• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mutu hijauan yang ada di Indonesia cukup rendah, sehingga penggunaan hijauan harus diimbangi dengan pakan penguat sebagai sumber energi dan mineral. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menambahkan senyawa saponin asal tanaman untuk memodifikasi fermentasi rumen dan menambahkan mineral.

Ekstrak lerak yang dipakai pada penelitian ini merupakan hasil ekstraksi buah lerak dan biji lerak dengan menggunakan pelarut metanol. Ekstrak lerak berbentuk serbuk dan mempunyai kandungan saponin yang sangat tinggi, dan juga mengandung tanin. Kandungan saponin dalam tepung lerak sebesar 3,87%, sedangkan dalam ekstrak metanol lerak sangat besar yaitu 81,5%, hampir 21 kalinya dibandingkan dengan saponin dalam tepung lerak (Suharti et al., 2009). Senyawa saponin diketahui dapat memodifikasi mikroba rumen dengan menekan pertumbuhan protozoa (defaunasi) secara parsial. Sementara itu, protozoa sering memangsa bakteri rumen untuk memenuhi kebutuhan protein (Guiterrez 2007, Hart et al., 2008). Pengujian pada penelitian ini dilakukan secara in vitro, pada suhu 39o C anaerob dengan kisaran pH 6,5-6,9, dimana kondisi tersebut menyerupai kondisi dalam rumen. Substrat yang digunakan dalam pengujian secara in vitro terdiri dari rumput lapang yang telah dikeringkan dan dihaluskan (BK 93,16%), pakan penguat (88,22%) dan suplementasi (penambahan lerak saja maupun lerak yang di fortifikasi dengan mineral mix). Komposisi suplementasi yang digunakan terdiri dari ekstrak lerak yang telah dihaluskan (BK 87,45%) dan mineral mix (Ca, Mg, S dan P).

Komposisi pakan penguat yang digunakan yaitu dedak padi, tetes, limbah roti, kulit kopi, kulit kacang, onggok dan dedak gandum, sedangkan hijauan yang digunakan yaitu rumput gajah. Komposisi nutrien bahan yang digunakan dalam penyusunan ransum dapat dilihat pada Tabel 1.

Penggunaan ekstrak lerak pada penelitian ini dikombinasikan dengan mineral mix (Ca, P, Mg dan S) yang ditambahkan pada substrat dengan rasio ransum (rumput dan pakan penguat) yaitu 70:30, 50:50 dan 30:70. Sumber mineral yang dipergunakan sebagai perlakuan dalam penelitian ini berasal dari hijauan, pakan penguat dan mineral komersial. Penyusunan kandungan mineral ini dihitung berdasarkan kandungan mineral substrat hijauan dan pakan penguat kemudian disesuaikan dengan komposisi mineral masing-masing ransum. Kekurangan mineral (Ca, P, Mg dan S) dipenuhi dengan menambahkan mineral komersial

sesuai dengan acuan NRC (1994). Komposisi mineral masing-masing perlakuan tercantum pada Tabel 2.

Tabel 1. Komposisi Nutrien Hijauan, Pakan Penguat dan Total Ransum yang Digunakan sebagai Subtrat Fermentasi In vitro

Nutrien Rumput Pakan

penguat Substrat 1* Substrat 2* Substrat 3*

NRC (%) Gajah H:K = 70:30 H:K= 50:50 H:K = 30:70 1994 --- (100%BK) --- Abu 8,98 8,52 8,85 8,75 8,66 - PK 13,41 19,16 15,13 16,28 17,43 - SK 40,26 25,49 35,83 32,88 29,92 - LK 0,12 3,80 1,22 1,96 2,69 - Beta-N 37,23 42,24 38,73 39,73 40,73 - Ca 0,15 0,28 0,19 0,22 0,24 0,54 P 0,27 0,36 0,30 0,32 0,33 0,37 Mg 0,12 0,08 0,11 0,10 0,09 0,23 S 0,06 0,01 0,05 0,04 0,03 0,1 TDN 49,02 63,77 53,44 56,40 59,35 -

Hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan (2011)

TDN (Hardi et al., 1980) = 92.64-3.338(SK)-6.945(LK)-0.762(BetaN)+1.115(PK)+0.03(SK)2 -0.133(LK)2+0.036(SK)(BETA-N)+0.100(LK)(PK)-0.022(LK)2(PK)

*Hasil perhitungan

BK = Bahan Kering Ca = Kalsium

PK = Protein Kasar P = Poshor

SK = Serat Kasar Mg = Magnesium

LK = Lemak Kasar S = Sulfur

Beta-N = Bahan ekstrak tanpa Nitrogen TDN = Total Digestible Nitrogen

Tabel 2. Penambahan Komposisi Mineral Perlakuan yang Terdapat dalam Ransum Percobaan

Mineral Sumber

Mineral yang ditambahkan (mg) Ransum 1 H:K = 70:30 Ransum 2 H:K= 50:50 Ransum 3 H:K = 30:70

Kalsium (Ca) CaCl2 10,18 9,57 8,96

Phospor (P) KH2PO4 4,34 3,73 3,11

Magnesium

(Mg) MgSO4 3,33 3,14 2,95

Sulfur (S) Na2S2O5 3,27 3,86 4,45

Fungsi maupun tujuan dari penambahan mineral mix (Ca, P, Mg dan S) ini diantaranya untuk memelihara keseimbangan mikroba terutama fungi yang keberadaannya bergantung pada keberadaan sulfida untuk mensintesis protein mikroba (Bakrie et al., 1996). Selanjutnya dijelaskan bahwa konsentrasi sulfur dalam pakan mempengaruhi pertumbuhan

mikroba (Sniffen and Robinson, 1987 dalam Pathak, 2008). Mineral sulfur merupakan kebutuhan esensial bagi bakteri rumen karena sel bakteri kaya akan kandungan asam amino yang mengandung sulfur seperti metionin dan sistein (NRC, 1996). Pembatasan asupan dari sulfur akan membatasi sintesis protein mikroba, mineral lain yang mempengaruhi sintesis protein mikroba adalah fosfor, karena fosfor dibutuhkan untuk sintesis ATP dan protein oleh mikroba rumen. Sintesis protein mikroba dapat terhambat karena suplai P yang tidak mencukupi untuk pertumbuhan mikroba (Pathak, 2008).

Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa penggunaan ekstrak lerak 1 mg/ml pada ransum sapi potong dengan hijauan tinggi, dapat meningkatkan produksi VFA total dan proporsi propionat, namun belum dapat meningkatkan sintesis protein mikroba rumen. Hal ini di duga karena rendahnya kandungan mineral mikroba seperti sulfur dan fosfor dalam ransum berbasis hijauan tinggi (Suharti, 2010).

Populasi Protozoa dan pH Rumen

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian ekstrak lerak baik yang ditambah mineral mix maupun tanpa penambahan mineral mix nyata (P<0,05) menurunkan populasi protozoa dibandingkan kontrol. Peningkatan rasio pakan penguat juga nyata (P<0,05) menurunkan populasi protozoa dibandingkan kontrol. Tidak ada interaksi antara rasio hijauan dan pakan penguat dengan jenis suplemen yang digunakan (Tabel 3).

Penurunan protozoa akibat pemberian ekstrak lerak diduga karena saponin yang terkandung dalam ekstrak lerak dapat mempengaruhi pertumbuhan protozoa. Hal yang sama juga ditunjukkan pada penelitian Suharti (2010), yang menyatakan bahwa secara in vitro populasi total protozoa menurun dengan pemberian ekstrak lerak dengan taraf 1 mg/ml pada semua waktu inkubasi yang diamati. Sensitivitas protozoa terhadap ekstrak lerak diduga karena tingginya kemampuan saponin dari ekstrak lerak dalam mengikat sterol sehingga saponin tersebut akan mengikat sterol pada membran protoza dan menyebabkan kerusakan yang menyebabkan lisis atau kematian. Pemberian ekstrak lerak yang di fortifikasi dengan mineral mix (Ca, Mg, S dan P) juga nyata menurunkan populasi protozoa, sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian mineral mix (Ca, Mg, S dan P) bersama ekstrak lerak berperan secara efektif dalam penekanan populasi protozoa yang mana juga dapat meningkatkan efisiensi pembentukan protein mikroba.

Protozoa merupakan salah satu mikroba rumen yang ikut berperan dalam fermentasi pakan dalam sistem rumen. Protozoa berkembang di dalam rumen dalam kondisi anaerob dan

mempengaruhi proses fermentasi karbohidrat pakan. Protozoa penting keberadaannya karena dapat menstabilkan pH saat fermentasi berlangsung sehigga dapat berfungsi sebagai penyangga (Arora, 1989). Perkembangan protozoa dalam rumen juga sangat dipengaruhi kondisi pH rumen, rendahnya pH rumen dapat mengurangi populasi protozoa secara drastis.

Tabel 3. Rataan Populasi Protozoa Total pada Perlakuan in vitro

Parameter Substrat Rasio (H:K) Level Suplementasi Rataan ±SD 0 1mg/ml ekstrak lerak 1mg/ml ekstrak lerak+ mineral mix Protozoa (Log 10/ml) 70:30 4,47 ± 0,03 4,28 ± 0,14 4,26 ± 0,13 4,34 ± 0,06 50:50 4,35 ± 0,10 4,19 ± 0,03 4,27 ± 0,20 4,27 ± 0,09 30:70 4,29 ± 0,21 4,07 ± 0,32 4,19 ± 0,22 4,19 ± 0,06 Rataan±SD 4,37 ± 0,09a 4,18 ± 0,15b 4,24 ± 0,05a Keterangan : H = Hijauan, K = Pakan penguat

Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan (P<0,05).

Penurunan populasi protozoa mempunyai beberapa implikasi yaitu perubahan keragaman bakteri rumen, penurunan metan dan peningkatan sintesis protein mikroba. Perubahan keragaman bakteri rumen juga terjadi akibat penurunan populasi protozoa dengan penambahan ekstrak lerak. Penghambatan populasi protozoa juga dapat aktivitas sebagai bakteri metanogen karena protozoa merupakan inang bagi metanogen dalam proses transfer H2. Telah diketahui bahwa protozoa sering memangsa bakteri untuk memenuhi kebutuhan proteinnya, sehingga penghambatan populasi protozoa dapat meningkatkan aktivitas sintesis protein mikroba serta aliran N yang menuju usus halus. Hal ini mengakibatkan meningkatnya N yang diretensi oleh tubuh ternak (Suharti, 2010).

Beberapa hasil penelitian menunjukkan variasi pengaruh saponin terhadap populasi protozoa pada percobaan in vivo. Penelitian Hess et al. (2003) menunjukkan bahwa suplementasi saponin yang berasal dari Sapindus saponaria sebanyak 100 mg/g BK (kandungan saponin 12% BK) ke dalam ransum pada inkubasi 24 jam dapat menurunkan populasi protozoa hingga 54%. Saponin dapat menghambat jumlah maupun komposisi spesies protozoa secara in vitro. Patra et al. (2006) menyatakan bahwa saponin yang diekstraksi dari Acacia conciema dengan air, metanol maupun etanol dapat menghambat pertumbuhan protozoa. Aktivitas protozoa dari saponin merupakan pengaruh yang konsisten dalam ekosistem rumen, namun masih belum jelas spesies-spesies protozoa yang sensitif terhadap saponin. Saponin dari ekstrak lerak terbukti menurunkan populasi protozoa dan efektif sebagai agen defaunasi parsial dalam rumen tanpa kehilangan aktivitas antiprotozoanya dalam waktu 27 hari (Wina et al., 2006).

Konsentrasi Amonia (NH3)

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian ekstrak lerak baik yang ditambah mineral mix maupun tanpa penambahan mineral mix tidak nyata (P>0,05) meningkatkan konsentrasi NH3 (Tabel 3). Perbedaan rasio hijauan dan pakan penguat tidak mempengaruhi konsentrasi NH3 (P>0,05). Tidak ada interaksi antara rasio hijauan dan pakan penguat dengan jenis suplementasi yang digunakan di dalam rumen secara in vitro (Tabel 4). Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan ekstrak lerak dengan taraf 1 mg/ml maupun ekstrak lerak yang di fortifikasi dengan mineral mix tidak mempengaruhi aktivitas mikroba rumen dalam metabolisme protein. Tanin dalam ekstrak lerak tidak mempengaruhi kecernaan protein. Beberapa faktor yang mempengaruhi produksi amonia antara lain adalah kelarutan bahan pakan, jumlah protein dalam ransum, sumber nitrogen dalam ransum dan waktu setelah pemberian pakan (Arora, 1989). Protein di dalam rumen akan dirombak oleh enzim protease yang dihasilkan oleh mikroba proteolitik menjadi oligopeptida (Sutardi, 1980). Oligopeptida yang terbentuk ini ada yang dimanfaatkan oleh mikroba rumen untuk pertumbuhannya, ada yang langsung masuk ke usus, sebagian lagi ada yang dihidrolisa menjadi asam amino. Sebagian asam amino yang dihasilkan ada yang diserap dalam dinding rumen, ada yang masuk ke dalam usus, ada yang langsung dimanfaatkan oleh mikroba rumen dan ada yang mengalami deaminasi menjadi asam alfa keto yang menghasilkan amonia dan CO2. Amonia di dalam rumen merupakan hasil degradasi asam amino pakan atau berasal dari nitrogen bukan protein (Forbes dan France, 1993; Arora, 1995). Amonia di dalam rumen merupakan bahan yang berguna untuk pembentukan protein mikroba di dalam rumen. Selain itu, fermentasi protein juga menghasilkan volatile fatty acid (VFA). Konsentrasi NH3 rumen merupakan salah satu cara untuk menilai fermentabilitas protein pakan dan erat kaitannya dengan populasi mikroba rumen. Di dalam rumen, protein dihidrolisis pertama kali oleh mikroba rumen. Tingkat hidrolisis protein tergantung dari daya larut protein menjadi asam amino yang diikuti oleh proses deaminasi untuk membebaskan kadar NH3 (McDonald et al., 2002). Semakin meningkat kandungan protein kasar ransum dapat menyebabkan produksi NH3 juga meningkat (Parakkasi, 1999).

Rataan konsentrasi NH3 yang dihasilkan dari semua perlakuan berkisar antara 8,60-10,48 mM dan nilai tersebut masih optimal untuk pertumbuhan mikroba rumen. McDonald et al., (2002) menyatakan bahwa konsentrasi NH3 yang optimal untuk menunjukkan sintesis protein mikroba dalam cairan rumen sangat bervariasi, berkisar antara 6-21 mM. Nolan (1993) menyatakan bahwa amonia merupakan sumber nitrogen utama dan sangat penting

untuk sintesis protein mikrooganisme rumen. Penambahan suplementasi ekstrak lerak maupun ekstrak lerak yang di fortifikasi dengan mineral mix pada penelitian ini tidak nyata meningkatkan konsentraasi NH3.

Tabel 4. Rataan Konsentrasi Amonia (NH3) pada Perlakuan in vitro

Parameter Rasio Substrat (H:K) Level Suplementasi Rataan ± SD 0 1mg/ml ekstrak lerak 1mg/ml ekstrak lerak+ mineral mix NH3 (mM) 70:30 8,51±2,03 9,58±2,23 7,71±1,66 8,60 ± 0,29 50:50 7,74±1,79 11,09±11,09 9,90±4,02 9,58 ± 1,11 30:70 10,03±3,75 8,78±8,78 12,63±12,63 10,48 ± 1,22 Rataan ±SD 8,76 ± 1,07 9,82 ± 0,78 10,08 ± 1,22

Keterangan : H = Hijauan, K = Pakan penguatt

Pada kolam yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan (P>0,05)

Hal yang sama dengan penelitian Thalib (2004) yang menyatakan bahwa suplementasi ekstrak metanol lerak dalam bentuk serbuk (80 mg/100 ml dengan kadar saponin 15%) pada ransum domba menghasilkan konsentrasi NH3 yang tidak berbeda nyata dengan kontrol. Namun hasil penelitian tersebut tidak sama dengan hasil penelitian Wina et al., (2005a), menyatakan suplementasi ekstrak metanol sapindus rarak dengan taraf 0,25; 0,5; 1,0; 2,0 dan 4,0 mg/ml dalam ransum yang tersusun dari rumput gajah dan pollard (7:3) signifikan menurunkan konsentrasi NH3. Maramis dan Evitayani (2009) menyatakan bahwa suplementasi mineral Ca, Mg, S dan P tidak mempengaruhi pH dan konsentrat NH3-N, dengan rataan nilai konsentrasi NH3-N berkisar 7,77-8,88 mg/100ml.

Konsentrasi Volatille Fatty Acid (VFA)

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian ekstrak lerak baik yang ditambah mineral mix maupun tanpa penambahan mineral mix tidak nyata (P>0,05) menurunkan konsentrasi VFA total. Peningkatan rasio pakan penguat nyata meningkatkan (P<0,05) konsentrasi VFA total terhadap kontrol. Tidak ada interaksi antara rasio hijauan dan pakan penguat dengan jenis suplemen yang digunakan (Tabel 5). Hal ini menandakan bahwa konsentrasi VFA total tidak dipengaruhi oleh suplemen ekstrak lerak dan mineral mix yang ditambahkan ke dalam substrat. Produksi VFA total dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sifat karbohidrat, kecernaan bahan kering dan nutrien pakan. Terlihat pada kecernaan bahan kering dan bahan organik yang tidak meningkat dengan penambahan suplemen ekstrak lerak saja maupun ekstrak lerak yang di tambahkan mineral mix.

Hal yang berbeda dengan penelitian Suharti (2010), menyatakan bahwa penggunaan ekstrak lerak sampai level 0,8 mg/ml dapat meningkatkan produksi VFA total pada berbagai rasio hijauan tinggi. Xu et al. (2010), menyatakan bahwa pada rasio hijauan sedang dan rendah (H:K=50:50 dan 10:90), pemberian saponin dari ekstrak lerak Y. Schidigera 0,11 mg/ml secara in vitro tidak mempengaruhi konsentrasi VFA total dan propionat VFA kecuali butirat yang cenderung menurun. Hal ini menunjukkan bahwa saponin belum dikatakan efektif dalam memodifikasi fermentasi rumen pada pakan yang mengandung pakan penguat sedang sampai tinggi (90%). Proses fermentasi karbohidrat oleh mikroba rumen menghasilkan energi berupa asam-asam lemak astiri (VFA) antara lain yang utama yaitu asam asetat, asam propionat, asam butirat merupakan tiga asam lemak terbang tertinggi di rumen, VFA dianggap sebagai faktor utama yang mempengaruhi produksi ternak ruminansia (McDonald et al., 2002). Menurut Arora (1989), peran VFA sangat penting sebagai sumber energi, VFA juga merupakan sumber kerangka karbon untuk membentuk protein mikroba. Tabel 5. Rataan Konsentrasi VFA pada Fermentasi In Vitro 4 jam

Parameter Rasio Ssubstrat (H:K) Level Suplementasi Rataan ± SD 0 1mg/ml ekstrak lerak 1mg/ml ekstrak lerak+ mineral mix VFA (mM) 70:30 169,94±41,44 164,40±31,34 112,29±41,46 148,88±5,84ab 50:50 144,52±14,74 127,38±24,98 114,52±30,46 128,81±7,98b 30:70 159,77±19.91 153,87±29,02 188,71±11,29 167,45±8,87a Rataan±SD 158,08±14,16 148,55±8,87 138,51±15,27 Keterangan : H = Hijauan, K = Pakan penguat

Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan (P<0,05)

Mineral kalsium (Ca), posfor (P), magnesium (Mg) dan sulfur (S) sangat diperlukan untuk pertumbuhan sel mikroba rumen dan mencerna serat maksimal oleh bakteri selulolitik serta menstimulir produksi VFA (Church, 1988). Penambahan suplementasi mineral mix (Ca, Mg, S dan P) pada penelitian ini tidak nyata menurunkan konsentrasi VFA total, penambahan mineral mix (mineral komersial) yang di fortifikasi dengan ekstrak lerak tidak efektif. Hal ini diduga karena saponin yang terkandung dalam ekstrak lerak mengikat keberadaan penambahan mineral mix (mineral komersial) dalam rumen. Suparjo (2000), menyatakan bahwa saponin dapat mengganggu penyerapan mineral dan vitamin, hal ini berbeda dengan hasil penelitian Maramis dan Evitayani (2009), menyatakan bahwa konsentrasi VFA total pada ransum (60% jerami padi + 40% pakan penguat) yang di suplementasi Ca, Mg, S dan P meningkat jika di bandingkan dengan kontrol, dengan rataan konsentrasi 56,13-80,43 mM.

Pada penelitian ini memiliki rataan konsentrasi VFA total berkisar 128,81-167,45 mM, hasil tersebut masih berada dalam kisaran normal untuk mendukung sintesis protein mikroba. Menurut McDonald et al. (2002), produksi VFA total yang dapat mendukung proses sintesis protein mikroba yaitu 70-150 mM.

Populasi Bakteri

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian ekstrak lerak baik yang di fortifikasi dengan mineral mix (Ca, Mg, S dan P) maupun yang hanya diberikan ekstrak lerak saja tidak nyata (P>0,05) meningkatkan populasi bakteri. Perbedaan rasio hijauan dan pakan penguat juga tidak nyata (P<0,05) meningkatkan populasi bakteri dibandingkan kontrol. Tidak ada interaksi antara rasio hijauan dan pakan penguat dengan jenis suplementasi yang digunakan (Tabel 6). Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa pada penelitian ini dengan penambahan ekstrak lerak mengandung saponin masih belum cukup optimum berperan dalam menstimulir perkembangan populasi bakteri. Berdasarkan populasi bakteri terlihat bahwa kandungan saponin dan senyawa-senyawa lain yang terdapat dalam ekstrak lerak tidak mengganggu populasi bakteri rumen. Suharti (2010) menyatakan bahwa pemberian ekstrak lerak sampai level 0,8 mg/ml tidak meningkatkan populasi bakteri total terhadap kontrol. Namun persentase bakteri P. ruminicola dari total bakteri meningkat dengan pemberian ekstrak lerak, R. albus juga mempunyai kecenderungan meningkat, sementara itu bakteri F. succinogenes tidak berbeda antara perlakuan. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Thalib (2004), bahwa penambahan ekstrak metanol lerak (saponin 15%) ke dalam pakan (rumput raja) sebanyak (80 mg/100ml) pada inkubasi 48 jam dapat menurunkan populasi protozoa sampai 79% dan meningkatkan populasi bakteri sekitar 39% dari kontrol.

Tabel 6. Rataan Populasi Bakteri Total pada Perlakuan in vitro

Parameter Rasio Substrat (H:K) Level Suplementasi Rataan±SD 0 1mg/ml ekstrak lerak 1mg/ml ekstrak lerak+mineral mix Bakteri (Log 10 CFU/ml) 70:30 9,94±0,33 9,69±0,64 9,95±0,41 9,86 ± 0,16 50:50 9,73±0,33 9,85±0,55 9,96±0,27 9,84 ± 0,15 30:70 9,71±0,47 10,09±0,23 9,87±9,87 9,89 ± 0,19 Rataan ±SD 9,79±0,08 9,88±0,22 9,93±0,17

Keterangan : H = Hijauan, K = Pakan penguat

Pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan (P>0,05)

Peran sulfur penting bagi pencernaan serat dalam rumen. Suplai sulfur yang cukup dapat mengoptimalkan degradasi selulosa yang diantaranya melalui stimulasi spesifik bakteri selulolitik, aktivitas protozoa dan fungi anaerob. Selain mineral sulfur, phospor juga merupakan mineral yang penting untuk pertumbuhan mikroba dan untuk menjaga integritas membran sel maupun dinding sel. Begitu juga dengan penambahan mineral Mg dan Ca diperlukan untuk pertumbuhan sel mikroba rumen dan mencerna serat secara maksimal oleh bakteri selulolitik serta menstimulir produksi VFA (Maramis dan Evitayani (2009). Penambahan mineral mix dalam substrat perlakuan tidak nyata meningkatkan populasi bakteri jika dibandingkan dengan kontrol. Berbeda dengan penelitian Maramis dan Evitayani (2009), bahwa peningkatan bakteri total yang diindikasi pada kecernaan fraksi serat pada ransum (60% jerami padi+40% pakan penguat) dipengaruhi dengan penambahan mineral mix (Ca, Mg, S dan P) terhadap pertumbuhan dan aktifitas mikroba pencerna dalam rumen.

Rumen merupakan tempat hidup berbagai macam tipe bakteri dimana bakteri tersebut berperan dalam proses mendegradasi berbagai komponen pakan. Interaksi antara bakteri dengan mikroba rumen lainnya menghasilkan efek sinergis dalam memproduksi hasil fermentasi seperti VFA dan protein mikroba di dalam rumen (Kamra, 2005). Pada ransum yang bahan dasarnya pakan serat bermutu rendah, protozoa cenderung memangsa bakteri. Protozoa dan bakteri di dalam rumen selalu bersaing dalam menggunakan beberapa nutrien yang diberikan. Apabila kondisi suplai makanan kurang menguntungkan, protozoa akan memakan bakteri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga populasi bakteri dalam rumen akan berkurang. Karena peranan bakteri rumen memiliki fungsi yang sangat penting terhadap fermentasi serat dan tanaman berpolimer (Arora, 1989).

Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik (KCBK & KCBO)

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian ekstrak lerak baik yang ditambah mineral mix maupun tanpa penambahan mineral mix tidak nyata (P>0,05) menurunkan KCBK dan KCBO. Perbedaan rasio hijauan dan pakan penguat tidak mempengaruhi (P>0,05) KCBK dan KCBO. Tidak ada interaksi antara rasio hijauan dan pakan penguat dengan jenis suplemen yang digunakan (Tabel 7). Hal ini menandakan bahwa suplementasi ekstrak lerak, baik dengan penambahan mineral mix maupun tanpa penambahan mineral mix, tidak mempengaruhi kecernaan pakan dan aktivitas mikroba rumen dalam mencerna pakan.

Demikian juga dengan pemberian mineral mix (Ca, P, Mg dan S) pada penelitian ini yang diharapkan dapat berperan dan meningkatkan kecernaan fraksi pakan, belum cukup optimal dalam mendegradasi selulosa melalui stimulasi spesifik bakteri selulolitik yang berperan sebagai pendegradasi serat dalam rumen.

Kecernaan dinyatakan dengan dasar bahan kering, kecernaan in vitro dipengaruhi oleh pencampuran sampel pakan, cairan rumen, pH, pengaturan suhu fermentasi, lamanya waktu inkubasi, ukuran partikel sampel dan larutan penyangga (Selly, 1994). Nilai kecernaan pada penelitian ini sama dengan penelitian Hess et al. (2003) yaitu bahwa kecernaan bahan organik ransum yang disuplementasi ekstrak Sapindus saponaria sebanyak 100 mg/g BK (kandungan saponin 12% BK) ke dalam ransum menunjukkan hasil yang tidak berbeda dengan kontrol. Hal yang sama juga ditunjukkan pada penelitian Thalib (2004) yang menyatakan bahwa suplementasi ekstrak metanol lerak dalam bentuk serbuk (80 mg/ 100 ml dengan kadar saponin 15%) pada ransum domba menunjukkan nilai kecernaan yang tidak berbeda dengan kontrol.

Tabel 7. Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik

Parameter Rasio Substrat (H:K) Level Suplementasi Rataan ± SD 0 1mg/ml ektrak lerak 1mg/ml ektrak lerak+ mineral mix KCBK (%) 70:30 57,26±8,72 53,57±2,49 51,64±7,73 54,16 ± 3,27 50:50 56,84±7,08 55,95±6,92 57,91±5,04 56,90 ± 1,14 30:70 59,47±5,26 56,90±0,92 56,21±7,53 57,53 ± 3,36 Rataan±SD 57,86 ± 1,73 55,48 ± 3,11 55,26 ± 1,4 KCBO (%) 70:30 58,08±8,82 54,51±2,59 52,08±8,02 54,89 ± 3,39 50:50 57,88±8,22 56,13±6,99 53,97±6,44 55,99 ± 0,91 30:70 60,75±6,09 60,20±5,45 56,75±7,92 59,23 ± 1,28 Rataan±SD 60,75 ± 1,44 60,20 ± 2,23 54,27 ± 0,88

Keterangan : H = Hijauan, K = Pakan penguat

Kurniawati (2009) menyatakan bahwa ransum yang diberi tambahan ekstrak lerak dengan taraf 0,09% dan 0,18% dalam bentuk pakan blok tidak signifikan mempengaruhi kecernaan bahan kering (KCBK) dan menunjukkan nilai yang sama dengan ransum kontrol. Hal tersebut menandakan bahwa suplementasi ekstrak lerak tidak mempengaruhi kecernaan pakan dan aktivitas mikroba rumen dalam mencerna pakan.

Nilai kecernaan bahan kering substrat kontrol adalah 57,86-60,75%, masih sama dengan nilai kecernaan dalam batas normal yang berkisar antara 50-60% (Sutardi,1980). Penambahan ekstrak lerak 1 mg/ml ke dalam substrat cenderung menurunkan kecernaan. Hal tersebut disebabkan karena adanya kandungan tanin dan saponin dalam ekstrak lerak. Tanin dapat berikatan dengan protein pakan sehingga mengakibatkan protein sulit didegradasi oleh mikroba rumen. Saponin juga dapat menurunkan degradabilitas protein dalam rumen. Penurunan degradasi protein dalam rumen dapat terjadi karena terbentuknya kompleks protein-tanin yang sedikit tercerna dan terkait dengan kemampuan saponin sebagai agen defaunasi yang menyebabkan penurunan total populasi prozoa rumen, namun meningkatkan sintesis protein mikroba rumen. Kecernaan bahan kering juga dapat dipengaruhi oleh kandungan protein pakan, karena setiap sumber protein memiliki kelarutan dan ketahanan degradasi yang berbeda-beda (Sutardi, 1980).

Penambahan mineral mix pada penelitian ini tidak nyata menurunkan KCBO terhadap kontrol. Berbeda dengan hasil penelitian Maramis dan Evitayani (2009), yang menyatakan bahwa rataan nilai bahan kering dan bahan organik yang memperoleh ransum perlakuan suplementasi mineral Ca, P, Mg dan S memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) meningkatkan KCBK dan KCBO terhadap kontrol. Derajat keasaman pH dan jenis pakan cairan rumen merupakan faktor penting dalam pemanfaatan bahan organik (Anggorodi, 1994).

Pengaruh Saponin dan Mineral Mix pada Sintesis Protein Bakteri

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian ekstrak lerak tanpa penambahan mineral mix nyata (P<0,05) meningkatkan sintesis protein bakteri dibandingkan kontrol, sedangkan pemberian ekstrak lerak yang ditambah mineral mix tidak nyata meningkatkan sintesis protein bakteri. Peningkatan pakan penguat sebesar 70% nyata (P<0,05) meningkatkan sintesis protein bakteri dibandingkan kontrol. Tidak ada interaksi antara rasio hijauan dan pakan penguat dengan jenis suplemen yang digunakan (Tabel 8). Hal ini menunjukkan bahwa saponin yang terkandung dalam ekstrak lerak dapat mempengaruhi perkembangan mikroba dalam rumen pada berbagai rasio pakan. Sintetsis protein mikroba dan populasi protozoa serta populasi bakteri memiliki hubungan saling keterkaitan, yang

Dokumen terkait