• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pondok pesantren Asshiddiqiyah didirikan pada bulan Rabiul Awal 1406 H (Juli 1985) oleh DR. KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ di jalan Surya Sarana No.6C, Kedoya Kebon Jeruk Jakarta Barat. Asshiddiqiyah memiliki beberapa cabang antara lain Batu Ceper Tangerang, Karawang, Serpong Tangerang, Cijeruk Bogor, Sukabumi Jawa Barat, Lampung, Bayung Lencir Musi Banyuasin dan Gunung Sugih Lampung.

Sistem pendidikan yang diterapkan di Asshiddiqyah pusat ini merupakan gabungan dari sistem tradisional dan modern dengan tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab klasik penekanan ubudiyah seperti keharusan tahajud tiap malam dan menyediakan sekolah formal di dalam pesantren untuk para santri serta membiasakan mereka menggunakan bahasa Arab dan Inggris selama berada di lingkungan pesantren.

Visi pondok pesantren Asshiddiqiyah yaitu meneladani akhlaq Nabi dan unggul dalam prestasi. Sedangkan misi yang diembannya antara lain (1) menanamkan akhlaqul karimah yang dicontohkan Nabi dalam kehidupan sehari-hari; (2) melaksanakan pengajaran dan bimbingan bahasa Inggris dan Arab sehari-hari secara aktif dengan menggunakan metode langsung (Direct Methode); (3) menumbuhkan semangat berkomunikasi bahasa resmi pesantren kepada warga sekolah dalam pembinaan dan monitoring 24 jam; (4) menyelenggarakan bimbingan belajar kepada santri oleh guru yang profesional secara aktif dan efektif; (5) menyelenggarakan bimbingan belajar khusus diluar PBM (Proses Belajar Mengajar) formal bagi kelas tiga dalam persiapan menghadapi UAN; (6) menyelenggarakan kegiatan ekstrakurikuler dalam menyalurkan minat dan bakat santri; dan (7) menerapkan manajemen partisipatif dengan melibatkan seluruh warga sekolah dalam menciptakan lingkungan sekolah yang nyaman, aman dan kekeluargaan.

Ada lima indikator yang ditekankan untuk mewujudkan visi dan misi pondok pesantren yaitu (1) memiliki akhlaqul karimah; (2) unggul dalam penguasaan dasar bahasa Inggris dan bahasa Arab; (3) unggul dalam perolehan mutu nilai Akademik dan Non Akademik; (4) unggul dalam prestasi ekstrakurikuler dan (5) unggul dalam pengelolaan mutu lingkungan sekolah yang nyaman, aman dan kekeluargaan dalam sistem pembinaan Boarding School. Selanjutnya ada lima panca disiplin bagi santri Asshiddiqiyah yaitu (1) disiplin belajar; (2) disiplin

beribadah; (3) disiplin berbahasa; (4) disiplin menjaga kesehatan dan (5) disiplin istirahat.

Pondok pesantren Asshiddiqiyah pusat menyelenggarakan unit kegiatan pendidikan formal seperti SMP Islam Manba’ul Ulum Asshiddiqiyah, Madrasah Aliyah Manba’ul Ulum Asshiddiqiyah, Ma’had Aitam Saa’idusshiddiqiyah (Tahfidzul Qur’an), dan Ma’had ‘Aly Saa’idusshiddiqiyah (Sekolah Tinggi Agama Islam, setara Strata 1). Seluruh siswa, yang biasa disebut santri, diharuskan tinggal di dalam lingkungan Asshiddiqiyah. Pondok pesantren menyediakan asrama-asrama untuk tempat tinggal para santri. Ada beberapa kamar yang sudah dilengkapi tempat tidur dan ada juga yang tidak. Setiap kamar dihuni oleh 30 santri dan satu wali asuh dengan beberapa kamar mandi disetiap lantainya. Selain itu, pihak pondok juga telah menyediakan lemari untuk tiap-tiap santrinya. Para santri hanya perlu membawa kasur, bantal, guling dan perlengkapan pribadi lainnya sebagai modal untuk tinggal di asrama.

Para orangtua membayar iuran rutin sebesar Rp 540.000/bulan untuk iuran sekolah, makan 3 kali sehari, tempat tinggal dan iuran pendidikan pondok. Pihak pondok juga memberikan fasilitas pilihan laundry dengan biaya RP 60.000/bulan. Para santri dapat memberikan pakaian kotor dan mengambil pakaian bersih setiap sore hari.

Salah satu target pihak pondok pesantren bagi santri SMP adalah wajib menghafalkan Surat Yasin, Al-Waqi’ah, Ar-Rahman dan Juz 30 dalam waktu 3 tahun. Lalu mereka juga diwajibkan menggunakan bahasa Arab dan Inggris dalam kegiatan sehari-hari. Selain itu, ada juga kegiatan pendalaman bahasa dan pengkajian kitab setiap hari seperti kitab Ta’lim Muta’allim. Jika ada yang melanggar kewajiban-kewajiban tersebut maka ada konsekuensi yang sudah dijelaskan sejak awal dan harus diterima oleh santri.

Seluruh santri hanya diperbolehkan pulang ke rumah jika liburan semester dan hari-hari besar seperti Hari Raya Idul Fitri. Akan tetapi ada pengecualian untuk keadaan darurat dan tetap harus dijemput orangtua atau wakilnya. Selain itu, tidak ada larangan bagi para santri untuk membawa makanan, minuman dan obat-obatan sendiri walaupun pihak pondok sudah menyediakan balai kesehatan, mini market dan wartel untuk menghubungi orangtua mereka.

SMP Manba’ul Ulum sebagai salah satu unit kegiatan dari Pondok Pesantren Asshiddiqiyah memiliki tanah seluas 8.103 m2 dengan luas bangunan

7.403 m2. Asshiddiqiyah sudah memiliki ruangan dan lapangan yang cukup lengkap seperti ruang kepala sekolah dan wakil, ruang guru, ruang tata usaha, ruang belajar/kelas, dan ruang-ruang serta lapangan lain yang dapat menunjang efektivitas proses belajar mengajar. Selain itu jumlah guru SMP Manba’ul Ulum berbanding santri SMP yaitu 23:247 dengan jumlah karyawan 17 orang. Kelas VII terdiri dari tiga kelas dengan dua kelas putra dan satu kelas putri. Sedangkan kelas VIII terdiri dari empat kelas dengan dua kelas putra dan dua kelas putri. Data mengenai karakteristik sekolah dapat dilihat dalam Tabel 4 berikut ini.

Tabel 4 Karakteristik SMP Manba’ul Ulum

Karakteristik SMP Manba’ul Ulum Keterangan

Luas Tanah 8.103 m2

Luas Bangunan 7.403 m2

Ruangan: Jumlah Luas (m2)

Ruang Kepala Sekolah 2 24

Ruang Wakil Kepala Sekolah 2 24

Ruang Guru 1 40

Ruang Tata Usaha 1 21

Ruang Belajar/Kelas 26 -Ruang tamu 1 24 Laboratorium. IPA 1 90 Laboratorium Bahasa 1 30 Laboratorium Komputer 1 42 Perpustakaan 2 180 Ruang multimedia 1 42 Ruang kesenian 1 42 Ruang serbaguna/aula 1 135 Ruang OSIS 1 24 Ruang PMR/Pramuka 1 12 Ruang UKS 2 44 Ruang BK 1 12 Ruang Koperasi 1 90 Ruang ibadah/Musholla 1 200 Gudang 1 6 Hall/lobi 1 225 Dapur 1 82 Kantin 2 144 Toilet Guru/Karyawan 3 36 Toilet Santri 12 108 Pos jaga 2 24 Lapangan basket 1 150 Lapangan bola 1 300

Lapangan bulu tangkis 1 240

Tabel 4 (Lanjutan)

Karakteristik SMP Manba’ul Ulum Keterangan

Ketersediaan Sumber Daya

Manusia Tugas Jumlah (orang)

Jumlah Guru Mengajar mata pelajaran 23

Jumlah Karyawan Tata Usaha 5

Lab. Computer 1 Lab. Bahasa 2 Lab. IPA 1 Perpustakaan 3 Kantin 1 Penjaga sekolah 1 Tukang kebun 1 Keamanan 2 Karakteristik Contoh Usia dan jenis kelamin

Contoh dalam penelitian ini berjumlah 63 orang yang terdiri dari 32 orang laki-laki dan 31 orang perempuan. Usia contoh berkisar antara 12-15 tahun dengan rata-rata 13.02 tahun (Tabel 5). Lebih dari separuh contoh (54.0%) berusia 13 tahun dengan 43.8 persen laki-laki dan 64.5 persen perempuan. Usia 13 tahun termasuk dalam fase remaja awal (Monks 2001). Menurut Ali dan Asrori (2009) fase remaja awal merupakan tahapan dimana remaja merasa cemas terhadap dirinya sendiri karena kurang mendapat perhatian dari orang lain atau bahkan tidak ada yang mempedulikannya sehingga mereka cepat marah dengan cara yang kurang sopan.

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan usia dan jenis kelamin

Usia (tahun)

Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % 12 9 28.1 6 19.4 15 23.8 13 14 43.8 20 64.5 34 54.0 14 7 21.9 5 16.1 12 19.0 15 2 6.2 0 0 2 3.2 Total 32 100 31 100 63 100 Min-maks 12-15 12-14 12-15 Rata-rata±SD 13.06±0.88 12.97±0.61 13.02±0.75

Urutan Kelahiran

Berdasarkan urutan kelahiran dalam keluarga contoh tersebar mulai anak pertama hingga anak ke-6 (enam) dengan persentase terbesar (49.2%) sebagai anak pertama dengan rata-rata urutan kelahiran contoh 1.81 (Tabel 6). Lebih dari separuh contoh laki-laki (56.3%) dan hampir separuh contoh perempuan (45.2%) tergolong pada kelompok anak pertama. Anak pertama dalam sebuah keluarga digambarkan sebagai anak yang lebih dewasa, penolong, mengalah, lebih cemas, mampu mengendalikan diri dan kurang agresif jika dibandingkan dengan saudaranya (Santrock 2003).

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan urutan kelahiran dan jenis kelamin

Urutan lahir Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % 1 18 56.3 13 41.9 31 49.2 2 7 21.9 14 45.2 21 33.3 3 3 9.4 4 12.9 7 11.1 4 2 6.2 0 0 2 3.2 6 2 6.2 0 0 2 3.2 Total 32 100 31 100 63 100 Min-maks 1-6 1-3 1-6 Rata-rata±SD 1.91±1.40 1.71±0.69 1.81±1.11

Hurlock (1978) menjelaskan bahwa anak pertama lebih merasa tidak pasti, tidak mudah percaya, tidak merasa aman, lihai, bakhil, bergantung, bertanggung jawab, berkuasa, iri hati, konservatif, kurang adanya dominasi dan agresivitas, mudah dipengaruhi, mudah merasa senang, sensitif, murung, introvert, sangat terdorong berprestasi, membutuhkan afiliasi, pemarah, manja, dan mudah terlibat dalam gangguan perilaku.

Karakteristik Keluarga Usia orangtua contoh

Usia ayah contoh berkisar antara 31 hingga 56 tahun dengan rata-rata 42.34 tahun sedangkan usia ibu berkisar antara 26 hingga 50 tahun dengan rata-rata 38.46 tahun (Tabel 7). Lebih dari separuh contoh memiliki ayah (60.3%) dengan usia antara 40-49 tahun dan ibu (54.0%) dengan usia 29-39 tahun. Menurut Hurlock (1991) usia ibu termasuk dalam kelompok dewasa awal (18-40 tahun), sedangkan usia ayah termasuk dalam kelompok dewasa madya (40-60

tahun). Hastuti (2008) menjelaskan bahwa usia orangtua berhubungan dengan kestabilan emosi dan pengendalian diri. Oleh karena itu, semakin bertambah usia orangtua maka kestabilan emosi dan pengendalian dirinya akan semakin bertambah pula. Pertambahan tersebut diharapkan dapat membuat cara berpikir orangtua dalam meningkatkan perkembangan anak menjadi lebih baik. Tabel 7 berikut ini menjelaskan sebaran contoh berdasarkan usia orangtua.

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan usia orangtua

Usia Orangtua (tahun) Ayah Ibu

n % n % 29-39 tahun 16 25.4 34 54.0 40-49 tahun 38 60.3 27 42.9 50-56 tahun 9 14.3 2 3.1 Total 63 100 63 100 Min-maks 31-56 29-50 Rata-rata ±SD 42.34±5.76 38.46±4.99

Pendidikan orangtua contoh

Tingkat pendidikan orangtua contoh tersebar mulai SD/sederajat hingga sarjana (Tabel 8). Pada umumnya tingkat pendidikan ayah (57.1%) dan ibu (47.6%) contoh adalah SMA/sederajat. Sedangkan orangtua yang memiliki tingkat pendidikan sarjana hanya sebanyak 15 orang untuk ayah (23.8%) dan 10 orang untuk ibu (15.9%). Fenomena yang terjadi sekarang ini menunjukkan bahwa kebanyakan orangtua menginginkan anaknya menjadi orang yang sukses dalam pendidikan maupun karirnya, sehingga di masa yang akan datang mereka dapat memperbaiki kualitas hidupnya menjadi lebih baik dari sebelumnya (Sumardi 1982, diacu dalam Sumarto 2006).

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan terakhir orangtua

Pendidikan Orangtua Ayah Ibu

n % n % SD/sederajat 2 3.2 8 12.7 SMP/sederajat 7 11.1 12 19.0 SMA/sederajat 36 57.1 30 47.6 Akademi/Diploma 3 4.8 3 4.8 Sarjana 15 23.8 10 15.9 Total 63 100 63 100

Pekerjaan orangtua contoh

Orangtua contoh dalam penelitian ini memiliki pekerjaan yang beragam. Mayoritas contoh (69.8%) memiliki ayah yang berprofesi sebagai wiraswasta sedangkan hampir separuh contoh (47.6%) memiliki ibu yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga (Tabel 9). Pekerjaan sebagai wiraswasta tidak mengharuskan ayah untuk absen dari rumah dalam waktu yang lama sehingga keretakan dalam hubungan keluarga tidak perlu dikhawatirkan, khususnya dengan anak (Hurlock 1973). Begitu pula dengan pekerjaan ibu sebagai ibu rumah tangga. Selama ibu memiliki waktu yang lebih banyak untuk berada di rumah maka ibu diharapkan lebih mengetahui, memahami, dan dapat membimbing kehidupan keluarga agar menjadi lebih baik.

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orangtua

Pekerjaan Orangtua Ayah Ibu

n % n %

PNS 7 11.1 8 12.7

Karyawan swasta 9 14.3 1 1.6

Wiraswasta 44 69.8 24 38.1

ABRI/Polisi 3 4.8 0 0

Ibu rumah tangga 0 0 30 47.6

Total 63 100 63 100

*Sumber data sekolah

Pendapatan orangtua

Pendapatan orangtua berkisar antara Rp 500.000 – Rp 5.000.001 (Tabel 10). Mayoritas pendapatan orangtua contoh (63.5%) berada pada kisaran Rp 1.000.001 – Rp 3.000.000. Kisaran pendapatan tersebut menunjukkan bahwa orangtua mampu membiayai kebutuhan pendidikan anak, khususnya yang menjadi responden dalam penelitian ini, setiap bulan dengan iuran rutin Rp 540.000, biaya laundry Rp 60.000, dan biaya-biaya lain termasuk uang saku.

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan orangtua

Pendapatan Orangtua (Rupiah/Bulan) Jumlah Persentase (%)

< 500.000 2 3.2

500.001 - 1.000.000 9 14.3

1.000.001 - 3.000.000 40 63.5

Tabel 10 (Lanjutan)

Pendapatan Orangtua (Rupiah/Bulan) Jumlah Persentase (%)

> 5.000.001 0 0

Total 63 100

*Sumber data sekolah Besar Keluarga

Berdasarkan Hurlock (1991), lebih dari separuh contoh (60.3%) berasal dari keluarga sedang dan 28.6 persen contoh lain dari keluarga kecil serta hanya 11.1 persen contoh yang memiliki keluarga besar (Tabel 11). Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2000) kepadatan dalam sebuah keluarga dan jumlah anggota yang semakin besar dapat menimbulkan ketegangan yang berakibat lebih buruk pada perilaku antar anggota keluarga itu sendiri. Keluarga dengan dua atau tiga orang anak cenderung menjadi sangat mudah berselisih dibanding keluarga dengan satu dan enam atau lebih orang anak (Hurlock 1973). Selain itu, kisaran pendapatan orangtua juga menunjukkan bahwa keluarga sudah mampu memenuhi kebutuhan masing-masing anggota keluarganya dengan Rp 200.000/Rp 600.000/kapita/bulan.

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga

Besar keluarga Jumlah Persentase (%)

Kecil (≤ 4 orang) 18 28.6

Sedang (5-6 orang) 38 60.3

Besar (≥ 7 orang) 7 11.1

Total 63 100

Kecerdasan Emosional

Menurut Goleman (1999) kecerdasan emosi atau Emotional Intelligence merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Seseorang dikatakan memiliki emosi yang positif jika ia dapat memberikan tanggapan yang positif terhadap suatu objek (Ali & Asrori 2009).

Sesuai dengan beberapa item dari tugas perkembangan remaja dan 11 indikator yang digunakan untuk melihat tingkat EQ seorang anak (Hastuti 2008) maka remaja dikatakan memiliki kecerdasan emosional yang baik jika sudah memiliki kesadaran emosi diri, kemampuan mengelola emosi, motivasi,

kemampuan dalam berempati dan berhubungan yang baik. Kecerdasan emosional dapat dilihat dari lima dasar kecakapan emosi dan sosial tersebut (Goleman 1999) antara lain :

Kesadaran diri

Kesadaran diri mengharuskan remaja mengetahui apa yang sedang dirasa sehingga dapat menggunakan perasaan tersebut untuk mengambil suatu keputusan sendiri. Lalu remaja juga diharapkan dapat memiliki tolok ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat sehingga dapat melakukan sesuatu sesuai dengan kemampuan yang dimiliki (Goleman 1999). Tabel 12 menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh (66.7%) kadang-kadang dapat mengetahui sifat baik yang dimiliki, akan tetapi contoh belum dapat mengetahui penyebab kekesalan yang dirasakan (66.7%), bagaimana rasanya ketika sedang marah (66.7%), belum menyadari sifat jelek yang dimiliki (58.7%), dan masih terlambat dalam menyadari kekecewaan yang dirasakan (54.0%).

Contoh terkadang juga merasa jenuh dan bosan ketika merasa tidak nyaman (49.2%), sedih jika tidak dapat membantu teman yang sedang dalam masalah (49.2%) dan putus asa ketika mendapat nilai jelek (36.6%). Walaupun lebih dari separuh contoh (57.1%) selalu dapat menyadari kekurangan yang dimiliki.

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan pernyataan kesadaran diri

No Pernyataan Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Total n % n % n % n %

1 Saya mengetahui sifat baik yang saya miliki 18 28.6 42 66.7 3 4.7 63 100 2 Saya tidak mengetahui penyebab kekesalan

yang saya rasakan* 7 11.1 42 66.7 14 22.2 63 100

3 Saya terlambat menyadari kekecewaan yang

saya rasakan* 19 30.2 34 54.0 10 15.8 63 100

4 Saya menyadari kekurangan yang saya miliki 36 57.1 25 39.7 2 3.2 63 100 5 Ketika saya merasa tidak nyaman lagi dengan

suatu keadaan maka cepat atau lambat pasti saya akan merasa jenuh dan bosan

30 47.6 31 49.2 2 3.2 63 100

Dokumen terkait