• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Daerah penelitian mencakup dua provinsi, yaitu Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Jawa barat. Gambaran umum tentang kondisi fisik pertanian daerah penelitian mencakup beberapa aspek, yaitu geografis, topografi, jenis tanah, demografi, batas-batas wilayah, iklim, yang terkait dengan pertanian.

Kabupaten Boyolali

Kabupaten Boyolali termasuk wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu dari 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah yang meliputi 19 (Sembilan Belas) kecamatan dan terdiri dari 267 desa/kelurahan (263 desa dan empat kelurahan).

Adapun 19 kecamatan di Kabupaten Boyolali tersebut adalah sebagai berikut :

1. Kecamatan Selo ( 10 desa ) 2. Kecamatan Ampel ( 20 desa ) 3. Kecamatan Cepogo ( 15 desa ) 4. Kecamatan Musuk ( 20 desa )

5. Kecamatan Boyolali kota ( 6 desa dan 3 kelurahan ) 6. Kecamatan Mojosongo ( 13 desa )

7. Kecamatan Teras ( 13 desa ) 8. Kecamatan Sawit ( 12 desa ) 9. Kecamatan Banyudono ( 15 desa ) 10.Kecamatan Sambi ( 16 desa ) 11.Kecamatan Ngemplak ( 12 desa ) 12.Kecamatan Nogosari ( 13 desa ) 13.Kecamatan Simo ( 13 desa ) 14.Kecamatan Klego ( 13 desa ) 15.Kecamatan Andong ( 13 desa ) 16.Kecamatan Karanggede ( 16 desa ) 17.Kecamatan Kemusu ( 13 desa ) 18.Kecamayan Wonosegoro ( 18 desa )

19.Kecamatan Juwangi ( 9 desa dan 1 kelurahan).

Secara geografis Kabupaten Boyolali memiliki luas wilayah lebih kurang 101.510.0965 ha atau kurang 4,5% dari luas Provinsi Jawa Tengah. Wilayah Boyolali terletak antara 1100 22’ BT – 110050’ BT dan 7036’ LS – 7071’LS dengan ketinggian antara 100 meter sampai dengan 1.500 meter di permukaan laut (dpl). Secara topografi Kabupaten Boyolali sebelah timur dan selatan merupakan daerah dataran rendah, sedangkan sebelah utara dan barat merupakan daerah

pegunungan. Kabupaten Boyolali berdasarkan perbatasan wilayah secara administrasi pemerintahan sebelah utara: berbatasan dengan wilayah Kabupaten Semarang dan Kabupaten Grobogan. Sebelah timur : berbatasan dengan wilayah Kabupaten Sragen, Kabupaten Karanganyar, Kota Surakarta dan Kabupaten Sukoharjo. Sebelah selatan: berbatasan dengan wilayah Kabupaten Klaten dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebelah barat: berbatasan dengan wilayah Kabupaten Magelang dan Kabupaten Semarang. Jarak bentang Kabupaten Boyolali dari Barat ke Timur sekitar 48 km dan dari Utara ke Selatan sekitar 54 km.

Struktur tanah wilayah Kabupaten Boyolali terdiri atas:

1) Bagian Timur Laut (Kecamatan Karanggede dan Simo) pada umumnya terdiri dari tanah lempung.

2) Bagian Tenggara (Kecamatan Sawit dan Bayudono) struktur tanahnya adalah tanah Galih.

3) Bagian Barat Laut (Kecamatan Musuk dan Cepogo) struktur tanahnya berpasir.

4) Bagian Utara sepanjang perbatasan Kabupaten Boyolali dengan Kabupaten Grobogan struktur tanahnya berupa tanah kapur.

Menurut ketinggian di atas permukaan laut (dpl), wilayah Kabupaten Boyolali dibagi dalam kelompok sebagai berikut:

1) 100 - 400 m dpl : Sebagai daerah dataran rendah meliputi Kecamatan Teras, Bayudono, Sawit, Sambi, Ngemplak, Simo, Nogosari, Kemusu, Karanggede, Mojosongo, Andong dan sebagian Kecamatan Boyolali kota.

2) 401 - 700 m dpl : Sebagai daerah dataran bergelombang meliputi Kecamatan Boyolali kota, Mojosongo, Musuk, Ampel dan Karanggede. 3) 701 - 1000 m dpl : Sebagai daerah perbukitan meliputi Kecamatan Musuk,

Ampel, dan Cepogo.

4) 1001-1300 m dpl : Sebagai daerah pegunungan tinggi meliputi Kecamatan Cepogo dan Ampel.

Sumber air dan pembangunan irigasi pertanian di Kabupaten Boyolali berasal dari air Sungai dan sebagai sungai utama adalah: sungai Serang, Cemoro, Pepe, dan sungai Gandul. Selain itu terdapat tiga buah waduk yaitu: waduk Cengklik di Kecamatan Ngemplak, waduk Kedung Ombo di Kecamatan Kemusu dan waduk Bade di Kecamatan Klego. Sumber air dangkal yang cukup besar di Desa Tlatar Kecamatan Boyolali Kota, Desa Nepen di Kecamatan Teras dan Desa Pengging di Kecamatan Banyudono. Sumber air dan irigasi tersebut sebagai sarana dan prasarana petani mengembangkan pertanian di lahan garapannya.

Kondisi tanah di Kabupaten Boyolali dengan luas wilayah Kabupaten Boyolali 101.510,0965 ha. Terdiri atas 23 persen tanah sawah, 55 persen tanah kering, dan 21,7 persen tanah penggunaan lain.

Kabupaten Boyolali secara klimatologi, berada pada daerah yang beriklim sedang, suhu harian berkisar antara 18-29oC dengan kelembaban rata-rata 85%, curah hujan antara 2.000 sampai dengan 4.000 mm per tahun, dengan rata-rata bulan basah lima bulan yaitu Oktober, Nopember, Desember, Januari, Pebruari dan rata-rata bulan kering empat bulan yaitu Juni, Juli, Agustus, September. Dari 19 Kecamatan di Kabupaten Boyolali ada lima kecamatan yang menjadi lokasi petani agribisnis sayuran binaan tim misi teknik Taiwan. Pertama, ada di Kecamatan Selo, meliputi Dukuh Monce dan Dukuh Tarusari Desa Tarubatang, dan Desa Lencoh.

Kedua, ada di Kecamatan Teras meliputi Desa Maloan, Dukuh Penjalinan Desa Tawangsari, Desa Tanjungsari, Dukuh Gupakwarak Desa Gumukrejo, Desa Tawangsari, Dukuh Pamotan Desa Gumukrejo, Dukuh Asem Legi dan Dukuh Gatak Balangan Desa Randusari, Dukuh Tagung Desa Bangsalan, Desa Banjarsari, Dukuh Talang, Dukuh Jrakah, Dukuh Pete, Dukuh Magangan, Dukuh Dampit dan Dukuh Desa Sudimoro.

Ketiga berada di Kecamatan Ampel, meliputi Dukuh Sukorejo Desa Candisari, Dukuh Sendang Desa Gladagsari. Keempat, berada di Kecamatan Banyudono meliputi Desa Bangak, Desa Trayu, Desa Plumbungan. Kelima, ada di Kecamatan Boyolali Kota meliputi Dukuh Wates Desa Kebonbimo. Keenam, ada di Kecamatan Mojosongo meliputi Dukuh Butuh Desa Butuh.

Terdapat 48 jenis komoditas pertanian sayuran yang dibudayakan meliputi brokoli, letuce, tomat besar, tomat cherry, selada keriting, bunga kol, sawi putih, labu siam, baby labu siam, sawi sendok, daun mint, kol putih, cabe merah besar, cabe merah kriting, spinak, daun bawang, kapri, cabe rawit hijau, sukini, caisim, seledri, kentang, kacang panjang, daun genjer, bunga genjer, kailan, bayam merah, bayam hijau, lobak, kucai, kangkung, asparagus, pare putih, jagung manis, sawi asin, pakchoy, terong ungu, terong lalap, kenikir, timun lokal, gambas, timun Jepang, okra, daun gingseng, jamur tiram, jagung acar, daun kacang, daun singkong. Luas lahan masing-masing petani rata-rata sekitar 3.000 m2.

Kabupaten Bogor

Kabupaten Bogor termasuk wilayah Provinsi Jawa Barat, secara geografis terletak di koordinat antara 6o18’00” - 6o47’10” Lintang Selatan dan 106o23’45”- 107o13’30” Bujur Timur. Aspek fisik wilayah secara topografi terdiri dari luas daerah puncak pegunungan dengan ketinggian 2.000 - 2.500 meter dpl sebanyak 22 persen, luas daerah pegunungan tinggi dengan ketinggian 1.000 – 2.000 meter dpl sebanyak 8,35 persen, luas daerah perbukitan dengan ketinggian 500 – 1.000 meter dpl sebanyak 19,34 persen, luas dataran bergelombang dengan ketinggian 100 – 500 meter dpl sebanyak 42,63 persen, luas dataran rendah dengan ketinggian 50 – 100 meter dpl sebanyak 29,28 persen.

Luas wilayah daratan Kabupaten Bogor seluruhnya 268.838.304 hektar. Batas wilayah secara administrasi pemerintahan di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tangerang Provinsi Banten, Kabupaten/Kota Bekasi, Kota Depok. Di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan Cianjur, di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak Provinsi Banten, di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Cianjur dan Karawang serta di tengahnya berbatasan dengan Kota Bogor. Adanya Gunung Salak dan Gunung Gede merupakan batas alam antara Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur.

Secara administratif pemerintahan Kabupaten Bogor dibagi dalam 40 Kecamatan dengan 428 desa/kelurahan 3.639 Rukun Warga dan 14.403 Rukun Tetangga. Sarana dan prasarana penunjang pertanian di Kabupaten Bogor di antaranya sumberdaya air dan irigasi sebagai penunjang kegiatan pertanian, dijaga kontinyuitas dan distribusi air ke lahan-lahan pertanian karena sangat

menentukan tingkat produksi pertanian. Kabupaten Bogor telah memiliki daerah irigasi sebanyak 880 unit, bendungan sebanyak 1.825 unit, dan bedung sebanyak 453 unit. Sumber-sumber air lainnya berasal dari 6 (enam) daerah aliran sungai Cisadane, Ciliwung, Cidurian, Citarum, kali Bekasi, dan kali Cimanceuri dengan 94 situ, sehingga beberapa hamparan sawah telah mendapatkan pelayanan irigasi dari sumber-sumber air tersebut.

Dari 40 kecamatan di Kabupaten Bogor yang menjadi lokasi petani agribisnis sayuran binaan tim misi teknik Taiwan berada di Kecamatan Dramaga meliputi Desa Cikarawang, Desa Dramaga, Desa Cemplang; dan Kecamatan Leuwiliang meliputi Desa Karacak, Desa Situ Daun, Desa Gunung Bunder, Desa Ciherang, Desa Cibungbulang, Desa Pamijahan, Desa Ciaruteun, Desa Ciasmara, Desa Bantarsari Cigombong perbatasan dengan Kabupaten Sukabumi.

Seperti di Kabupaten Boyolali misi teknik Taiwan di Kabupaten Bogor Secara umum, juga mengembangkan setidaknya 48 jenis komoditas pertanian sayuran yang dibudayakan meliputi Brokoli, letuce, tomat besar, tomat cherry, selada keriting, bunga kol, sawi putih, labu siam, baby labu siam, sawi sendok, daun mint, kol putih, cabe merah besar, cabe merah kriting, spinak, daun bawang, kapri, cabe rawit hijau, sukini, caisim, seledri, kentang, kacang panjang, daun genjer, bunga genjer, kailan, bayam merah, bayam hijau, lobak, kucai, kangkung, asparagus, pare putih, jagung manis, sawi asin, pakchoy, terong ungu, terong lalap, kenikir, timun lokal, gambas, timun Jepang, okra, daun gingseng, jamur tiram, jagung acar, daun kacang, daun singkong. Rata-rata lahan petani di Kabupaten Bogor yang digunakan mendapatkan pendampingan misi teknik Taiwan berkisar 2000 meter persegi.

Peran Misi Teknik Taiwan (ICDF)

Kerjasama Tim ICDF dengan IPB dilaksanakan oleh Misi Teknik Taiwan (Taiwan Technical Mission) di Kabupaten Bogor disebut Agribisnis Development Center (ADC). Dalam mendampingi para petani sayuran misi teknik Taiwan mengajarkan kerjasama, hal ini diakui oleh para petani bahwa ADC mengajarkan aspek-aspek seperti pentingnya menjaga kepercayaan mitra karena kepercayaan merupakan dasar hubungan yang menguntungkan. Para petani juga mengakui karena ADC berasal dari Negara Asia pasti masih kental budaya timur dimana

kejujuran dan kepercayaan masih dipegang teguh. ADC juga menjelaskan bahwa kepercayaan itu bisa terjaga jika para petani dapat menjaga kualitas kerja mereka agar tetap profesional dan berpegang teguh pada kontrak yang telah dibuat. Petani juga mengatakan bahwa ADC secara tidak langsung mengajarkan petani untuk bisa lebih disiplin dalam bekerja dan pentingnya menjaga loyalitas kepada ADC.

Tidak semua petani mengatakan bahwa ADC mengajarkan dasar-dasar bekerja sama. Terdapat petani yang menjelaskan bahwa ADC tidak sama sekali membahas segi-segi moralitas (seperti kejujuran dan kepercayaan), Hal tersebut diakui petani baik dan bagus, karena ADC hanya berbicara mengenai teknis “masa bodoh” dengan urusan moralitas karena diakui oleh petani bahwa moralitas terkadang yang dapat menghambat kerja profesional karena itu ADC hanya berbicara bagaimana meningkatkan produksi dan mendatangkan keuntungan bagi para petani. Moralitas menjadi hal yang sering sekali dibahas oleh penyuluh, sehingga diakui petani bahwa penyuluh justru lupa berbicara mengenai teknis. Perilaku penyuluh yang kurang membahas aspek teknis tersebut, dianggap petani sebagai hal yang tidak akan meningkatkan kesejahateraan petani.

Hubungan Kerjasama Antar Petani dan ICDF

Sistem kerjasama lainnya yang sering diterapkan antara masyarakat (petani) dengan pihak kemitraan (ADC) adalah kerjasama mengenai penyediaan pupuk dan bibit sehingga produk-produk petani dapat langsung dijual kepada penyedia pupuk dan benih (ADC). Kerjasama dengan ADC dilakukan secara tertulis ada (kontrak). Petani sebagai pihak yang memiliki lahan bekerja sama dengan ADC yang punya pasar, fasilitas, dan teknologi. Para petani mendapatkan bibit,pupuk,dan obat dari ADC, tetapi pengolahannya di lahan petani sendiri. Penentuan harga penjualan ada di tangan ADC, harga yang ditawarkan ADC kepada petani lebih tinggi dari harga pasar, tetapi produk yang dapat lolos sortasi hanya produk-produk terbaik. Selain hal tersebut, petani juga diajarkan untuk bisa lebih mandiri.

Keuntungan Kerjasama dengan ADC. Diakui oleh para petani bahwa sistem kerjasama yang ditawarkan oleh pihak mitra (ADC) memberikan banyak sekali hal positif tidak hanya dari segi ekonomi tetapi juga dari segi teknis. Petani dapat menjual hasil panennya dengan harga yang relatif tinggi dibandingkan harga

pasar, sehingga secara ekonomi petani lebih untung daripada harus menjual langsung ke pasar. Keuntungan kerjasama dari segi teknis adalah petani mendapatkan cara-cara baru dalam budidaya pertanian, sehingga dapat memperoleh hasil pertanian yang baik. Hal tersebut cukup beralasan karena para petani tidak hanya memperoleh bibit atau benih begitu saja, tetapi mereka juga dilatih melalui kegiatan-kegiatan pelatihan. Sistem kerjasama ini juga diakui sebagai inovasi atau sesuatu yang “baru” dan mulai diadopsi, karena tidak merugikan petani. Selain menguntungkan dari segi ekonomi, petani juga merasa kapasitas budidaya pertanian juga meningkat.

Sistem bagi hasil antara Petani Sayuran dan ADC. Pihak mitra (ADC) tidak menawarkan sistem bagi hasil dari keuntungan yang diperoleh. Kerjasama yang ditawarkan pihak kemitraan berupa penyediaan pupuk, penyediaan bibit, dan pelatihan terkait budidaya pertanian. Dalam setiap keuntungannya petani dipotong 500 rupiah untuk pembuatan sertifikat.

Adanya Empati dari ADC. Pihak kemitraan (ADC) memberikan empati terhadap petani yang mengalami musibah dengan cara datang “menengok” petani yang sedang mengalami musibah tersebut, biasanya ADC akan memberikan saran-saran atau motivasi agar musibah yang serupa tidak terjadi lagi pada petani. Akan tetapi ADC tidak banyak memberi bantuan konkrit berupa benih ataupun bibit tambahan karena ADC tidak bertanggung jawab akan kerugian yang diderita petani. Oleh karena itu ADC sebisa mungkin mendampingi secara rutin (satu bulan sekali) para petani untuk mengeliminir kesalahan yang sifatnya bisa fatal, ADC hanya bertanggung jawab untuk pemasaran.

ADC dan Ikatan Solidaritas. Diakui oleh para petani bahwa ADC tidak mengajarkan apa-apa untuk menghadapi tengkulak dengan sistem ijonnya. ADC hanya menganjurkan bahwa sebisa mungkin petani untuk membentuk kelompok tani dan jangan tergantung kepada tengkulak karena bagaimanapun juga tengkulak akan merugikan petani. ADC juga menganjurkan para petani untuk mampu menentukan harga dasar secara kolektif agar tidak dapat dikendalikan oleh tengkulak.

ADC dan Kearifan Lokal. Kearifan lokal sudah mulai tergerus dari budaya pertanian di tempat penelitian ini dilakukan, sebagian besar wilayah pertanian sudah mulai meninggalkan kearifan yang sifatnya lokal dan terdapat juga petani yang sudah mulai tidak percaya kearifan-kearifan yang berasal dari nenek moyang mereka. Hal tersebut sangat beralasan karena dalam proses budidaya para petani tidak diajarkan oleh pihak mitra (ADC) tentang apa itu kearifan lokal. Pada dasarnya ADC memiliki metoda tersendiri dalam teknik budidaya pertanian mereka. Teknik-teknik budidaya ADC itu yang kemudian diajarkan kepada para petani, sehingga para petani tidak lagi memahami atau mengetahui kearifan lokal di wilayah mereka. Petani binaan ADC yang umumnya tidak mengetahui kearifan lokal, karena usianya tergolong relatif muda. Petani- petani yang cenderung muda, lebih mempercayakan pada pelatihan-pelatihan yang ditawarkan oleh ADC.

Tidak semua petani tidak tahu atau tidak percaya dengan kearifan lokal. Masih terdapat petani yang percaya dan mengetahui bahwa di wilayah mereka terdapat kearifan lokal. Terdapat berbagai macam bentuk kearifan lokal yang tersebar di berbagai wilayah pada penelitian ini. Di antaranya terdapat kearifan lokal yang berupa “pranata mangsa.” Terdapat pula kearifan lokal yang berupa kepercayaan “jika mau menanam, agar panennya berhasil harus menanam satu hari setelah hujan besar turun membasahi lahan para petani.” Selain itu terdapat pula kearifan lokal berupa “pohon penjaga” jadi para petani biasanya menanam tanaman di setiap pojok-pojok lahan pertanian karena tanaman tersebut merupakan simbol penjaga tanaman pertanian yang sedang ditanam. Terdapat pula kearifan lokal yang berupa penanaman yang didasarkan atas penanggalan bulan-bulan Islam.

Deskripsi Faktor Internal dan Eksternal Petani Sayuran pada Misi Teknik Taiwan di Kabupaten Boyolali dan Bogor

Untuk membahas deskripsi pola komunikasi kewirausahaan petani sayuran pada misi teknik Taiwan di Kabupaten Boyolali dan Bogor dan faktor yang mempengaruhinya, yang pada penelitian ini berupa peubah karakteristik petani sayuran, dinamika sosial, lingkungan fisik, dan lingkungan sosial ekonomi setempat dijelaskan dengan hasil analisis statistisdeskripsi sebagai berikut.

Deskripsi Faktor Internal: Karakteristik Petani Sayuran

Hasil analisis peubah-peubah yang dipergunakan untuk menggambarkan secara ringkas karakteristik personal petani sayuran peserta bimbingan misi teknik Taiwan di Indonesia disajikan dalam Tabel 6. Sesuai dengan hipotesis sebelumnya, ada delapan peubah karakteristik yang dianalisis derajat pengaruhnya dengan peningkatan kapasitas kewirausahaan petani sayuran, yaitu tingkat pendidikan, usia, jenis kelamin, pendapatan, kepemilikan aset, kekosmopolitan, pengalaman berusaha, dan keberanian mengambil resiko.

Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan formal sebagai suatu landasan ilmu pengetahuan yang akan membantu petani dalam pengambilan keputusan serta dalam menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi. Tingkat pendidikan yang baik dapat meningkatkan pengetahuan yang berhubungan dengan tingkat ketepatan penilaian yang berdampak pada kecepatan dalam mengadopsi suatu inovasi dan sebaliknya (Soekartawi, 2004).

Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa pendidikan formal petani sayuran di Kecamatan Boyolali sebagian besar adalah kategori menengah sebesar 85,9 persen dengan kisaran 10-13 tahun. Petani sayuran yang masih tergolong rendah pendidikan formalnya yaitu sebesar 10,2 persen dengan kisaran lama belajar formal 0-9 tahun dan yang berpendidikan tinggi dengan kisaran lama belajar 14-21 tahun sebesar 3,9 persen.

Tingkat pendidikan ini sangat mempengaruhi mudah atau tidaknya mereka dalam mengadopsi teknologi budidaya sayuran, menerapkannya serta dapat menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya, hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi pendidikan formal petani sayuran semakin berkembang wawasan berpikirnya dan semakin baik keputusannya dalam berwirausaha tani sayuran yang lebih produktif. Dengan kata lain, tingkat pendidikan berpengaruh kuat terhadap pengembangan kapasitas kewirausahaan petani sayuran terlebih pada petani responden di Kabupaten Boyolali.

Tabel 6. Sebaran responden berdasarkan karakteristik petani sayuran di Kabupaten Boyolali dan Bogor (dalam persen)

Karakteristik Petani Petani Boyolali Petani Bogor Gabungan

Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

Pendidikan Formal - Rendah (0-9 tahun) - Menengah (10-13tahun) - Tinggi (14-21tahun) 8 67 3 10,2 85,9 3,9 29 10 7 63,0 21,8 15,2 37 77 10 29,8 62,1 8,1 Usia -Muda (21- 41 tahun) -Sedang (42-63 tahun) -Tua ( 63-86 tahun) 20 30 28 25,6 38,5 35,9 19 13 14 41,3 28,3 30,4 39 43 42 31,5 34,6 33,9 Jenis kelamin -Laki-laki -Perempuan 71 7 91,1 8,9 41 5 89,1 10,9 112 12 90,3 9,7 Pendapatan per panen (Omset)

-< Rp. 13.600.000 -Rp 13.600.000–Rp 26.800.000 - > Rp 26.800.000 22 23 33 28,2 29,5 42,3 20 17 9 43,5 36,9 19,6 42 40 42 33,9 32,2 33,9 Kepemilikan aset -Tidak punya

-Kurang dari Rp 500 juta -Rp 500 juta ke atas 10 31 37 12,8 13,7 47,5 30 11 5 65,2 23,9 10,9 40 42 42 32,2 33,9 33,9 Tingkat kekosmopolitan -Rendah ( 0 -154 jam) -Sedang (155 – 308 jam) -Tinggi (309 – 462 jam) 54 17 7 69,2 21,9 8,9 42 4 0 91,3 8,7 0 96 21 7 77,4 16,9 5,7 Pengalaman Bertani Sayuran

-Baru (0,5- 20 tahun) -Sedang (21 – 40 tahun) -Lama (41- 62 tahun) 69 8 1 88,5 10,3 1,2 33 9 4 71,7 19,6 8,7 102 17 5 82,3 13,7 4,0 Keberanian mengambil resiko

-Rendah Skor (4- 5) -Sedang Skor (5,1 – 6) -Tinggi Skor (6,1-8) 3 10 65 3,9 12,8 83,3 2 6 38 4,4 13,0 82,6 5 16 103 4,0 12,9 83,1 Jumlah (Prosentase) responden 78 62,9 46 37,1 124 100,0

Petani sayuran di Kabupaten Bogor yang umumnya berpendidikan formal tergolong rendah paling tinggi hanya lulus SMP sebanyak 29 orang atau sebesar 63%. Jika dibandingkan antara Kabupaten Bogor dengan Kabupaten Boyolali, maka tingkat pendidikan petani sayuran Kabupaten Boyolali relatif lebih tinggi sebagian besar sampai lulus SMA dibandingkan petani sayuran Kabupaten Bogor kebanyakan hanya sampai lulus SMP. Hal ini terkait dengan biaya sekolah dan biaya hidup di Bogor yang masih lebih tinggi dibanding di Kabupaten Boyolali.

Namun pada tingkat pendidikan formal yang sampai perguruan tinggi petani sayuran Bogor lebih banyak yaitu tujuh orang atau sebesar 15,2 persen jika dibandingkan dengan di Kabupaten Boyolali hanya sebanyak tiga orang atau sebesar 3,9 persen. Hal ini tidak terlepas dari peranan Institut Pertanian Bogor sebagai perguruan tinggi pertanian yang ada di Kabupaten Bogor melalui penyuluhan dan kegiatan pengabdian masyarakat: Kuliah Kerja Nyata/Kuliah Kerja Profesi, Jumat keliling dan lain-lain telah memberikan pencerahan betapa pentingnya pendidikan untuk kemajuan petani di Kabupaten Bogor.

Pendidikan Nonformal. – Petani binaan pendampingan tim misi Taiwan umumnya jarang mengikuti kursus-kursus penyuluhan yang diselenggarakan pihak tim misi Taiwan maupun pemerintah, karena pendidikan nonformal berupa pelatihan-pelatihan oleh misi teknik Taiwan kebanyakan hanya diikuti oleh para ketua kelompok dan selanjutnya ketua kelompok yang memberikan penjelasan kepada para petani sayuran sebagai anggota kelompoknya. Selain itu para pendamping misi teknik Taiwan juga mempraktekkan langsung di lapangan sehingga lebih mudah ditiru oleh para petani sayuran. Metode ini ternyata berhasil karena terjadi interaksi langsung sehingga terjadi komunikasi efektif dialogik antar mereka.

Usia

Petani sayuran di Kabupaten Boyolali umumnya masuk kelompok berusia sedang adalah sebesar 38,5 persen dengan variasi mulai dari kisaran usia 42 tahun sampai dengan 63 tahun, Para petani sayuran kelompok tua adalah usia antara 63- 86 tahun sebesar 35,9 persen, sedangkan para petani sayuran kelompok muda dengan kisaran usia 21-41 tahun sebesar 25,6 persen. Hal ini berarti bahwa usia petani sayuran tergolong produktif pada kisaran usia 42-63 tahun yang merupakan proporsi terbesar. Di samping itu, rata-rata petani sayuran yang berusia muda jumlahnya lebih sedikit dibanding yang kelompok berumur sedang dan kelompok tua. Hal ini juga mengindikasikan bahwa telah terjadi pergeseran bidang usaha para pemuda dari bidang pertanian ke bidang lain.

Kondisi ini menunjukkan bahwa petani sayuran secara fisik masih sangat kuat untuk menjalankan kegiatan usahataninya secara baik. Petani sayuran kelompok usia sedang memiliki kemampuan bekerja dan berpikir yang lebih

tinggi, sehingga bisa dikatakan usia petani produktif ini mempunyai pengaruh kuat terhadap pengembangan kapasitas kewirausahaan petani sayuran Kabupaten Boyolali.

Petani sayuran di Kabupaten Bogor umumnya masuk kelompok berusia muda adalah sebesar 41,3 persen dengan variasi mulai dari kisaran usia 21 tahun sampai dengan 41 tahun, para petani sayuran kelompok sedang adalah usia antara 42-63 tahun sebesar 28,3 persen, sedangkan para petani sayuran kelompok tua dengan kisaran usia 63-86 tahun sebesar 30,4 persen. Hal ini berarti bahwa usia petani sayuran tergolong produktif di Kabupaten Bogor pada kisaran usia 21-41 tahun yang merupakan proporsi terbesar.

Secara keseluruhan di dua kabupaten berada pada kategori sedang berumur 42-63 tahun sebesar 34,6 persen. Berarti usia produktif petani sayuran di dominasi oleh petani berusia sedang 42-63 tahun.

Jenis kelamin

Pada umumnya petani sayuran di Kabupaten Boyolali didominasi oleh petani laki-laki sebanyak 71 orang atau sebesar 91,1 persen dibanding perempuan sebanyak 7 orang atau sebesar 8,9 persen hal ini dikarenakan di Kabupaten Boyolali mayoritas mata pencaharian laki-laki sebagai kepala keluarga bekerja pada sektor pertanian dan perempuan hanya sebagai ibu rumah tangga mengurus

Dokumen terkait