• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR TABEL

F. Diagram Alir Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Jumlah Penurunan Glomerulus

Rata-rata penurunan jumlah glomerulus ginjal pada mencit jantan (Mus musculus L.) setelah diberi perlakuan pajanan medan listrik tegangan tinggi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rata-rata jumlah penurunan glomerulus pada mencit jantan

Perlakuan Jumlah glomerulus

µ± sd KONTROL 57,00 ± 18,67a 58,20 ± 8,31a 66,70 ± 11,12a 22,40 ± 5,055b 5 KV 6 KV 7 KV

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada α=5% uji BNT.

Berdasarkan hasil analisis ragam (ANARA) rata-rata jumlah penurunan glomerulus ginjal mencit yang terpajan medan listrik7 kV, selama 8 jam/hari selama 37 hari, berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan lainnya , ANARA dapat dilihat pada (Tabel 6 Lampiran 1).

31

2. Jumlah Perdarahan Glomerulus

Rata-rata jumlah perdarahan glomerulus ginjal pada mencit jantan (Mus musculus L.) setelah diberi perlakuan pajanan medan listrik tegangan tinggi dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata jumlah perdarahan glomerulus ginjal pada mencit jantan

Perlakuan Jumlah glomerulus

µ±sd KONTROL 9,70 ± 2,46 a 17,40 ± 3,07 b 28,50 ± 4,88 c 0,00 ± 0,00 d 5 KV 6 KV 7 KV

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sma tidak berbeda nyata pada α=5% uji BNT.

Berdasarkan hasil analisis ragam (ANARA) menunjukkan bahwa rata-rata jumlah perdarahan glomerulus ginjal mencit yang telah diberikan pajanan medan listrik pada 5kV, 6kV, dan 7 kV, masing-masing selama 8 jam/hari selama 37 hari berbeda nyata satu sama lain, ANARA dapat dilihat pada (Tabel 8 Lampiran 1)

3. Deskripsi Tampilan Preparat

Deskripsi tampilan preparat ginjal mencit dari setiap perlakuan dapat dilihat pada tabel 5.

32

Tabel 5. Hasil identifikasi histopatologi terhadap ginjal mencit (Mus musculus L.) jantan

Histopatologi ginjal mencit jantan yang terpajan medan listrik dengan menggunakan mikroskop cahaya dapat dilihat sebagai berikut:

a. Struktur histologi ginjal mencit jantan (Mus musculus L.) yang tidak terpajan medan listrik (K), dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5a. Potongan melintang ginjal (400x); arteri (1), dan Glomerulus (2) Histopatologi

Perlakuan

0 kV 5kV 6kV 7kV

Infiltrasi perdarahan intra tubular - √ √ √

Akumulasi perdarahan intra tubular - √ √ √

Hiperatrofi tubulus - - - √

Kongesti √ √ √ √

Nekrosis - √ √ √

Atrofi glomerulus - - √ √

Akumulasi sel Radang - √ - √

Amiloid pada tubulus - - √ √

1

33

1 Gambar 5b. Potongan melintang ginjal (400x); kapiler glomerulus (1),

kapsula Bowman (2), tubulus kontortus proksimal (3), dan tubulus kontortus distal (4).

b. Struktur organ ginjal mencit jantan (Mus musculus L.)setelah perlakuan pajanan medan listrik 5 kV dapat dilihat pada gambar 6.

1 2 3 A B 4 7 5 6 C D

Gambar 6. Potongan melintang ginjal (400x); A. Gambaran histologi normal ginjal (Anonim, 2010b), B. akumulasi sel radang (1), kongesti(2), infiltrasi perdarahan pada intra tubular (3), dan perdarahan pada glomerulus (4). C. nekrosa (pignosis) (4), ektasia (pelebaran) tubulus renalis (5), D. Akumulasi perdarahan pada intra tubulus (6) , dan infiltrasi perdarahan intra tubulus (7).

1 2 3 4

34

c. Struktur organ ginjal mencit jantan (Mus musculus L.)setelah perlakuan pajanan medan listrik 6 kV dapat dilihat pada gambar 7

2 1 3 A B 4 5 C D 5 6 E F

Gambar 7. Potongan mlintang ginjal (400x); A. Endapan protein abnormal (amiloid) (1), nekrosis (kariolisis) pada sel-sel tubulus (2), dan perdarahan intra tubular(3), B, D, dan F. gambaran histologi normal ginjal (Ross dkk, 2003), C. glomerulus mengalami kerusakan

cenderung atrofi (4), dan perdarahan intra tubular (5), E. Kongesti (6), Akumulasi perdarahan intra tubular (3).

35

d. Struktur organ ginjal mencit jantan (Mus musculus L.)setelah perlakuan pajanan medan listrik 7 kV dapat dilihat pada gambar 8

1 2 3 A B 3 4 5 C D 6 E

Gambar 8. Potongan melintang ginjal (400x); A. hipertrofi tubulus (1), Nekrosa (kariolisis ) (2), Kapsul Bowman hancur(3), B, D, dan F, gambaran histologi normal ginjal (Ross dkk, 2003),C. tubulus proksimal mengalami hiperatrofi (3), kongesti (4), dan kapsul perenggangan inter tublus (5), E. Perenggangan unter tubulus dan kapsul Bowman Hancur (6)

36

B. Pembahasan

Pada tabel 3 rata-rata jumlah penurunan glomerulus ginjal mencit yang terpajan medan listrik 7 kV, selama 8 jam/hari selama 37 hari, berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan lainnya. Penurunan terjadi diduga karena dibawah pajanan medan listrik 7 kV, fungsi ginjal mengalami gangguan yang mengakibatkan sebagian glomerulus hancur sehingga terjadi penurunan jumlah glomerulus. Gangguan tersebut dapat berupa perdarahan dan atrofi pada glomerulus.

Menurut Robbins dan Kumar (1992), penyebab perdarahan adalah adanya jejas (perubahan), seperti trauma, peradangan, atau erosineoplastik pada pembuluh darah yang menyebabkan keluarnya darah akibat pecahnya pembuluh darah . Menurut Prabowo (2004), pembuluh darah vena lebih cepat mengalami kerusakan daripada pembuluh darah arteri karena

pembuluh darah vena dinding selnya lebih tipis. Pada perlakuan, perdarahan glomerulus semakin banyak ditemukan seiring dengan meningkatnya

jumlah medan listrik yang terpajan kecuali pada 7 kV,ginjal mengalami penurunan jumlah glomerulus akibat perdarahan dan atrofi.

Menurut Ressang (1984) atrofi glomerulus, yaitu suatu sel atau jaringan yang sebelumnya dalam ukuran normal kemudian mengecil akibat pengurangan jumlah darah yang terdapat pada glomerulus, yang

menyebabkan penyusutan volume glomerulus, degenerasi tubulus yang menyebabkan sel mengalami sakit , proses nekrosa inti sel dan akumulasi

37

sel radang. Atrofi Glomerulus dapat ditemukan pada pajanan medan listrik 6 kV dan 7 kV.

Pada tabel 4 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah perdarahan glomerulus ginjal mencit yang telah diberikan pajanan medan listrik pada 5kV, 6kV, dan 7 kV, masing-masing selama 8 jam/hari selama 37 hari berbeda nyata satu sama lain. Peningkatan jumlah perdarahan glomerulus tertinggi

ditemukan pada perlakuan pajanan medan listrik 6 kV , hal tersebut diduga karena pecahnya pembuluh darah kapiler akibat peningkatan tekanan arteri. Pada 7 kV tidak ditemukan adanya perdarahan pada glomerulus , hal ini diduga tingginya pajanan medan listrik mengakibatkan perdarahan pada glomerulus terjadi lebih cepat yang diikuti dengan hancurnya glomerulus

Selain itu histopatologi ginjal akibat pajanan medan listrik antara lain, akumulasi sel radang, nekrosa, kongesti, pembentukan amiloid, dan ektasia tubulus renalis.

Berdasarkan hasil pengamatan secara histopatologi , hampir semua perlakuan 5 kV, 6 kV, dan 7 kV (Gambar 56, 7E, dan 8C), ditemukan adanya kongesti. Kongesti atau bendung darah, secara mikroskopis ditunjukkan adanya sel-sel darah yang terdapat di dalam pembuluh darah, dan letaknya memenuhi lumen dalam pembuluh darah. Menurut Robbins dan Kumar (1992), kongesti merupakan peningkatan volume darah akibat adanya pelebaran pembuluh darah kecil (kapiler).

Menurut Erpek dkk (2007), salah satu akibat yang ditimbulkan dari pajanan medan listrik terhadap testis tikus yaitu nekrosis pada sel tubulus

38

seminiferus. Hal serupa juga terjadi pada penelitian ini, dimana pajanan medan listrik tegangan tinggi menyebabakan nekrosis berupa kariolisis dan pignosis terhadap sel-sel tubulus ginjal pada masing-masing perlakuan 5kV, 6kV, dan 7kV gambar (6C, 7A dan 8A). Menurut Sutjipto (1998) nekrosis (kematian jaringan fokal ) secara morfologik dikenal dengan destruksi inti. Pada pemeriksaan secara mikroskopis, nekrosis dapat berupa, piknosis (pengerutan inti) dengan ciri-ciri nukleus terlihat lebih bundar, ukuran lebih kecil dari ukuran sebenarnya, dan warnanya lebih gelap. Karioreksis

(fragmentasi inti), yaitu nukleus pecah menjadi bagian-bagian kecil , yang mungkin dapat berlokasi di tempat semula atau dapat tersebar. Kariolisis, jika kariolisis terjadi secara sempurna, maka nukleus tidak terlihat lagi (hilang), tetapi jika kariolisis toidak terjadi secara sempurna, maka nukleus terlihat sebagai rongga kosong yang hanya dibatasi oleh membran nukleus yang disebut ghost.

Nekrosis disebabkan oleh pencernaan sel atau tindakan degradasi progresif oleh enzim-enzim pada sel yang berjejas letal dan denaturasi protein (Robbin dan Kumar, 1992).

Akumulasi sel radang ditemukan pada perlakuan 5 kV (gambar 6B). Proses radang ini dapat terjadi karena infiltrasi leokosit atau limfosit dan disertai kerusakan-kerusakan luas di daerah tubulus. Menurut Prabowo (2005), peradangan bertujuan untuk memperkecil pengaruh dari agen penyebab jaringan terluka. Reaksi yang diberikan terhadap jaringan terluka adalah dengan penimbunan cairan dan sel-sel yang berasal dari darah di daerah

39

luka itu. Gejala peradangan meliputi lima gejala utama, yaitu rubor

(kemerah-merahan), hal ini terjadi karena akibat naiknya jumlah darah pada arteri dan vena di daerah peradangan (terjadi hiperemi/ kongesti aktif). Calor (rasa panas), terjadi akibat menungkatnya jumlah darah yang mengalir ke daerah peradangan. Tumor (pembengkakan), hal ini dapat terjadi karena adnya peninmbunan cairan dan sel-sel darah. Dolor (rasa sakit), terjadi karena saraf mendapat tekanan dari adnya penimbunan cairan dan sel-sel darah. Functio Laesa (hilangnya fungsi), akibat adanya pembengkakan rasa sakit, panas, dapat menyebabkan alat atau jaringan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

Timbunan amiloid dapat ditemukan pada tubulus ginjal, yaitu pada pajanan medan listrik 7 kV (7A), menurut Anderson dan Wilson (2006),

penimbunan amiloid yaitu suatu protein fibrilar akstraseluler yang abnormal yang ditemukan pada berbagai jaringan dan jika terdapat pada ginjal dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal dan penyebab utama gagal ginjal.

Menurut Zare dkk (2007) salah satu akibat yang ditimbulkan oleh medan elektromagentik terhadap ginjal babi, yaitu hiperatrofi yang merupakan kondisi tubulus ginjal mengalami pembengkakan pada sel epitel tubulus ginjal. Hal serupa juga terjadi pada perlakuan pajanan medan listrik 7 kV (gambar 8A dan 8C) banyak ditemukan tubulus ginjal mengalami

hiperatrofi.

Perubahan yang terjadi pada pengamatan mikroskopik ginjal mencit (Mus musculus L.) jantan dapat terjadi karena adanya pengaruh pajanan medan

40

listrik tegangan tegangan tinggi. Menurut Baafai (2003), penggunaan medan listrik yang melebihi ambang batas dapat menimbulkan efek negatif

terhadap kesehatan. Efek itu timbul karena adanya induksi magnetik yang menyebabkan tersimpannya sejumlah elektron dalam tubuh. karena hal itu tubuh mengalami kelebihan elektron yang mempengaruhi kerja sistem syaraf dan selanjutnya mengakibatkan komunikasi antar sel terganggu yang pada akhirnya mempengaruhi kerja organ tubuh.

Secara umum, potensi gangguan kesehatan akibat radiasi elektromagnetik pada manusia, berupa: (1) efek hipersensitivitas (gangguan dalam waktu pendek). Gangguan dalam waktu pendek, biasanya berupa berbagai keluhan. Keluhan yang paling banyak dikemukakan oleh penduduk yang bertempat tinggal di bawah SUTET adalah sakit kepala, pening dan keletihan menahun. (2) Efek jangka panjang, berupa potensi proses degeneratif dan keganasan (kanker) yang potensi proses degeneratif dan keganasan tergantung batas pajanan medan listrik dan medan magnet dalam satuan waktu, (Musadad, 2006)

Dokumen terkait