BAHAN DAN METODE
HASIL DAN PEMBAHASAN Formulasi Box-Behnken
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan di antaranya alat-alat kaca, pengaduk magnet, pembangkit ultrasonik model US-150, sentrifus Beckman, spektrofotometer UV-1700 PharmaSpec, SEM JEOL JSM-5310LV, dan alat pengering semprot Buchi 190. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah air suling, asam asetat 98%, alginat, TPP, Tween 80, kertas saring, larutan bufer fosfat (NaH2PO4NaOH) pH 7.4, etanol, kitosan (DD 70.15% dan BM 3×105 g/mol) dan senyawa aktif ketoprofen yang diperoleh dari PT Kalbe Farma.
Lingkup Kerja
Pembuatan Kombinasi Formula Box- Behnken
Pembuatan kombinasi formula diawali dengan menentukan kisaran nilai konsentrasi maksimum dan minimum dari setiap komponen yang digunakan. Seluruh data konsentrasi tersebut diolah menggunakan model Box Behnken dengan 3 tingkat 3 faktorial untuk mendapatkan sebaran data yang mewakili. Pengolahan data tersebut menghasilkan kombinasi nilai konsentrasi komponen yang digunakan dalam pembuatan nanopartikel. Secara umum, diagram alir penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Pembuatan Nanopartikel (modifikasi Napthaleni 2010)
Larutan kitosan dengan ragam konsentrasi 1.50, 1.75, dan 2.00% (b/v) dibuat dalam asam asetat 1% (v/v). Sebanyak 228.60 mL larutan kitosan masing-masing ditambahkan dengan 38.10 mL larutan alginat sambil diaduk dengan pengaduk magnet. Sebanyak 7.62 mL TPP dengan ragam konsentrasi 4.0, 4.5, dan 5.0% (b/v) masing-masing ditambahkan ke dalam campuran
kitosan-alginat tetes demi tetes sambil diaduk hingga homogen. Campuran ini disonikasi selama 30 menit.
Sebanyak 250 mL larutan ketoprofen 0.8% (b/v) dalam etanol 96% dicampurkan ke dalam kitosan-alginat-TPP. Setelah itu, ditambahkan 5 mL Tween 80 3% dan campuran disonikasi kembali selama 30 menit sebelum disentrifugasi dengan kecepatan 15000 rpm (27200 × g) selama 20 menit. Supernatan diubah menjadi bentuk serbuk dengan alat pengering semprot. Nanopartikel kosong tanpa tambahan ketoprofen juga dibuat.
Pembuatan Kurva Standar
Larutan ketoprofen dalam bufer fosfat pH 7.4 dengan konsentrasi 10 ppm diukur serapannya pada panjang gelombang 200300 nm (Lampiran 2). Panjang gelombang maksimum yang diperoleh digunakan untuk analisis selanjutnya. Kurva standar dibuat dengan deret konsentrasi ketoprofen 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10 ppm. Data yang diperoleh merupakan kurva hubungan antara konsentrasi ketoprofen dan serapan.
Efisiensi Enkapsulasi (Manjanna et al. 2009)
Sebanyak 25 mg nanopartikel ditimbang dan dilarutkan dalam 50 mL bufer fosfat pH 7.4. Campuran tersebut dikocok selama 24 jam lalu disaring. Filtrat yang diperoleh dibaca absorbansnya dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum. Serapan yang diperoleh digunakan untuk menentukan konsentrasi ketoprofen dengan bantuan kurva standar (Lampiran 3). Sebagai koreksi diukur juga nanopartikel kosong (tanpa penambahan ketoprofen).
Pencirian Nanopartikel
Nanopartikel kosong dan yang berisi ketoprofen dianalisis morfologi strukturnya dan ukuran partikel menggunakan alat mikroskop elektron payaran (SEM).
HASIL DAN PEMBAHASAN Formulasi Box-Behnken
Nanopartikel dibuat berdasarkan kombinasi formula yang diperoleh menggunakan rancangan percobaan Box Behnken (Tabel 1). Pengombinasian formula konsentrasi kitosan, alginat, dan TPP bertujuan mempelajari pengaruh setiap komponen dasar tersebut terhadap
5 karakteristik nanopartikel yang dihasilkan.
Pada tahap awal, dimasukkan nilai masing-masing komponen, yaitu kitosan 1.502.00% (b/v), alginat 0.5000.750% (b/v), dan TPP 4.05.0% (b/v) dalam program Box-Behnken. Diperoleh 15 formula sebagai kombinasi optimum yang direkomendasikan, dengan beberapa pengulangan formula. Pengulangan formula dengan komposisi bahan yang sama terjadi pada kombinasi formula yang berada di sekitar titik pusat. Formula tersebut hanya dibuat satu kali sehingga diperoleh 13 formula yang digunakan dalam pembuatan nanopartikel ketoprofen.
Tabel 1 Formula nanopartikel berdasarkan rancangan percobaan Box-Behnken Kode formula [Kitosan] (% b/v) [Alginat] (% b/v) [TPP] (% b/v) A 1.75 0.500 4.0 B 1.75 0.750 4.0 C 1.75 0.500 5.0 D 2.00 0.500 4.5 E 1.50 0.750 4.5 F 1.75 0.750 5.0 G 2.00 0.750 4.5 H 1.75 0.625 4.5 I 2.00 0.625 5.0 J 2.00 0.625 4.0 K 1.50 0.500 4.5 L 1.50 0.625 5.0 M 1.50 0.625 4.0 Nanopartikel Ketoprofen Nanopartikel ketoprofen dibentuk melalui pemecahan molekul dalam larutan dengan bantuan gelombang ultrasonik. Ultrasonikasi dapat memecah partikel-partikel berukuran besar menjadi partikel yang lebih kecil.
Larutan yang telah melalui proses ultrasonikasi kemudian disentrifugasi untuk memisahkan partikel yang lebih kecil. Bagian supernatan yang berupa suspensi nanopartikel diambil, sedangkan partikel yang lebih besar mengendap di dasar tabung sentrifus. Suspensi lalu dikeringkan menggunakan pengering semprot untuk mendapatkan serbuk nanopartikel. Nanopartikel hasil pengeringan semprot memiliki bentuk butiran atau granul yang halus, kering, dan rapuh. Serbuk nanopartikel ini mudah menjerap uap air sehingga terdapat bagian yang menggumpal.
Nanopartikel ketoprofen hasil pengeringan semprot selanjutnya dianalisis dengan SEM untuk mengidentifikasi morfologi permukaan, bentuk, serta ukuran nanopartikel kitosan.
Formula terbaik diharapkan memiliki ukuran partikel yang lebih kecil dan jumlah nanopartikel yang lebih banyak, serta memiliki efisiensi yang tinggi. Oleh karena itu, analisis SEM hanya dilakukan pada formula yang memiliki nilai efisiensi penyalutan lebih dari 50%.
Hasil analisis SEM (Lampiran 4) menunjukkan bahwa hampir seluruh formula yang diuji SEM cenderung beraglomerasi. Formula K, L, dan M yang memiliki komposisi kitosan terkecil cenderung lebih banyak beraglomerasi. Formula D yang memiliki komposisi kitosan lebih tinggi justru menghasilkan partikel yang lebih menyebar. Hal ini kemungkinan karena konsentrasi kitosan yang kecil menyebabkan jejaring matriks yang terbentuk lebih sedikit sehingga partikel tampak lebih menggumpal.
Nanopartikel terisi ketoprofen dan tanpa ketoprofen dapat dibedakan dengan SEM (Gambar 5). Morfologi permukaan nanopartikel tanpa ketoprofen keriput dan kempis dengan kisaran ukuran antara 277 dan 6600 nm (Gambar 5a), sedangkan nano-partikel terisi ketoprofen memiliki bentuk bulat halus dan utuh dengan ukuran 4167700 nm (Gambar 5b). Nanopartikel terisi ketoprofen memiliki ukuran lebih besar. Hal ini menunjukkan telah terisinya ruang kosong di dalam nanopartikel oleh ketoprofen. Selain itu, bentuk bulat halus pada nanopartikel terisi ketoprofen menunjukkan bahwa pori-pori matriks nanopartikel telah terisi ketoprofen.
Analisis FTIR digunakan untuk mengetahui interaksi antara kitosan, alginat, TPP, Tween 80, dan ketoprofen. Spektrum FTIR kitosan memiliki puncak-puncak spesifik pada bilangan gelombang 3400 cm-1 (–OH), 1027 cm-1 (C–O–C), dan 1651 cm-1 (N–H tekuk pada amina primer). Senyawa ketoprofen memiliki puncak-puncak spesifik pada bilangan gelombang 2978 cm-1 (–OH karboksilat), 1700 cm-1 (C=O), 1600 cm-1 (konjugasi C=O dengan 2 cincin aromatik), 1200 cm-1 (C–O), 2000 cm-1 (pita karakteristik benzena), 1600 cm-1, dan 1480 cm-1 (C=C aromatik
).
Analisis FTIR yang telah dilakukan Wahyono (2010) menunjukkan perubahan gugus fungsi dari kitosan dan nanopartikel terisi ketoprofen. Puncak serapan baru muncul pada bilangan gelombang 1410 dan 1637 cm-1 yang berasal dari ketoprofen. Bilangan gelombang 1410 cm-1 menunjukkan pita serapan garam karboksilat yang menunjukkan adanya interaksi elektrostatik antara gugus karboksilat ketoprofen dan gugus amonium
6 kitosan, sedangkan bilangan gelombang 1637
cm-1 menunjukkan gugus C=C ketoprofen yang berasal dari 2 buah cincin aromatik.
Ukuran Nanopartikel Kitosan Persentase jumlah partikel berukuran nano
(≤1000 nm) diperoleh dengan cara menghitung nisbah jumlah partikel berukuran nano terhadap seluruh partikel baik yang berukuran nano maupun mikro. Tabel 2 menunjukkan bahwa persentase jumlah nanopartikel yang dihasilkan setiap formula berbeda-beda dan kisaran ukuran yang diperoleh juga bervariasi. Hal ini karena terdapat perbedaan komposisi penyusun dari nanopartikel tersebut.
Tabel 2 Persentase kapsul dengan ukuran
≤1000 nm
Formula Jumlah partikel nano (%) Kisaran ukuran (nm) A 30.90 2208180 D 16.07 4167700 F 23.90 4005152 H 14.03 5504722 I 16.55 5718857 K 11.66 5266315 L 14.28 55010550 M 26.81 4283055 Kosong 12.49 2776600
Gambar 6 Spektrum FTIR dari kitosan, ketoprofen, dan nanopartikel kitosan terisi ketoprofen (Wahyono 2010).
(a)
Gambar 5 Hasil SEM nanopartikel tanpa ketoprofen (a) dan terisi ketoprofen (formula D) (b) perbesaran 20000 kali.
7 Persentase jumlah nanopartikel yang
diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam kombinasi formula pada program Box-Behnken sebagai peubah respons. Selanjutnya, data dianalisis sehingga diperoleh kurva tiga dimensi (Gambar 7) yang dapat digunakan untuk melihat pengaruh kombinasi formula terhadap jumlah nanopartikel. Gambar 7a menunjukkan pengaruh konsentrasi kitosan dan alginat terhadap jumlah nanopartikel pada konsentrasi TPP 4.0% (b/v). Nilai persentase tertinggi ialah 30.90%, dan peningkatan jumlah kitosan cenderung menurunkan jumlah nanopartikel. Hal ini juga terjadi pada konsentrasi TPP 4.5 dan 5.0% (b/v) yang memiliki persentase tertinggi masing-masing 16.07 dan 23.90% (Gambar 7b dan 7c). Hasil ini berbeda dengan Wahyono (2010) yang memperoleh bahwa
seiring peningkatan jumlah TPP, peningkatan jumlah kitosan pada konsentrasi 3.5% meningkatkan jumlah nanopartikel ketoprofen.
Pengaruh jumlah alginat pada Gambar 7a menunjukkan bahwa pada konsentrasi TPP 4.0% (b/v) penambahan alginat cenderung menurunkan jumlah nanopartikel. Sebaliknya pada konsentrasi TPP 4.5 dan 5.0% (b/v) (Gambar 7b dan 7c), jumlah nanopartikel cenderung bertambah seiring peningkatan konsentrasi alginat. Gambar 7 juga memper-lihatkan bahwa peningkatan konsentrasi TPP cenderung menurunkan jumlah nanopartikel. Hal ini karena TPP yang berperan sebagai zat penaut-silang memperkuat matriks nano-partikel ketoprofen sehingga nano-partikel kitosan semakin kuat dan sulit terpecah menjadi bagian yang lebih kecil.
(a) (b)
(c)
Gambar 7 Pengaruh konsentrasi kitosan dan alginat terhadap jumlah nanopartikel pada konsentrasi TPP 4.0% (b/v) (a), 4.5% (b/v) (b), dan 5.0% (b/v) (c).
16.07% 30.9% 23.9% Ju ml ah p ar ti k el n an o ( %) Ju ml ah p ar ti k el n an o ( %) Ju ml ah p ar ti k el n an o ( %) Konsentrasi alginat (%) Konsentrasi kitosan (%) Konsentrasi kitosan (%) Konsentrasi alginat (%) Konsentrasi kitosan (%) Konsentrasi alginat (%)
8 Efisiensi Enkapsulasi Ketoprofen
Efisiensi penyalutan merupakan gambaran banyaknya ketoprofen yang tersalut dalam nanopartikel. Penentuan nilai efisiensi sangat penting dalam bidang farmasi, terutama untuk sistem pengantaran obat ke dalam tubuh, karena dapat menunjukkan kemampuan nanopartikel ketoprofen dalam membawa obat ke dalam tubuh. Jumlah ketoprofen yang tersalut dalam nanopartikel dihitung dengan bantuan kurva standar, dengan menggunakan spektrofotometer ultraviolet (UV) pada panjang gelombang maksimum, yaitu 260.2 nm. Ketoprofen dalam nanopartikel diekstraksi dengan larutan bufer fosfat pH 7.4 selama 24 jam. Selanjutnya, filtrat hasil penyaringan ekstrak diukur dengan spektrofotometer UV. Larutan bufer fosfat pH 7.4 digunakan karena mendekati kondisi pH usus dalam tubuh manusia.
Komposisi nanopartikel ketoprofen berpengaruh terhadap nilai efisiensi penyalutan (Lampiran 4). Nilai efisiensi penyalutan berbeda-beda dengan kisaran 43.89% hingga 80.43%. Nilai efisiensi yang beragam ini disebabkan oleh perbedaan komposisi kitosan, alginat, dan TPP yang memengaruhi mudahnya ketoprofen terekstraksi dan keluar dari dalam rongga nanopartikel. Efisiensi penyalutan paling tinggi ditemukan pada formula F, yaitu sebesar 80.43%.
Nilai efisiensi yang telah diperoleh kemudian dimasukkan dalam kombinasi formula pada program Box-Behnken sebagai peubah respons. Selanjutnya, data dianalisis sehingga diperoleh kurva tiga dimensi (Gambar 8) yang dapat digunakan untuk melihat pengaruh kombinasi formula terhadap efisiensi penyalutan. Gambar 8a menunjukkan pengaruh konsentrasi kitosan dan alginat terhadap efisiensi penyalutan pada konsentrasi TPP 4.0% (b/v) dengan nilai efisiensi tertinggi 78.84%. Pada konsentrasi TPP tersebut, peningkatan jumlah kitosan dan alginat bersama-sama cenderung menurunkan efisiensi penyalutan. Pada konsentrasi TPP 4.5% (b/v) dengan nilai efisiensi tertinggi sebesar 73.78% (Gambar 8b), peningkatan jumlah kitosan lebih dari 1.75% (b/v) dan peningkatan jumlah alginat lebih dari 0.625% (b/v) cenderung menurunkan efisiensi. Pada konsentrasi TPP 5.0% (b/v) yang memiliki nilai efisiensi tertinggi sebesar 80.43% (Gambar 8c), jumlah kitosan optimum yang menghasilkan nilai efisiensi tinggi ialah 1.75% (b/v), sedangkan jumlah alginat
optimum sebesar 0.750% (b/v). Berdasarkan Gambar 8, dapat dilihat bahwa nilai efisiensi berfluktuasi sesuai dengan komposisi optimum yang memengaruhi kemampuan matriks nanopartikel menjerap atau menjebak ketoprofen.
Pemilihan Formula Berdasarkan Nilai Efisiensi dan Jumlah Nanopartikel Kitosan
Hubungan antara ukuran partikel dan nilai efisiensi belum teramati dalam penelitian ini. Oleh karena itu, formula nanopartikel ketoprofen terbaik dipilih berdasarkan pembobotan terhadap nilai efisiensi dan jumlah partikel berukuran nano (Tabel 3).
Pembobotan dilakukan menggunakan metode seleksi dengan asumsi bahwa setiap kriteria memiliki tingkat kepentingan yang sama dalam penentuan formula terbaik. Metode seleksi menggunakan kriteria seleksi dengan berdasarkan pada sebaran normal baku, yakni sebaran normal dengan parameter
= 0 dan σ = 1. Pada keadaan ini, peubah
acak, dalam hal ini semua kriteria, dikonversi ke nilai normal baku, yang selanjutnya diberi skor dengan persentase komposisi penilaian masing-masing kriteria. Indeks seleksi merupakan jumlah dari perkalian antara nilai normal baku dan persentase komposisi penilaian masing-masing kriteria. Tahapan seleksi yang dilakukan adalah penentuan nilai rata-rata dan simpangan baku efisiensi dan jumlah nanopartikel dari setiap formula, untuk kemudian dikonversi menjadi nilai normal baku. Nilai normal baku masing-masing kriteria kemudian dikalikan 0.5 karena masing-masing kriteria dianggap sama penting.
Formula M diperoleh sebagai formula terbaik. Dibandingkan dengan hasil penelitian Napthaleni (2010) dan Wahyono (2010) (Tabel 4), persentase jumlah nanopartikel yang diperoleh dalam penelitian ini lebih rendah, namun kisaran ukuran partikelnya lebih sempit. Analisis ukuran partikel yang dilakukan menggunakan perhitungan manual terhadap foto SEM kemungkinan menyebabkan ketepatan pengukuran berbeda-beda dan ukuran partikel yang diperoleh kurang mendekati ukuran sebenarnya. Persentase jumlah nanopartikel yang rendah diduga karena penggunaan alginat menyebabkan matriks gel semakin kuat sehingga semakin sulit dipecah pada proses ultrasonikasi. Hal ini sesuai dengan fungsi alginat yang banyak digunakan untuk memperbaiki struktur dasar kitosan dan
9 memperbaiki sifat reologi gel kitosan-alginat
dengan adanya interaksi antara anion karboksilat pada alginat dan kation amonium pada kitosan yang saling berikatan ionik membentuk kompleks polielektrolit.
Tabel 4 menunjukkan bahwa efisiensi yang diperoleh pada penelitian ini lebih baik dibandingkan hasil penelitian Napthaleni (2010) maupun Wahyono (2010). Penggunaan TPP dan kitosan yang lebih tinggi dengan mmm
komposisi alginat yang sama pada penelitian Napthaleni (2010) diduga menyebabkan gel semakin rapat sehingga ketoprofen sulit terekstraksi dan nilai efisiensinya menjadi kecil. Sementara itu, proses sentrifugasi yang lebih lama dengan kecepatan lebih tinggi pada penelitian Wahyono (2010) diduga menyebabkan ketoprofen terekstraksi keluar matriks nanopartikel dan hilang selama proses sehingga menurunkan efisiensi penyalutan.
Area optimum
(c) (a)
(b)
Gambar 8 Pengaruh konsentrasi kitosan dan alginat terhadap efisiensi enkapsulasi pada konsentrasi TPP 4.0% (b/v) (a), 4.5% (b/v) (b), dan 5.0% (b/v) (c).
Konsentrasi alginat (%) 73.78 Konsentrasi kitosan (%) Konsentrasi kitosan (%) Konsentrasi alginat (%) 78.84 Ef isi en si (%) Ef isi en si (%) 80.43 Konsentrasi kitosan (%) Ef isi en si (%) Konsentrasi alginat (%)
10