• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada penelitian ini, responden yang diambil adalah karyawan KFC Galeria Pasar Baru yaitu sebanyak 23 orang. Data karakteristik karyawan yang diamati pada penelitian ini adalah jenis kelamin, usia, pendidikan dan masa kerja. Distribusi karakteristik karyawan dapat dilihat pada Tabel 1:

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Karyawan KFC Galeria Pasar Baru

No Karakteristik Karyawan Jumlah (Orang) Persentase (100%) 1. Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 13 10 56,52 43,48 2. Usia 20 – 29 tahun 30 – 40 tahun 41 – 50 tahun 10 12 1 43,48 52,17 4,45 3. Pendidikan

Sekolah Menengah Atas 23 100

4. Masa Kerja 0 – 4 tahun 5 – 15 tahun 16 – 25 tahun 7 14 2 30,43 60,87 8,70

Sumber : Data Primer, 2005

Seperti yang terlihat pada Tabel 1, data yang diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner kepada karyawan menunjukkan bahwa 56,52% berjenis kelamin laki-laki dan 43,48% perempuan. Berdasarkan usia kerja, sebanyak 52,17% berada pada golongan usia 30–40 tahun, 43,48% karyawan pada golongan usia 20–29 tahun, dan sebanyak 4,45% karyawan berada pada golongan usia 41–50 tahun. Namun, secara umum keseluruhan karyawan termasuk ke dalam golongan usia produktif, karena sesuai dengan standar Departemen Tenaga Kerja (DEPNAKER) yang mengkategorikan usia produktif yaitu mulai dari 15 tahun sampai dengan 55 tahun.

Dilihat dari tingkat pendidikan formal karyawan, diketahui bahwa seluruh karyawan merupakan tenaga kerja berpendidikan sekolah menengah atas. Berdasarkan dari masa kerjanya, sebagian besar karyawan telah bekerja selama 5–15

tahun yaitu sebanyak 60,87%, dan 30,43% merupakan karyawan dengan masa kerja 0–4 tahun, sedangkan sisanya yaitu 8,70% adalah karyawan dengan masa kerja 16– 25 tahun.

Faktor-Faktor Pembentukan Gugus Kendali Mutu

Kajian terhadap faktor-faktor pembentukan gugus kendali mutu (GKM) di KFC dilakukan setelah proses tabulasi data. Dalam hal ini, skor jawaban responden dihitung sesuai dengan jumlah masing-masing skor tiap responden. Gambaran umum kondisi faktor-faktor pembentukan GKM diperoleh dengan cara pemberian skala, yaitu sangat baik (a), baik (b), cukup (c), kurang (d), dan buruk (e).

Kerjasama

Salah satu faktor yang dibutuhkan dalam pembentukan GKM yaitu adanya kerjasama dalam suatu kelompok. Tujuannya adalah untuk menciptakan iklim kerja yang baik dalam tempat kerja, sehingga dapat mengarahkan kelompok ke dalam kegiatan yang bermanfaat untuk perkembangan perusahaan. Parameter yang digunakan untuk mengukur potensi kerjasama karyawan dapat dilihat dari beberapa pertanyaan, misalnya kebersamaan, sikap kepedulian, penyelesaian masalah, keterjalinan hubungan, pertemuan/rapat kerja, dan suasana kerja. Keadaan dan kondisi faktor kerjasama dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Faktor Kerjasama

Parameter Kondisi (%) Jumlah (%) a b c d e Kebersamaan 43,48 17,39 34,78 - 4,35 100 Sikap kepedulian 39,13 52,17 4,35 - 4,35 100 Penyelesaian masalah 56,52 39,13 4,35 - - 100 Keterjalinan hubungan 52,17 43,48 4,35 - - 100 Pertemuan/rapat kerja 56,52 26,09 13,05 - 4,35 100 Suasana kerja 73,91 21,74 4,35 - - 100

Suasana kerja diantara karyawan sudah sangat baik, berada 73,91% yang ditunjukkan dari keterjalinan hubungan karyawan (56,52%) dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi secara bersama-sama, baik permasalahan pribadi

karyawan ataupun juga permasalahan yang menyangkut tentang pekerjaan yang dapat menghambat perusahaan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini menunjukkan adanya keinginan karyawan dalam berpartisipasi untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi perusahaan.

Pertemuan kelompok berupa briefing dilakukan secara teratur dalam rangka mendorong terwujudnya kebersamaan dan kerjasama yang kokoh di tengah karyawan. Dalam briefing, yang bersangkutan diberikan kesempatan melakukan komunikasi secara alamiah, untuk memungkinkan terjadinya informasi dua arah antara karyawan dengan atasannya. Karyawan beranggapan mereka perlu membantu karyawan lain atau teman yang mendapat kesulitan. Sikap peduli untuk membantu diantara sesama karyawan ini umumnya didasarkan pada ikatan-ikatan emosional seperti ikatan persahabatan dan ikatan kesamaan asal daerah.

Oleh karena itu, perusahaan perlu menciptakan iklim kerja yang kondusif dengan membentuk suatu kelompok kerja agar dapat terwujud ikatan yang kuat diantara karyawan, yaitu ikatan yang didasarkan pada pengakuan bahwa semua karyawan adalah bagian dari peruasahaan yang mempunyai kewajiban untuk meningkatkan mutu perusahaan. Kemampuan karyawan untuk bekerjasama merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi, karena hal ini termasuk mentalitas dasar yang harus ada pada setiap karyawan yang akan terlibat dalam GKM, terutama tentang kesatuan pendapat mengenai kepentingan dan tujuan yang akan dicapai. Potensi kerjasama dan semangat kebersamaan dapat ditingkatkan dan dipertahankan dengan memberikan tantangan bersama.

Semangat Kerja

Semangat kerja adalah kondisi mental seseorang atau kelompok yang menunjukkan rasa kegairahan dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan. Semangat kerja merupakan faktor yang terjadi akibat adanya hubungan antara individu dengan kelompok kerjanya maupun dengan organisasinya. Jika tujuan-tujuan untuk mendapatkan kepuasan individu tidak terpenuhi, maka karyawan tidak akan memiliki semangat kerja yang baik.

Kondisi semangat kerja karyawan dapat diukur dengan menggunakan beberapa parameter, seperti kesadaran hadir dalam pertemuan, persentase hadir dalam pertemuan, kreativitas dan inisiatif dalam memecahkan masalah, minat

mempelajari hal-hal baru, dan keikutsertaan dalam perencanaan kerja. Secara lengkap kondisi faktor semangat kerja karyawan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Faktor Semangat Kerja

Parameter

Kondisi (%) Jumlah (%) a b c d e Kesadaran hadir di pertemuan 43,48 8,69 17,39 26,09 4,35 100 Persentase hadir di pertemuan 13,05 30,43 21,74 26,09 8,69 100 Kreativitas 34,79 30,43 30,43 - 4,35 100 Mempelajari hal baru 47,82 43,48 4,35 - 4,35 100 Peran serta dalam rencana kerja 43,48 13,04 30,43 - 13,04 100 Inisiatif kerja 21,74 39,14 4,35 26,09 8,69 100

Tingkat kesadaran karyawan untuk menghadiri pertemuan yang diadakan, lalu pemberian kesempatan kepada karyawan untuk berperan dalam rencana kerja dan berkreativitas serta minat karyawan untuk mempelajari hal-hal baru sangat baik. Sebanyak 43,48% responden menyatakan bahwa kehadirannya dalam pertemuan tidak didasarkan atas instruksi oleh atasan. Hal ini cukup mendukung bagi pelaksanaan GKM, karena dalam GKM setiap orang dengan penuh kesadaran bertemu secara periodik dan terus-menerus untuk melaksanakan kegiatan kendali mutu perusahaan. Selain itu, dalam pertemuan yang diadakan, karyawan diberikan kesempatan untuk berperan serta dalam rencana kerja yang akan dilaksanakan.

Dari parameter yang diukur, ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dari pihak manajemen yang akan menerapkan GKM dalam sistem kendali mutunya, yaitu persentase karyawan dalam menghadiri pertemuan. Persentase karyawan dalam menghadiri pertemuan yang ditetapkan tergolong baik ( 30,43%). Semangat kerja yang tinggi ditandai dengan kegairahan karyawan dalam menjalankan pekerjaan termasuk menghadiri pertemuan yang telah ditetapkan.

Faktor lain yang sangat penting dalam pelaksanaan GKM adalah inisiatif karyawan dalam mengusahakan perbaikan dan mencari pemecahan masalah-masalah yang dihadapi. Dari hasil kuesioner, terdapat 26,09% responden menyatakan hanya kadang-kadang saja berusaha mencari pemecahan masalah yang dihadapi dalam pekerjaan. Hal ini menunjukkan bahwa dorongan karyawan untuk memecahkan

masalah masih kurang. Keterlibatan karyawan dalam memecahkan masalah sangat dipengaruhi oleh dorongan pimpinan untuk menggerakkan bawahannya dan memberi keleluasaan kepada bawahannya. Keleluasaan tersebut akan menumbuhkan inisiatif dan keaktifan karyawan dalam mengemukakan pendapat dalam kegiatan kelompok untuk mencari penyelesaian masalah yang dihadapi dengan menyumbangkan gagasan atau ide kreatif.

Dalam hal ini, atasan harus dapat meyakinkan bawahan bahwa yang bersangkutan dapat menyelesaikan tugas dengan baik. Pengakuan dan tanggapan yang baik terhadap masukan dan gagasan atau ide dari karyawan merupakan salah satu penghargaan yang sesuai dengan keinginan karyawan, karena dapat mempertahankan dan meningkatkan kreativitas dan inisiatif karyawan. Disamping itu, semangat kerja yang tinggi akan menghasilkan pengaruh kemauan untuk bekerjasama dan bersedia bekerja sesuai dengan aturan.

Tanggung Jawab

Dalam penerapan konsep manajemen mutu terpadu, sangat diperlukan kesediaan bekerja secara sungguh-sungguh, jujur dan bertanggung jawab dalam melaksanakan pekerjaan. Setiap karyawan perlu memahami bahwa mereka memiliki peran dalam mencapai sasaran dan tujuan mutu perusahaan, dan karenanya mereka harus mengambil bagian dalam setiap upaya perbaikannya.

Tanggung jawab karyawan untuk menjalankan perannya dalam perusahaan dapat dinilai dari beberapa parameter, seperti pengetahuan tentang kualitas, penyelesaian pekerjaan, kualitas pekerjaan, kedisiplinan, pemeliharaan fasilitas, dan pengabdian. Kondisi dan keadaan faktor tanggung jawab dapat dilihat pada Tabel 4. Pentingnya kesadaran karyawan dalam memahami kualitas pekerjaan dan memelihara fasilitas di tempat kerja mereka, terdorong oleh adanya suatu kebutuhan akan tempat kerja yang kondusif, sehingga mereka dapat bekerja dengan baik, yang pada akhirnya dapat menimbulkan kegairahan dalam menyelesaikan pekerjaan.

Tanggung jawab karyawan untuk mengabdikan diri sebaik mungkin terhadap pekerjaannya dalam menyelesaikan pekerjaan yang tinggi, disiplin terhadap waktu kerja yang sangat tinggi, menunjukkan loyalitas yang tinggi dari karyawan pada perusahaan walau di lain pihak tidak dapat menghilangkan faktor imbalan sebagai motivasi karyawan dalam menjalankan tanggung jawabnya.

Tabel 4. Faktor Tanggung Jawab Parameter Kondisi (%) Jumlah (%) a b c d e Pengetahuan kualitas 8,69 56,52 8,69 13,05 13,05 100 Penyelesaian pekerjaan 91,30 4,35 4,35 - - 100 Kualitas pekerjaan 95,65 - - - 4,35 100 Kedisiplinan 78,26 17,39 - - 4,35 100 Pemeliharaan fasilitas 95,65 4,35 - - - 100 Pengabdian 39,13 56,52 4,35 - - 100

Untuk itu, perlu bagi pihak manajemen untuk dapat memberikan perhatian yang serius terhadap gagasan-gagasan karyawan, karena tanggung jawab karyawan terhadap peningkatan mutu, termasuk di dalamnya usaha-usaha mengurangi kesalahan, keterlibatan dalam tugas dan tanggung jawab untuk mencari pemecahan masalah serta kualitas pekerjaan, hanya mungkin tumbuh dalam situasi dimana karyawan merasa bahwa gagasan mereka mendapat perhatian yang serius. Untuk beberapa hal, tanggung jawab karyawan masih dirasakan baik, seperti pengetahuan tentang kualitas, sebanyak 56,52% responden telah mengetahui apa yang dimaksud kualitas. Dalam aktivitas GKM, karyawan akan banyak melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan mutu, yang tidak terbatas pada benda atau produk saja, tetapi juga mencakup kepemimpinan, hubungan antar karyawan dan atasan, serta fungsi pelayanan dari perusahaan, terutama pelayanan untuk kepuasan pelanggan.

Keadaan ini mengharuskan perusahaan memberikan pengertian kepada karyawan akan pentingnya fungsi dan keberadaan kelompok mutu dalam perbaikan mutu perusahaan. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan-pelatihan yang cukup kepada karyawan yang menyertakan konsep-konsep tentang peran serta, kreativitas, pengembangan kesadaran dan pengetahuan tentang kualitas. Tanggung jawab setiap orang dalam perusahaan untuk berperan serta merupakan motor penggerak yang dapat menjamin kesuksesan pelaksanaan GKM di masa mendatang.

Komitmen Manajemen

Komitmen manajemen adalah peran serta dan dukungan, serta adanya keterlibatan pimpinan dalam pelaksanaan manajemen mutu terpadu (MMT). Dalam hal ini, pimpinan akan memotivasi seluruh karyawan untuk menerapkan MMT yang diwujudkan dengan pelaksanaan GKM di perusahaan. Dukungan yang diberikan manajemen meliputi penyediaan sarana dan prasarana bekerja, seperti peralatan kerja, peningkatan kualitas SDM dengan mengadakan pelatihan bagi karyawan, pemberian penghargaan sebagai bukti dari penilaian prestasi kerja karyawan. Faktor komitmen manajemen terhadap hal tersebut di atas dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Faktor Komitmen Manajemen

Parameter

Kondisi (%) Jumlah (%) a b c d e Ketersediaan alat kerja 13,05 39,13 39,13 8,69 - 100 Pelatihan 17,39 43,48 21,74 8,69 8,69 100 Manfaat pelatihan 56,52 39,13 - 4,35 - 100 Pemberian penghargaan 86,96 8,69 4,35 - - 100 Penilaian prestasi kerja 91,30 4,35 - 4,35 - 100 Kenyamanan lingkungan

kerja 13,05 8,69 60,87 17,39 - 100

Komitmen manajemen dalam menyediakan peralatan dan perlengkapan kerja serta pengadaan fasilitas kerja yang baik masih dirasakan baik oleh karyawan. Hal ini akan mendorong terlaksananya GKM di perusahaan, karena pertumbuhan GKM yang sehat tergantung pada dukungan manajemen dalam menyediakan sarana dan prasarana bekerja. Untuk melaksanakan pekerjaan yang baik diperlukan suasana dan perkakas dengan kemampuan yang diperlukan. Dukungan manajemen dalam hal penyediaan peralatan dan perlengkapan serta fasilitas kerja ini harus lebih daripada masalah pelayanan. Jika dukungan ini tidak diberikan untuk periode yang lama, maka moral karyawan akan turun dan akan mengakibatkan pelaksanaan program perbaikan mutu dalam aktivitas GKM menjadi tidak efektif.

Dalam pelaksanan GKM diperlukan partisipasi semua karyawan terhadap keadaan mutu, memecahkan masalah yang penting atau mengadakan perbaikan-perbaikan untuk meningkatkan kemajuan perusahaan dengan menerapkan

teknik-teknik kendali mutu. Semua itu dapat terwujud jika karyawan mendapat pendidikan dan pelatihan yang memadai. Pelatihan yang diadakan oleh perusahaan untuk karyawan terbilang baik (43,48%). Hal ini menunjukkan komitmen manajemen untuk meningkatkan pengetahuan karyawan relatif baik, karena sikap mutu karyawan akan terbentuk melalui suatu proses pendidikan dan pelatihan mutu yang luas, dan mungkin merupakan faktor yang sangat nyata dalam membentuk sikap individu.

Walau pelatihan yang diadakan oleh perusahaan terbilang memadai, sebagian besar responden menyatakan bahwa pelatihan yang diadakan membawa suatu manfaat tersendiri bagi para karyawan. Pelatihan mutu memiliki peranan yang paling mendasar untuk pencapaian keberhasilan GKM di perusahaan dan merupakan sebuah program pengembangan karyawan pada semua fungsi dan tingkatan dalam hal sikap, peningkatan pengetahuan dan keterampilan tentang mutu. Salah satu tahapan dalam mekanisme pembentukan GKM adalah adanya penilaian atas prestasi kerja karyawan dalam jangka waktu tertentu, yang telah dilaksanakan dengan sangat baik oleh pihak manajemen. 86,96% responden berpandangan bahwa perusahaan perlu memberikan penghargaan kepada karyawan yang berprestasi yang dapat berbentuk materi maupun pengakuan lisan dan tulisan.

Untuk mencapai komitmen yang luas dan sungguh-sungguh terhadap mutu, diperlukan suatu proses yang melibatkan banyak dimensi, dan yang paling penting, komitmen manajemen merupakan sesuatu yang tidak pernah selesai, maka diperlukan program terus-menerus yang merupakan dasar bagi kendali mutu dan sistem mutu terpadu. Keterlibatan dan keteladanan pimpinan dalam pelaksanaan GKM ini sangat diperlukan, karena tanpa koordinasi dan keteladanan dari pimpinan, GKM tidak akan berjalan dengan baik di suatu perusahaan.

Komunikasi

Orientasi dasar program GKM adalah adanya kerja tim dan partisipasi aktif semua karyawan yang dapat terlaksana dengan tersedianya informasi kerja yang disampaikan ke atas, ke samping maupun ke bawah. Dalam suatu organisasi, komunikasi merupakan proses yang sangat penting karena komunikasi diperlukan untuk tercapainya efektivitas kepemimpinan, perencanaan, pengawasan, koordinasi, pelatihan, pengelolaan konflik dan pembuatan keputusan (Suryandani,2001).

Komunikasi yang terjadi antara atasan dan bawahan dapat diukur dari beberapa parameter, yaitu proses komunikasi yang berlangsung dari atas ke bawah, komunikasi ke atas, sikap percaya, komunikasi di luar jam kerja, kebebasan berbicara dan pembagian tugas. Keadaan faktor komunikasi secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Faktor Komunikasi

Parameter Kondisi (%) Jumlah (%) a b c d e Komunikasi ke bawah 52,17 34,78 8,69 - 4,35 100 Komunikasi ke atas 4,35 39,13 39,13 - 17,39 100 Sikap percaya 8,70 21,74 13,04 56,52 - 100 Komunikasi informal 30,43 52,17 8,69 8,69 - 100 Kebebasan berbicara 21,74 69,56 4,35 4,35 - 100 Pembagian tugas 21,74 73,91 4,35 - - 100

Komunikasi ke bawah (downward) adalah komunikasi yang terjadi dari atasan kepada unit dan atau individu yang ada dalam rentang kontrolnya. Walaupun komunikasi downward sangat baik (52,17%), namun 4,35% responden menyatakan atasan kadang-kadang dan hampir tidak memberikan informasi yang diperlukan dan diinginkan. Hal tersebut menunjukkan fungsi komunikasi ini belum berjalan dengan sempurna. Informasi yang diharapkan bawahan dari atasan dalam pola komunikasi downward tidak sebatas pemberian pengarahan, instruksi, evaluasi, melainkan juga meliputi informasi tentang tujuan organisasi, kebijaksanaan, peraturan, insentif, hak-hak khusus, pembagian tugas serta umpan balik dari atasan tentang hasil pelaksanaan tugas bawahan (Suryandani, 2001).

Kurang efektifnya komunikasi yang terjadi dari atasan ke bawahan mungkin disebabkan karena penggunaan bahasa yang berbeda dan kekurang-mampuan atasan dalam membedakan antara informasi yang dibutuhkan dan yang tidak dibutuhkan oleh bawahannya. Padahal pemberian informasi yang kurang, akan menghambat karyawan berfungsi secara efektif. Dalam hal ini, ada berbagai cara untuk memperbaiki komunikasi dengan bawahan, cara yang paling banyak dipakai adalah dengan teknik memperjelas tugas atau pekerjaan bawahan. Selain itu, pembagian

tugas kepada karyawan dalam membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi perusahaan cukup penting, dimana dalam pelaksanaannya telah berjalan dengan baik (73,19%). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa semakin dimengerti seluk-beluk pekerjaannya, maka diperkirakan dapat dimengerti tentang apa yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya.

Sikap saling percaya diantara karyawan berada pada kondisi yang kurang baik. 56,52% responden menyatakan ketidakyakinan bahwa teman sekerja mereka lebih terbuka dan berterus terang. Kondisi ini akan sangat menghambat proses aliran informasi dan komunikasi antara sesama karyawan dan dengan atasan. Dalam aktivitas GKM, karyawan didorong untuk berani mengungkapkan pendapat, gagasan atau idenya. Dengan demikian, GKM memberikan kesempatan yang luas kepada karyawan untuk melakukan komunikasi secara alamiah. Komunikasi ke atas (upward) berasal dari bawahan dan ditujukan kepada atasan. Beberapa tipe komunikasi ini adalah berkenaan dengan gagasan untuk berubah dan saran-saran bagi perbaikan, serta perasaan-perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan dalam organisasi. Menurut karyawan (39,13% responden) menyatakan bahwa atasan cukup memberikan kesempatan untuk mengungkapkan perasaan mereka yang berhubungan dengan pekerjaan.

Komunikasi dari bawah ke atas ini sangat penting untuk pemeliharaan dan pertumbuhan organisasi, karena komunikasi jenis ini akan memberikan umpan-balik penting tentang moral bawahan, menimbulkan rasa memiliki terhadap organisasi dan memberikan kesempatan pada atasan untuk memperoleh ide-ide baru dari bawahan. Untuk lebih dapat memperbaiki komunikasi jenis ini, manajemen harus terbuka dalam mendengarkan komentar bawahan dan mengurangi hambatan-hambatan bagi masuknya pesan-pesan yang tidak sesuai dalam perjalanan hierarki organisasi. Untuk itu diperlukan saluran terpercaya yang dapat membantu para karyawan berkomunikasi dengan manajemen.

Selain itu, komunikasi informal di luar jam kerja perlu untuk diadakan, karena dengan adanya komunikasi yang efektif antara pimpinan dan bawahan akan memudahkan untuk saling bertukar ide atau pemikiran dan informasi sehingga dapat dicapai pengertian bersama untuk mencapai tujuan perusahaan atau organisasi.

Kepemimpinan

Gugus kendali mutu merupakan sebuah program yang dilaksanakan dengan pendekatan yang harus membawakan kepemimpinan yang utama dalam peningkatan mutu perusahaan, karenanya diperlukan program peran serta karyawan yang akan menjadi panduan bagi perusahaan untuk menciptakan gaya kepemimpinan yang manusiawi dalam rangka menyusun langkah kendali mutu perusahaan. Perilaku pimpinan diharapkan dapat mendorong partisipasi aktif semua karyawan dalam mewujudkan tujuan organisasi atau perusahaan. Gambaran umum mengenai perilaku pimpinan dalam menjalankan fungsinya dengan bawahan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Faktor Kepemimpinan

Parameter

Kondisi (%) Jumlah (%) a b c d e Meminta saran dari bawahan 26,09 21,74 34,78 13,05 4,35 100 Penjelasan tugas 26,09 69,56 4,35 - - 100 Pengambilan keputusan 30,43 17,39 43,48 4,35 4,35 100 Penmpilan top manajer 30,43 65,22 4,35 - - 100 Hubungan dengan karyawan 43,48 39,13 17,39 - - 100

Pengawasan 26,09 65,22 4,35 4,35 - 100

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa hubungan antara atasan dengan bawahan tergolong sangat baik. Dalam briefing, atasan telah menjelaskan tugas dengan baik dan atasan juga kerap meminta saran-saran dari bawahan dalam mengambil setiap keputusan. Menurut Suryandani (2001), bawahan mempunyai nilai dan kebutuhan kemampuan pimpinan yang dapat mempengaruhi profil kepemimpinan secara keseluruhan, dan sebagai ilustrasi sebuah kelompok kerja yang menghargai kemandirian, kesempatan berinisiatif, kualitas kehidupan bekerja, dan pengambilan keputusan secara sepihak, dapat mempengaruhi gaya kepemimpinan dalam mengikut-sertakan dan memantau bawahannya.

Dalam GKM, pimpinan diharapkan dapat terlibat aktif untuk mengarahkan kegiatan menciptakan kerjasama antar karyawan dan mendorong anggota atau bawahannya dalam menerapkan perbaikan kualitas pada pekerjaannya. Tipe kepemimpinan yang baik bagi kelancaran kegiatan GKM adalah bila bawahan

merasa dirinya diberi kesempatan untuk dapat mengemukakan pendapat dan memberikan kontribusinya dalam pengambilan keputusan. Kewibawaan atasan dalam memimpin para bawahannya ternyata dapat menjadi modal penting baginya untuk menjadi pemimpin yang efektif dalam pencapaian tujuan-tujuan perusahaan. Namun di samping itu, sikap yang berlebihan dari seorang manajer mengawasi para bawahannya dalam bekerja, dapat menimbulkan perasaan kurang senang yang tinggi dari karyawan. Oleh karena itu, kepemimpinan seseorang perlu terus-menerus ditingkatkan dengan cara menggunakan prosedur latihan yang didasarkan pada pendekatan fungsional.

Motivasi Karyawan

Efektivitas organisasi perusahaan tidak dilihat hanya dari segi pencapaian tujuan dan efisiensi kerja perusahaan secara total, tetapi juga dari segi kepentingan anggota organisasi secara individual, yaitu seberapa jauh karyawan merasakan manfaat organisasi bagi kesejahteraannya. Organisasi yang efektif adalah organisasi yang mampu memotivasi anggota-anggotanya melalui berbagai cara, seperti pemenuhan kebutuhan terhadap uang, status keberhasilan dan kondisi kerja. Perhatian perusahaan terhadap motivasi karyawan dapat dilihat pada Tabel 8.

Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan-kebutuhan manusia yang paling dasar, yaitu makanan, air, udara dan perumahan. Manusia berusaha memenuhi kebutuhan dasar ini sebelum beranjak pada usaha pemenuhan kebutuhan yang lebih tinggi. Dalam hal ini, karyawan berpendapat bahwa perhatian perusahaan dalam pemenuhan kebutuhan fisiologis cukup memadai (47,82%). Pemenuhan kebutuhan fisiologis karyawan sangat menentukan kinerja karyawan. Oleh karena itu, perusahaan perlu memelihara kondisi fisik karyawan dalam pekerjaannya. Cara lain yang dapat dipakai oleh manajemen untuk memotivasi karyawan adalah melalui pemberian insentif perseorangan yang telah terlaksana dengan baik (69,56%). Motivasi yang tinggi berarti sama dengan kepuasan kerja yang kemudian akan meningkatkan prestasi kerja.

Sebanyak 56,52% responden menyatakan bahwa perusahaan cukup memperhatikan pemenuhan kebutuhan akan keselamatan kerja dan rasa aman karyawan. Kebutuhan akan keselamatan kerja dan rasa aman merupakan kebutuhan dasar kedua yang akan dipenuhi sebelum memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi,

Tabel 8. Faktor Motivasi Parameter Kondisi (%) Jumlah (%) a b c d e Kebutuhan fisiologis 8,69 26,09 47,82 17,39 - 100 Keselamatan kerja 8,69 26,09 56,52 8,70 - 100 Pentingnya alat kerja

yang baik

69,56 30,44 - - - 100 Dorongan

menyelesaikan pekerjaan

52,17 43,48 4,35 - - 100 Pengakuan keahlian dan

kemampuan

43,48 52,17 4,35 - - 100 Insentif perseorangan 13,05 69,56 4,35 13,05 - 100

maka penting bagi perusahaan untuk menciptakan kenyamanan tempat kerja, keselamatan dan keamanan bekerja, serta jaminan kerja yang permanen. Kebutuhan terhadap penghargaan diri, yaitu kebutuhan-kebutuhan terhadap pengakuan keahlian dan kemampuan karyawan dalam menjalankan aktivitas dari atasan dan maupun teman sekerja dirasakan baik oleh karyawan (52,17%).

Dorongan semangat yang sangat tinggi (52,17%) dan pengontrolan akan kebaikan peralatan kerja yang sangat tinggi dari atasan akan menumbuhkan rasa senang dan gembira dalam diri karyawan untuk menyelesaikan semua tugas yang diberikan. Tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan ini dapat menyebabkan timbulnya perasaan mendapat penilaian yang kurang baik dari orang lain, terutama dari atasan. Hal yang sama juga akan dirasakan oleh karyawan terhadap pemenuhan kebutuhan untuk pengembangan kemampuan diri dalam menyelesaikan

Dokumen terkait