek, objek dalam penelitian ini adalah produk makanan kemasan dimana responden memiliki pengetahuan atau informasi terkait makanan kemasan. Tabel 10 memperlihatkan separuh (50.0%) responden di perkotaan memiliki tingkat kognitif yang sedang, sedangkan lebih dari separuh (62.5%) responden di perdesaan memiliki tingkat kognitif kurang. Hal ini diduga karena tingkat pendidikan responden perkotaan lebih tinggi daripada responden perdesaan, sehingga berdasarkan hasil uji beda terdapat

23 perbedaan yang nyata antara aspek kognitif kedua kelompok responden (p=0.001) terhadap makanan kemasan.

Aspek afektif terkait dengan emosi atau perasaan, suka atau tidak suka terhadap suatu produk (Solomon 2006), yang berarti segala bentuk emosi positif atau negatif serta perasaan responden terhadap makanan kemasan. Lebih dari separuh (65.0%) responden di perkotaan dan responden di perdesaan (67.5%) memiliki tingkat afektif yang kurang terhadap makanan kemasan yang ditunjukan dengan pada saat berbelanja makanan kemasan, responden jarang sekali dipengaruhi oleh mood. Sumarwan (2011) mengatakan konatif adalah kecenderungan atau keinginan membeli suatu produk. Tabel 10 menunjukkan bahwa responden perkotaan (42.5%) dan responden perdesaan (52.5%) sama-sama memiliki aspek konatif yang rendah terhadap makanan kemasan. Namun, pada responden perkotaan masih ada yang memiliki tingkat konatif yang tinggi terhadap makanan kemasan (27.5%), sehingga berdasarkan hasil uji beda terdapat perbedaan yang signifikan (p=0.012) antara aspek konatif responden perkotaan dengan responden perdesaan.

Tabel 10 Sebaran kategori sikap responden di wilayah perkotaan dan perdesaan

No Kategori Perkotaan Perdesaan

n % n % Kognitif 1 Kurang (<60) 13 32.5 25 62.5 2 Sedang (60-80) 20 50.0 15 37.5 3 Baik (>80) 7 17.5 0.0 0.0 Rataan±SD 68.54±16.18 58.38±10.84

Uji beda (sig) 0.001**

Afektif

1 Kurang menyukai (>60) 26 65.0 27 67.5 2 Netral (60-80) 7 17.5 13 32.5 3 Menyukai (>80) 7 17.5 0.0 0.0

Rataan±SD 58.75±16.77 57.29±8.27

Uji beda (sig) 0.623

Konatif

1 Rendah (<60) 17 42.5 21 52.5 2 Sedang (60-80) 12 30.0 19 47.5 3 Tinggi (>80) 11 27.5 0.0 0.0

Rataan±SD 62.92±15.78 54.58±13.07

Uji beda (sig) 0.012*

Rataan sikap total±SD 28.10±3.10

Uji beda total sikap (sig) 0.005** Ket : *nyata pada p-value<0.05; **nyata pada p-value<0.01

Hubungan antara Karakteristik Responden dan Keluarga, Kelompok Acuan, dan Sikap Konsumen

Berdasarkan uji korelasi Pearson yang dapat dilihat pada Tabel 11, diperoleh hasil bahwa tidak terdapat hubungan karakteristik responden dan keluarga terhadap kelompok acuan. Karakteristik responden yaitu tingkat pendidikan responden dan suami berhubungan nyata positif dengan sikap terhadap makanan kemasan (r=0.352; p=0.001). Hal tersebut menunjukkan semakin tinggi tingkat pendidikan responden, maka semakin baik sikapnya dalam memilih dan membeli produk makanan kemasan. produk makanan kemasan. Namun tidak

24

terdapat hubungan antara kelompk acuan dengan sikap responden dalam membeli produk makanan kemasan.

Tabel 11 Hasil uji korelasi antara karakteristik responden dan keluarga, kelompok acuan, dan sikap konsumen

Peubah Kelompok acuan Sikap

Usia istri (tahun) -0.172 -0.003

Usia suami (tahun) -0.169 -0.038

Besar keluarga (orang) -0.115 -0.066

Tingkat pendidikn istri (tahun) 0.050 0.362**

Tingkat pendidikan suami (tahun) 0.104 0.232**

Pendapatan total keluarga per bulan (Rp/bln)

0.067 0.087

Kelompok acuan (skor) 1 -0.196

Sikap (skor) -0.196 1

Ket:** nyata pada p-value<0.01

Faktor-faktor yang memengaruhi Gaya Hidup

Tabel 12 menunjukkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap gaya hidup ibu rumah tangga menggunakan uji regresi logistik. Variabel bebas yang termasuk dalam model adalah usia, tingkat pendidikan, besar keluarga, pendapatan total keluarga, lokasi geografis, dan kelompok acuan. Hasil regresi logistik untuk peubah yang memengaruhi gaya hidup menghasilkan koefisien determinasi (Nagelkerke R2) sebesar 0.355, yang berarti 35.5 persen gaya hidup dapat dijelaskan oleh peubah yang ada dalam model dan 64.5 persen sisanya dijelaskan oleh peubah lainnya. Tabel 10 menunjukkan pendapatan total keluarga berpengaruh nyata positif terhadap gaya hidup. Semakin tinggi pendapatan keluarga maka peluang responden untuk memiliki gaya hidup aktif satu kali lebih tinggi, begitupula dengan lokasi geografis berpengaruh nyata positif terhadap gaya hidup yang berarti peluang responden untuk memiliki gaya hidup aktif jika tinggal di perkotaan adalah 12.514 kali lebih tinggi dibanding jika tinggal perdesaan.

Tabel 12 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap gaya hidup ibu rumah tangga Peubah independent Gaya hidup (1= gaya hidup aktif, 0= gaya

hidup pasif)

Β Sig Exp(B)

Usia responden (tahun) -0.005 0.881 0.995

Besar keluarga (orang) -0.440 0.188 0.644

Lokasi geografis (1=perkotaan, 0=perdesaan)

2.527 0.003** 12.514

Tingkat pendidikan responden (1=≥ 9 thn ; 0= < 9 thn)

0.065 0.824 1.067

Pendapatan total keluarga (Rp/bulan) 0.000 0.036* 1.000

Kelompok acuan (skor) -0.001 0.997 0.999

Nagelkekre R Square 0.355

Sig. 0.000**

25 Faktor-faktor yang Memengaruhi Sikap dalam Pembelian

Makanan Kemasan

Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap sikap pembelian makanan kemasan dengan uji regresi linear berganda. Tabel 13 menunjukkan ada beberapa faktor yang berpengaruh nyata positif terhadap sikap, yaitu tingkat pendidikan responden (β=0.250; p=0.039) dan gaya hidup (β=0.240; p=0.048), yang berarti semakin tinggi pendidikan responden maka semakin memengaruhi sikapnya dalam memilih dan membeli produk makanan kemasan, begitupula dengan gaya hidup responden, dimana semakin aktif gaya hidup responden terhadap produk makanan kemasan akan memengaruhi sikapnya dalam membeli produk makanan kemasan.

Tabel 13 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap sikap ibu rumah tangga

Peubah Independen β sig Usia (tahun) 0.013 0.910 Besar keluarga (orang) 0.016 0.810 Lokasi geografis (1=perkotaan; 0=perdesaan) 0.102 0.436

Tingkat pendidikan (1= ≥ 9thn; 0= < 9 thn) 0.250 0.039* Pendapatan keluarga (Rp/bulan) -0.033 0.712 Gaya Hidup (1= aktif; 0= pasif) 0.240 0.048* Kelompok acuan (total jumlah kelompok acuan) -0.206 0.055

F-hitung 3.060

Adj. R2 0.154

p-value 0.007**

Ket : *nyata pada p-value<0.05; **nyata pada p-value<0.01

Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan, hubungan, dan pengaruh gaya hidup dan kelompok acuan terhadap sikap pembelian produk makanan kemasan. Responden dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga yang berada di wilayah perkotaan dan perdesaan dikarenakan ibu rumah tangga adalah orang yang bertanggung jawab dalam mengatur dan menyiapkan makanan bagi seluruh anggota keluarga. Produk makanan kemasan yang sering dibeli ibu rumah tangga umumnya produk susu dan olahannya, makanan ringan, makanan kaleng, makanan bayi, dan mie instan. Terdapat beberapa perbedaan antara responden di wilayah perkotaan dengan perdesaan. Berdasarkan karakteristik responden dan keluarga, usia kedua kelompok responden dominan berada pada kategori dewasa awal (18-40 tahun), dan usia suami berada pada kategori dewasa madya (41-60 tahun). Berdasarkan BKKBN (1996) besar keluarga responden di wilayah perkotaan berada pada kategori keluarga sedang (5-6 orang), sedangkan besar keluarga responden di wilayah perdesaan berada pada kategori keluarga kecil (≤ 4 orang). Responden di wilayah perkotaan dominan menempuh tingkat pendidikan hingga jenjang SMA, sedangkan responden di wilayah perdesaan dominan menempuh tingkat pendidikan hingga jenjang SD. Berdasarkan hasil tersebut, maka terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat pendidikan responden di wilayah perkotaan dengan responden di wilayah perdesaan. Rata-rata pendapatan total keluarga responden di perkotaan jauh lebih tinggi dibanding responden di perdesaan, namun tidak terdapat perbedaan yang nyata karena kedua kelompok responden berada pada kategori pendapatan yang masih rendah yaitu pada rentang

26

Rp 300 000- 3 533 333. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Singh (2012) yang menunjukkan pendapatan responden di kota lebih besar dibanding responden di desa sehingga terdapat perbedaan dalam membeli sebuah produk.

Produk makanan kemasan yang diteliti dalam penelitian ini adalah produk susu dan olahannya, makanan ringan (snack), makanan kaleng, makanan bayi, dan mie instan. Hasil penelitian menunjukkan hampir seluruh responden di wilayah perkotaan dan perdesaan membeli mie instan setiap bulannya, dan sebagian besar responden di kedua wilayah membeli produk susu dan olahannya serta makanan ringan (Tabel 3). Hal tersebut dikarenakan, saat ini produsen telah menyesuaikan bauran pemasaran agar cocok dengan daerah-daerah yang berbeda (Engel, Blackwell, dan Miniard 1990) dalam arti pendistribusian makanan kemasan telah sampai ke perdesaan, selain itu juga saat ini umumnya hampir setiap responden di perdesaan memiliki televisi sebagai media massa yang memberikan informasi tentang makanan kemasan, sehingga responden di perdesaan bisa dengan mudah memperoleh makanan kemasan. Terdapat perbedaan antara responden di perkotaan dengan responden perdesaan dalam memilih tempat untuk membeli makanan kemasan. Hampir untuk semua jenis produk makanan kemasan, responden di wilayah perdesaan tidak memilih supermarket sebagai tempat untuk membeli makanan kemasan, dikarenakan letak supermarket yang cukup jauh (1.500 meter) dari tempat tinggal responden, sehingga responden lebih memilih untuk membeli di warung terdekat. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sumarwan (2011) bahwa lokasi toko sangat memengaruhi keinginan konsumen untuk datang dan berbelanja, toko yang jauh dari jangkauan konsumen tidak akan diminati untuk dikunjungi. Selain itu menurut Engel et al. (1990) pusat perbelanjaan yang dipilih oleh konsumen dipengaruhi pula oleh waktu perjalanan untuk mencapai pusat perbelanjaan tersebut, dimana kesediaan konsumen untuk berbelanja di tempat tersebut akan menurun jika waktu perjalanannya jauh.

Kelompok acuan merupakan salah satu faktor eksternal yang memengaruhi perilaku ibu rumah tangga dalam membeli makanan kemasan. Kelompok acuan yang diteliti dalam penelitian ini terdiri dari keluarga, selebritis, tetangga, teman, dan kelompok arisan. Lebih dari separuh responden di wilayah perkotaan dan perdesaan dominan memiliki satu kelompok acuan yaitu keluarga sehingga tidak terdapat perbedaan antara kedua kelompok responden. Hal tersebut dikarenakan kedua kelompok responden menganggap bahwa keluargalah yang paling dipercaya sebagai kelompok acuan dalam membeli produk makanan kemasan, hal ini sesuai dengan pernyataan Engel et al. (1990) yang menyebutkan keluarga merupakan unit pengambilan keputusan utama yang sekaligus berperan sebagai kelompok acuan primer. Peran kelompok acuan tersebut diantaranya memengaruhi pilihan produk, memengaruhi pemilihan tempat belanja, memengaruhi keputusan pembelian, atau ketiganya.

Faktor utama yang memengaruhi perilaku pembelian salah satunya adalah gaya hidup. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri seseorang yang berinteraksi dengan lingkungannya, yang dapat diekspresikan dan dilihat dalam aktivitas, minat, dan opini (Sumarwan 2011). Setiadi (2008) mengatakan bahwa gaya hidup masyarakat akan berbeda dengan masyarakat lain, bahkan dari masa ke masa gaya hidup suatu individu dan kelompok masyarakat tertentu akan bergerak dinamis. Dalam penelitian ini gaya hidup diklasifikasikan dengan dianalisis menggunakan Hierarchical Kluster menjadi dua kelompok yaitu gaya

27 hidup pasif dan gaya hidup aktif. Berdasarkan hasil penelitian terdapat perbedaan gaya hidup antara responden di wilayah perkotaan dan perdesaan, hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sumnvijit dan Promsa (2009) yang mengatakan bahwa jarak lokasi tempat tinggal dengan tempat belanja akan membentuk gaya hidup yang berbeda. Sumarwan (2011) mengatakan faktor utama pembentuk gaya hidup adalah usia, tingkat pendidikan dan pendapatan. Hasil penelitian menunjukkan responden di perkotaan cenderung memiliki gaya hidup aktif, sedangkan responden di wilayah perdesaan cenderung memiliki gaya hidup pasif. Gaya hidup aktif digambarkan dengan responden yang aktif mencari informasi mengenai makanan kemasan, sering mengikuti kegiatan sosial, suka mencoba makanan kemasan terbaru, sering mengunjungi mall untuk membeli makanan kemasan dan sering membandingkan harga sebelum membeli. Gaya hidup pasif digambarkan dengan responden yang jarang mencari informasi mengenai makanan kemasan, jarang mengikuti kegiatan sosial, jarang melakukan hobi, jarang berpergian ke mall untuk membeli makanan kemasan, dan jarang mencoba makanan kemasan terbaru.

Adanya perbedaan gaya hidup dimungkinkan karena responden di perkotaan lebih konsumtif dibanding responden di perdesaan. Sifat konsumtif tersebut disebabkan karena perbedaan rata-rata pendapatan antara konsumen di perkotaan dan perdesaan. Hal ini ditunjang dengan hasil penelitian Singh (2012) yang mengatakan bahwa konsumen di wilayah perdesaan cenderung memiliki pertimbangan dan rencana yang panjang sebelum membeli suatu produk dibanding konsumen di wilayah perkotaan dikarenakan pendapatan yang mereka miliki. Keberadaan supermarket ataupun minimarket pun juga menjadi salah satu faktor yang membuat gaya hidup kedua kelompok responden berbeda, terlihat dari responden di wilayah perdesaan lebih memilih membeli makanan kemasan di warung dibandingkan di supermarket atau minimarket, dikarenakan jarak dari tempat tinggal responden di wilayah perdesaan sangat jauh dengan supermarket ataupun minimarket.

Perbedaan gaya hidup setiap orang akan membentuk sikap yang berbeda pula ketika membuat keputusan pembelian (Lin 2012). Sikap adalah kecenderungan yang dipelajari dalam berperilaku dengan cara yang menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap suatu objek tertentu (Schifman dan Kanuk 2008) yang memiliki tiga aspek yaitu kognitif, afektif, dan konatif. Responden di wilayah perkotaan memiliki sikap yang berbeda dengan responden

Dokumen terkait